Keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan

5.1.4.5 Tingkat pohon

Spesies kelat Syzygium densiflora pada tingkat pertumbuhan pohon memiliki INP paling tinggi dibanding spesies lainnya, yakni 24,48 seperti tersaji pada Tabel 8. Tabel 8 Spesies yang memiliki INP tertinggi pada tingkat pohon No. Nama lokal Nama ilmiah INP 1. Kelat Syzygium densiflora 24,48 2. Sendok-sendok Endospermum diadenum 19,94 3. Balam putih Palaquium hexandrum 15,07 4. Kedondong Cannarium littorale 12,19 5. Trempinis Sloetia elongata 9,58 Spesies kelat Syzygium densiflora diduga menjadi spesies khas dari kawasan TAHURA SSH karena hampir di setiap petak contoh ditemukan spesies tersebut. Pada tingkat pertumbuhan semai dan pohon, spesies kelat Syzygium densiflora memiliki tingkat dominansi yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa regenerasi di kawasan TAHURA SSH cukup baik.

5.1.5 Keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan

Rekapitulasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks kemerataan tumbuhan Evennes di TAHURA SSH tersaji pada Tabel 9. Tabel 9 Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan kemerataan tumbuhan Evennes di TAHURA SSH No. Tingkat pertumbuhan Keanekaragaman spesies H’ Kemerataan spesies E 1 1. Semai 3,62 0,84 2. Tumbuhan bawah 2,51 0,75 3. Pancang 3,96 0,90 4. Tiang 3,91 0,89 5. Pohon 3,87 0,90 Keanekaragaman tumbuhan di TAHURA SSH dengan tipe ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah tergolong tinggi semai, pancang, tiang, dan pohon karena indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dibeberapa tingkat pertumbuhan yang didapat memiliki nilai lebih dari 3. Menurut Fachrul 2008, apabila derajat keanekaragaman H’ dalam suatu komunitas 1 maka keanekaragaman rendah, 1 ≤ H’ ≥3 keanekaragamannya sedang, dan H’ 3 maka keanekaragamannya tinggi. Keanekaragaman hayati yang tinggi di TAHURA SSH menjadi penentu kestabilan ekosistem. Keanekaragaman itu merupakan suatu mekanisme yang mencetuskan kemantapan komunitas atau ekosistem Setiadi 1983 diacu dalam Indriyanto 2006. Keanekaragaman untuk tumbuhan bawah berbeda dengan tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang, dan pohon. Keanekaragaman pada tumbuhan bawah di TAHURA SSH tergolong sedang. Hal ini dikarenakan tumbuhan bawah memiliki kemampuan hidup yang lebih rendah yang dapat disebabkan oleh gangguan alam maupun aktivitas manusia, seperti penebangan liar, perambahan hutan, pembukaan kebun kelapa sawit, dan sebagainya. Selain itu, dalam masa pertumbuhan tumbuhan bawah memerlukan cahaya yang cukup untuk melakukan fotosintesis terutama pada spesies yang memerlukan cahaya dalam pertumbuhannya. Adanya persaingan di dalam masyarakat hutan pada spesies tertentu yang lebih berkuasa juga menimbulkan kerentanan terhadap tumbuhan bawah maupun anakan pohon semai Soerianegara Indrawan 1998. Rendahnya tumbuhan bawah di TAHURA SSH dapat menjadi indikator bahwa kawasan ini sebelumnya telah mengalami kerusakan ekosistem yang menyebabkan keanekaragamannya lebih rendah dibanding tingkat pertumbuhan lainnya. Hasil wawancara dengan TAHURA SSH, kawasan ini dulunya merupakan area hutan tanaman industri HTI. Adanya HTI membuat kawasan ini menjadi rusak terutama pada tumbuhan bawah. Alat transportasi seperti truk untuk membawa kayu secara tidak langsung membuat tumbuhan bawah menjadi rusak. Akan tetapi, jika pada saat ini dan masa yang akan datang ekosistem di kawasan ini dapat dijaga dengan baik tidak menutup kemungkinan akan terjadi regenerasi dari pohon-pohon sebelumnya atau hutan bisa kembali pada kondisi yang klimaks. Hal ini didukung dengan masih tingginya keanekeragaman spesies terutama pada tingkat pertumbuhan semai di TAHURA SSH itu sendiri dan masih tersedianya persediaan anakan alam dari beberapa pohon induk yang masih ada. Indeks kemerataan digunakan untuk mengetahui kemerataan penyebaran individu suatu spesies dalam komunitas. Menurut Krebs 1972 nilai indeks kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa suatu komunitas tumbuhan semakin merata, dan apabila mendekati nol maka semakin tidak merata. Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa indeks kemerataan yang tinggi terdapat pada tingkat pertumbuhan pohon dan pancang sedangkan indeks kemerataan yang paling rendah terdapat pada tumbuhan bawah. Indeks kemerataan yang paling tinggi menunjukkan bahwa individu-individu spesiesnya lebih merata dibandingkan dengan tingkat tumbuhan yang lain. Indeks kemerataan yang terbilang merata pada tingkat pertumbuhan ini terjadi karena pada saat ini kawasan TAHURA SSH sedang mengalami regenerasi akibat dari kerusakan hutan pada saat sebelumnya sehingga hampir setiap spesies menyebar di area TAHURA SSH. Indeks kemerataan yang rendah menunjukkan bahwa penyebaran individu-individu spesiesnya kurang merata dan terkonsentrasi pada beberapa tempat bila dibandingkan dengan tingkat tumbuhan lain.

5.1.6 Klasifikasi kelompok kegunaan

Dokumen yang terkait

The Community Participation in Mangrove Forest Management (Case Study in Muara Kintap Village Kintap District and Pagatan Besar Village Takisung District Tanah Laut Regency)

0 7 242

Spatial Modelling on Susceptibility of Fires in Peatland, a Case Study in District of Bengkalis, Riau Province

1 11 208

Study on Type and Shape of Urban Forest in Danau Raja Area, Rengat City, Indragiri Hulu Regency, Riau Province

0 3 8

Land Use Change Modeling in Siak District, Riau Province, Indonesia Using Multinomial Logistic Regression

0 3 253

Capital Social Analysis in National Park Management (Case Study in Kasepuhan Citorek Cibeber Sub-district Lebak District Banten Province)

0 7 210

Study Conservation of Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc.) In Indigenous Forest of Aur Kuning Village, Riau Province

0 15 147

The Community Participation in Mangrove Forest Management (Case Study in Muara Kintap Village Kintap District and Pagatan Besar Village Takisung District Tanah Laut Regency)

0 3 116

Implementation of Community-based Environment Sanitation Program (Case Study in Benteng Sub-district, Kepulauan Selayar Regency, South Sulawesi Province)

0 0 7

Policy Implementation of Integrated Poverty Alleviation Program-Village- based Surgery (PTPK-BBK) (Case Study in Fishermen Community in Bantaya Village, Parigi Sub-district, Parigi Moutong Regency, Central Sulawesi Province)

0 0 6

ECONOMIC EFFICIENCY OF SOYBEAN FARMING (CASE STUDY IN MLORAH VILLAGE REJOSO DISTRICT NGANJUK REGENCY)

0 0 7