Validasi sekunder metode analisa campylobacter jejuni pada daging ayam

(1)

VALIDASI SEKUNDER METODE ANALISA CAMPYLOBACTER JEJUNI PADA DAGING AYAM

TAMRAN ISMAIL

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ”Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter jejuni pada Daging Ayam” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Juli 2009

Tamran Ismail F252070095


(3)

ABSTRACT

TAMRAN ISMAIL. Secondary Validation on the Analysis Method of Campylobacter jejuni on Chicken Meat. Under direction of HARSI D. KUSUMANINGRUM and RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Campylobacter jejuni is a pathogenic bacterium that often contaminates food and causes food-borne diseases. It is reported that more than 50% of uncooked chicken meat in the U.S. market is contaminated with Campylobacter, but in Indonesia there has not been much information on such report. To determine the contamination level of Campylobacter jejuni on chicken meat, a valid method of analysis should be available in the laboratory. To adopt an existing valid method of analysis, a secondary validation is needed. The objective of this research was to conduct a secondary validation on the analysis method of Campylobacter jejuni according to the ISO 10272 2006. The study was carried out from January to March 2009 in the microbiology laboratory of the national quality control laboratory of drug and food-National Agency of Drug and Food Control (NADFC) Indonesia. A laboratory experiment was carried out using three treatments (negative samples, positive samples, and positive controls) with ten replications. The experiment consisted of the following steps: preparation of testing culture to ensure the purity and the number of colonies of Campylobacter jejuni in the culture, determining the inoculum (spiking), preparation of chicken meat samples (negative and positive samples), and isolation of Campylobacter jejuni from chicken meat. The parameter observed in the secondary validation was the specifity of the method that is indicated by the recovery value. The research results showed that the culture of Campylobacter jejuni was pure thus it could be used as inoculum, all negative samples were uncontaminated by Campylobacter jejuni,Campylobacter jejuni could be reisolated on seven of ten positive samples, and Campylobacter jejuni could be reisolated on all positive controls. The secondary validation resulted in the recovery value of 70%. According to AOAC (1999) an analysis method can be adopted by a laboratory if it has the recovery value of > 50%,


(4)

RINGKASAN

TAMRAN ISMAIL. Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter jejuni pada Daging Ayam. Dibimbing oleh HARSI D. KUSUMANINGRUM dan RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Foodborne disease (penyakit akibat pangan) merupakan suatu penyakit yang diderita oleh seseorang akibat mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi bahan kimia beracun atau mikroba patogen. Salah satu gejala foodborne disease akibat kontaminasi mikroba patogen yaitu diare. Salmonella spp, Shigella spp dan Campylobacter spp merupakan bakteri-bakteri patogen penyebab diare yang banyak diderita oleh masyarakat. Mikroorganisme tersebut paling banyak ditemukan pada bahan pangan mentah berupa daging unggas, telur, susu, ikan dan sayuran. Campylobacter jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang sering mengontaminasi bahan pangan. Bakteri ini dapat mengontaminasi bahan pangan melalui kotoran ternak, selama proses pemerahan atau infeksi pada puting susu, unggas yang terinfeksi dan air yang tercemar (Stern dan Line 2000). Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter dibeberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita campylobacteriosis dan 124 penderita meninggal dunia setiap tahunnya (Hu dan Kopecko 2003). Pada tahun 1998 kasus infeksi Campylobacter juga dilaporkan di Belanda sebanyak 3.398 kasus, di Denmark sebanyak 3.372 kasus, di Spanyol sebanyak 4.382 kasus (Schmidt et al. 2001). The Swedish Institute for Infection Desease Control (2008) melaporkan bahwa pada tahun 2007 total 7.106 kasus campylobacteriosis terjadi di Swedia, dengan 77,45 kasus setiap 100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, dari 21.763 penderita diare sekitar 3,6% nya disebabkan karena Campylobacter jejuni (Tjaniadi et al. 2003).

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk melakukan verifikasi/validasi sekunder metode analisa Campylobacter jejuni sesuai ISO 10272 2006, sehingga dapat digunakan untuk analisis terhadap daging ayam di Indonesia dan penelitian ini juga memiliki tujuan khusus yaitu melakukan konfirmasi kemurnian Campylobacter jejuni yang akan digunakan dalam validasi sekunder dan melakukan validasi sekunder metode analisa kualitatif Campylobacter jejuni dengan parameter uji spesifisitas. Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh keabsahan (validitas) metode analisa Campylobacter jejuni pada daging ayam sehingga dapat diadopsi di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Campylobacter jejuni pada kultur stok dengan sertifikat ATCC 33291 terkonfirmasi kemurniannya. Hal itu dibuktikan dengan kesesuaian karakterisitik spesifik yang ditunjukkan pada media dan pereaksi yang digunakan serta kondisi mikroaerofilik yang diterapkan dalam pengujian konfirmasi dengan metode analisa yang akan diadopsi. Dengan demikian Campylobacter jejuni tersebut dapat digunakan dalam pengujian validasi sekunder.

Hasil analisa jumlah koloni Campylobacter jejuni menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri Campylobacter jejuni pada master dengan ATCC 33291 berjumlah + 100 juta (108) CFU/ml dan digunakan sebagai stok. Untuk spiking digunakan suspensi dengan pengenceran 10-5 yang mengandung 1000 CFU/ml inokulum Campylobacter jejuni. Agar sampel daging ayam mengandung Campylobacter jejuni dengan konsentrasi 2500 CFU/ml atau +100 CFU/gram, inokulum Campylobacter jejuni dipipet sebanyak 2,5 ml dan dimasukan kedalam 250 ml suspensi sampel daging ayam.


(5)

karakteristik seperti Campylobacter, tetapi pada tahap konfirmasi, reaksi oksidase menunjukkan hasil negatif. Hampir semua spesies Campylobacter memberikan reaksi positif terhadap uji oksidase. Selain itu, pada tahap identifikasi ada beberapa koloni tidak menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Hal itu ditunjukkan dengan perubahan warna pada media TSIA, resisten terhadap asam nalidiksat dan tidak menghidrolisis natrium hipurat. Dengan demikian 10 sampel negatif, semuanya tidak terkontaminasi Campylobacter jejuni. Karakteristik spesifik yang ditunjukkan pada media pengaya, media isolasi, konfirmasi dan identifikasi menunjukkan adanya kontaminasi bakteri lain.

Hasil pengujian sampel positif dapat diketahui bahwa koloni yang tumbuh, baik pada media mCCDA maupun pada media Preston agar menunjukkan karakteristik seperti Campylobacter. Tetapi pada tahap konfirmasi, 3 dari 10 sampel positif yaitu sampel 4, 5 dan 9 menunjukkan reaksi oksidase negatif (pada media Preston agar) sedangkan pada media mCCDA dari 10 sampel, semuanya menunjukkan reaksi oksidase positif. Terjadinya perbedaan hasil oksidase pada kedua media tersebut mungkin mengindikasikan bahwa media mCCDA lebih selektif dari Preston agar. Hal itu disebabkan karena adanya sedikit perbedaan pada komposisi media dan antibiotik yang digunakan sebagai suplemen. Pada tahap identifikasi 3 dari 10 sampel positif yaitu sampel 4, 5 dan 9, koloni yang diidentifikasi tidak menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Hal itu ditunjukkan dengan perubahan warna pada media TSIA, resisten terhadap asam nalidiksat dan tidak menghidrolisis natrium hipurat. Dengan demikian pada 7 dari 10 sampel positif, Campylobacter jejuni dapat terisolasi kembali sedangkan pada 3 sampel tidak dapat terisolasi kembali.

Hasil pengujian terhadap kontrol positif menunjukkan bahwa koloni yang tumbuh, baik pada media pengaya sampai uji identifikasi semuanya menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Dengan demikian pada 10 kontrol positif, Campylobacter jejuni semuanya dapat terisolasi kembali.

Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka dapat ditunjukkan bahwa validasi sekunder menghasilkan nilai recovery sebesar 70%. Pertumbuhan Campylobacter jejuni sangat dipengaruhi oleh karakteristik daging ayam yang digunakan sebagai sampel. Karakteristik tersebut dapat mempercepat laju pertumbuhan Campylobacter jejuni tetapi dapat juga menghambat pertumbuhannya., antara lain : ketersediaan nutrisi, aktivitas air (Aw), nilai pH, bahan anti mikroba dan potensial redoks. Selain itu, kontaminasi mikroba lain selama proses penanganan daging ayam juga dapat menghambat pertumbuhan Campylobacter jejuni. Faktor penghambat tersebut yang mungkin menyebabkan inokulum yang di-spike tidak dapat diisolasi kembali seluruhnya (100%).

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kultur Campylobacter jejuni pada kultur stok dengan sertifikat ATCC 33291, terkonfirmasi kemurniannya. Hasil isolasi terhadap sampel negatif menunjukkan bahwa dari 10 sampel yang diisolasi semuanya tidak terkontaminasi Campylobacter jejuni, sedangkan pada 7 dari 10 sampel positif, Campylobacter jejuni dapat terisolasi kembali, dan 3 sampel tidak terisolasi kembali, serta hasil isolasi pada 10 kontrol positif, Campylobacter jejuni semuanya terisolasi kembali sehingga hasil validasi sekunder metode analisa Campylobacter jejuni pada daging ayam berdasarkan metode analisa ISO 10272 2006 bagian 1 memberikan recovery sebesar 70% dengan limit deteksi 100 CFU/gram, dan dapat diterapkan dalam pengujian laboratorium. Untuk melihat sensitivitas metode analisa Campylobacter jejuni, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan menggunakan parameter uji limit deteksi dengan jumlah spike dibawah 100 CFU/ml, validasi sekunder juga dilakukan terhadap metode analisa yang dikembangkan oleh organisasi lain seperti BAM.


(6)

ABSTRACT

TAMRAN ISMAIL. Secondary Validation on the Analysis Method of Campylobacter jejuni on Chicken Meat. Under direction of HARSI D. KUSUMANINGRUM and RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Campylobacter jejuni is a pathogenic bacterium that often contaminates food and causes food-borne diseases. It is reported that more than 50% of uncooked chicken meat in the U.S. market is contaminated with Campylobacter, but in Indonesia there has not been much information on such report. To determine the contamination level of Campylobacter jejuni on chicken meat, a valid method of analysis should be available in the laboratory. To adopt an existing valid method of analysis, a secondary validation is needed. The objective of this research was to conduct a secondary validation on the analysis method of Campylobacter jejuni according to the ISO 10272 2006. The study was carried out from January to March 2009 in the microbiology laboratory of the national quality control laboratory of drug and food-National Agency of Drug and Food Control (NADFC) Indonesia. A laboratory experiment was carried out using three treatments (negative samples, positive samples, and positive controls) with ten replications. The experiment consisted of the following steps: preparation of testing culture to ensure the purity and the number of colonies of Campylobacter jejuni in the culture, determining the inoculum (spiking), preparation of chicken meat samples (negative and positive samples), and isolation of Campylobacter jejuni from chicken meat. The parameter observed in the secondary validation was the specifity of the method that is indicated by the recovery value. The research results showed that the culture of Campylobacter jejuni was pure thus it could be used as inoculum, all negative samples were uncontaminated by Campylobacter jejuni,Campylobacter jejuni could be reisolated on seven of ten positive samples, and Campylobacter jejuni could be reisolated on all positive controls. The secondary validation resulted in the recovery value of 70%. According to AOAC (1999) an analysis method can be adopted by a laboratory if it has the recovery value of > 50%,


(7)

RINGKASAN

TAMRAN ISMAIL. Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter jejuni pada Daging Ayam. Dibimbing oleh HARSI D. KUSUMANINGRUM dan RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Foodborne disease (penyakit akibat pangan) merupakan suatu penyakit yang diderita oleh seseorang akibat mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi bahan kimia beracun atau mikroba patogen. Salah satu gejala foodborne disease akibat kontaminasi mikroba patogen yaitu diare. Salmonella spp, Shigella spp dan Campylobacter spp merupakan bakteri-bakteri patogen penyebab diare yang banyak diderita oleh masyarakat. Mikroorganisme tersebut paling banyak ditemukan pada bahan pangan mentah berupa daging unggas, telur, susu, ikan dan sayuran. Campylobacter jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang sering mengontaminasi bahan pangan. Bakteri ini dapat mengontaminasi bahan pangan melalui kotoran ternak, selama proses pemerahan atau infeksi pada puting susu, unggas yang terinfeksi dan air yang tercemar (Stern dan Line 2000). Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter dibeberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita campylobacteriosis dan 124 penderita meninggal dunia setiap tahunnya (Hu dan Kopecko 2003). Pada tahun 1998 kasus infeksi Campylobacter juga dilaporkan di Belanda sebanyak 3.398 kasus, di Denmark sebanyak 3.372 kasus, di Spanyol sebanyak 4.382 kasus (Schmidt et al. 2001). The Swedish Institute for Infection Desease Control (2008) melaporkan bahwa pada tahun 2007 total 7.106 kasus campylobacteriosis terjadi di Swedia, dengan 77,45 kasus setiap 100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, dari 21.763 penderita diare sekitar 3,6% nya disebabkan karena Campylobacter jejuni (Tjaniadi et al. 2003).

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk melakukan verifikasi/validasi sekunder metode analisa Campylobacter jejuni sesuai ISO 10272 2006, sehingga dapat digunakan untuk analisis terhadap daging ayam di Indonesia dan penelitian ini juga memiliki tujuan khusus yaitu melakukan konfirmasi kemurnian Campylobacter jejuni yang akan digunakan dalam validasi sekunder dan melakukan validasi sekunder metode analisa kualitatif Campylobacter jejuni dengan parameter uji spesifisitas. Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh keabsahan (validitas) metode analisa Campylobacter jejuni pada daging ayam sehingga dapat diadopsi di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Campylobacter jejuni pada kultur stok dengan sertifikat ATCC 33291 terkonfirmasi kemurniannya. Hal itu dibuktikan dengan kesesuaian karakterisitik spesifik yang ditunjukkan pada media dan pereaksi yang digunakan serta kondisi mikroaerofilik yang diterapkan dalam pengujian konfirmasi dengan metode analisa yang akan diadopsi. Dengan demikian Campylobacter jejuni tersebut dapat digunakan dalam pengujian validasi sekunder.

Hasil analisa jumlah koloni Campylobacter jejuni menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri Campylobacter jejuni pada master dengan ATCC 33291 berjumlah + 100 juta (108) CFU/ml dan digunakan sebagai stok. Untuk spiking digunakan suspensi dengan pengenceran 10-5 yang mengandung 1000 CFU/ml inokulum Campylobacter jejuni. Agar sampel daging ayam mengandung Campylobacter jejuni dengan konsentrasi 2500 CFU/ml atau +100 CFU/gram, inokulum Campylobacter jejuni dipipet sebanyak 2,5 ml dan dimasukan kedalam 250 ml suspensi sampel daging ayam.

Hasil pengujian sampel negatif menunjukkan bahwa pada sampel negatif, koloni yang tumbuh baik pada media mCCDA maupun pada media Preston agar menunjukkan karakteristik seperti Campylobacter, tetapi pada tahap konfirmasi, reaksi oksidase


(8)

menunjukkan hasil negatif. Hampir semua spesies Campylobacter memberikan reaksi positif terhadap uji oksidase. Selain itu, pada tahap identifikasi ada beberapa koloni tidak menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Hal itu ditunjukkan dengan perubahan warna pada media TSIA, resisten terhadap asam nalidiksat dan tidak menghidrolisis natrium hipurat. Dengan demikian 10 sampel negatif, semuanya tidak terkontaminasi Campylobacter jejuni. Karakteristik spesifik yang ditunjukkan pada media pengaya, media isolasi, konfirmasi dan identifikasi menunjukkan adanya kontaminasi bakteri lain.

Hasil pengujian sampel positif dapat diketahui bahwa koloni yang tumbuh, baik pada media mCCDA maupun pada media Preston agar menunjukkan karakteristik seperti Campylobacter. Tetapi pada tahap konfirmasi, 3 dari 10 sampel positif yaitu sampel 4, 5 dan 9 menunjukkan reaksi oksidase negatif (pada media Preston agar) sedangkan pada media mCCDA dari 10 sampel, semuanya menunjukkan reaksi oksidase positif. Terjadinya perbedaan hasil oksidase pada kedua media tersebut mungkin mengindikasikan bahwa media mCCDA lebih selektif dari Preston agar. Hal itu disebabkan karena adanya sedikit perbedaan pada komposisi media dan antibiotik yang digunakan sebagai suplemen. Pada tahap identifikasi 3 dari 10 sampel positif yaitu sampel 4, 5 dan 9, koloni yang diidentifikasi tidak menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Hal itu ditunjukkan dengan perubahan warna pada media TSIA, resisten terhadap asam nalidiksat dan tidak menghidrolisis natrium hipurat. Dengan demikian pada 7 dari 10 sampel positif, Campylobacter jejuni dapat terisolasi kembali sedangkan pada 3 sampel tidak dapat terisolasi kembali.

Hasil pengujian terhadap kontrol positif menunjukkan bahwa koloni yang tumbuh, baik pada media pengaya sampai uji identifikasi semuanya menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Dengan demikian pada 10 kontrol positif, Campylobacter jejuni semuanya dapat terisolasi kembali.

Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka dapat ditunjukkan bahwa validasi sekunder menghasilkan nilai recovery sebesar 70%. Pertumbuhan Campylobacter jejuni sangat dipengaruhi oleh karakteristik daging ayam yang digunakan sebagai sampel. Karakteristik tersebut dapat mempercepat laju pertumbuhan Campylobacter jejuni tetapi dapat juga menghambat pertumbuhannya., antara lain : ketersediaan nutrisi, aktivitas air (Aw), nilai pH, bahan anti mikroba dan potensial redoks. Selain itu, kontaminasi mikroba lain selama proses penanganan daging ayam juga dapat menghambat pertumbuhan Campylobacter jejuni. Faktor penghambat tersebut yang mungkin menyebabkan inokulum yang di-spike tidak dapat diisolasi kembali seluruhnya (100%).

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kultur Campylobacter jejuni pada kultur stok dengan sertifikat ATCC 33291, terkonfirmasi kemurniannya. Hasil isolasi terhadap sampel negatif menunjukkan bahwa dari 10 sampel yang diisolasi semuanya tidak terkontaminasi Campylobacter jejuni, sedangkan pada 7 dari 10 sampel positif, Campylobacter jejuni dapat terisolasi kembali, dan 3 sampel tidak terisolasi kembali, serta hasil isolasi pada 10 kontrol positif, Campylobacter jejuni semuanya terisolasi kembali sehingga hasil validasi sekunder metode analisa Campylobacter jejuni pada daging ayam berdasarkan metode analisa ISO 10272 2006 bagian 1 memberikan recovery sebesar 70% dengan limit deteksi 100 CFU/gram, dan dapat diterapkan dalam pengujian laboratorium. Untuk melihat sensitivitas metode analisa Campylobacter jejuni, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan menggunakan parameter uji limit deteksi dengan jumlah spike dibawah 100 CFU/ml, validasi sekunder juga dilakukan terhadap metode analisa yang dikembangkan oleh organisasi lain seperti BAM.


(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(10)

VALIDASI SEKUNDER METODE ANALISA CAMPYLOBACTER JEJUNI PADA DAGING AYAM

TAMRAN ISMAIL

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Pada Program Studi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009


(11)

Judul Tugas Akhir : Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter jejuni pada Daging Ayam

Nama Mahasiswa : Tamran Ismail Nomor Pokok : F252070095

Program Studi : Magister Profesi Teknologi Pangan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc (Ketua) (Anggota)

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S


(12)

PRAKATA

Orang bijak mengatakan bahwa ilmu itu menarik tidak semata-semata karena substansinya tetapi juga dari cara bagaimana orang meramu dan mengomunikasinya . Hal ini bermakna tidaklah cukup bagi seorang mahasiswa bila hanya bergelut dengan berbagai teori dan literatur tanpa memiliki kesempatan untuk mencoba bahkan mengimplemetasikannya dalam bentuk penelitian sebagai suatu wujud akumulasi pengetahuan yang telah digeluti selama kurang lebih 16 bulan.

Seiring dengan makin bertambahnya usia, pola kehidupan masyarakat di dunia mengalami perubahan. Dengan kemajuan teknologi membawa perubahan-perubahan yang begitu pesat pada industri pangan sehingga mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar baik jumlah maupun jenis produk.

Akibat kemajuan ilmu dan teknologi pangan dewasa ini maka semakin banyak jenis bahan pangan yang diproduksi, dijual dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibanding bentuk segarnya. Dengan demikian mampu menjamin tersedianya berbagai jenis pangan dalam jumlah besar sepanjang tahun.

Daging ayam merupakan produk pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Tetapi penanganan sepanjang rantai pangan (from farm to table) yang kurang higyenis mengancam keamanannya. Salah satu bahaya yang dapat ditimbulkan adalah bahaya mikrobiologis. Campylobacter jejuni termasuk dalam kelompok emergen pathogen yang sering mengontaminasi daging ayam dan menjadi salah satu penyebab foodborne disease.

Penelitian dengan judul “Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter jejuni pada Daging Ayam”, dilakukan untuk mengetahui apakah metode yang dikembangkan oleh ISO dapat diadopsi untuk keperluan pengujian laboratorium di Indonesia, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus atas bimbingan dan tuntunan yang telah diberikan oleh Ibu Dr. Ir. Harsi Kusumaningrum dan ibu Dr. Ir. Ratih Dewanti-Haryadi, MSc selaku komisi pembimbing. Atas bimbingan dan tuntunan beliau berdua penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih juga penulis alamatkan kepada Ibu Dr.Ir.Lilis Nuraida, MSc selaku ketua program studi MPTP


(13)

,mbak Tika dan Bu Mar, yang telah melayani urusan admistrasi penulis serta teman-teman jurusan PS MPTP batch 4 (Pak slamet, Mbak Ita, Pak Eko, Pak Asep, Pak David, Ibu Ratih, Ibu Farida dan Ibu Wiwin, atas semua bantuan dan usul saran yang telah diberikan baik selama kuliah maupun dalam rangka memperbaiki tulisan ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan POM RI, Ibu Isna Assaratun (mantan Kepala Biro Umum), Ibu Ema (mantan Kepala Bagian Pendidikan dan Pengembangan Pegawai) dan Mbak Rika Kania yang telah menyetujui dan memberikan beasiswa kepada penulis, Bapak Drs I Wayan Wirastika MKes, Apt (mantan Kepala BPOM di Kupang), Bapak Dr. Ir. Roy Sparingga MApp.Sc, Bapak Drs Yoseph Nahak MKes;Apt, Bapak Drs Sem Lapik MApp.Sc,Apt, Ibu Ruth D Laiskodat, SSi;Apt, MM, Ibu Nurmayulis SSi;Apt, Ibu Tintin Murtini, Bapak I Putu Sukarma, S.Sos, Bapak Drs. Martin Sembiring, M.Si yang telah memberikan rekomendasi dan mendukung penulis untuk melanjutkan pendidikan dan semua teman-teman sejawat Balai POM di Kupang yang telah mendukung dan membantu penulis.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Drs Syam Subagyo MSi;Apt selaku Kepala PPOMN, Ibu Dra Sumaria Sudian Apt selaku kepala bidang Mikrobiologi, Ibu Dra Dwi Retno, MSi dan Ibu Amalia Kartasutisna, MM yang telah mengijinkan dan membantu penulis dalam rangka penelitian serta teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi PPOMN yang telah membantu dan bekerja sama sebelum, selama dan setelah penelitian.

Tak lupa ucapan terima kasih yang tulus kepada ayahanda (alm) dan ibunda tercinta, istri dan anak-anak tersayang serta keluarga besar di Ende, yang telah mendukung penulis dari awal masuk kuliah hingga menyelesaikan pendidikan ini.

Akhirnya, seperti kata pepatah tiada gading yang tak retak, demikianpun dengan laporan penelitian ini. Penulis sangat mengharapkan masukkan demi penyempurnaannya.

Bogor, Juli 2009 Tamran Ismail


(14)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan pada tangal 16 Juni 1973 di Ende, Kabupaten Ende NTT, sebagai bungsu dari sepuluh bersaudara dari pasangan ayahanda Ismail Djaga dan ibunda Umi Salamah yang bertempat tinggal di Jalan Ikan Paus; RT/RW; 01/03; RK Puunaka Kelurahan Tanjung Kabupaten Ende; Flores-NTT.

Menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada SD Inpres Roja 2 di Ende pada tahun 1987 dan melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama (SMP) Negeri 1 Ende dan menyelesaikannya pada tahun 1990. Selepas SMP penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada sekolah menengah farmasi (SMF) Kupang dan tamat pada tahun 1993. Sejak November 1993 penulis menjadi tenaga honorer pada Gudang Farmasi Kabupaten Ende sampai diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 1994 dan ditempatkan di Instalasi Farmasi RSUD Maliana Kabupaten Bobonaro Timor-Timur.

Peneliti mengabdi di RSUD Maliana dari tahun 1994 sampai dengan bubarnya Timor-Timur dari Indonesia 1999 menjadi negara merdeka yaitu Republik Demokratik Timor Leste. Selama bekerja sebagai PNS di RSUD Maliana, peneliti juga bekerja part time pada perusahan swasta yaitu Apotek Maliana, selama kurang lebih 4 tahun (1995 – 1999).

Sejak tahun 1999 hingga sekarang peneliti bekerja pada Laboratorium Mikrobiologi Balai Pengawas Obat dan Makanan di Kupang. Selain itu peneliti juga pernah bekerja part time di Apotek Cendrawasih Kupang (2006 – 2007), sebagai Quality Control di Pabrik AMDK Ricnaqua Kupang (2007) dan Penanggung Jawab Toko Obat Berijin Mekar Sari Kupang (2004 – sekarang).

Pada tahun 2000 peneliti melanjutkan pendidikan pada jurusan Biologi FMIPA Unika Widya Mandira Kupang selama kurang lebih 4,5 tahun hingga tahun 2005. Selama masa studi, peneliti pernah menduduki jabatan Sekretaris Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Biologi dan Sekretaris Senat Mahasiswa FMIPA dan aktif di kegiatan senat mahasiswa FMIPA. Pada Januari 2008, peneliti melanjutkan pendidikan magister pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (PS MPTP SPS IPB) hingga Juli 2009. Penghargaan yang pernah diperoleh peneliti adalah sebagai Pegawai Teladan 2 di RSUD Maliana tahun 1997 dalam rangka hari kesehatan nasional (HKN) 1997; Mahasiswa Teladan Tingkat Fakultas MIPA


(15)

dan Tingkat Universitas dalam rangka Dies Natalis dan Lustrum IV Unwira Kupang tahun 2003.

Pada tahun 1997 peneliti mengakhiri masa lajang dan menikah dengan Ruwaidah Ahmad dan telah dikaruniai 4 anak (3 putra dan 1 putri) yaitu: Fadel Syahbana Tamran Putra/Fafa (07 Desember 1997), Rizky Syafarkhan Tamran Putra/Tara (27 April 2001), Zikrie Syawaldin Tamran Putra/Dude (18 November 2005) dan sibungsu Adhara Masterini Putriani Tamran/Difta (08 Desember 2008).


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI xiv

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

I. PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1

B. TUJUAN 3

1. Tujuan Umum 3

2. Tujuan Khusus 3

C. MANFAAT 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 4

A. CAMPYLOBACTER 4

B. CAMPYLOBACTER JEJUNI 6

C. DAGING AYAM 7

D. METODE ANALISA 9

E. METODE ANALISA CAMPYLOBACTER 11

F. VALIDASI METODE ANALISA 20

G. VALIDASI METODE ANALISA DAN PENERAPANNYA 25

III. BAHAN DAN METODE 28

A. WAKTU DAN TEMPAT 28

B. BAHAN DAN ALAT 28

C. METODE PENELITIAN 28

D. PROSEDUR VALIDASI SEKUNDER 31

1. Persiapan Kultur Uji 31

a. Konfirmasi Kemurnian Campylobacter jejuni pada Master 31

b. Analisa Jumlah Koloni Campylobacter jejuni 34

2. Penetapan Inokulum Campylobacter jejuni 35 3. Persiapan Sampel Daging Ayam untuk Pengujian 36

4. Isolasi Campylobacter jejuni pada Daging Ayam 36

E. ANALISIS DATA VALIDASI SEKUNDER 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 44

A. PERSIAPAN KULTUR UJI 44

1. Konfirmasi Kemurnian Kultur Campylobacter jejuni 44

2. Analisa Jumlah Koloni Campylobacter jejuni 46

B. PENETAPAN INOKULUM/SPIKING 47

C. ISOLASI CAMPYLOBACTER JEJUNI PADA DAGING AYAM 47

1. Hasil Isolasi Sampel Negatif 47

2. Hasil Isolasi Sampel Positif 49

3. Hasil Isolasi Kontrol Positif 52

D. ANALISIS VALIDASI SEKUNDER 54

V. PENUTUP 56

A. KESIMPULAN 56

B. SARAN 56

DAFTAR PUSTAKA 57


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Karakteristik spesies Campylobacter 4

Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Produk Daging 9 Parameter Validasi Primer untuk Pengujian Mikrobiologi 22 Parameter Validasi Sekunder untuk Pengujian Mikrobiologi 24

Disain Penelitian 29

Karakteristik spesies Campylobacter pada Uji Konfirmasi 39 Karakteristik spesies Campylobacter pada Uji Identifikasi 41 Pengamatan Campylobacter jejuni pada Uji Kemurnian 44 Hasil Pengujian terhadap Sampel Negatif pada Media mCCDA 48 Hasil Pengujian terhadap Sampel Negatif pada Media Preston Agar 48 Hasil Pengujian terhadap Sampel Positif pada Media mCCDA 50 Hasil Pengujian terhadap Sampel Positif pada Media Preston Agar 51 Hasil Pengujian terhadap Kontrol Positif pada Media mCCDA 53 Hasil Pengujian terhadap Kontrol Positif pada Media Preston Agar 53 Recovery 70 Strain Campylobacter jejuni pada Lima Media Selektif 55 Isolasi Campylobacter jejuni 70 Sampel Feses Positif Tersimulasi 55


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Hasil Scanning Bakteri Campylobacter jejuni menggunakan Mikroskop Elektron 5 Diagram Alir Penanganan Sampel dan Bakteri Uji 29

Diagram Alir Pembuatan Kultur Induk/Stok 33

Diagram Alir Pembuatan Kultur Kerja 34

Diagram Alir Prosedur Penghitungan Campylobacter jejuni dengan Metode Surface Total Plate Count

35


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Analisa Jumlah Koloni Campylobacter jejuni bulan Januari 60 Analisa Jumlah Koloni Campylobacter jejuni bulan Pebruari 60 Penetapan suspensi Campylobacter jejuni sebagai inokulum 60


(20)

(21)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Foodborne disease (penyakit akibat pangan) merupakan suatu penyakit yang diderita oleh seseorang akibat mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi bahan kimia beracun atau mikroba patogen. Salah satu gejala foodborne disease akibat kontaminasi mikroba patogen adalah diare. Salmonella spp, Shigella spp dan Campylobacter spp merupakan bakteri-bakteri patogen penyebab diare yang banyak diderita oleh masyarakat. Mikroorganisme tersebut paling banyak ditemukan pada bahan pangan mentah berupa daging unggas, telur, susu, ikan dan sayuran.

Campylobacter jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang sering mengontaminasi bahan pangan. Bakteri ini dapat mengontaminasi bahan pangan melalui kotoran ternak, unggas yang terinfeksi, susu dari sapi yang terinfeksi, kontaminasi selama proses pengolahan dan air yang tercemar (Stern dan Line 2000).

Umumnya, manusia yang terinfeksi Campylobacter jejuni menderita gejala seperti sakit perut, demam (kadang-kadang > 400C) dan diare mirip disentri. Pada tinjanya dapat ditemukan darah segar, mucus dan leukosit. Periode inkubasi sekitar 2 – 7 hari dan penyakit biasanya berlangsung pada periode yang sama. Diare umumnya bersifat self-limiting (sembuh tanpa pengobatan). Organisme ini dikeluarkan dalam feses (tinja) selama beberapa minggu (Stern dan Line 2000). Menurut Skirrow dalam Doyle (1989), diketahui bahwa 50% dari pasien yang terinfeksi Campylobacter berumur 15 - 44 tahun, dan dari jumlah tersebut didominasi oleh anak-anak muda, selebihnya orang dewasa.

Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter dibeberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita campylobacteriosis dan 124 penderita meninggal dunia setiap tahunnya (Hu dan Kopecko 2003). Pada tahun 1998 kasus infeksi Campylobacter juga dilaporkan di Belanda sebanyak 3.398 kasus, di Denmark sebanyak 3.372 kasus, di Spanyol sebanyak 4.382 kasus (Schmidt dan Tirado 2001). The Swedish Institute for Infection Desease Control (2008) melaporkan bahwa pada tahun 2007 total 7.106 kasus campylobacteriosis terjadi di Swedia, dengan 77,45 kasus setiap


(22)

100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, dari 21.763 penderita diare sekitar 3,6% nya disebabkan karena Campylobacter jejuni (Tjaniadi et al. 2003).

Menurut Altekruse et al. (1999) Campylobacter jejuni dapat diisolasi dari hampir 98% karkas ayam yang diperiksa dengan jumlah bakteri melebihi 103 CFU/g jaringan. Disamping itu, lebih dari 50% daging ayam mentah yang dijual dipasar Amerika Serikat terkontaminasi Campylobacter (NCID 2005 dalam Abdy 2007). Di Indonesia dari 70 sampel yang pernah diteliti 11 (15,7%) terkontaminasi Campylobacter jejuni (Adriani et al. 2006). Data tersebut belum cukup untuk memotret kondisi di Indonesia yang sangat luas. Dua alasan yang dapat dikemukakan terhadap kondisi tersebut adalah karena laboratorium yang melakukan pengujian terhadap Campylobacter jejuni belum banyak dengan metoda analisa yang valid dan daging ayam mungkin tidak terkontaminasi karena ketatnya persyaratan tumbuh dari bakteri tersebut sehingga kurang kompetitif dibandingkan bakteri lain.

Untuk mengetahui kontaminasi bakteri Campylobacter jejuni pada daging ayam, maka harus dilakukan pengujian laboratorium. Saat ini banyak metode analisa baku dan resmi untuk menguji keberadaan Campylobacter jejuni yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga di tingkat internasional. Sebelum digunakan metode-metode tersebut harus divalidasi terlebih dahulu. Validasi metode analisa adalah penilaian parameter analitik tertentu berdasarkan percobaan untuk memenuhi syarat sesuai tujuan penggunaan atau konfirmasi melalui pengujian dan bukti obyektif agar persyaratan untuk maksud khusus dipenuhi (ISO/IEC 17025-2005 dalam Udin 2007).Validasi diperlukan untuk mendapatkan hasil analisis yang absah/valid, dapat dipercaya, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan kesesuaian dengan tujuan (Sukarno 2005).

Validasi dalam rangka pembuatan metode analisa disebut sebagai validasi primer. Validasi primer harus dilakukan jika metode analisis baru dikembangkan karena karakteristik unjuk kerja metodenya belum diketahui (terkait dengan persyaratan dan penggunaannya) serta jika metode analisis yang telah dikembangkan, dimodifikasi dan atau diterapkan pada matriks/bentuk sediaan yang berbeda. Sedangkan untuk metode baku dan metode resmi yang akan diadopsi, tidak perlu dilakukan validasi primer tetapi cukup diverifikasi (validasi sekunder). Validasi sekunder/verifikasi metode analisa adalah proses konfirmasi kembali untuk


(23)

menunjukkan metode sesuai dalam memenuhi kebutuhan laboratorium. Verifikasi diperlukan karena adanya perbedaan kondisi pengujian seperti kondisi lingkungan, personil, instrumen, pereaksi yang dipakai dalam metode baku atau metode resmi dengan laboratorium yang akan menggunakannya. Validasi metode analisa dapat dilakukan pada metode kuantitatif maupun kualitatif. Parameter untuk pengujian mikrobiologi pada validasi sekunder metode kualitatif adalah spesifisitas.

B. TUJUAN 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan verifikasi/validasi sekunder metode analisa Campylobacter jejuni sesuai ISO 10272 2006 bagian 1, sehingga dapat digunakan untuk analisis terhadap daging ayam di Indonesia.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

a. Melakukan konfirmasi kemurnian Campylobacter jejuni yang akan digunakan dalam validasi sekunder.

b. Melakukan validasi sekunder metode analisa kualitatif Campylobacter jejuni dengan parameter spesifisitas.

C. MANFAAT

Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh keabsahan (validitas) metode analisa Campylobacter jejuni pada daging ayam sehingga dapat diadopsi di Indonesia.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. CAMPYLOBACTER

Campylobacter awalnya disebut Vibrio karena bentuknya yang bergelombang dan seperti spiral. Pada awal 1970, mikroba ini diklasifikasikan dalam genus Campylobacter (Stern dan Line 2000). Enam belas spesies dan enam subspesies telah dikenal dalam Campylobacter, dua belas diantaranya merupakan penyebab penyakit pada manusia (Tabel 1). Bakteri patogen ini dibagi kedalam dua kelompok yaitu penyebab penyakit diare dan penyebab infeksi intestinal. Penyebab penyakit diare diantaranya adalah Campylobacter jejuni, Campylobacter coli, Campylobacter upsaliensis, Campylobacter lari dan Campylobacter fetus, sedangkan penyebab infeksi ekstraintestinal, termasuk Campylobacter fetus dan lain-lain (Hu dan Kopecko 2003). Dari berbagai macam spesies Campylobacter, satu spesies yang paling sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia adalah Campylobacterjejuni (Banwart 1989).

Tabel 1 Karakterisitik dari spesies Campylobacter

Pertumbuhan ( 0C ) Kerentanan

Spesies Kata lase Red uksi nit Rat

H2S Hidr

olisi s hipu rat Ure ase

25 37 42 Asam Nalidik Sat Cefa lotin Isi G+C (mol%)

C.fetus subsp. Fetus + + - - - + + (-) R S 33-34

C.fetus subsp. Venerealis

+ + - - - + + - R S 33-34

C.hyointestinalis + + + - - (+) + + R S 35-36

C. jejuni + + - + - - + + S R 30-32

C. coli + + - - - - + + S R 31-33

C. lari + + - - - - + + R R 31-33

C. upsaliensis - + - - - - + + S S 35-36

C. cinaedi + + - - - - + - S I 37-38

C. fennelliae + - - - + - S S 37-38

C. sputorum - + (+) - - - + + S S 31-32

Biovar sputorum

Biovar bubulus - + + - - - + + R S 31-32

Biovar fecalis + + + - - - + + R S 32-33

C. mucosalis - + + - - - + + R S 38-39

C. concisus - + + - - - + + R R 38-39

Sumber : Bridson 1998 Keterangan :

+ : Reaksi positif R : Resisten - : Reaksi negatif S : Sensitif

(+) : Banyak positif tetapi sedikit yang negatif I : Intermediet (-) : Banyak negatif tetapi sedikit yang positif

Karakteristik morfologi dari genus Campylobacter yaitu sangat kecil (lebar 0,2 sampai 0,5 μm dan panjang 0,5 sampai 5 μm ), tidak membentuk spora, Gram


(25)

negatif, batang bergelombang atau seperti spiral dan sangat motil (Gambar 1). Campylobacter merupakan bakteri yang bersifat mikroaerofilik yaitu dapat tumbuh optimal dengan kadar oksigen rendah. Semua Campylobacter dapat tumbuh pada 370C, sedangkan Campylobacter termofilik seperti Campylobacter jejuni, Campylobacter lari dan Campylobactercoli dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C (Hu dan Kopecko 2003). Pada media pertumbuhan, semua Campylobacter tumbuh dengan baik pada pH 5,5 – 8,0 (Stern et al. 1992 dalam Abdy 2007).

Gambar 1 Gambar hasil scanning bakteri Campylobacter jejuni menggunakan mikroskop elektron (Anonim 2008).

Campylobacter lebih sensitif terhadap kondisi kering, panas, asam, disinfektan dan iradiasi. Campylobacter dapat bertahan pada suhu di atas 150C selama beberapa hari. Menurut McClure dan Blackburn (2003) umumnya Campylobacter tidak dapat bertahan sebaik bakteri patogen lain seperti Salmonella. Bakteri ini dapat bertahan lama dalam makanan yang disimpan pada suhu 4 sampai 70C, tetapi tidak tumbuh pada suhu pembekuan.

Campylobacter dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok berdasarkan uji katalase yaitu Campylobacter katalase positif dan katalase negatif. Umumnya penyebab penyakit pada manusia disebabkan oleh Campylobacter katalase positif. Namun salah satu spesies Campylobacter katalase negatif juga dapat menjadi penyebab penyakit pada manusia seperti Campylobacter upsaliensis (Stern dan Line 2000).

Campylobacteriosis merupakan infeksi yang disebabkan bakteri Campylobacter. Menurut Hu dan Kopecko (2003) Campylobacter dapat menyebabkan infeksi di dalam usus (gastrointestinal) maupun di luar usus (ekstraintestinal infection). Gejala infeksi gastrointestinal adalah demam, keram


(26)

perut, sakit perut dan diare yang diikuti mual-mual selama 2 - 5 hari setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini (NCID 2005 dalam Abdy 2007).

Infeksi ekstraintestinal yaitu bakteremia (bakteri berada dalam darah). Kasus bakteremia akibat Campylobacter jejuni terjadi sekitar 1,5 dari 1000 kasus infeksi gastrointestinal (Hu dan Kopecko 2003). Menurut McClure dan Blackburn (2003), kasus campylobacteriosis kronik ini mencapai 2 – 10% yang meliputi arthritis, meningitis, cholecystitis, erytheremea nodosum, endocarditic, keguguran dan neonatal septis. Infeksi oleh Campylobacter juga dapat menyebabkan arthrophaties, Reiter’s syndrome, guillain-barre syndrome (GBS) dan kerusakan syaraf (Stern dan Line 2000).

Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter di beberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita dan 124 penderita meninggal setiap tahunnya (Hu dan Kopecko 2003). Kasus infeksi Campylobacter juga dilaporkan di Inggris yaitu dari 6.300 kasus pada tahun 1978 meningkat menjadi 38.000 kasus pada tahun 1992 (AMM 1993). Penderita infeksi Campylobacter disebabkan oleh konsumsi daging unggas yang kurang matang, penyebab lainnya yaitu meminum susu segar dan susu yang dipasteurisasi tidak sempurna, meminum air yang tidak diklorinasi, dan kontaminasi silang selama pengolahan.

B. CAMPYLOBACTER JEJUNI

Campylobacter jejuni bersifat obligat mikroaerofilik (optimum pada 5% O2,

10% CO2 dan 85% N2), Gram negatif, sel-sel berbentuk spiral dan motil. Bakteri ini

bersifat oksidase positif, katalase positif dan nilai pH optimum pertumbuhan bakteri adalah 6,5 – 7,5. Adanya oksigen akan meningkatkan kematian. Bakteri ini dapat menyebabkan aborsi, infertilitas, penyebab enteritis dan bakteremia akut pada manusia. Bakteri ini mempunyai antigen O yang stabil panas, peka terhadap udara, pengeringan dan panas (Stern dan Line 2000).

Campylobacter jejuni tidak dapat memfermentasi karbohidrat, sehingga energi diperoleh dari asam amino atau dari komponen-komponen intermediet pada siklus asam trikarboksilat. Campylobacter jejuni mampu mereduksi nitrat dan


(27)

hampir semua strain Campylobacter jejuni menghidrolisis hipurat (Banwart 1989). Campylobacter jejuni diduga sebagai penyebab utama infeksi yaitu sekitar 80-90% kasus campylobacteriosis. Bakteri ini merupakan bakteri sporadik penyebab foodborne deseases.

Campylobacter jejuni peka terhadap panas dengan nilai D dalam susu skim, pada suhu 480C adalah 7,2 – 12,8 menit, pada suhu 550C adalah 0,2 – 2,3 menit, tidak tahan terhadap suhu pemasakan atau pasteurisasi. Pemasakan daging giling yang mengandung 106Campylobacter jejuni/g dengan suhu internal 600 C selama 10 menit, menyebabkan bakteri sudah tidak terdeteksi. Nilai D pada suhu 600C pada daging adalah kurang dari 1 menit. Secara umum, bakteri ini tahan hidup dalam makanan yang disimpan dingin, tetapi sangat rentan terhadap pembekuan. Campylobacter jejuni dapat hidup sampai 4 minggu dalam air sungai pada suhu 40C. Air yang tidak diklorinasi atau air mentah merupakan penyebab kampilobakter enteritis pada manusia. Bakteri ini bersifat peka terhadap NaCl, dimana 2% NaCl pada suhu 420C sudah bersifat bakterisidal. Campylobacter jejuni umumnya rentan terhadap pengeringan dan penyimpanan suhu kamar. Klorinasi yang tepat pada air minum merupakan CCP (titik kendali kritis) dalam mencegah infeksi oleh kampilobakter asal air. Pasteurisasi ditetapkan sebagai CCP dalam mencegah infeksi pada manusia melalui susu (Stern dan Line 2000).

C. DAGING AYAM

Daging ayam umumnya diperoleh dari ayam ternak yang paling banyak diternak di dunia. Daging ayam sangat bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung nutrisi yang esensial bagi tubuh dan selalu dihidangkan sebagai makanan dalam berbagai cara. Fakta menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam dari waktu ke waktu selalu meningkat. Walaupun konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia masih sangat rendah yaitu baru 4,5 kg/kapita/tahun dibandingkan di beberapa negara ASEAN yang mencapai lebih dari 10 kg/kapita/tahun (Jaya 2007), akan tetapi tingkat permintaan nasional terhadap daging ayam terus meningkat 7% per tahun. Alasan masyarakat mengonsumsi daging ayam yaitu sebagai sumber protein. Selain itu, harga daging ayam relatif murah, mudah diolah serta cita rasa yang dapat diterima oleh semua golongan umur.


(28)

Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong tetapi ketika diperiksa daging segar pada tingkat penjual retail selalu ditemukan berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme (Jay et al. 2005 dalam Abdy 2007). Sumber kontaminasi mikroorganisme pada daging segar berasal dari pisau pemotong, bagian yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan manusia, wadah, penanganan dan penyimpanan.

Mikroba yang mencemari karkas dapat berupa mikroorganisme pembusuk dan dapat pula mikroba patogen. Mikroba pembusuk akan menurunkan mutu dan kelayakan daging serta berpengaruh terhadap nilai ekonomis seperti Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas nigrificans, dan sebagainya sedangkan mikroba patogen dapat menyebabkan foodborne disease seperti Salmonella, Eschericia coli 017:H7, Campylobacter jejuni, Listeria monocytogenes, Clostridium perfringens dan Staphylococcus aureus. Menurut Alkertuse et al. (1999) kasus yang terjadi akibat kontaminasi beberapa mikroba pada produk pangan dan penyebab foodborne infection di Amerika selama tahun 1996 adalah 46% disebabkan oleh Campylobacter, 28% disebabkan oleh Salmonella, 17% disebabkan oleh Shigella dan Eschericia coli 0157 H7 sebesar 5%.

Stern dan Line (2000) mengatakan bahwa sapi, babi, domba, ayam, kalkun, bebek, kucing dan anjing dianggap sebagai pembawa Campylobacter, tetapi yang paling sering adalah unggas. Daging ayam merupakan bahan pangan yang paling banyak terkontaminasi Campylobacter jejuni dengan prevalensi antara 0 – 100% (ICGFI 1999 dalam Abdy 2007).

Daging dan produk-produk daging sangat mudah rusak. Kerusakan daging terutama disebabkan adanya aktivitas mikroba. Hal ini menandakan mikroba tersebut merupakan sumber kontaminan bagi daging. Salmonella, Campylobacter dan Eschericia coli adalah tiga diantara sekian banyak bakteri yang betul-betul diantisipasi oleh para peneliti untuk menghasilkan produk unggas yang sehat. Batas maksimum cemaran mikroba ditetapkan berdasarkan SNI 01-6366-2000 dapat dilihat pada Tabel 2.


(29)

Tabel 2 Batas Maksimum cemaran mikroba pada produk daging

Batas maksimum cemaran mikroba (koloni/gram)

Jenis cemaran mikroba

Daging segar/beku Daging tanpa tulang

Jumlah total mikroba 1 x 104 1 x 104

Koliform 1 x 102 1 x 102

Eschericia coli (*) 5 x 101 5 x 101

Enterococci 1 x 102 1 x 102

Staphyloccus aureus 1 x 102 1 x 102

Clostridium sp 0 0

Salmonella sp (**) Negatif Negatif

Campylobacter sp 0 0

Listeria sp 0 0

Sumber : BSN (2000)

Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram ; (**) dalam satuan kualitatif

Campylobacter jejuni merupakan bakteri komensal dalam saluran usus unggas. Campylobacter pada usus ayam sekitar 107 koloni/gram sehingga organisme ini sering ditemukan pada karkas ayam (Stern dan Line 2000). Menurut Rosenthal (1999 dalam Adriani et al. 2006) ayam merupakan salah satu sumber infeksi Campylobacter jejuni pada manusia karena ayam merupakan reservoir Campylobacter jejuni. Kejadian kampilobakteriosis pada ayam broiler yang berhubungan dengan penularan atau penyebaran Campylobacter jejuni dalam karkas sebagai sumber infeksi pada manusia. Campylobacter jejuni yang terdapat pada ayam hidup dapat menyebabkan kontaminasi pada karkasnya serta produk bahan pangan ayam yang terjadi selama proses pengolahan. Keberadaan Campylobacter jejuni pada karkas ayam yang sangat tinggi merupakan indikasi tentang kondisi lingkungan disekitar karkas. Pada peternakan ayam yang terinfeksi oleh Campylobacter jejuni, 50% dari ayam tersebut akan membawa Campylobacter jejuni sampai ayam dipotong (Bailey 1993).

D. METODE ANALISA

Metode analisa dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori, yaitu: (1) metode standar/baku/acuan, (2) metode resmi, (3) metode pustaka, (4) metode yang dikembangkan oleh laboratorium dan (5) metode yang dikembangkan oleh organisasi profesional (Sukarno 2005).

Metode standar/baku/acuan adalah metode yang dikembangkan oleh organisasi/badan standarisasi baik nasional maupun internasional. Metode ini


(30)

dikerjakan oleh banyak ahli, divalidasi oleh banyak laboratorium dan akurat. Metode standar/baku/acuan antara lain: standar nasional Indonesia (SNI) yang dikembangkan oleh BSN, bacteriological analytical manual (BAM) yang dikembangkan oleh US Food and Drug Administrasion, dan ISO yang dikembangkan oleh international organization for standarization.

Metode resmi adalah metode yang dipersyaratkan oleh undang-undang atau peraturan untuk digunakan oleh pemerintah atau organisasi/lembaga/industri yang diatur oleh pemerintah. Metode ini dikembangkan karena pentingnya metode ini dalam pemberlakuan undang-undang. Oleh karena itu metode ini sebelum digunakan sudah divalidasi dahulu dengan teliti dan laboratorium yang terlibat dalam pemberlakuan metode ini tidak perlu melakukan validasi lagi, tetapi cukup melakukan verifikasi. Metode resmi yang berlaku antara lain: farmakope Indonesia (FI) dan kodeks makanan Indonesia (KMI), The United Stated pharmacopeia (USP), dan British pharmacopeia (BP).

Metode pustaka adalah metode yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah yang terspesialisasi, seperti: kimia analitik, mikrobiologi pangan, mikrobiologi farmasi, dan lain-lain. Dalam metode ini seringkali penulis artikel orisinil melakukan bias dalam asesmen kegunaannya dan sebelum digunakan wajib divalidasi dengan teliti. Metode pustaka dapat ditemukan pada jurnal-jurnal dan buku pustaka.

Metode yang dikembangkan oleh laboratorium adalah metode yang dirancang, diujicoba, dan divalidasi secara luas oleh suatu laboratorium sehingga metode tersebut dapat dipercaya dan memberikan hasil yang akurat. Metode ini dapat merupakan karya orisinil laboratorium tertentu atau hasil modifikasi dari metode yang lainnya (metode standar, resmi atau pustaka). Sebaiknya metode tersebut dilakukan uji banding antar laboratorium, seperti metode analisa Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN).

Metode yang dikembangkan oleh organisasi profesional adalah metode yang dikembangkan oleh suatu organisasi profesional ilmiah yang penggunaanya relevan dengan bidang ilmu profesional tersebut. Metode ini pada umumnya telah digunakan dalam uji profisiensi antar laboratorium baik nasional maupun internasional dan


(31)

biasanya akurat dan telah divalidasi antar laboratorium, seperti AOAC yang dikembangkan oleh Association of Analitycal Chemists (Sukarno 2005).

Laboratorium diharapkan menggunakan metode baku atau acuan yang sudah dipublikasi untuk uji-uji mikrobiologi. Laboratorium yang menggunakan metode baku/acuan tidak perlu melakukan validasi primer (full validation) terhadap metode tersebut, tetapi cukup melakukan validasi sekunder (verifikasi). Validasi sekunder diperlukan dalam laboratorium yang hanya memverifikasi suatu metode agar dapat diterapkan dan keperluan untuk aplikasi analitik yang diinginkan (Sac 2002).

E. METODE ANALISA CAMPYLOBACTER

Untuk menganalisis adanya kontaminasi Campylobacter, ISO telah mengembangkan metode analisa, yaitu ISO 10272 tahun 1995 yang direvisi pada tahun 2006. Untuk analisis bakteri Campylobacter, ISO mengembangkan 2 (dua) metode, yaitu (1) metode kualitatif (identifikasi) dan (2) metode kuantitatif (penghitungan jumlah koloni).

Metode kualitatif seperti halnya identifikasi patogen pada umumnya meliputi beberapa tahap, yaitu: (1) homogenisasi, (2) enrichment/pengayaan, (3) isolasi, (4) konfirmasi spesies Campylobacter dan (5) identifikasi spesies Campylobacter (opsional). Pada metode kuantitatif, pengujian dilakukan melalui beberapa tahap, seperti (1) homogenisasi, (2) inokulasi dan inkubasi, (3) penghitungan dan seleksi koloni untuk konfirmasi, (4) konfirmasi spesies Campylobacter dan (5) identifikasi spesies Campylobacter (opsional).

Metode analisa kualitatif Campylobacter jejuni merupkan metode analisa yang diadopsi oleh hampir semua negara termasuk di Indonesia. Metode ini dapat dilakukan dalam berbagai tahapan, sebagai berikut :

1. Tahap homogenisasi

Tahap homogenisasi merupakan proses pencampuran antara sampel dengan media pengaya. Perbandingan antara sampel dan media pengaya adalah 1 : 10. Hal itu dimaksudkan agar sampel dapat tercampur secara merata kedalam media pengaya dan mikroba yang terkandung dalam sampel dapat berdistribusi dengan baik.


(32)

2. Tahap enrichment/pengayaan

Tahap enrichment/pengayaan dilakukan dengan 2 tahap yaitu (1) pra pengayaan yang berfungsi untuk memulihkan dan menumbuhkan kondisi Campylobacter sedangkan (2) pengayaan selektif yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri lain termasuk Campylobacter mesofilk, sehingga hanya Campylobacter termofilik saja yang diharapkan tumbuh dan berkembangbiak.

Bolton broth merupakan media pengaya yang direkomendasikan untuk meningkatkan pertumbuhan Campylobacter jejuni. Hal itu disebabkan karena media tersebut tersusun atas bahan-bahan kimia yang mudah dipecahkan oleh Campylobacter jejuni sehingga mudah dimetabolisme, media tersebut juga dapat mencegah terjadinya kerusakan dan kematian sel akibat kondisi lingkungan disekitar. Bolton broth diformulasikan dengan bahan-bahan kimia seperti pepton, lactalbumin, hydrolysate yeast extract, natrium klorida, asam α -ketoglutarat, natrium piruvat, natrium metabisulfit, dan natrium karbonat. Formulasi ini memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif yang dapat mengganggu pertumbuhan Campylobacter jejuni. Untuk meningkatkan sifat aerotoleran dari Campylobacter jejuni diperlukan penambahan darah lisis pada saat penyiapan media Bolton broth, sedangkan penambahan selektif suplemen Bolton broth sebagai antibiotika dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.

Penambahan besi (II) sulfat, natrium metabisulfit dan natrium piruvat pada media pengaya Bolton broth bertujuan untuk meningkatkan ketahanan Campylobacter, menjaga bentuk karakteristiknya, pergerakannya dan meningkatkan viabilitasnya ketika harus disimpan dalam suhu refrigerator (40C). Selain itu, penambahan ketiga komponen tersebut, dapat meningkatkan pertumbuhan dan sifat aerotoleran dari jenis Campylobacter. Ketiga senyawa tersebut juga mampu mencegah akumulasi fotokimia yang umumnya merupakan turunan oksigen yang bersifat racun bagi Campylobacter dan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri Campylobacter jejuni (Bridson 1998).


(33)

3. Tahap isolasi

Tahap isolasi dimaksudkan untuk memisahkan sel Campylobacter dengan bakteri lain. Untuk itu dibutuhkan media khusus yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Media selektif yang digunakan untuk mengamati karakteristik dari Campylobacter jejuni adalah modified campylobacter blood-free selective agar (mCCDA) dan Preston agar. Media mCCDA merupakan media selektif utama dalam metode analisa ISO 10272 2006 sedangkan Preston agar merupakan media selektif alternatif yang direkomendasikan dalam metoda analisa tersebut selain Karmali agar dan Skirrow agar.

a. Media modified Campylobacter blood-free selective agar (mCCDA)

Media mCCDA merupakan media selektif utama yang digunakan dalam mengisolasi Campylobacter jejuni. Media tersebut merupakan hasil modifikasi dari media charcoal cefoperazone deoxycholate agar (CCDA), dengan mengganti sterile lysed defibrinated horse blood dengan charcoal, besi (II) sulfat dan natrium piruvat. Untuk meningkatkan daya selektivitas, antibiotika cephazolin yang digunakan pada CCDA juga diganti dengan cefoperazon dan Amphotericin B ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan kontaminan jamur dan kapang saat inkubasi suhu 370C.

b. Preston agar

Preston agar merupakan media agar selektif yang dipersiapkan dari Campylobacter base agar (CBA), Preston selective supplement (PSS), growth factor suplement (FPB) dan sterile lysed defibrinated blood. Preston agar dapat digunakan untuk isolasi Campylobater jejuni dan Campylobacter coli dari manusia , hewan, burung dan spesimen lingkungan.

CBA diformulasikan dari beberapa bahan kimia seperti serbuk lab-lemco, pepton, natrium klorida dan agar. PSS dibuat menggunakan beberapa antibiotika yaitu Polymixin B, rifampisin, trimethoprim dan sikloheksimida. Sedangkan FPB mengandung besi (II) sulfat, natrium metabisulfit dan natrium piruvat.

Penambahan FPB pada media selektif Preston agar bertujuan untuk meningkatkan ketahanan Campylobacter, menjaga bentuk karakteristiknya, pergerakannya dan meningkatkan viabilitasnya ketika harus disimpan dalam


(34)

suhu refrigerator (40C) (Chou et al. dalam Doyle 1989). Selain itu, penambahan FPB juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan sifat aerotoleran dari jenis Campylobacter. Senyawa FPB tersebut juga mampu mencegah akumulasi fotokimia yang umumnya merupakan turunan oksigen yang bersifat racun bagi Campylobacter dan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri Campylobacter jejuni (Bridson 1998).

Preston agar memiliki tingkat selektifitas yang cukup tinggi dalam isolasi Campylobacter jejuni. Pada persiapan media Preston agar, sterile lysed defibrinated blood yang digunakan umumnya berasal dari darah kuda atau darah domba. Penambahan sterile lysed defibrinated horse/sheep blood ini bertujuan untuk menetralisasi produk racun seperti senyawa peroksida yang mungkin terbentuk akibat media terpapar oleh cahaya maupun udara. Campylobacter jejuni sangat sensitif terhadap keberadaan senyawa peroksida dan superoksida yang merupakan produk yang terbentuk dari media akibat reaksi kimia yang dikatalis oleh cahaya (Bolton dan Robertson 1982). Selain itu mengandung ion Fe yang dapat meningkatkan sifat aerotoleran Campylobacter jejuni ((Stern dan Kazmi 1989 dalam Khoirudin 2008)). Penambahan Preston selective supplement pada media Preston agar berfungsi sebagai antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain sedangkan Campylobacter jejuni resisten terhadap antibiotik tersebut. 4. Tahap konfirmasi spesies Campylobacter

Konfirmasi dilakukan untuk menentukan karakteristik dari spesies Campylobacter, dan dilakukan dengan beberapa pengujian, seperti: (a) uji morfologi dan motilitas, (b) uji pertumbuhan pada 250C (mikroaerofilik) dan 41,50C (aerobik) dan uji oksidase.

a. Uji morfologi dan motilitas

Untuk mengetahui karakteristik Campylobacter spesies dalam pengujian morfologi dan motilitas, maka konfirmasi dilakukan dengan pewarnaan sederhana. Pewarnaan sederhana dilakukan untuk memperjelas dalam pengamatan morfologi Campylobacter jejuni. Hal itu karena pewarnaan sederhana dapat membuat warna sel Campylobacter jejuni lebih kontras sehingga dapat dengan mudah dilihat dibawah mikroskop cahaya


(35)

perbesaran 1000x. Banyak pewarna yang dapat digunakan dalam pewarnaan sederhana, seperti pewarna biru metilen, karbol fuksin atau kristal violet. Menurut Hadioetomo (1993), kebanyakan pewarna yang digunakan pada pewarnaan sederhana merupakan pewarna yang bersifat alkalin. Hal itu karena pewarna sederhana mengandung gugusan fungsional yang dapat membentuk warna (kromofor) dan bermuatan positif. Kebanyakan bakteri, seperti Campylobacter jejuni mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana dan dapat membentuk kromofor (bermuatan positif), karena sitoplasmanya bersifat basofil (suka terhadap basa), atau bermuatan negatif. Pewarnaan dilakukan dengan teknik pewarnaan sederhana menggunakan pewarna karbol fuksin. Pewarnaan bakteri dimulai dengan memindahkan 1 – 2 loop koloni yang diduga Campylobacter jejuni ke dalam 1 ml larutan Brucella broth. Suspensi koloni kemudian diratakan dan ditetesi dengan pewarna karbol fuksin. Setelah itu dilakukan pencucian terhadap kelebihan pewarna pada gelas preparat dengan menggunakan aquades steril kemudian dilakukan fiksasi dan preparat siap diamati dibawah mikroskop cahaya pada perbesaran 1000x dengan sebelumnya ditetesi dengan minyak imersi. Untuk melihat motilitas bakteri dapat dilakukan dengan menghilangkan tahapan fiksasi dan menutup gelas preparat dengan kaca penutup. Bakteri Campylobacter jejuni akan tampak berwarna merah dengan pewarnaan karbol fuksin, memiliki bentuk spiral, batang bergelombang dan bersifat motil.

Menurut Stern et al. (1992 dalam Khoirudin 2008), pengamatan dengan preparat basah dibawah mikroskop akan diamati sel Campylobacter jejuni yang bersifat sangat motil, berbentuk batang bergelombang, bentuk S atau spiral, ukurannya sangat kecil dan tipis.

b. Pertumbuhan pada suhu 250C dan 41,50C

Suhu adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, multiplikasi dan kelangsungan hidup dari semua organisme hidup. Suhu yang rendah umumnya memperlambat metabolisme seluler, sedangkan suhu yang lebih tinggi meningkatkan taraf kegiatan sel. Tetapi tiap organisme memiliki batas suhu terendah, batas suhu tertinggi,


(36)

batas-batas terhentinya tumbuh, dan suhu optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi. Ketiga batas suhu ini dinamakan suhu kardinal (titik kardinal), yaitu (a) suhu pertumbuhan minimum, adalah suhu terendah organisme masih dapat hidup dan tumbuh. Banyak mikroorganisme dan hampir semua bakteri dapat tahan hidup pada suhu ini dalam jangka waktu berbeda-beda, tetapi pertumbuhan boleh dikatakan terhenti, (b) suhu pertumbuhan optimum, adalah suhu yang diperlukan untuk multiplikasi dalam taraf yang tercepat.

Untuk kebanyakan organisme, pertumbuhan optimum terjadi dalam suatu jangka suhu (t-range), bukan pada suatu suhu yang pasti dan batas tertingginya hanya beberapa derajat dibawah suhu pertumbuhan maksimum, dan (c) suhu pertumbuhan maksimum, adalah suhu tertinggi yang masih memungkinkan ada pertumbuhan. Seringkali kenaikan sedikit saja diatas suhu ini mengakibatkan kematian mikrooganisme karena ada enzim yang menjadi nonaktif (Irianto 2007).

Campylobacter jejuni termasuk dalam kelompok mikroba termofilik. Mikroba ini tidak dapat tumbuh pada suhu < 300C dan > 450C pada kondisi mikroaerofilik. Sedangkan suhu optimalnya berkisar antara 37 – 420C. Karena hanya membutuhkan oksigen dalam jumlah terbatas, maka Campylobacter jejuni tidak dapat tumbuh pada kondisi aerob meskipun pada suhu pertumbuhan optimal.

Suhu-suhu kardinal untuk berbagai macam mikroorganisme sangat berbeda. Jangka suhu terendah 5 sampai 100C dan tertinggi dari 70 sampai 750C. Beberapa mikroorganisme mempunyai suhu pertumbuhan minimum dibawah titik beku (-120C), dalam hal ini titik beku lingkungan atau medium telah ditekan oleh konsentrasi tinggi bahan-bahan yang terlarut didalamnya. Adapula mikroorganisme dapat tumbuh pada suhu lebih dari 900C, khususnya yang berada dekat sumber air panas. Kebanyakan mikroororganisme yang ditemukan dalam air, tanah, bahan-bahan yang sedang membusuk, maupun kebanyakan yang patogen suhu kardinalnya berada antara 10-450C ( Irianto 2007).


(37)

c. Pengujian oksidase

Pengujian oksidase dikorelasikan dengan adanya sitokrom dalam kadar yang tinggi, yang dapat dipakai untuk mengenal bakteri tertentu yang termasuk dalam genus Pseudomonas dan Neisseria. Oksidasi dari p-aminodimetilanilina menjadi warna merah tua sampai hitam, dapat dipakai sebagai ukuran aktivitas sitokrom.

Irianto (2007) menjelaskan bahwa koloni-koloni yang segera menjadi berwarna merah tua, menunjukan bahwa organisme itu diduga mengandung sitokrom-c. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa semua koloni dapat menjadi merah tua dengan reagen oksidase, bila dibiarkan berada dalam cahaya. Karena itu pengujian harus segera diperiksa setelah reagen diberikan.

Cara lain untuk menguji oksidase, adalah menggunakan potongan kecil kertas saring yang dicelupkan kedalam satu persen tetrametil-p-fenilendiamindihidroklorida (atau oksalat). Kertas saring yang berwarna biru tidak boleh dipakai. Dengan ose platina yang bersih dikerok sedikit biakan muda, dan digosokkan diatas kertas saring. Tes oksidase positif menghasilkan warna biru dalam waktu 10 detik. Ose yang kotor menghasilkan positif palsu dan biakan tua tidak dapat dipercaya untuk pengujian ini.

5. Tahap identifikasi spesies Campylobacter

Identifikasi dilakukan menentukan jenis Campylobacter dan dilakukan terhadap beberapa pengujian, antara lain: uji TSIA, uji katalase, uji terhadap asam nalidiksat dan cefalotin, uji hidrolisis hipurat dan uji hidolisis indoksil asetat.

a. Pertumbuhan pada Triple sugar iron agar (TSIA)

Untuk diferensiasi pendahuluan jenis-jenis Enterobacteriaceae, setelah dilakukan isolasi, sering digunakan TSIA. Bakteri Salmonella dan Shigella dapat dikenal karena tidak dapat memfermentasi laktosa (Irianto 2007). Selain laktosa, Campylobacter jejuni juga tidak mampu memfermentasi glukosa dan galaktosa sehingga karbohidrat bukan merupakan sumber energi untuk perkembangbiakan bakteri tersebut. TSIA


(38)

mengandung glukosa, laktosa, sakarosa, dan ferosulfat. Medium pembiakan ini disediakan dalam bentuk agar miring.

Irianto (2007) menjelaskan bahwa konsentrasi glukosa dalam medium pembiakkan TSI agar adalah 1/10 dari konsentrasi laktosa dan sakarosa. Konsentrasi yang kecil ini dimaksudkan untuk mengetahui bila hanya glukosa saja yang difermentasi, maka hasil fermentasi dibagian ”slant” karena sedikit, segera teroksidasi sehingga warna indikator tidak berubah. Di bagian ”butt” tegangan oksigen lebih rendah, sehingga reaksi asam tetap dipertahankan. Itulah sebabnya tutup tabung tidak boleh terlalu rapat untuk memungkinkan pertukaran udara secara bebas, sehingga keadaan alkalis dibagian ”slant” dapat dipertahankan. Bila tabung ditutup terlalu rapat, dan bila hanya glukosa yang difermentasi, bagian slant pun akan berwarna kuning (asam), yang mengakibatkan timbul salah tafsir. Ferosulfat dalam medium ini dimaksudkan untuk melihat pembentukkan hidrogensulfida. Bila H2S

dibentuk, bagian ”butt” akan berwarna hitam. Sebagai pengganti dapat digunakkan potongan kertas saring yang diimpregnasi dengan timbal asetat ( kertas indikator) yang diselipkan antara mulut tabung dan tutup tabung. Bila H2S terbentuk, maka kertas saring akan menjadi hitam.

Pada pemeriksaan dengan TSI agar perlu diperhatikkan bahwa reaksi medium harus diperiksa dalam waktu 18-24 jam secara mikroaerofilik, dan tidak dapat ditafsirkan secara sempurna bila medium pembiakkan telah dieramkan lebih dari 48 jam secara mikroaerofilik (Irianto 2007).

b. Uji Katalase

Uji katalase dilakukan pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni dengan menggunakan H2O2. Uji katalase dilakukan dengan meneteskan H2O2

pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni. Jika terbentuk gelembung gas (gas oksigen), maka dikatakan katalase positif. Campylobacter jejuni merupakan bakteri katalase positif karena bakteri tersebut mampu memproduksi enzim katalase yang dapat mengatalisis reaksi pemecahan H2O2 menjadi gas oksigen dan air. Hidrogen peroksida (H2O2) dan


(39)

senyawaan oksigen. Kedua molekul tersebut merupakan racun bagi Campylobacter jejuni.

c.Uji terhadap asam nalidiksat dan cefalotin

Antibiotika adalah suatu substansi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari atau dibentuk dan dihasilkan oleh mikoorgansme, dan zat-zat dalam jumlah yang sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain. Antibiotika tersebar di alam, dan memegang peranan penting dalam mengatur populasi mikoba dalam tanah, air, limbah, dan kompos. Antibiotika berbeda dalam susunan kimia dan cara kerjanya. Antibiotika yang kini banyak digunakan, kebanyakan dari genus Bacillus, Penicillium, dan Strepcomyces (Irianto 2006).

Antibiotika ada yang mempunyai spektrum luas, artinya antibiotika yang efektif digunakan bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil, maupun spiril; ada juga antibiotika berspektrum sempit, artinya hanya efektif digunakan untuk spesies tertentu. Penisilin hanya efektif untuk memberantas terutama jenis kokus, karena itu jenis penisilin dikatakan mempunyai spektrum yang sempit. Tetrasiklin efektif bagi kokus basil, dan jenis spiril tertentu; karena itu antibiotika ini dikatakan mempunyai spektrum yang luas (Irianto 2006).

Sebelum antibiotika digunakan untuk keperluan pengobatan penyakit-penyakit infeksi, maka perlu lebih dahulu diuji efeknya terhadap spesies bakteri tertentu. Pada medium agar-agar yang telah disebari spesies bakteri tertentu diletakan beberapa kepingan kertas yang masing-masing mengandung antibiotika yang diuji dalam konsentrasi tertentu. Jika setelah 24 jam secara mikroaerofilik kemudian tidak nampak pertumbuhan bakteri sekitar kepingan-kepingan kertas tersebut, maka hal yang demikian berarti bakteri itu tercekik pertumbuhannya oleh antibiotika yang terkandung didalam kertas. Besar kecilnya daerah kosong sekitar kepingan kertas itu sesuai dengan konsentrasi antibiotika yang terkandung didalamnya (Irianto 2006).

Irianto (2006) menjelaskan bahwa mekanisme keja antibiotika yaitu dengan mengganggu bagian-bagian yang peka didalam sel, yaitu: (1)


(40)

mempengaruhi dinding sel, (2) mengganggu fungsi membran sel, (3) menghambat sintesis protein, dan (4) menghambat sintesis asam nukleat. d. Uji hidrolisis hipurat

Tes ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi aktivitas enzim hippurate hydralase dari bakteri grup Streptococci, Campylobacter jejuni, Gardnerella vulgaris dan mikroorganisme lain. Tes ini didasarkan pada hidrolisis substrat (sodium hipurat) oleh enzim hippurate hydralase dengan memproduksi asam benzoat dan glisin. Glisin diproduksi dari reaksi enzimatik dan dengan penambahan khromogen (ninhidrin) akam menghasilkan substrat berwarna biru sampai violet (Sigma 2008).

e. Uji hidrolisis indoksil asetat

Uji ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi aktivitas enzim esterase pada kelompok bakteri Campylobacter spesies, Wolinella spesies dan Helicobacter spesies. Enzim esterase akan menghasilkan indoksil secara spontan dari indoksil asetat dengan indikator adanya perubahan warna menjadi biru dengan adanya oksigen.

F. VALIDASI METODE ANALISA

Validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang obyektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi. Validasi metode adalah suatu proses untuk mengonfirmasi bahwa suatu metode mempunyai unjuk kerja yang konsisten, sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam penerapan metode tersebut. Laboratorium harus memvalidasi metode analisa jika: (1) metode tidak baku, (2) metode yang dikembangkan oleh laboratorium, (3) metode baku yang digunakan diluar lingkup yang dimaksudkan dan (4) metode baku yang dimodifikasi. Laboratorium juga harus merekam hasil yang diperoleh, prosedur yang digunakan untuk validasi dan pernyataan bahwa metode tersebut tepat untuk penggunaan yang dimaksud (ISO/IEC 17025 – 2005 dalam Udin 2007).

Sac (2002) menjelaskan bahwa karakteristik kinerja (performance characteristics) yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi metode secara lengkap (full validation) meliputi 9 parameter, yaitu (1) akurasi, (2) presisi, (3)


(41)

sensitivitas, (4) spesifisitas, (5) penetapan batas terendah dari kisaran hitung (limit deteksi), (6) limit kuantitasi, (7) ketahanan, (8) kekasaran, dan (9) linearitas.

Akurasi adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur suatu nilai yang aktual atau sebenarnya dari suatu analit, misalnya mikroba target. Apabila suatu analit (mikroba target) secara alami ada di dalam suatu sampel atau di-spike ke dalam sampel sebagai bagian dari suatu tantangan atau uji profisiensi, metode tersebut harus mampu mendeteksi atau memunculkan kembali (recover) analit atau mikroorganisme tersebut pada konsentrasi yang benar atau frekuensinya mendekati akurat.

Presisi adalah tingkat kesamaan (degree of agreement) antar hasil uji individual ketika metode tersebut diterapkan secara berulang sampai dengan penggandaan sampling dari suatu sampel homogenat. Presisi dari suatu metode analisis biasanya ditunjukkan dengan simpangan baku relatif (relative standard deviation atau coefficient of variation) dari suatu seri pengukuran. Presisi dapat diukur dari tingkat repitabilitas atau tingkat reproduksibilitas dari metode analisa yang dilakukan dalam kondisi normal. Repitabilitas adalah mengukur variasi dalam hasil uji independen yang diperoleh dengan metode yang sama terhadap sampel uji yang identik dalam laboratorium yang sama oleh operator (analis) yang sama dengan menggunakan peralatan yang sama dalam interval waktu singkat. Sedangkan Reproduksibilitas adalah mengukur variasi dalam hasil uji independen yang diperoleh dengan metode yang sama terhadap sampel uji yang identik dalam laboratorium yang berbeda dan peralatan berbeda, atau dengan analis dan peralatan berbeda di dalam laboratorium yang sama.

Sensitifitas adalah kemampuan metoda untuk mendeteksi/mengukur mikroorganisme target dalam jumlah sekecil mungkin.

Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk mendeteksi/mengukur mikroorganisme tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya mikroorganisme asing/bahan/matrik lain.

Penetapan batas terendah dari kisaran hitung (limit deteksi) adalah konsentrasi terendah dari mikroorganisme dalam contoh yang dapat terdeteksi, akan tetapi tidak perlu terkuantisasi, dibawah kondisi pengujian yang disepakati.


(42)

Limit kuantitasi adalah biasa juga disebut sebagai limit pelaporan adalah konsentrasi terendah dari mikroorganisme yang dapat ditentukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima, dibawah kondisi pengujian yang disepakati.

Ketahanan adalah suatu ukuran dari kapasitasnya terhadap sisa yang tidak dipengaruhi oleh sedikit tetapi variasi-variasi yang disengaja dalam parameter-parameter metode dan memberikan suatu indikasi dari reliablilitasnya selama penggunaan normal.

Kekasaran adalah kemampuan untuk memberikan hasil uji yang sama pada contoh yang sama, tetapi keragaman kondisi pengujian berbeda. Bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor eksternal terhadap metode (contoh dan metode sama, tetapi laboratorium, alat, analis dan waktu pengujian berbeda).

Linearitas adalah kemampuan metode analisa yang menunjukkan bahwa larutan sampel yang berada dalam rentang konsentrasi memiliki respon analit yang proposional dengan konsentrasi, secara langsung atau melalui transformasi matematika.

Jenis parameter yang harus dilakukan pada validasi primer, baik secara kualitatif maupun kuantitatif secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Parameter validasi primer untuk uji mikrobiologi

Parameter Uji Kualitatif Uji Kuantitatif

Akurasi Tidak Ya

Presisi Tidak Ya

Spesifisitas Ya Ya

Limit Deteksi Ya Ya

Limit Kuantisasi Tidak Ya

Linearitas Tidak Ya

Kisaran Hitung Tidak Ya

Ketahanan Ya Ya

Repeatabilitas Ya Ya

Kekasaran Ya Ya

Sumber: USP 2007

Dalam validasi primer, semua biakan positif tersangka dan negatif tersangka harus diverifikasi. Validasi harus meliputi sampel alami yang dipelajari sepanjang waktu (Sac 2002).

Validasi sekunder atau verifikasi adalah proses konfirmasi kembali untuk menunjukkan metode sesuai dalam memenuhi kebutuhan laboratorium. Validasi sekunder diperlukan karena adanya perbedaan kondisi antara saat metode tersebut


(43)

dibuat dengan metode tersebut diadopsi oleh suatu laboratorium. Kondisi yang dapat mempengaruhi penggunaan metode analisa antara lain perbedaan (1) kondisi lingkungan, (2) personil, (3) instrumen, dan (4) media dan pereaksi yang dipakai dalam metode baku atau metode resmi dengan laboratorium yang akan menggunakannya (Sukarno 2005).

Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi hasil pengujian, seperti suhu, kelembaban, cahaya, oksigen dan akses terhadap ruang pengujian. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi silang, menyebabkan perubahan media dan dapat mempengaruhi ketahanan mikroba. Dengan demikian faktor lingkungan harus dijaga secara ketat untuk memperoleh kondisi optimal. Pengaturan kondisi lingkungan sangat bervariasi antara laboratorium baik laboratorium lokal maupun internasional. Adanya variasi tersebut mengharuskan laboratorium yang akan mengadopsi suatu metode analisa melakukan validasi sekunder terhadap metode analisa tersebut.

Personil penguji sangat mempengaruhi hasil pengujian, sehingga diperlukan kemampuan dan pengalaman yang memadai. Pelatihan terstruktur diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan personil dan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan oleh suatu organisasi. Kemampuan dan ketrampilan penguji pada saat melakukan validasi primer metode analisa berbeda dengan personil yang akan mengadopsi metoda analisa tersebut. Validasi sekunder diperlukan untuk mengonfirmasi kemampuan dan ketrampilan personil.

Instrumen merupakan suatu sarana yang diperlukan dalam menganalisis mikroba. Instrumen yang diperlukan harus memiliki spesifikasi khusus dan dipelihara secara periodik. Kalibrasi dan monitoring secara teratur dapat menjamin mutu hasil pengujian. Penggunaan instrumen yang tidak benar dapat memberikan hasil yang tidak valid, sehingga validasi sekunder diperlukan untuk mengonfirmasi kinerja instrumen.

Karakteristik spesifik dari mikroba dapat diamati menggunakan media dan pereaksi. Spesifikasi dan penanganan media harus benar-benar diperhatikan dalam menganalisa mikroba target. Ada beberapa media dan pereaksi yang meskipun memiliki komposisi yang sama tetapi dapat memberikan hasil yang berbeda.


(1)

VALIDASI SEKUNDER METODE ANALISA CAMPYLOBACTER JEJUNI PADA DAGING AYAM

TAMRAN ISMAIL

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdy I. 2007. Isolasi Campylobacter jejuni pada Karkas Ayam dan Uji Efektivitas Klorin-Asam Asetat sebagai Sanitaiser terhadap Campylobacter jejuni dengan Metode Suspension Test. Skripsi. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Adriani, Noer SM, Poeloengan M dan Supar. 2006. Pengembangan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay untuk Deteksi Campylobacter jejuni pada Daging Ayam. Disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor.

Altekruse SF, Stern NJ, Fields PI dan Swerdlow DI. 1999. Campylobacter jejuni- An Emerging Foodborne Pathogen. J, Emerging Infectious Desease Vol 5 (1):23-29.

Anonim. 2008. Campylobacter jejuni.

http://genetics.med.harvard.edu/~perrimon/Campylobacter-jejuni.jpg

[AMM] Association of Medical Microbiologisis. 1993. Campylobacter. http://www.facts about_Campylobacter.html [15 Februari 2008].

[AOAC] Association of Analitycal Chemists. 1999. AOAC International Qualitative and Quantitative Microbiology Guidelines for Methods Validation. Journal of AOAC International vol. 62. No. 2. USA.

(BAM) Bacterilogical Analitical Manual. 1995. Method for Detection of Enumeration of Staphylococcus aureus. AOAC International 8th Edition. USA

Bailey JS. 1993. Control of Salmonella and Campylobacter in Poultry Production. A Summary of Work at Research Center. Poult.Sci. 72; 1169 – 1173.

Banwart GJ. 1989. Basic Food Microbiology 2nd Edition. Chapman and Hall. New York.

Bolton FJ and Robertson L. 1982. A selective medium for isolating Campylobacter jejuni/coli. J. Clin.Pathol.35.462-467.

Bridson EY.1998. The Oxoid Manual 8th edition.Oxoid Limited.Wade Road.Basingstoke.Hampshire.,England.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia Nomor 01-6366-2000. Karkas Ayam Pedaging. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional Indonesia.


(3)

Doyle MP.1989. Foodborne Bacterial Pathogens. Food Research Institute. Illustrated Edition. Marcel Deckel.

[DPL] PT. Dipa Puspa Labsains. 2008. MicroBiologics. Quality Control Microorganisms. DPL-MKT/PM-MIKRO/02/VI/08

Hadioetomo RS.1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. PT. Gramedia. Jakarta. Hu L dan Kopecko DJ. 2003. Campylobacter spesies. Di dalam Miliotis MD dan Bier JF (eds). International Handbook of Foodborne Pathogens. Marcel Decker Inc. New York.

Irianto K. 2006. Mikrobiologi. Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 1. Bandung. Yrama Widya. Cetakan pertama.

Irianto K. 2007. Mikrobiologi. Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2. Bandung. Yrama Widya. Cetakan kedua.

[ISO] International Organisation for Standardisation. 2006 (E), Microbiology of Food and Animal Feeding Stuffs-Horizontal Method for Detection of Thermotolerant detection and enumeration of Campylobacter spp,1st edition 2006-01-15. International Organisation for Standardisation (ISO) 10272.

Jaya U. 2007. Agribisnis ayam perlu lebih proaktif. http://tabloid_agrina.co.id [10 Mei 2008].

Khoirudin MN. 2008. Penentuan Prevalensi Cemaran Campylobacter jejuni Sampel Potongan Karkas Ayam di Wilayah Bogor dan Jakarta Menggunakan Metode Modifikasi BAM 2001. Skripsi. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

McClure P and C. Blackburn. 2003. Campylobacter and Arcobacter. Foodborne Pathogens Hazard. Risk Analysis and Control. Woodhead Publishing Limited. Cambridge. England.

Merck. 2003. Anaerocult C. Microbiologia. Darmstadt. Germany.

Mossel DAA. 1971. Physiological and Metabolic Attributes of Microbial Groups Associated With Foods. J. Appl.Bacteriol. 34,95 - 118.

Bekirjop dan Doyle A. 1991. Maintenance of Microorganisms and Culture Cells. A Manual of Laboratory Methods. Second Edition. Academic Press Limited.

Sac-Singlas. 2002. Validasi Metode dari Metode-metoda Mikrobiologi. Guidance Note: C & B and ENV 002.


(4)

Schmidt K and Tirado C. 2001. WHO Surveilance Programme for Control of Foodborne Infection and Intoxications in Europe. Federal Institute for Health Protection of Consumers and Veterinary Medicine.Berlin.

Sigma A. 2008. Products for Life Science Research 2008-2009.

Siregar CJP. 2007. Praktik Sistem Manajemen Laboratorium-Pengujian yang Baik (Good Testing-Laboratory Management System Practice). Jakarta.Penerbit Buku Kedokteran EGP. Cetakan pertama.

Stern NJ and Line JE. 2000. Campylobacter. Dalam Lund DM,Baird-Parker TC and Gould GW. The Microbiological Safety and Quality of Food. Vol. II. An Aspen Publication.

Sukarno S. 2005. Validasi dan Verifikasi Metode Analisa. Disampaikan pada Pertemuan Manajer Mutu dan Manajer Teknis Laboratorium Badan POM RI di Medan. Jakarta. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional. Badan POM RI. [USP] The United States Pharmacopeia. 2007. 30 NF 25 Volume 1. The United States Pharmacopeial Convection 12601 Twinbrook Parkway. MD 20852.

The Swedish Institute for Infectious Disease Control. 2008. Campylobacteriosis. Nobels vag 18, 171 82 Solna. http://www.smittskyddsinstitutet.se/in-english/[15 Mei 2009].

Tjaniadi P. et.al. 2003. Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens Assoaciated with Diarrheal Patients in Indonesia. J. Trop. Med.Hyg.Vol 68(6):666-670.

Udin Z. 2007. Validasi Analisis Mikrobiologi. disampaikan pada Kursus Teknik Analisis Kontaminan Mikroba di Tempat Kerja. Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bandung.


(5)

V. PENUTUP A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa bakteri Campylobacter jejuni dari master (kultur stok acuan) dengan nomor sertifikat ATCC 33291, setelah diinkubasi pada suhu 370C selama 4 jam dan 41,50C selama 44 jam secara mikroaerofilik, terkonfirmasi kemurniannya menggunakan metode ISO 10272 2006 bagian 1.

Hasil isolasi terhadap sampel negatif pada validasi sekunder menunjukkan bahwa pada 10 sampel yang diisolasi, Campylobacter jejuni semuanya tidak terisolasi, sedangkan pada 7 dari 10 sampel positif, Campylobacter jejuni dapat terisolasi kembali, dan 3 sampel tidak terisolasi kembali, serta hasil isolasi dari 10 kontrol positif, Campylobacter jejuni semuanya terisolasi kembali sehingga hasil validasi sekunder metode analisa Campylobacter jejuni pada daging ayam berdasarkan metode analisa ISO 10272 2006 bagian 1 memberikan recovery sebesar 70% dengan limit deteksi 100 CFU/gram, dan dapat diterapkan dalam pengujian laboratorium.

C. SARAN

Untuk melihat sensitivitas metode analisa Campylobacter jejuni, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan menggunakan parameter uji limit deteksi dengan jumlah inokulum dibawah 100 CFU/ml. Untuk melihat sensitivitas dan spesifisitas metode analisa Campylobacter jejuni, disarankan juga dilakukan verifikasi metode analisa yang dikembangkan oleh organisasi lain seperti BAM dan lain-lain.


(6)

Lampiran 1 Analisa jumlah koloni Campylobacter jejuni

Pengenceran Volume suspensi pada petridish Total 0,3 ml 0,3 ml 0,4 ml 1 ml

10-1 tt tt tt Tt

10-2 tt tt tt Tt

10-3 tt tt tt tt

10-4 tt tt tt tt

10-5 tt tt tt tt

10-6 37 35 42 114

10-7 5 5 8 18

10-8 0 0 1 1

Keterangan : tt : koloni tidak dapat dihitung

Lampiran 2 Analisa jumlah koloni Campylobacter jejuni

Pengenceran Volume suspensi pada petridish Total 0,3 ml 0,3 ml 0,4 ml 1 ml

10-1 tt tt tt tt

10-2 tt tt tt tt

10-3 tt tt tt tt

10-4 tt tt tt tt

10-5 tt tt tt tt

10-6 36 34 41 111

10-7 4 5 8 17

10-8 0 0 1 1

Keterangan : tt : koloni tidak dapat dihitung

Lampiran 3 Penetapan suspensi Campylobacter jejuni sebagai inokulum 108 107 106 105 104 103 102 101 Jumlah CFU

100 juta

10 juta

1 juta 100 ribu

10 ribu

1000 100 10 Pengenceran Stok 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-7