16 tahap termofilik, hal ini dikarenakan tumpukan kompos kurang tinggi sehingga menyebabkan mudah
lepasnya panas melalui aliran udara yang mengalir bersamaan dengan proses aerasi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Indrasti dan Wimbanu 2006, yaitu temperatur kompos yang tidak
mencapai suhu termofilik disebabkan dimensi gundukan yang terlalu kecil sehingga panas yang dihasilkan dari proses degradasi tidak tertahan dalam bahan dan ikut terbawa bersama udara. Selain
itu, ukuran partikel yang terlalu kecil dan membentuk struktur yang rapat sehingga air tertahan dalam bahan yang menghambat pencampaian suhu termofilik.
Pengamatan proses perngomposan dengan nilai CN awal 50 yang memiliki tumpukan lebih tinggi cenderung memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainya. Selanjutnya, tidak
terlihat juga perbedaan suhu yang terlalu besar antara aerasi 0,8 lkg.menit dengan 1,2 lkg.menit. Perbedaan yang terlihat hanya pada aerasi 0,8 lkg.menit suhu kompos lebih besar naiknya
dibandingkan dengan 1,2 lkg.menit, hal ini dikarenakan dengan aerasi 1,2 udara panas pada tumpukan kompos terbawa pergi oleh udara aerasi yang cukup tinnggi, sehingga menyebabkan suhu
kompos menkadi lebih rendah.Hal ini dibuktikan dengan tercapainya suhu tertinggi yang dicapai pada hari kedua,yaitu pada kompos dengan nilai CN awal 50 dengan suhu tertinggi yang dicapai adalah
45,8°C. Suhu tertinggi tersebut dicapai oleh kompos dengan nilai CN awal 50 dikarenakan terjadi lebih banyak perombakan oleh mikroorganisme pada kompos tersebut dimana memang kompos
dengan nilai CN awal 50 memiliki kandungan bahan organik lebih banyak jumlahnya, sehingga aktivitas mikroorganisme menjadi lebih tinggi dan menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi pula.
Untuk perubahan suhu pada aerasi pasif kontrol, terlihat bahwa kecenderungan yang terjadi suhu pada kontrol relatif lebih rendah dibandingkan dengan aerasi aktif. Hal ini secara tidak langsung
menunjukan bahwa proses pendegradasian bahan organik pada kompos dengan aerasi aktif lebih baik dibandingkan dengan yang pasif kontrol. Adapun. Secara keseluruhan, suhu pada kompos dengan
nilai CN awal 50 relatif lebih besar dibandingkan dengan yang lainya. Selain tinggi tumpukan, besar suhu pada pengomposan juga berkaitan erat dengan ketersediaan
oksigen. Tersedianya oksigen yang cukup pada proses pengomposan dapat mengoptimalkan proses metabolisme mikroorganisme yang menghasilkan keluaran berupa panas. Dengan begitu, aerasi yang
diberikan pada pengomposan ini secara langsung mempengaruhi perubahan suhu yang terjadi. Pada dasarnya aerasi dibutuhkan dalam jumlah yang cukup, dalam arti tidak berlebih maupun tidak
kekurangan.Tidak ada aerasi menyebabkan kondisi cenderung menuju kondisi anaerob terjadi sehingga memperlambat proses pengomposan. Sebaliknya, terlalu banyak aerasi justru akan
menyebabkan kompos menjadi kering dan menghambat bahkan menghentikan proses metabolisme mikroorganisme Indriani, 1999.
4.2.2 Nilai pH
Pengukuran pH dilakukan setiap minggu untuk mengontrol kondisi derajat keasamaan bahan dari proses degradasi dan perombakan oleh mikroorganisme. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan alat pH-meter. Derajat keasaman pH merupakan salah satu penanda berlangsungnya
17 proses perombakan bahan organik dalam kompos, karena dalam merombak bahan organik,
mikroorganisme juga mengeluarkan asam-asam organikyang merupakan asam-asam lemah sepertiasam laktat, asam butirat, asam propanat, asam asetat, dan asam lemah lainnya. Selanjutnya
asam-asam organik tersebut bersama nitrogen dapat dirubah menjadi amoniak yang bersifat basa. Proses perubahan-perubahan tersebut yang menyebabkan naik-turunya pH pada pengomposan.
Perubahan pH proses pengomposan dapat dilihat pada Gambar 6, 7 dan 8 :
Gambar 6. Perubahan pH pengomposan dengan aerasi 0,8 lkg.menit
Gambar 7. Perubahan pH pengomposan dengan aerasi 1,2 lkg.menit
Gambar 8. Perubahan pH pengomposan dengan aerasi pasif kontrol Pada pengomposan, pH kompos cukup bervariasi dan berubah-ubah sepanjang proses
pengomposan. Apabila dibandingkan antara kompos dengan nilai CN awal 30, 40 dan 50, kompos 6.8
6.9 7
7.1 7.2
7.3 7.4
1 2
3 4
5 6
pH
Waktu Hari
30 40
50
6.6 6.8
7 7.2
7.4
1 2
3 4
5 6
pH
Waktu Hari
30 40
50
6.9 7
7.1 7.2
7.3 7.4
1 2
3 4
5 6
pH
Waktu Hari
30 40
50 7 14
21 28
35 42
7 14 21
28 35 42
7 14 21
28 35 42
Nilai CN Awal
Nilai CN Awal
Nilai CN Awal
18 yang memiliki kecenderungan pH lebih stabil adalah kompos dengan nilai CN awal 50. Apabila
dibandingkan antara pH kompos aerasi 0,8 dengan 1,2 lkg.menit, untuk kompos dengan nilai CN awal 50, baik pada aerasi 0,8 maupun 1,2 lkg.menit sama-sama mengalami penurunan pH pada hari
ke-7 dan kenaikan menjelang hari ke-14. Setelah memasuki hari ke-14, pH kompos dengan aerasi 0,8 lkg.menit mulai kembali sedikit mengalami penurunan dan kembali naik lagi setelah hari ke-14.
Adapun untuk kompos dengan aerasi 1,2 lkg.menit, pH kompos terus menurun semenjak menjelang hari ke-7 dan mulai stabil pada hari ke-28 dan seterusnya. Selanjutnya, untuk kompos dengan nilai
CN awal 40, pada aerasi 0,8 lkg.menit pH kompos mengalami penurunan pada hari ke-7 dan mulai naik menjelang hari ke-14 sampai hari ke-28, setelah itu pH kompos beranjak turun kembali walaupun
hanya sedikit. Untuk pH kompos dengan aerasi 1,2 lkg.menit nya, tidak seperti aerasi 0,8 lkg.menit pH kompos terus menanjak naik setelah melewati hari ke-7 menjelang hari ke-14 sampai hari ke-42.
Setelah itu pH kompos mulai stabil dikisaran angka 7,3. Untuk kompos dengan nilai CN awal 30, baik pada aerasi 0,8 maupun 1,2 lkg.menit, pH kompos mengalami penurunan pada hari ke-7,
kenaikan pada hari ke-14, penurunan kembali pada hari ke-21 dan kenaikan kembali pada hari ke-35. Hal yang berbeda hanya terjadi pada hari ke-42 dimana kompos dengan aerasi 1,2 lkg.menit
mengalami penurunan pH sementara kompos dengan aerasi 0,8 lkg.menit mengalami kestabilan pH di kisaran angka 7,2
– 7,3. Apabila diperhatikan dengan seksama, terjadi pola penurunan dan kenaikan pH yang tipikal
pada setiap kompos, yaitu untuk aerasi aktif turun terlebih dahulu baru setelah itu naik, sementara aerasi pasif naik terlebih dahulu baru kemudian turun. Hal tersebut menunjukan perbedaan kecepatan
proses degradasi bahan organik pada kompos. Untuk aerasi aktif, degradasi bahan organik terjadi lebih cepat dibandingkan dengan yang pasif kontrol, yaitu pada minggu pertama.
Penurunan pH merupakan pertanda dari dimulainya degradasi bahan organik oleh mikroorganisme. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada awal terjadinya
pendegradasian bahan organik, terbentuk asam-asam organik yang menyebabkan pH turun. Namun, selanjutnya terjadi kenaikan pH yang menurut Harada et al. 1993 disebabkan oleh perubahan asam-
asam organik menjadi CO
2
dan sambungan kation-kation basa hasil mineralisasi bahan organik. Selain itu, kondisi proses pengomposan pada keadaan basa disebabkan perubahan nitrogen dan asam lemah
menjadi asam amoniak. Proses pengomposan pada penelitian ini memiliki pH yang berada pada rentang pH optimum, yaitu berkisar antara 6,5 sampai 7,5. Adapun pH kompos yang sudah matang
biasanya mendekati netral.
4.2.3 Kadar Air