Gross Benefit Cost Ratio Gross – BCR

Dalam analisis stakeholder dilakukanidentifikasi stakeholder dengan melakukan wawancara semi terstruktur, snowball sampling dan sampling acak, kemudian dilakukan analisis terhadap persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap sumberdaya mangrove.Data yang didapatkan ditampilkan dalam bentuk grafik atau diagram. Responden-responden dibatasi hanya pada pengambil kebijakan, tokoh LSM, dan masyarakat atau nelayan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya mangrove. Stakeholder dipetakan ke dalam matriks analisis stakeholder berdasarkan besarnya kepentingan dan pengaruh. Besarnya kepentingan dan pengaruh diberinilai sesuai dengan panduan yang telah dibuat. Untuk menilai besarnya kepentingan digunakan panduan penilaian untuk mengetahui tingkat kepentingan seperti pada Tabel 6 sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh digunakanpanduan penilaian untuk mengetahui besarnya pengaruh seperti pada Tabel 7.Jumlah nilai yang didapatkan oleh masing-masing stakeholder adalah 25 poinuntuk besarnya kepentingan dan 25 poin untuk besarnya pengaruh. Tabel 6. Penilaian Tingkat Kepentingan No. Variabel Indikator Skor 1 Keterlibatan dalam Pengelolaan Terlibat seluruh proses Terlibat proses penanaman Terlibat proses perawatan Terlibat proses pemanfaatan Tidak terlibat 5 4 3 2 1 2 Manfaat Pengelolaan: 1. Pohon 2. Kayu 3. Batang 4. Buah Mendapat 4 manfaat Mendapat 3 manfaat Mendapat 2 manfaat Mendapat 1 manfaat Tidak mendapatkan manfaat 5 4 3 2 1 3 Sumberdaya yang tersedia 1. Pohon mangrove 2. Udang 3. Ikan 4. Belut 5. Wideng Menyediakan semua sumberdaya Menyediakan 3 sumberdaya Menyediakan 2 sumberdaya Menyediakan 1 sumberdaya Tidak menyediakan sumberdaya apapapun 5 4 3 2 1 4 Prioritas Pengelolaan Sangat menjadi prioritas Prioritas Cukup Kurang Tidak menjadi prioritas 5 4 3 2 1 5 Ketergantungan terhadap sumberdaya 81-100 bergantung 61-80 bergantung 41- 60 bergantung 21-40 bergantung ≤ 20 bergantung 5 4 3 2 1 Tabel 7. Penilaian Tingkat Pengaruh No. Variabel Indikator Skor 1 Aturankebijakan pengelolaan Terlibat seluruh proses Terlibat proses perawatan Terlibat proses penanaman Terlibat proses pemanfaatan Tidak terlibat proses 5 4 3 2 1 No. Variabel Indikator Skor 2 Peran dan partisipasi: 1. proses penanaman 2. proses pemanfaatan 3. proses perawatan 4. proses penyediaan benih Berkontribusi pada semua point Berkontribusi dalam 3 point Berkontribusi dalam 2 point Berkontribusi dalam 1 point Tidak berkontribusi 5 4 3 2 1 3 Kemampuan dalam berinteraksi: 1. proses penanaman 2. proses pemanfaatan 3. proses perawatan 4. proses penyediaan benih Berinteraksi dalam semua point Berinteraksi dalam 3 point Berinteraksi dalam 2 point Berinteraksi dalam 1 point Tidak melakukan interaksi apapun 5 4 3 2 1 4 Kewenangan dalam pengelolaan: 1. proses penanaman 2. proses pemanfaatan 3. proses perawatan 4. proses penyediaan benih Kewenangan dalam semua proses Kewenangan dalam 3 proses Kewenangan dalam 2 proses Kewenangan dalam 1 proses Tidak memiliki kewenangan 5 4 3 2 1 5 Kapasitas sumberdaya yang disediakan: 1. Lahan 2. Benih 3. SDM 4. Modal Semua sumberdaya 3 sumberdaya 2 sumberdaya 1 sumberdaya Tidak menyediakan sumberdaya apapun 5 4 3 2 1 Hasil skoring dari masing-masing stakeholders dikelompokkan menurut jenis indikatornya dan kemudian disandingkan sehingga membentuk koordinat.Analisis stakeholders dilakukan dengan dengan penafsiran matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap pengelolaan ekosistem mangrove seperti yang diilustrasikan pada gambar 6. Gambar 6. Matriks Pengaruh dan Kepentingan Hasil Analisis Stakeholders Reed et al. 2009 Posisi kuadaran dapat menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang dimainkan oleh masing-masing stakeholders terkait dengan pengelolaan ekosistem mangrove yaitu: 1 Subject kepentingan tinggi tetapi pengaruh rendah; 2 Key Players kepentingan dan pengaruh tinggi; 3 Context setters kepentingan rendah tetapi PENGARUH pengaruh tinggi dan 4 Crowd kepentingan dan pengaruh rendah. Pengolahan data kualitatif hasil wawancara dikuantitatifkan dengan mengacu pada pengukuran data berjenjang lima, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Ukuran Kuantitatif terhadap Identifikasi dan Pemetaan Stakeholder Skor Nilai Kriteria Keterangan 5 4 3 2 1 21-25 16-20 11-15 6-10 1-5 Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah Kepentingan Stakeholders Sangat bergantung pada keberadaan sumberdaya Ketergantungan tinggi pada keberadaan sumberdaya Cukup bergantung pada keberadaan sumberdaya Ketergantungan pada keberadaan sumberdaya Tidak bergantung pada keberadaan sumberdaya 5 4 3 2 1 21-25 16-20 11-15 6-10 1-5 Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah Pengaruh Stakeholders Sangat mempengaruhi pengeloaan sumberdaya Mempengaruhi pengelolaan sumberdaya Cukup mempengaruhi pengelolaan sumberdaya Kurang mempengaruhi pengelolaan sumberdaya Tidak mempengaruhi pengelolaan sumberdaya Sumber: Abbas 2005

4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Umum Geografis dan Administratif Kabupaten Subang secara geografis terletak di bagian utara Propinsi Jawa Barat yaitu antara 107°31 - 107°54 BT dan 6°11 - 6°49 LS. Kabupaten Subang terdiri dari 22 kecamatan dan 243 desa. Dari 22 kecamatan yang ada di Kabupaten Subang, empat kecamatan terletak di wilayah pesisir yaitu Blanakan, Legonkulon, Pusakanegara, dan Pamanukan. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung,  Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang,  Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa,  Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Sumedang. Kecamatan Blanakan merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Subang, secara geografis terletak antara 07° 3 ’ dan 07° 5’ bujur timur dan 6° ’ dan 6° 49’ lintang selatan dengan jarak terjauh antara utara sampai dengan selatan kurang lebih 65 km dan arah barat sampai timur kurang lebih 41 km. Secara administrasi Kecamatan Blanakan meliputi 9 desa yaitu Desa Blanakan, Jaya Mukti, Rawa Mekar, Rawa Meneg, Cilamaya Girang, Cilamaya Hilir, Langen Sari, Muara Ciasem, dan Tanjung Tiga. Jarak tempuh dari pusat kecamatan ke ibukota kabupaten 45,3 km dan jarak ke ibukota provinsi 111 km. Perairan pantai Subang yang terletak di pantai utara pulau Jawa berhadapan langsung dengan Laut Jawa yang berada di sebelah utaranya. Beberapa sungai utama bermuara di pantai Subang, seperti Sungai Cilamaya, Blanakan, Ciasem, Cipunagara dan Sungai Cileuleuy yang membentuk 5 anak sungai. Umumnya sungai-sungai tersebut dimanfaatkan oleh nelayan sebagai sarana keluarmasuk perahu saat melakukan penangkapan ikan di perairan pantai utara Subang. Di antara sungai-sungai tersebut, Sungai Blanakan merupakan jalur yang paling ramai sebagai sarana keluarmasuk kapal penangkapan ikan dari luar Subang, karena di tepi sungai ini terdapat Tempat Pendaratan Ikan TPI Blanakan. Para nelayan dari lokasi perairan sekitar umumnya langsung mendaratkan ikan hasil tangkapannya di TPI tersebut Rangkuti 2013. Daerah penelitian, khususnya ekosistem mangrove masuk dalam wilayah pengelolaan Resort Polisi Hutan RPH Tegal-tangkil, BKPH Ciasem-Pamanukan. Wilayah ini dikelola oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, dan dibagi atas empat Resort Polisi Hutan RPH, yaitu RPH Tegaltangkil, yang menaungi wilayah mangrove Desa Jayamukti, RPH Muara Ciasem, yang menaungi wilayah mangrove Desa Langensari, RPH Bobos dan RPH Proponcol. Secara administrasi terletak di Kecamatan Blanakan. Luas wilayah Kecamatan Blanakan adalah 7.839,37 ha yaitu 5,09 dari luas wilayah Kabupaten Subang Profil Kecamatan Blanakan 2011. Sedangkan untuk luas ekosistem mangrove di RPH Tegal-tangkil secara keseluruhan adalah 2.793,10 ha KPH Purwakarta 2010. Lokasi pengambilan sampel difokuskan pada petak 2 Desa Cilamaya Girang, petak 6, petak 7 Desa Blanakan, petak 9 dan petak 10 Desa Muara. Luas wilayah per desa yang termasuk petak penelitian disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Luas Wilayah Masing-Masing Desa di Kecamatan Blanakan Desa Luas wilayah ha Petak Mangrove Desa Perhutani Muara 1.138 9,10 Blanakan 1.288 6,7 Cilamaya Girang 1.043 2 Jumlah 3.469 Sumber: BAPPEDA2010 KPH Purwakarta 2013 Kependudukan Penduduk di Kecamatan Blanakan yang terdistribusi di 9 desa pemukiman pada tahun 2011 berjumlah 64.431 jiwa 21.463 KK dengan jumlah laki-laki 32.227 dan perempuan 32.214. Adapun jumlah penduduk yang masuk ke dalam wilayah penelitian di 3 desa pengamatan terdiri dari 14.067 laki-laki dan 13.893 perempuan dengan jumlah penduduk 27.960 jiwa 44,21 dari jumlah penduduk Kecamatan Blanakan, seperti disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Desa Jumlah KK Jumlah Penduduk jiwa Laki-Laki Perempuan Total Muara 2.523 3.649 3.733 7.382 Blanakan 3.433 5.861 5.541 11.402 Cilamaya Girang 3.090 4.557 4.619 9.176 Jumlah 9.046 14.067 13.893 27.960 Sumber: Profil Kecamatan Blanakan 2011 Faktor usia menjadi salah satu parameter sosial ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap preferensi individu untuk memberikan nilai terhadap keberadaan suatu sumberdaya. Usia penduduk bervariasi antara 16 sampai dengan lebih dari 60 tahun. Berdasarkan hasil survey, sebagian besar usia penduduk di lokasi penelitian terletak pada struktur usia 22-59 tahun 74,82 . Jumlah terkecil berdasarkan klasifikasi usia yaitu struktur usia diatas 60 tahun sebesar 11,74 sedangkan untuk kelompok usia 16-21 sebesar 13,42 . Secara lebih lengkap distribusi kelompok usia dilokasi penelitian disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Klasifikasi Usia Penduduk Desa Struktur usia tahun 16-21 22-59 60 Muara 694 4.630 669 Blanakan 1.236 6.688 955 Cilamaya Girang 1.002 5.777 752 Jumlah 2.932 17.095 2.376 Kecamatan Blanakan 6.837 37.136 6.404 Sumber: Profil Kecamatan Blanakan 2011 Tingkat Pendidikan Salah satu faktor yang dapat menggambarkan kondisi soasial ekonomi adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk di lokasi penelitian cukup beragam, mulai dari tidak tamat SD, tamat SD, sampai tamat AKPT. Tingkat pendidikan formal penduduk Kecamatan Blanakan tergolong masih rendah, terdapat sekitar 3.649 jiwa 36 yang tidak tamat Sekolah Dasar SD dan 5.370 jiwa 52,98 yang hanya tamat SD. Sedangkan penduduk yang pernah mengeyam pendidikan SLTA hanya 888 jiwa 8,76 dan Perguruan tinggi hanya 229 jiwa 2,26. Tingkat pendidikan penduduk di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12.Klasifikasi Tingkat Pendidikan Formal Penduduk Desa Tidak Tamat SD Tamat SDSLTP Tamat SLTA Tamat AKPT Muara 816 1.179 230 43 Blanakan 1.583 2.286 385 142 Cilamaya Girang 1.250 1.905 273 44 Jumlah 3.649 5.370 888 229 Kecamatan Blanakan 7.951 11.583 2.091 459 Sumber: Profil Kecamatan Blanakan 2011 Kondisi pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan yang bersifat teknis dan keahlian dalam melakukan kegiatan usaha yang produktif. Selain itu tingkat pendidikan akan berpengaruh juga terhadap daya serap dari program-program yang akan dikembangkan oleh pemerintah. Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan di Blanakan lebih tinggi dibandingkan kedua desa lain, yaitu sebesar 52 tamat SDSLTP, 8,76 tamat SLTA dan 3,23 untuk masyarakat yang telah lulus dari AKPT. Semakin tinggi tingkat pendidikan dapat memberikan gambaran bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat tersebut relatif lebih baik. Gambar 7. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Formal Penduduk Sumber: Profil Kecamatan Blanakan 2011, diolah 2013 500 1000 1500 2000 2500 Muara Blanakan Cilamaya Girang Klasifikasi Tingkat Pendidikan Formal Tidak Tamat SD Tamat SDSLTP Tamat SLTA Tamat AKPT