BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taman Hutan Raya TAHURA
Dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, Taman Hutan Raya TAHURA dikategorikan sebagai salah
satu kawasan pelestarian alam bersama taman nasional dan taman wisata alam yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan ekosistemnya. Berdasarkan undang-undang ini, TAHURA
didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang memiliki peruntukan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, spesies asli dan
atau bukan asli, yang dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, budaya, pendidikan, menunjang budidaya dan pariwisata rekreasi.
Spesies tumbuhan dan satwa buatan adalah adanya kegiatan pengawetan spesies di luar kawasan ex-situ, sedangkan yang dimaksud dengan spesies bukan asli
adalah pengadaan spesies tumbuhan dan satwa yang tidak pernah terdapat di dalam kawasan.
Fungsi TAHURA sebagai kawasan pelestarian alam yang ditujukan untuk pengembangan koleksi tumbuhan maupun satwa belum sepenuhnya berjalan
sebagaimana yang diharapkan. Walaupun kegiatan pelestarian berbagai spesies tumbuhan umumnya sudah dilaksanakan dalam pengelolaannya tetapi kegiatan
pengembangan koleksi sebagai pendukung budidaya dan sebagai tempat pendidikan dan penelitian belum sepenuhnya berjalan.
Pengembangan kawasan TAHURA pada hakekatnya adalah pengembangan suatu lingkungan, yang merupakan perpaduan antara lingkungan
alami dan lingkungan binaan atau buatan Nugraha 2010. Sesuai dengan fungsinya, TAHURA dapat dimanfaatkan untuk :
1. Penelitian dan pengembangan kegiatan penelitian meliputi penelitian
dasar dan penelitian untuk menunjang pengelolaan kawasan tersebut 2.
Ilmu pengetahuan; 3.
Pendidikan;
4. Kegiatan penunjang budidaya;
5. Pariwisata alam dan rekreasi;
6. Pelestarian budaya.
2.2 Potensi Tumbuhan Berguna di Indonesia
Sejak zaman dahulu masyarakat sudah menggantungkan kehidupannya dari alam. Alam kita, khususnya Indonesia menyimpan keanekaragaman hayati
yang berlimpah terutama tumbuhan. Potensi tumbuhan yang tersimpan memiliki manfaat yang sangat baik untuk kehidupan masyarakat. Potensi tumbuhan
berguna ini dapat diklasifikasikan berdasarkan pemanfaatannya antara lain tumbuhan sebagai bahan pangan, sandang, bangunan, obat-obatan, kosmetika, alat
rumah tangga dan pertanian, tali temali, anyam-anyaman, pelengkap upacara adat dan kegiatan sosial, minuman, dan kesenian Kartikawati 2004.
Namun, laju berkurangnya keanekaragaman hayati pada masa kini, diperkirakan sama cepatnya dengan pada masa kepunahan dinosaurus, yaitu
sekitar 65 juta tahun yang lalu. Tingkat kepunahan yang paling parah diperkirakan terdapat di hutan tropis, sekitar 10 juta spesies yang hidup di bumi berdasarkan
perkiraan terbaik antara 50 hingga 90 dari jumlah tersebut diperkirakan berada di hutan tropis. Dengan kecepatan pembukaan hutan yang ada, maka antara
5 sampai 10 jenis hutan tropis mungkin akan punah dalam waktu 30 tahun mendatang. Hal ini juga berarti kita akan mengalami kehilangan spesies tumbuhan
tropis yang beragam jenisnya yang mempunyai aneka keunikan dan kegunaan bagi manusia UNEP 1995.
2.2.1 Tumbuhan obat
Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui dan dipercaya mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan menjadi: 1 tumbuhan
obat tradisional yakni, spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional, 2 tumbuhan obat modern yaitu, spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat
dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis, dan 3 tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung
senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau penggunaanya sebagai bahan obat tradisional Zuhud et al. 1994.
Menurut Angriyantie 2010, sebagian besar spesies tumbuhan obat yang diperoleh di Kampung Keay Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur untuk
setiap spesies mempunyai kegunaan menyembuhkan lebih dari satu penyakit, namun ada spesies yang berkhasiat hanya untuk satu penyakit saja.
2.2.2 Tumbuhan hias
Menurut Arafah 2005, tumbuhan hias merupakan salah satu komoditi holtikultura non pangan yang digolongkan sebagai holtikultur, dalam kehidupan
sehari-hari dibudidayakan untuk hiasan dalam dan luar rumah. Secara umum, tanaman hias dikelompokkan menjadi dua, yaitu tanaman
hias daun dan tanaman hias bunga. Tanaman hias daun, yaitu jenis tanaman hias yang memiliki bentuk dan warna daun yang unik, sedangkan daya tarik tanaman
hias bunga terletak pada bentuk, warna, dan aroma bunganya Ratnasari 2007.
2.2.3 Tumbuhan aromatik
Tumbuhan penghasil aroma atau wangi-wangian yang juga disebut tumbuhan penghasil minyak atsiri memiliki ciri-ciri berbau dan aroma karena
fungsi utamanya adalah sebagai pengharum baik parfum, kosmetik, penyegar ruangan, sabun, pasta gigi, pemberi rasa pada makanan maupun produk rumah
lainnya Kartikawati 2004. Indonesia merupakan penghasil sejumlah minyak atsiri, seperti minyak
sereh, minyak daun cengkeh, minyak kenanga, minyak akar wangi, minyak kayu cendana, minyak nilam, dan sebagainya. Indonesia memiliki lebih kurang 40 jenis
tanaman penghasil minyak atsiri, tetapi yang dikenal di pasaran dunia hanya 12 jenis saja Rusli et al. 1988.
Menurut Heyne 1987, tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri dapat dijumpai dari beberapa famili seperti Lauraceae, misalnya kulit kayu manis
Cinnamomum burmanii; Poaceae, misalnya akar wangi Andropogon zizanoides; Annonaceae, misalnya kenanga Canagium odoratum dan
sebagainya.
2.2.4 Tumbuhan penghasil pangan
Tumbuhan penghasil pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berakar, berdaun, dan dapat dikonsumsi oleh manusia jika pada hewan disebut
pakan. Contohnya buah-buahan, sayur-sayuran, gandum dan padi Purnawan 2006.
Menurut Saepudin 2005, spesies kawung Arenga pinnata merupakan salah satu sumber pakan yang memiliki banyak manfaat, antara lain dapat dibuat
gula aren, kolang kaling, dan sagu. Buah honje Etlingera hemisphaerica dapat diolah menjadi kue.
2.2.5 Tumbuhan penghasil pakan ternak
Menurut Mannetje dan Jones 1992 diacu dalam Kartikawati 2004, pakan ternak adalah tanaman konsentrasi rendah dan mudah dicerna yang
merupakan pakan bagi satwa herbivora. Sedangkan tumbuhan penghasil pakan ternak adalah seluruh spesies tumbuhan yang diberikan kepada hewan
pemeliharaan baik langsung maupun dicampur.
2.2.6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati
Pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhanperkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan,
kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi organisme
pengganggu tanaman OPT sedangkan pestisida nabati itu sendiri adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan, bersifat mudah terurai di
alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan
ternak Kardinan 2002.
Menurut Sudarmo 2005, pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan. Penggunaan pestisida nabati
memiliki beberapa kelebihan, yakni dapat mengurangi pencemaran lingkungan, harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida sintetiskimia.
Beriku adalah beberapa spesies tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pestisida nabati, yaitu akar tuba Derris eliptica, biji srikaya Annona squamosa, daun
pepaya Carica papaya, dan banyak lagi tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati.
2.2.7 Tumbuhan bahan pewarna dan tanin
Pewarna nabati adalah pewarna yang berasal dari tumbuhan. Bahan diekstrak dengan jalan fermentasi, direbus atau secara kimiawi dari sejumlah kecil
zat kimia tertentu yang terkandung di dalam jaringan tumbuhan. Sedangkan tanin merupakan bahan dari tumbuhan, rasanya pahit dan kelat seringkali berupa
ekstrak dari pegagan terutama daun, buah, dan puru yang biasanya digunakan untuk kegiatan penyamakan Husodo 1999 diacu dalam Bintang 2011.
Pemanfaatan tumbuhan tidak hanya sebatas untuk penghasil pangan, sebagai obat atau sebagai tumbuhan hias melainkan juga memiliki manfaat untuk
menghasilkan warna. Pewarna nabati merupakan bahan pewarna yang berasal dari tumbuhan. Kadang-kadang warna pewarna ini sudah tampak pada tumbuhan
hidup misalnya sapran saffron yang diekstrak dari kepala putik Crocus sativus yang berwarna jingga. Akan tetapi, pewarna nabati penting berasal dari bagian
tumbuhan yang dalam keadaan alaminya tidak berwarna, atau warna itu tersembunyi di dalam tumbuhan Lemmens et al. 1999.
2.2.8 Tumbuhan penghasil bahan bangunan
Menurut Kartikawati 2004, pemilihan jenis-jenis kayu untuk bahan bangunan didasarkan atas pertimbangan kekuatan kayu dan ketahanan terhadap
rayap. Spesies-spesies yang umum digunakan adalah sengon Paraserianthes falcataria, jati Tectona grandis, ulin Eusideroxylon zwageri, dan sebagainya.
2.2.9 Tumbuhan keperluan ritual adat dan keagamaan
Pemanfaatan tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat tidak hanya untuk keperluan makan, bangunan, dan sebagainya tetapi juga dimanfaatkan untuk
keperluan yang bersifat magis, spiritual, ritual, dan upacara-upacara adat lainnya. Pada berbagai etnis budaya, pemanfaatan tumbuhan yang dipakai dalam upacara
berbeda-beda menurut pengetahuan mereka masing-masing. Tumbuhan Sereh Piper betle L. biasanya digunakan dalam prosesi upacara adat sadranan, Tesek
Dodonaea viscosa Jacq digunakan sebagai bahan dasar pembuatan gagang keris, dan dipercaya memiliki kemampuan untuk menolak serangan dari ilmu hitam,
sedangkan potongan kayu dapat digunakan sebagai jimat untuk bepergian Susantyo 2011.
2.2.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan
Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan merupakan tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat tali, anyaman maupun kerajinanan. Bahan
dasar kerajinan yang digunakan masyarakat biasanya terbuat dari bambu dan rotan. Masyarakat sekitar kawasan TAHURA Pancoran Mas menggunakan empat
spesies yang dapat dijadikan sebagai bahan anyaman, tali, dan kerajinan tangan yaitu, langkap Arenga obtusifolia, paku hata Lygodium circinatum, bambu tali
Gigantichloa apus, dan Tetracera indica Purbasari 2011. Kajian etnobotani pada kehidupan suku Arfak di Irian jaya menggunakan
pandan sebagai bahan untuk pembuatan tikar atau tudung hujan. Spesies yang biasa digunakan adalah P. concavus dan P. danckelmannianus. Spesies ini
dimanfaatkan sebagai bahan penghasil anyaman dan kerajinan karena daunnya bila diasapkan menjadi lentur atau lemas, tidak mudah patah, dan mudah untuk
disusun seperti membuat atap Sadsoeitoeboen 1999.
2.2.11 Tumbuhan penghasil kayu bakar
Semua spesies tumbuhan berkayu dapat dijadikan bahan untuk kayu bakar, namun ada beberapa kriteria sebagai bahan kayu bakar ini, seperti, kayunya
menghasilkan energi yang tinggi dan tahan lama, tahan terhadap kekeringan dan toleran terhadap iklim, pertumbuhan tajuk baik, pertumbuhan cepat, kadar air
rendah, dan sebagainya Sutarno 1996. Menurut Saepudin 2005 masyarakat Kasepuhan Banten Kidul pada
umumnya masih menggunakan hawu sebagai alat memasak, karena itu mereka masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar. Sebelumnya kayu tersebut
dipotong-potong kecil sesuai dengan ukuran hawu, lalu kayu tersebut dijemur agar kering sehingga mudah untuk dibakar dan tidak mengeluarkan asap yang
terlalu banyak.
2.3 Pengembangan Pemanfaatan Tumbuhan
Masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di daerah pedesaan di sekitar hutan sudah sejak dahulu kala memanfaatkan tumbuhan untuk kehidupan sehari-
hari. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sumberdaya keanekaragaman hayati yang telah dimanfaatkan oleh manusia berabad-abad lamanya adalah sebuah bukti
bahwa keanekaragaman hayati merupakan komponen vital kepentingan hidup manusia Haryanto 1995 diacu dalam Inama 2008.
Upaya untuk mengetahui dan mempelajari kelompok masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan tidak hanya untuk keperluan ekonomi tetapi juga untuk
keperluan spiritual dan nilai budaya lainnya. Pemanfaatan yang dimaksud disini adalah pemanfaatan baik sebagai bahan obat, sumber pangan, dan sumber
kebutuhan hidup lainnya Fakhrozi 2009. Pada masyarakat Dayak Meratus telah menyadari arti pentingnya menjaga
kelestarian sumberdaya hutan dengan melakukan usaha pelestarian yaitu dengan upaya budidaya beberapa jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan dan dipungut
di hutan seperti binjai, manggis, langsat, mampalam, cempedak, sukun, asam, rotan sega, dan rotan manau. Untuk budidaya rotan sega dan rotan manau sudah
dicoba tetapi belum terlihat tingkat keberhasilannya. Budidaya dilakukan dengan sistem menanam biji buah rotan pada bekas ladang. Dengan adanya upaya
pelestarian terhadap sumberdaya hutan dan lingkungannya merupakan salah satu upaya pengembangan pemanfaatan tumbuhan yang dapat menopang keberlanjutan
kehidupan masyarakat Dayak Meratus Kartikawati 2004.
2.4 Interaksi Masyarakat dengan Hutan