IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PREVALENSI DAN TINGKAT CEMARAN C. jejuni PADA KARKAS
MENTAH
Campylobacter adalah penyebab utama infeksi enteritis pada manusia di banyak negara- negara berkembang Anonim 1999, 2001; WHO 2000. Kebanyakan kasus infeksi yang
disebabkan oleh Campylobacter digolongkan sebagai kasus tunggal, jarang ditemukan kasus yang mewabah Friedman 2000. Di Indonesia, dari 2.812 bakteri patogen yang diisolasi dari penderita
diare yang dirawat di rumah sakit di beberapa kota Indonesia, terdeteksi bahwa 3,6 nya disebabkan oleh Campylobater jejuni Tjaniadi et al. 2003. Data tersebut berpotensi jauh lebih
besar dari kondisi sebenarnya, karena kebanyakan kasus diare di Indonesia tidak dilaporkan dan tidak sampai pada tahap perawatan di rumah sakit.
Belum diketahui data yang menunjukkan jumlah kasus campylobacteriosis yang disebabkan oleh produk olahan ayam, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Namun,
tingginya tingkat prevalensi Campylobacter dalam karkas ayam yang dijual secara eceran dan fakta bahwa penanganan unggas mentah dan konsumsi produk unggas adalah faktor risiko penting
dalam kasus campylobacteriosis, menunjukkan bahwa ayam berperan penting dalam transfer Campylobacter ke manusia Neimann 2001. Selain itu, konsumsi pangan kurang matang,
konsumsi produk daging-dagingan di restauran, konsumsi air mentah dan susu yang tidak dipasteurisasi juga dianggap sebagai sebagai faktor risiko penyebab campylobacteriosis pada
manusia. Pada penelitian ini, nilai prevalensi dan jumlah cemaran Campylobacter jejuni pada
karkas ayam mentah didapatkan dari studi pustaka penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Nilai prevalensi menunjukkan jumlah sampel positif tercemar Campylobacter jejuni
per total sampel yang dianalisis. Sedangkan nilai konsentrasi atau jumlah cemaran menunjukkan banyaknya jumlah koloni Campylobacter jejuni yang terdapat dalam satu karkas ayam mentah
.
1. Prevalensi Campylobacter jejuni pada karkas ayam mentah
Menurut McClure dan Blackburn 2003, sejumlah survey tentang produk unggas mentah eceran dan produk unggas lainnya di beberapa negara dilaporkan terkontaminasi
Campylobacter dengan tingkat kontaminasi 3.7 sampai 93.6. Poeloengan dan Noor 2003, mengevaluasi tingkat kontaminasi Campylobacter jejuni pada sampel ayam dari
beberapa pasar tradisional dan supermarket yang ada di daerah Jakarta Selatan, Tangerang, Sukabumi, dan Bogor. Dari evaluasi tersebut, didapatkan sebanyak 26 sampel positif
tercemar Campylobacter jejuni dari 115 sampel yang diteliti. Hal ini berarti prevalensi cemaran Campylobacter jejuni dari sampel yang dianalisis adalah 22.61 atau 0.23. Dari
isolasi yang dilakukan diketahui bahwa tingkat cemaran Campylobacter jejuni lebih besar pada sampel yang berasal dari supermarket yaitu 16 sampel positif dari 58 sampel yang
dianalisis atau sebesar 27.5. Sementara, dari pasar tradisional teridentifikasi 10 sampel positif dari 57 sampel yang dianalisis atau sebesar 17.5.
Kemudian, pada tahun 2007, Abdy melakukan isolasi Campylobacter jejuni di tingkat penjual eceran di pasar tradisional dan supermarket daerah bogor. Pada penelitiannya,
didapat 16.36 sampel positif dari 55 sampel yang dianalisis dari sampel karkas dari pasar
19 tradisional dan 13.33 sampel positif dari 15 sampel yang dianalisis dari sampel yang diambil
di supermarket. Sehingga dari total 70 sampel yang dianalisis, didapatkan 11 sampel positif tercemar Campylobacter jejuni. Dari hasil tersebut didapatkan tingkat isolasi Campylobacter
jejuni sebesar 15,7 yang berarti nilai prevalensinya sebesar 0.16. Lebih lanjut, Nanang 2008 melakukan penentuan prevalensi cemaran
Campylobacter jejuni pada sampel potongan karkas ayam di wilayah Bogor dan Jakarta. Hasilnya, didapatkan tingkat prevalensi cemaran Campylobacter jejuni di pasar tradisional
wilayah Bogor sebesar 16.7 dan pasar modern mencapai 41.7 dari total 48 sampel karkas ayam. Sementara untuk wilayah Jakarta, tingkat prevalensi cemaran Campylobacter jejuni di
pasar tradisional adalah sebesar 33.3, sedangkan pada pasar modern supermarket sebesar 55.6. Dari hasil tersebut didapat rata-rata tingkat prevalensi cemaran Campylobacter jejuni
dari total 84 sampel karkas ayam yang diambil dari wilayah Bogor dan Jakarta adalah sebesar 35.7 atau 0.36.
Poeloengan dan Noor 2003 menjelaskan bahwa hasil isolasi Campylobacter jejuni yang lebih besar ditemukan pada sampel yang berasal dari supermarket dimungkinkan karena
tingginya tingkat cemaran coliform pada sampel asal pasar tradisional sehingga menghambat pertumbuhan Campylobacter jejuni. Tingginya cemaran coliform ini disebabkan karena
tempat penjualan karkas ayam di pasar tradisional pada umumnya tidak menggunakan pendingin seperti di supermarket, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri-bakteri
pembusuk. Kemungkinan lain adalah bakteri Campylobacter jejuni di sampel asal pasar tradisional telah mati karena bakteri ini sangan sensitif terhadap panas dan juga tidak
mengalami multiplikasi pada suhu ruang Shane 2000. Selain itu, beberapa penjual ayam di pasar tradisional ada yang menambahkan formalin dalm konsentrasi tingkat kecil waktu
pencucian karkas dengan maksud agar karkas tidak mudah rusak sehingga diduga bakteri telah mati pada waktu pencucuian tersebut.
Ketiga data prevalensi cemaran Campylobacter jejuni pada karkas ayam mentah dapat dilihat di Tabel 4.
Tabel 4. Data prevalensi cemaran Campylobacter jejuni pada karkas ayam mentah
Jumlah Sampel Jumlah sampel positif
C jejuni Prevalensi
Sumber
84 30
0.36 Nanang 2008
70 11
0.16 Abdy 2007
115 26
0.23 Poeloengan 2003
Total sampel = 269 Total positif = 67
Prevalensi = 0.25
2. Tingkat cemaran Campylobacter jejuni pada karkas ayam mentah