kemudian di pasang lagi. Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui bahwa nilai manfaat yang diperoleh dari hasil tangkapan harian yaitu sebesar Rp.53.817.173,00.
b. Kepiting
Beberapa masyarakat menggantungkan hidupnya pada ekosistem mangrove. Masyarakat tersebut adalah penangkap kepiting, wideng, belut, ular, dan burung. Pada
Gambar 19 terlihat bahwa masyarakat pengumpul kepiting pada umumnya melakukan penangkapan dengan bubu, pancing dan “ngobor” pada malam hari menggunakan lampu
senter atau aki. Hasil tangkapan kepiting dilokasi penelitian per orang mencapai 2 – 3
kghari.
a b atas;
c bawah Gambar 19. a Penangkap kepiting; b Peralatan aki dan senter;
c kepiting hasil tangkapan Hasil tangkapan kepiting pada kawasan mangrove di Teluk Blanakan berkisar 338
– 739 kghath dengan rata-rata 562 kghath dimana nilai penjualannya berkisar Rp.
56.000,00kg – Rp. 90.000,00kg. Nilai yang dihasilkan dari penjualan kepiting tersebut
mencapai Rp. 85.000.000,00hath dengan rata-rata Rp. 68.274.667,00th. Nilai manfaat yang dihasilkan melalui penangkapan kepiting yaitu sebesar Rp. 69.644.889,00th. Hasil
tangkapan kepiting yang dilakukan oleh masyarakat secara lengkap disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24. Hasil Tangkapan Kepiting pada Kawasan Mangrove di Teluk Blanakan
Uraian Rpth Minimum
Maksimum Rata-Rata
Jumlah hasil tangkap Kgth 432
792 601
Harga Rp 56.000,00
90.000,00 69.211,00
Nilai Rpth 54.000.000,00
99.000.000,00 73.320.000,00
Biaya Rpth 2.366.667,00
4.466.000,00 3.675.111,00
Nilai Manfaat Rphath 51.633.333,00
94.534.000,00 69.644.889,00
Berdasarkan hasil wawancara dengan penangkap kepiting didapatkan informasi bahwa pada saat musim penangkapan, kepiting pada tambak wanamina dapat mencapai 1
kgha. Selain itu, para penangkap kepiting lebih memilih tambak wanamina dengan
penutupan mangrove yang lebih tinggi dikarenakan keterikatan kepiting bakau pada mangrove, sesuai hasil penelitian Sihannenia 2008 bahwa kepadatan kepiting bakau
lebih tinggi ditemukan pada mangrove yang lebih padat dibanding dengan mangrove yang jarang.
c. Belut
Penangkapan belut juga menjadi alternatif mata pencaharian bagi masyarakat di kawasan wanamina RPH Tegal-tangkil. Penangkap belut menjadi mata pencaharian
sampingan ataupun tambahan dan bahkan mata pencaharian sehari-hari terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki tambak dan sawah. Sementara itu, hasil tangkapan belut
di kawasan wanamina rata-rata perhari mencapai 3 kg.
Gambar 20. Penangkapan belut menggunakan kayulidi Hasil tangkapan belut pada kawasan mangrove di Teluk Blanakan berkisar 218
– 1.346 kghath dengan rata-rata 673 kghath dimana harega jualnya berkisar Rp.
11.000,00kg – Rp. 14.500,00kg. Nilai yang dihasilkan dari penjualan belut tersebut
mencapai Rp. 16.648.000,00hath dengan rata-rata Rp. 5.520.762,00 th. Nilai manfaat yang dihasilkan yaitu sebesar Rp. 5.520.762,00.
Jika dilihat dari nilai hasil tangkapan menunjukan bahwa rata-rata pendapatan penangkap mencapai Rp 11.448.000,00th sehingga menghasilkan nilai manfaat sebesar
5.601.238,00 Hath. Secara umum hasil tangkapan dan pendapatan penangkap belut di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25. Hasil Tangkapan Belut pada Kawasan Mangrove di Teluk Blanakan
Uraian Rpth Minimum
Maksimum Rata-Rata
Jumlah hasil tangkap Kgth 218
1.346 673
Harga Rp 11.000,00
14.500,00 13.548,00
Nilai Rpth 3.102.000,00
16.648.000,00 8.620.286,00
Biaya Rpth 1.820.000,00
5.300.000,00 3.099.524,00
Nilai Manfaat Rphath 1.282.000,00
11.348.000,00 5.520.762,00
d. Ular
Jenis ular yang berada dikawasan mangrove adalah ular air Cerberus rynchops. Jenis tersebut merupakan ular air yang biasa ditemukan di perairan air tawar dan air asin
tepi rawa-rawa atau bakau. Aktifitas hariannya di senja atau malam hari. Perkembangbiakannya dengan cara beranak, mengeluarkan hingga mencapai 35 anak dan
termasuk jenis yang tidak berbahaya Schneider 1799 dalam Yulia 2009. Penangkapan ular dilakukan dengan menggunakan jaring yang dipasang di tepi petak mangrove
menjelang sore hari dan diangkat pagi hari. Ada pula yang melakukan penangkapan malam hari. Jika diasumsikan ular tersebut dijualbelikan, maka estimasi manfaat bersih
dari ular tersebut yaituRp. Rp 9.976.000,67 tahun. Nilai ini didapat dari perkalian antara estimasi hasil tangkapan dengan harga jual di tempat lain surroget market dan dikurangi
biaya pemanfaatan.Hasil tangkapan ular yang dilakukan oleh masyarakat secara lengkap disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Hasil Penangkapan Ular pada Kawasan Mangrove di Teluk Blanakan
Uraian Rpth Minimum
Maksimum Rata-Rata
Jumlah hasil tangkap Botolth 1.848
3.192 2.704
Harga Rp 6500,00
8500,00 7.833,33
Nilai Rpth 9,840,000.00
20,700,000.00 15,022,666.67 Biaya Rpth
1.500.000,00 9.000.000,00
5.046.666,67
Nilai Manfaat Rphath
8.340.000,00 11.700.000,00
9.976.000,67
e. Burung
Berdasarkan hasil wawancara diketahui jumlah jenis burung air yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Muara sebanyak 5 jenis yaitu burung Belibis
Dendrocygna javanica, Bangau Leptoptilos javanicus, Blekok Ardeola speciosa, kuntul Bulbulis ibis, dan ayam-ayaman Gallicrex Cenerea. Manfaat bersih yang
dihasilkan yaitu Rp 13,836,303tahun. Nilai ini didapat dari perkalian antara hasil tangkapan dengan harga jual dan dikurangi biaya pemanfaatan.Hasil tangkapan burung
yang dilakukan oleh masyarakat secara lengkap disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27. Hasil Burung pada Kawasan Mangrove di Teluk Blanakan
Uraian Rpth Minimum
Maksimum Rata-Rata
Jumlah hasil tangkap Kgth 1.620
6.768 3.996
Harga Rp 9.000,00
10.500,00 9.682,00
Nilai Rpth 8.190.000,00
32.300.000,00 19.050.909,00
Biaya Rpth 3.735.000,00
6.510.000,00 5.214.606,00
Nilai Manfaat Rphath 4.455.000,00
25.790.000,00 13.836.303,00
f. Kilung-kilung
Hasil tangkapan kilung-kilung pada kawasan mangrove di Teluk Blanakan berkisar 1000
– 2.400 kghath dengan rata-rata 1.667 kghath dimana nilai penjualannya berkisar Rp. 5,400,000kg
– Rp. 14,400,000kg. Nilai manfaat yang diperoleh yaitu sebesar Rp. 7,780,833hath. Hasil tangkapan kilung-kilung yang dilakukan oleh
masyarakat secara lengkap disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Hasil Penangkapan Kilung-Kilung pada Kawasan Mangrove di Teluk Blanakan
Uraian Rpth Minimum
Maksimum Rata-Rata
Jumlah hasil tangkap Botolth 1000
2.400 1.667
Harga Rp 5000
8000 6.042
Nilai Rpth 5,400,000
14,400,000 9,968,333
Biaya Rpth 1,500,000
3,000,000 2,187,500
Nilai Manfaat Rphath 3,900,000
11,400,000 7,780,833
Berdasarkan hasil perhitungan ekonomi diperoleh total nilai manfaat biota lain yaitu sebesar Rp.
160,575,960,67per tahun
seperti disajikan pada Tabel 29. Nilai manfaat biota terbesar diperoleh dari udang harian sebesar Rp.
69.644.889,00
dan diikuti oleh kepiting sebesar Rp.
53.817.173,00. Sedangkan manfaat terendah diperoleh melalui manfaat belut yaitu sebesar Rp. 5.520.762,00.
Tabel 29. Total Nilai Manfaat Biota Lain
No. Uraian
Jumlah Rptahun 1
Manfaat Kepiting 53.817.173,00
2 Manfaat Udang Harian
69.644.889,00 3
Manfaat Belut 5.520.762,00
4 Manfaat Ular
9.976.000,67 5
Manfaat Burung 13,836,303,00
6 Manfaat Kilung-Kilung
7,780,833,00
Total Nilai Manfaat Biota Lain 160,575,960,67
3. Manfaat Kayu Mangrove
Kayu bakar masih menjadi kebutuhan mendasar sebagai sumber energi bagi beberapa masyarakat pedesaan di Kecamatan Blanakan. Potensi kayu bakar, ranting-
ranting kayu mangrove masih merupakan salah satu alternative sumber energi atau sebagai kayu bakar untuk keperluan memasak bagi sebagian masyarakat di Kecamatan
Blanakan. Pemanfaatan kayu bakar pada umumnya dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan mangrove, sedangkan sebagian masyarakat lainnya
memanfaatkan kompor minyak dan kompor gas sebagai sumber energibahan bakar. Hasil pengambilan kayu mangrove untuk kayu bakar yang dilakukan oleh masyarakat secara
lengkap disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Hasil Pengambilan Kayu Bakar pada Kawasan Mangrove di Teluk Blanakan
Uraian Rpth Minimum
Maksimum Rata-Rata
Jumlah kayu bakar Ikatth 720
960 783
Harga Rpikat 12.667,00
19.000,00 17.072,46
Nilai Rpth 9.120.000,00
18.240.000,00 13.481.739,13 Biaya Rpth
3.600.000.00 4.800.000,00
3.913.043,48
Nilai Manfaat Rphath
5.520.000,00 13.440.000,00
9.568.695,65
Jenis kayu bakar yang banyak digunakan masyarakat adalah jenis bakau. Jenis bakau banyak digunakan dikarenakan sifat kayunya yang dapat menghasilkan api yang
tahan lama. Pengambilan kayuranting-ranting pohon mangrove biasanya dilakukan di areal yang tidak jauh dari pemukiman masyarakat atau dekat dengan aktivitas sehari-hari
masyarakat dengan menggunakan sepeda sebagai alat angkutnya.
Gambar 21. Pemanfaatan kayu bakar Melalui Gambar 21 terlihat bahwa sebagian masyarakat juga ada yang
menggunakan sepeda motor sebagai alat angkut kayu kayuranting-ranting pohon mangrove dikarenakan jarak yang cukup jauh dari pemukiman mereka. Masyarakat
sekitar biasanya mengambil kayu sebanyak 3-5 kali dalam seminggu, dengan hasil 3-5 ikat per tripnya. Berdasarkan Tabel 30, dapat diketahui bahwa harga per ikat kayu bakar
antara Rp. 12.667,00
– Rp.19.000,00 dengan nilai yang dihasilkan yaitu Rp. 9.120.000,00 – Rp. 18.240.000,00 per tahun.
Nilai Total Manfaat Langsung Mangrove
Setelah dilakukan wawancara dengan masyarakat sekitar mangrove sebagai responden diketahui, bahwa manfaat langsung dari mangrove yang dirasakan masyarakat
sekitar terdiri dari tiga komponen utama dan mencakup 8 jenis manfaat. Manfaat langsung tersebut adalah 1 manfaat usaha tambak; 2manfaat biota lain terdiri atas
udang alam; kepiting; belut, burung ular, serta kilung-kilung; dan 3manfaat hasil hutan berupa tegakan hutannya kayu. Rekapitulasi dari hasil identifikasi jenis dan nilai
manfaat langsung mangrove, dapat dilihat pada 31.
Tabel 31. Nilai Manfaat Langsung
No. Uraian
Jumlah Rptahun Proporsi
1 Manfaat Tambak
20.051.905,00 10,54
2 Manfaat Biota lain
160.575.960,67 84,43
3 Manfaat Hasil Hutan Kayu Bakar
9.568.695,65 5.03
Total Nilai Manfaat Langsung 190.196.561,32
Sumber : Data Primer, 2013 Melalui Tabel 31, dapat dilihat bahwa nilai manfaat terbesar diperoleh dari
penangkapan biota lain, dengan nilai manfaat sebesar Rp. 160,575,960,67tahun dimana proporsinya mencapai 84,43. Sedangkan nilai manfaat terrendah diperoleh dari hasil
hutan sebagai kayu bakar dengan nilai manfaat sebesar Rp. 9.568.695,65tahun.
Nilai Manfaat Tidak Langsung 1.
Manfaat Perlindungan Pantai
Manfaat fisik merupakan manfaat sebagai penahan abrasi yang diestimasi dari pembuatan bangunan air, yaitu pemecah gelombang break water. Berdasarkan Analisis
Harga Satuan Pekerjaan AHSP Bidang Pekerjaan Umum yang dikeluarkan oleh BALITBANG PU 2012, bahwa biaya pembangunan fasilitas pemecah gelombang
break water ukuran 150 m x 20 m x 10 m panjang x lebar x tinggi sebesar Rp 1.563.217.000,00. Panjang pantai ekosistem hutan mangrove di wilayah Teluk Blanakan
adalah 6800 m, maka biaya pembuatan pemecah gelombang dengan daya tahan 20 tahun seluruhnya adalah Rp 70.865.837.333,00. Nilai tersebut bila dibagi dalam 20 tahun
diperoleh sebesar Rp 3.543.292.866,65 per tahunnya. Jadi, untuk menggantikan fungsi perlindungan pantai ekosistem mangrove di Teluk Blanakan adalah Rp. 3.543.292.866,65
tahun.
2.
Manfaat Feeding Ground
Di samping manfaat fisik yang berupa sebagai penahan abrasi, manfaat tidak langsung lainnya dari ekosistem mangrove adalah manfaat biologi. Manfaat biologi dari
pemanfaatan tidak langsung adalah mangrove sebagai penyedia pakan alami bagi ikan. Manfaat mangrove sebagai penyedia pakan alami didekati dengan menggunakan
persamaan regresi luasan mangrove dan produksi udang seperti yang dilakukan oleh Suryaperdana 2011, yaitu :
Y = 3,783x + 23,33
di mana: Y = Produksi udang Kg
X = Luas mangrove Ha
Persamaan di atas memiliki nilai R
2
sebesar 90,2 yang artinya nilai produksi dapat dijelaskan oleh luas mangrove sebesar 90,2 dan mempunyai korelasi positif
sebesar 94,9. Hasil tersebut menjelaskan bahwa hubungan antara luasan mangrove dengan produksi adalah berbeda nyata, dimana semakin luas mangrove maka semakin
tinggi nilai produksinya. Hal ini karena semakin luas mangrove, maka semakin banyak nutrien yang dihasilkan sebagai makanan bagi udang itu sendiri.
Luas kawasan mangrove di wilayah Teluk Blanakan 3 Desa sampling adalah 782,34 ha, diperkirakan dengan luasan mangrove tersebut dapat diperoleh produksi udang
sebesar 2.982,72 kg per tahun. Hasil wawancara dengan responden didapatkan harga pakan adalah Rp 13.000 per kg dan kebutuhan pakan adalah 2 kg per kg udang.
Berdasarkan data tersebut, maka dapat diperoleh nilai manfaat mangrove sebagai penyedia pakan alami dengan mengalikan produksi udang dengan harga pakan dan
kebutuhan pakan per kg udang, sehingga didapat nilai sebesar Rp 77.550.720,00 per tahun.
3. Manfaat Pariwisata
Penangkaran buaya yang telah dikembangkan sejak tahun 1989 termasuk objek wisata yang banyak mendapat perhatian dari wisatawan. Di lokasi ini dikembangkan
penangkaran buaya jenis buaya muara Crocodilus porosus yang merupakan jenis buaya terbesar. Pada awalnya buaya tersebut didatangkan dari Kalimantan. Pada saat ini
terdapat 236 buaya muara yang berumur 3 bulan hingga 26 tahun. Di lokasi penangkaran buaya Blanakan terdapat 20 kolam dengan ukuran 200 m2 Pengunjung dapat pula