Analisis Kelembagaan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Teluk Blanakan Kabupaten Subang
ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM PENGELOLAAN
SUMBERDAYA PERIKANAN TELUK BLANAKAN
KABUPATEN SUBANG
SANTI PUSPITA SARI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
(3)
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Teluk Blanakan Kabupaten Subang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Santi Puspita Sari NIM H44110100
(4)
(5)
SANTI PUSPITA SARI. Analisis Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Teluk Blanakan Kabupaten Subang. Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT dan SUHANA.
Laut Jawa yang menjadi fishing ground nelayan Pantura merupakan salah satu sumberdaya yang bersifat common pool resources yang dalam pemanfaatannya hak kepemilikan tidak jelas. Akibatnya sumberdaya mengalami pemanfaatan berlebih yang mengindikasikan fenomena tragedy of the common. Teluk Blanakan yang memiliki kontribusi perikanan tangkap terbesar se-Kabupaten Subang mengalami kondisi penangkapan berlebih untuk jenis ikan kembung dan kurisi. Berdasar dari kondisi tersebut, diperlukan aturan dan kebijakan yang sesuai dalam kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan Teluk Blanakan agar tetap lestari. Tujuan penelitian ini yaitu: mengidentifikasi stakeholder dalam pengelolaan perikanan, menganalisis relevansi alokasi anggaran dinas dengan permasalahan perikanan dan merumuskan rekomendasi prioritas kebijakan yang sesuai untuk memperbaiki tata kelola kelembagaan pengelolaan perikanan Teluk Blanakan. Analisis yang digunakan adalah analisis stakeholder, analisis biaya transaksi, analisis kesenjangan (gap analysis) dan Regulatory Impact Assessment (RIA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kelompok stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan perikanan di Teluk Blanakan yaitu subjects, players, bystanders dan actors. (2) Relevansi aturan dan kebijakan pengelolaan oleh pemerintah daerah sudah sesuai dengan kondisi tangkap lebih perikanan. (3) Rekomendasi Prioritas kebijakan lanjutan yaitu pengawasan terpadu, perluasan akses pasar, pendanaan upaya konservasi, perbaikan pemasaran untuk bakul dan pengembangan industri pengolah ikan .
(6)
(7)
SANTI PUSPITA SARI. Institutional Analysis of Fisheries Resources Management in Teluk Blanakan Subang Regency. Supervised by ACENG HIDAYAT and SUHANA.
Java sea as a fishing ground of fishermen in Pantura is including one of common pool resources so that in terms of utilization, the right of ownership is not acknowledged and clearly indentified. As a result the resources were overfishing that indicated the tragedy of the common. Teluk Blanakan contributes to the biggest captured fishery in Kabupaten Subang which also passes the overfishing. According to that condition, it is crucial to have right rules and policies thet put forward in management of fishery resources in Teluk Blanakan to keep sustainable. The purpose of this study are to identify involve stakeholders management of fisheries in Teluk Blanakan, to analyze the relevancy between financial budgetary of local government toward problems and to formulate prior recommendation to redesign the sustainable fisheries management which fits to problems. The underlying analysis used are stakeholder analysis, transaction cost analysis, gap analysis, and Regulatory Impact Assessment (RIA).The result of this study shows that (1) The involved stakeholders in fisheries management in Teluk Blanakan consist of subjects, players, bystanders and actors; (2) The relevancy between financial budgetary of local government toward problems in fishery management has been accordance with the recent condition that are over exploitating; (3) The main priority of recomended continuing policy are fisheries controlling system, enlarging of fisheries marketing product, coastal and fisheries conservation, and developing fisheries industrialization.
(8)
(9)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumebrnya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
(10)
(11)
SUMBERDAYA PERIKANAN TELUK BLANAKAN
KABUPATEN SUBANG
SANTI PUSPITA SARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(12)
(13)
(14)
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil terselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Maret 2015 ialah perikanan dengan judul Analisis Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Teluk Blanakan Kabupaten Subang. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan informasi bagi pihak yang berkepentingan.
Saran dan kritik sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juni 2015
Santi Puspita Sari
(15)
(16)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas hikmat dan karunianya telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada:
1. Kedua orangtua Ayahanda Zaenal Sagiman dan Ibunda Ngatiem atas semua doa, kasih sayang dan dukungan yang tidak pernah putus diberikan kepada penulis, serta adik-adik tercinta Desinta Anjar Wati dan Rizki Tri Handayani.
2. Bapak Dr. Ir Aceng Hidayat M.T dan Bapak Suhana S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Bapak Prima Gandhi S.P, M.Si selaku tim penguji atas saran dan masukan yang telah diberikan.
4. Bapak Raskana dan Mastori selaku Tim PSDKP Pos Blanakan yang telah memberikan informasi selama penelitian.
5. Bapak Supardi selaku Badan Pengawas Koperasi dan seluruh staff pegawai KUD Mandiri Mina Fajar Sidik.
6. Bapak Andriana Lesnanda A.Pi selaku Kasi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Perikanan Tangkap dan Ibu Sri Mulyani S.An selaku Staff Seksi Pengendalian dan Perlindungan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Tangkap yang telah memberikan informasi selama pengambilan data di DKP Kabupaten Subang.
7. Anton SN A.Md yang telah memberikan semangat dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.
8. Erlin Riska Windu Wulan, Iin Anggraini dan Rinda Dewi Astuti untuk kebersamaan dan dukungannya.
9. Rani, Astrid, Intan, Fitriana, Tiara, Lanie selaku teman se-Pembimbing Skripsi.
(17)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 5
1.3 Tujuan penelitian 7
1.4 Manfaat Penelitian 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Perikanan 9
2.2 Perikanan Tangkap 10
2.3 Wilayah Pengelolaan Perikananan 11
2.4 Overfishing 13
2.5 Common Pool Resources: Appropriate and Provision Problem 14
2.6 Alat Tangkap yang Dilarang pemerintah 15
2.7 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 16
2.8 Kelembagaan 17
2.8.1 Kelembagaan dalam Perikanan 17
2.8.2 Konsep Biaya Transaksi dalam Pengelolaan Perikanan 28
2.9 Kebijakan Perikanan 20
2.10Penelitian Terdahulu 21
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran 25
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 27
4.2 Jenis dan Sumber Data 27
4.3 Metode Pengumpulan Data 28
4.4 Metode Analisis Data 28
4.4.1 Analisis Stakeholder 29
4.4.2 Analisis Kesenjangan (Gap Analysis) 33
4.4.3 Analisis Biaya Transaksi 34
(18)
DAFTAR ISI (lanjutan)
BAB V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 iLetak Geografis dan Luas Wilayah Lokasi Penelitian 41
5.2 iKarakteristik Fisik Perairan, Pesisir dan Laut Kabupaten Subang 43
5.3 Demografi 44
5.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap TPI Blanakan 45
5.4.1 Produksi dan Nilai Produksi 45
5.4.2 Unit Penangkapan Ikan 48
5.4.3 Musim Tangkap 49
5.4.4 Potensi Sumberdaya Ikan 50
5.4.5 Pemasaran Hasil Tangkapan 51
5.4.6 Pola Retribusi 52
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Stakeholder dalam Pengelolaan perikanan di Teluk Blanakan 55
6.1.1 Identifikasi Stakeholder 55
6.1.2 Identifikasi Pengaruh dan Kepentingan Stakeholder 59
6.1.3 Hubungan Antar stakeholder 63
6.1.4 Biaya Transaksi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Teluk Blanakan 66
6.2 Kelembagaan Sebagai Aturan Maindalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Teluk Blanakan 68
6.2.1 Kelembagaan Formal 69
6.2.2 Relevansi Alokasi Anggaran Dinas Terhadap Permasalahan Pemanfaatan berlebih sumberdaya di Teluk Blanakan 77
6.3 Rekomendasi Prioritas Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Teluk Blanakan 81
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 Kesimpulan 93
7.2 Saran 94
(19)
DAFTAR TABEL
1.1 Estimasi potensi dan status tingkat eksploitasi sumberdaya ikan
di Laut Jawa 3
1.2 Produksi sub-sektor perikanan tangkap menurut daerah pesisir Kabupaten Subang tahun 2009-2013 4
2.1 Kategori Pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 12
2.2 Penelitian terdahulu yang relevan 21
4.1 Matriks bentuk, jenis dan sumber data 27
4.2 Matriks tujuan, jenis data dan metode analisis 29
4.3 Fokus metode dalam analisis stakeholder 29
4.4 Penilaian tingkat kepentingan 30
4.5 Penilaian tingkat pengaruh 31
4.6 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder 33
4.7 Contoh klasifikasi alternatif kebijakan 36
4.8 Contoh penentuan mekanisme scoring 36
4.9 Perbandingan realisasi program urusan wajib dan urusan pilihan 39
4.10 Rencana arah kebijakan dan kebituhan pendanaan dinas 39
5.1 Wilayah kecamatan pesisir di Kabupaten Subang 42
5.2 Intensitas aktivitas keluar masuk armada tangkap per tahun di Teluk Blanakan Tahun 2010-2014 44
5.3 Data jumlah produksi dan nilai produksi perikanan tangkap di KUD Mandiri Mina Fajar Sidik tahun 2008-2014 46
5.4 Jumlah armada tangkap dan jenis alat tangkap yang digunakan nelayan Blanakan 48
5.5 Jenis ikan yang didaratkan di PPP Blanakan berdasarkan jenis alat tangkap pada semester 1 tahun 2014 51
5.6 Perincian dana ongkos lelang Unit Pelelangan Ikan PPP Blanakan berdasarkan PERDA Subang No 4 Tahun 2011 53
5.7 Perincian dana ongkos lelang Unit Pelelangan Ikan PPP Blanakan berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) 53
(20)
DAFTAR TABEL (lanjutan)
6.2 Biaya transaksi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di
Teluk Blanakan 67
6.3 Pembagian sub-urusan perikanan tangkap berdasarkan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 70
6.4 Penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan pada jalur penangkapan ikan 73
6.5 Perincian dana ongkos lelang Unit Pelelangan Ikan PPP Blanakan berdasarkan PERDA Subang No 4 Tahun 2011 76
6.6 Strategi pencapaian pembangunan kelautan dan perikanan 2010-2014 77
6.7 Proporsi realisasi pendanaan berdasarkan program urusan terhadap total pendanaan tahunan pada 2010-2014 79
6.8 Anggaran dan pelaksanaan program perikanan tangkap tahun 2010-2014 80
6.9 Kondisi perikanan di Teluk Blanakan pada tahun 2010-2014 81
6.10 Opsi kebijakan untuk menata ulang kelembagaan pengelolaan 83
6.11 Aspek-aspek pertimbangan opsi kebijakan 1 84
6.12 Aspek-aspek pertimbangan opsi kebijakan 2 86
6.13 Aspek-aspek pertimbangan opsi kebijakan 3 87
6.14 Perhitungan pemilihan rekomendasi kebijakan menggunakan RIA 89
DAFTAR GAMBAR 1.1 Diagram perumusan masalah 6
2.1 Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Jawa (WPPNRI 712) 13
2.2 Klasifikasi barang 14
2.3 Kerangka permasalahan apropriasi 15
2.4 Kerangka permasalahan pengalokasian 15
2.5 Skema biaya transaksi pengelolaan perikanan 19
3.1 Alur kerangka pemikiran 26
4.1 Aktor grid 32
4.2 Alur identifikasi gap analysis 38
5.1 Peta kabupaten subang 41
5.2 Ilustrasi area fishing ground sebelum dan sesudah tahun 2011 47
5.3 Jumlah produksi ikan KUD Mandiri Mina Fajar Sidik tahun 2014 47
5.4 Nilai produksi ikan KUD Mandiri Mina Fajar Sidik tahun 2014 48
6.1 Plot kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan 60
6.2 Hubungan antar stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan 65
(21)
6.3 Komponen biaya transaksi pengelolaan perikanan tahun 2014 68 6.4 Diagram lingkar perhitungan prioritas rekomendasi kebijakan 90 6.5 Plot stakeholder dalam hypothetical institution 92
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner 102
2 Dokumentasi penelitian 123
3 Opsi rekomendasi menggunakan Metode RIA 125
4 Responden penelitian menggunakan Analisis Stakeholder 128 5 Perhitungan biaya transaksi pengelolaan perikanan 130
6 Analisis peraturan formal 131
7 Rincian alokasi anggaran program perikanan tangkap 135 8 Hasil wawancara penentuan prioritas kenijaksn menggunakan RIA 138 9 Hasil wawancara mengenai perubahan kepentingan dan pengaruh
(22)
(23)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan laut yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Salah satu kekayaan laut berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor KEP.45/MEN/2011 tentang estimasi potensi sumberdaya ikan pada masing-masing Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) adalah Laut Jawa. Kekayaan yang dimiliki Laut Jawa mencapai presentase estimasi potensi pengelolaan perikanan sebesar 12,83% dari keseluruhan estimasi potensi pengelolaan perikanan Indonesia. Presentase tersebut bernilai produksi sebesar 836.600 ton per tahun berdasarkan estimasi potensi sumberdaya ikan pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 712 atau WPP-NRI 712. Potensi sumberdaya ikan terbesar di Laut Jawa adalah ikan pelagis kecil dengan nilai estimasi potensi sebesar 380.000 ton per tahun. Kemudian potensi sumberdaya ikan kedua terbesar di Laut Jawa adalah ikan demersal dengan nilai estimasi potensi sebesar 375.200 ton per tahun dan urutan potensi sumberdaya ikan berikutnya adalah ikan pelagis besar, udang, ikan karang konsumsi, cumi-cumi dan lobster.
Selain potensi tersebut, Laut Utara Jawa memiliki karakteristik perairan relatif muda yang tergolong dangkal dengan luas 310.000 km2 serta memiliki
kekayaan lebih dari 3.000 spesies. Masyarakat pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura) memusatkan aktivitas ekonominya pada perikanan dan perdagangan dikarenakan perairan yang relatif tenang dan dangkal. Atas dasar alasan geografis tersebut, banyak nelayan dari luar daerah yang melaut di daerah Laut Utara Jawa dengan alat tangkap serta armada perahu yang beragam. Beberapa alat tangkap yang sering digunakan di daerah Laut Utara Jawa misalnya payang (large net), dogol (trawl), jaring arad, pukat pantai (beach seine), jaring insang hanyut (drift gill net), jaring klitik (entangled gill net), insang tetap (set gill net), cantrang (demersal danish seine), pancing dan perangkap (trap). Jenis armada yang banyak digunakan
(24)
nelayan di perairan Laut Utara Jawa adalah motor tempel, kapal motor dan kapal besar (Diniah, 2008).
Perairan Laut Utara Jawa merupakan salah satu sumberdaya yang bersifat common pool resource sehingga dalam pemanfaatannya tidak terdapat hak kepemilikan yang teridentifikasi secara jelas. Namun dalam pemanfaatannya sumberdaya perikanan di Laut Jawa telah terindikasi mengalami fenomena tragedy of the common (Mc.Elroy, 1991a) karena dalam pemanfaatannya telah melebihi kapasitas sumberdaya perikanan akibat banyaknya armada penangkapan, dan juga pelarangan penggunaan trawl tahun 1980 semakin memberikan tekanan yang signifikan (Mc.Elroy, 1991b). Lebih lanjut, Fauzi dan Anna (2010) mengkaji mengenai daerah pesisir Laut Utara Jawa yang telah mengalami kondisi tekanan sumberdaya yang cukup besar akibat banyaknya armada penangkapan. Kajian tersebut dilakukan dengan membandingkan keadaan perikanan sebelum era 1999 yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomidan berimplikasi terhadap penurunan stok sumberdaya ikan, lalu diterapkan penghapusan alat tangkap pukat harimau (trawl) untuk kelestarian sumberdaya ikan. Namun setelah era 1999 dengan sistem kepemerintahan yang bersifat desentralitatif justru menambah rumitnya permasalahan, melalui otonomi daerah justru semakin diberi peluang untuk mengeksploitasi sumberdaya melalui perizinan.
Kondisi yang telah dikaji tersebut, diperburuk dengan bertambahnya penggunaaan alat tangkap kurang ramah lingkungan dan tidak adanya kontrol sumberdaya ikan yang sesuai. Akibatnya pemanfaatan Laut Utara Jawa tidak terkendali dan berakibat terjadi pemanfaatan berlebih (lihat tabel 1.1). Dari sisi tata kelola, permasalahan tersebut juga disebabkan tumpang tindihnya kepentingan antar stakeholder yang terlibat mulai dari aktivitas perikanan tangkap, limbah industri di hulu yang bermuara ke laut, kerusakan habitat dan pencemaran air laut yang berdampak pada gangguan keseimbangan ekosistem (Destilawaty, 2012). Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan alat tangkap berteknologi canggih juga semakin berkembang. Dampak dalam jangka panjang yaitu deplesi sumberdaya yang menuju tingkat over eksploitasi sumberdaya dan akan mempengaruhi aktivitas serta pendapatan nelayan pesisir Laut Utara Jawa.
(25)
Tabel 1.1 Estimasi potensi dan status tingkat eksploitasi sumberdaya ikan di Laut Jawa pada tahun 2011
No. Kelompok ikan Estimasi potensi (ton) Status tingkat eksploitasi
1. Ikan pelagis kecil 380.000 Over-exploited
- Ikan banyar Over-exploited
- Ikan kembung Over-exploited
- D. macrosoma Over-exploited
- D. Ruselli Over-exploited
2. Ikan demersal 375.200 Fully-exploited
- Ikan kurisi Moderate*
- Ikan kuniran Fully-exploited
- Ikan swanggi Moderate*
- Ikan bloso Fully-exploited
- Kakap merah Over-exploited
- Ikan kerapu Over-exploited
3. Ikan pelagis besar 55.000 -
4. Udang 11.900 Over-exploited
5. Ikan karang konsumsi 9.500 -
6. Cumi-cumi 5.000 -
7. Lobster 500 -
Total Estimasi Laut Jawa 836.300
Keterangan: * Laut Jawa > 40 m
Sumber: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor KEP.45/MEN/2011
Daerah pesisir Laut Utara Jawa yang termasuk dalam wilayah Jawa Barat juga mengalami permasalahan yang sama, salah satunya yaitu Kabupaten Subang yang memiliki kawasan pesisir cukup potensial. Pesisir di Kabupaten Subang terdiri dari Kecamatan Blanakan, Legonkulon, Sukasari dan Pusakanagara dengan garis pantai sepanjang 68 Km (Bappeda, 2014). Dari ketiga kecamatan tersebut, potensi terbesar hasil tangkapan ikan pada tahun 2013 berada di Kecamatan Blanakan dengan jumlah produksi sebesar 10.710,058 ton dan bernilai produksi Rp.156.701.982.000 atau berkontribusi sebesar 56,71% terhadap nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Subang. Jika dilihat dari jumlah nelayan, Blanakan merupakan kecamatan yang memiliki kelompok nelayan terbanyak se-Kabupaten Subang yaitu sebanyak 24 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 1.059 nelayan.
(26)
Tabel 1.2 Produksi perikanan tangkap menurut daerah pesisir Kabupaten Subang Tahun 2009-2013
Tahun Produksi perikanan tangkap (Ton) Nilai produksi perikanan tangkap (Rp.000)
Blanakan Legon kulon
Pusaka nagara
Blanakan Legon kulon
Pusaka nagara 2009 15.406,29 1.176,52 1,658,12 107.729,6 8.226,8 11.594,5 2010 10.346,37 4.223,52 3.637,71 89.055,1 36.353,4 31.621,1 2011 10.346,51 4223,58 3.637,76 89.606,9 37.559,6 32.670,2 2012 10.412,53 4.250,53 3.660,97 137.795,1 56.294,7 48.927,1 2013 10.710,06 4.371,98 3.765,58 156.701,9 63.967,7 55.640,5
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang, 2014
Dari total produksi Kecamatan Blanakan yang tertera di Tabel 1.2 besarnya produksi perikanan tangkap Teluk Blanakan adalah 7.502,2 ton atau berkontribusi sebesar 39,8% terhadap total produksi perikanan tangkap Kabupaten Subang. Pada umumnya, sumberdaya perikanan dikelola oleh berbagai kelembagaan yang terlibat secara langsung. Kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Induk Koperasi Perikanan Indonesia, Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia, institusi pendidikan, Koperasi Mina, kelompok nelayan, bakul dan juragan atau pengepul (Diniah, 2008). Dalam pelaksanaanya terdapat tumpang tindih kepentingan antar pihak, sehingga pengelolaan sumberdaya perikanan di Blanakan belum berjalan secara sinergis. Dampaknya dalam jangka panjang mengakibatkan terjadinya penurunan stok sumberdaya ikan di Blanakan sehingga pemanfaatannya tidak dapat berkelanjutan hingga masa mendatang. Saat ini telah terjadi degradasi sumberdaya ikan di Blanakan untuk jenis ikan kembung dan kurisi. Jenis sumberdaya ikan tersebut mengalami growth and recruitment overfishing karena diidentifikasi tertangkap pukat sebelum memijah. Identifikasi kedua jenis ikan tersebut dibuktikan dengan indikasi terjadinya biological overfishing untuk jenis ikan kembung dengan tingkat eksploitasi sebesar 60,67%. Akan tetapi tingkat eksploitasi untuk ikan kurisi lebih besar dengan persentase sebesar 66,24% pada tahun 2012 (Destilawaty, 2012).
(27)
1.2Perumusan Masalah
Sumberdaya perikanan di Laut Jawa bersifat common pool resource dengan kondisi hak kepemilikan bersama sehingga pemanfaatannya diperbolehkan untuk siapapun. Namun dalam ekstraksi sumberdaya perikanannya, telah terjadi pemanfaatan berlebih (over-exploitating) akibat banyaknya armada penangkapan, dan juga pelarangan penggunaan trawl tahun 1980 semakin memberikan tekanan yang signifikan (Mc.Elroy, 1991b). Lebih lanjut, Fauzi dan Anna (2010) mengkaji mengenai daerah pesisir Laut Utara Jawa yang telah mengalami kondisi tekanan sumberdaya yang signifikan akibat banyaknya jumlah armada tangkap. Hal tersebut diperkuat dengan penetapan status Laut Jawa dalam kondisi over-exploitate berdasarkan Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor KEP. 45/MEN/2011.
Sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan juga mengalami hal yang sama, berdasarkan hasil penelitian Destilawaty (2012) yaitu jenis ikan kembung dan kurisi telah mengalami kondisi biological overfishing dengan tingkat eksploitasi 60% sehingga melebihi dari tingkat maksimum lestari yaitu 50%. Hasil tangkapan yang didaratkan di Teluk Blanakan menunjukkan komposisi ikan belum matang gonad lebih banyak ditangkap dibandingkan ikan yang sudah matang gonad. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan yang ditangkap belum memijah sehingga telah terjadi growth and recruitment overfishing. Kemudian kondisi economic overfishing juga telah terjadi dimana effort aktual lebih besar dibandingkan effort optimum pada rezim Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Maximum Economic Yield (MEY). Selain hal tersebut, keadaan perikanan diperburuk dengan kondisi padatnya aktivitas nelayan perikanan tangkap, penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan, penurunan stok sumberdaya ikan serta belum efektifnya kelembagaan yang ada.
(28)
Berdasar dari latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kelembagaan dalam pengelolaan perikanan di Teluk Blanakan, Subang (lihat Gambar 1.1)
Pengelolaan sumberdaya ikan berbasis kelembagaan secara terpadu
di Teluk Blanakan, Subang
Analisis kelembagaan dalam pengelolaan perikanan di Teluk
Blanakan, Subang Over crowded nelayan perikanan tangkap Penurunan stok sumberdaya ikan Teknologi: alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan Belum efektifnya kontrol
kelembagaan (Formal& Informal Institution)
Didukung oleh hasil kajian bahwa:
1.Laut Jawa telah mengalami fenomena tragedy of the common (Mc.Elroy, 1991a) 2. Laut Jawa telah mengalami
over-exploitate (Mc.Elroy, 1991b)
3.Daerah pesisir Laut Utara Jawa mengalami significant pressure on fishing fleet (Fauzi
& Anna, 2010) 4. Status over-exploitate Laut Jawa pada KEP. 45/MEN/2011
Didukung oleh hasil penelitian di Blanakan, Subang bahwa: 1.Jenis ikan kembung dan kurisi
telah mengalami biological overfishing dengan tingkat eksploitasi lebih dari 60%. 2.Jenis ikan kembung dan kurisi
telah mengalami growth & recruitment overfishing (komposisi hasil tangkapan: ikan belum matang gonad lebih
banyak dibandingkan ikan matang gonad). 3. Jenis ikan kembung dan
kurisi telah mengalami economic overfishing (effort aktual > effort optimum MSY,
MEY). (Destilawaty, 2012) Overfishing dan
over-exploitate Laut Jawa
(29)
Berdasarkan uraian tersebut, rumusan permasalahan dari penelitian ini yaitu:
1. Siapa saja stakeholder yang terlibat dalam kelembagaan (existing institution) dan bagaimana tingkat kepentingannya serta pengaruhnya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan?
2. Bagaimana relevansi alokasi anggaran dinas terhadap permasalahan pemanfaatan berlebih (over-exploitating) sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan?
3. Bagaimana rekomendasi prioritas kebijakan yang dilakukan untuk memperbaiki tata kelola kelembagaan yang sesuai (hypothetical institution) dalam pengembangan pengelolaan perikanan yang lestari?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah pada sub-bab sebelumnya, maka tujuan umum penelitian ini adalah mengidentifikasi stakeholder dalam kelembagaan (existing institution) berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan. Beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Mengidentifikasi stakeholder yang terlibat dalam kelembagaan (existing institution) dan menganalisis tingkat kepentingan serta pengaruhnya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan.
2. Menganalisis relevansi alokasi anggaran dinas terhadap permasalahan pemanfaatan berlebih (over-exploitating) sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan.
3. Merumuskan rekomendasi prioritas kebijakan yang dilakukan untuk memperbaiki tata kelola kelembagaan yang sesuai (hypothetical institution) dalam pengembangan pengelolaan perikanan yang lestari.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa, selain sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir Skripsi guna memperoleh gelar S1 juga sebagai media untuk meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis
(30)
stakeholder kelembagaan (existing institution: formal and informal institution) dalam pengelolaan sumberdaya perikanan serta merumuskan kebijakan yang harus dilakukan untuk menata ulang kelembagaan yang ideal (hypothetical institution) agar dapat meningkatkan kelestarian sumberdaya perikanan.
2. Bagi Fakultas, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi ilmiah mengenai identifikasi dan analisis stakeholder kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya ikan serta rekomendasi kebijakan pengembangan perikanan kawasan pesisir yang lestari. 3. Bagi Stakeholder dalam kelembagaan yang terlibat (existing
institution), penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk meningkatkan keterpaduan pengelolaan dan pengembangan sumberdaya perikanan yang lebih lestari.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis sistem kelembagaan dalam pengelolaan perikanan di Teluk Blanakan yang dilihat dari keterlibatan stakeholder melalui tingkat pengaruh dan kepentingannya. Pemetaan keragaan kelembagaan yang diperoleh menjadi dasar dalam perumusan rekomendasi kebijakan yang harus dilakukan untuk mencapai output berupa pemetaan kelembagaan yang ideal (hypothetical institution) dalam peningkatkan kelestarian sumberdaya. Selain itu dilakukan analisis relevansi alokasi anggaran dinas terhadap pemanfaatan berlebih sumberdaya melalui dokumen laporan alokasi anggaran pada Dinas Kelautan dan Perikanan. Cakupan penelitian ini terfokus pada kebijakan dan anggaran dinas untuk pengembangan perikanan yang berkelanjutan.
(31)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Sumberdaya Perikanan
Sumberdaya alam pada umumnya diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu kelompok stock dan kelompok flows. Kelompok sumberdaya stock merupakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui atau terhabiskan. Selain itu, terdapat pula kelompok sumberdaya flows merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui karena dipengaruhi oleh regenerasi yang dipengaruhi oleh proses biologis dan reproduksi (Fauzi, 2006). Salah satu bentuk kelompok sumberdaya flows adalah sumberdaya perikanan yang memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri yang ditentukan oleh tingkat mortalitas dan reproduksi.
Definisi sumberdaya perikanan secara umum dikemukakan oleh Lackey (2005) dalam Fauzi (2010) sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga komponen yaitu biota perairan, habitat biota dan manusia sebagai pengguna sumberdaya dimana antar komponen mempengaruhi performa perikanan. Secara resmi definisikan perikanan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 yang diubah dalam Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang perikanan bahwa:
“Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra-produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.”
(Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Bab 1 Pasal 1 Ayat 1) Selanjutnya dijelaskan mengenai pengertian sumberdaya ikan bahwa:
“Sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan.”
(Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Bab 1 Pasal 1 Ayat 2) Ayat berikutnya menjelaskan mengenai pengertian ikan bahwa:
“Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.”
(32)
2.2Perikanan Tangkap
Definisi resmi mengenai perikanan tangkap yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014 mengenai usaha perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI):
“Usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada
kegiatan penangkapan ikan dan/ atau kegiatan pengangkutan ikan”
(Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014) Bab 1 Pasal 1 Ayat 2)
“Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan
yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/ atau mengawetkannya.”
(Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014) Bab 1 Pasal 1 Ayat 10)
“Pengangkutan ikan adalah kegiatan yang khusus melakukan
pengumpulan dan/ atau pengangkutan ikan.”
(Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014) Bab 1 Pasal 1 Ayat 11) Menurut Diniah (2008), perikanan tangkap merupakan suatu aktivitas ekonomi untuk memanfaatkan sumberdaya alam, khususnya kegiatan penangkapan dan pengumpulan berbagai jenis biota yang ada di perairan. Lebih lanjut, Fauzi (2005) mengungkapkan bahwa aktivitas ekonomi pada perikanan tangkap bersifat unik, karena sumberdaya ikan dan laut bersifat commoon pool resources. Karakteristik ini sering menimbulkan masalah eksternalitas di antara nelayan akibat proses produksi yang saling berkaitan, dimana hasil tangkapan dari satu nelayan akan tergantung pada tangkapan nelayan yang lain. Selain hal itu, tangkapan nelayan sangat bergantung dari kondisi sumberdaya ikan yang merupakan akumulasi dari eksternalitas berbagai aktivitas non-produksi nelayan, seperti kondisi sumberdaya perairan itu sendiri.
Pendapat mengenai perikanan yang dikemukakan oleh Nikijuluw (2005) bahwa perikanan pada umumnya bersifat terbuka aksesnya bagi siapapun (open
(33)
access), dan dapat berpartisipasi dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut tanpa harus memilikinya. Peran dari sumberdaya perikanan sebagai wadah bersama (common pool resources) dimana penangkapan ikan dilakukan secara bersama-sama yang memiliki sifat interkoneksitas, indivisibilitas, dan substraktibilitas. Sifat interkoneksitas yaitu sumberdaya perikanan memiliki keterkaitan antara suatu komponen dengan komponen lainnya (biotik dan abiotik). Sifat indivisibilitas artinya bahwa sumberdaya perikanan tidak mudah dibagi hak kepemilikannya, dan sifat substraktibilitas bermakna bahwa sumberdaya ikan yang pemanfaatan oleh satu pihak akan mempengaruhi pihak lain (Nikijuluw, 2005). Dampak dari pemanfaatan bersama ini mengakibatkan terjadinya penangkapan berlebih (overfishing) yang berakibat pada penurunan stok sumberdaya perikanan.
Perikanan tangkap diatur dalam kondisi open access yang menyebabkan sulitnya pengendalian faktor input, sehingga menjadi kendala dalam pengukuran seberapa besar kapasitas perikanan yang dialokasikan pada suatu wilayah perairan. Kondisi ini menyulitkan penentukan apakah perikanan dalam keadaan kelebihan kapasitas (over capacity), dibawah kapasitas (under capacity) atau sudah efisien. Kegagalan dalam pengukuran kapasitas perikanan ini yang mengakibatkan sulitnya mengatasi masalah perairan. Apakah kondisi perairan telah terjadi overfishing, apakah Malthusian overfishing, biological overfishing, recruitment overfishing atau economic overfishing (Fauzi, 2005).
2.3Wilayah Pengelolaan Perikanan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2009 mengenai Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) yang dimutakhirkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMEN-KP/2014 menjelaskan bahwa WPP-NRI merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Wilayah Pengelolaan Perikanan di Indonesia dibagi menjadi dua kategori wilayah yaitu perairan dangkal dengan kedalaman kurang dari 200 meter
(34)
(≤ 200 m) dan perairan dalam dengan kedalaman lebih dari 200 meter (≥ 200 m). Cakupan kawasan untuk setiap WPP-NRI disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kategori pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI)
Perairan dangkal (≤ 200 m) Perairan dalam (≥ 200 m) WPP 571 Perairan Selat Malaka dan
Laut Andaman
WPP 572 Perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda
WPP 711 Perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan
WPP 573 Perauran Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor Bagian Barat WPP 712 Perairan Laut Jawa WPP 714 Perairan Teluk Tolo dan
Laut Banda WPP 713 Perairan Selat Makasar,
Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
WPP 715 Perairan Teluk Tomini, laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Laut Berau
WPP 718 Perairan Laut Aru, laut Arafura dan Laut Timor Bagian Timur
WPP 716 Perairan Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera
WPP 717 Perairan Teluk Cendra- wasih dan Samudera Pasifik
Sumber: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.01/MEN/2009
Lebih lanjut, Forum Koordinasi Pengelolaan Penangkapan Sumberdaya dibawah koordinasi dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menetapkan batas Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Jawa (WPP 712) yaitu:
Sebelah utara: Berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan posisi garis batas selatan WPP 711 (garis yang menghubungkan posisi 4˚LS # 106˚BT dengan 3˚LS # 111˚BT)
Sebelah timur: Berbatasan dengan garis bujur 125˚30’BT, garis
lintang 1˚15’LU dari Pantai Timur Kalimantan sampai Sulawesi,
garis lintang 3˚30’LS dari Sulawesi sampai dengan garis bujur
116˚55’BT
(35)
Sebelah Barat: Pantai Timur Sumatera
2.4Overfishing
Definisi overfishing adalah jumlah penangkapan ikan melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan dalam suatu daerah tertentu. Lebih spesifiknya overfishing dikategorikan menjadi beberapa tipe (Fauzi, 2005) yaitu:
Recruitment overfishing adalah situasi dimana populasi ikan dewasa ditangkap sedemikian rupa sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan reproduksi untuk memperbaharui spesiesnya lagi.
Growth overfishing terjadi ketika stok ikan yang ditangkap memiliki rata-rata ukuran yang lebih kecil daripada ukuran yang seharusnya untuk berproduksi pada tingkat yield per recruit yang maksimum.
Economic overfishing terjadi ketika rasio biaya per harga terlalu besar dan jumlah input yang dibutuhkan lebih besar daripada jumlah input yang dibutuhkan untuk berproduksi pada tingkat rente ekonomi yang maksimum (maximum economic rent).
Sumber: Peraturan Menteri No.18/PERMEN-KP/2014
(36)
Malthusian overfishing terjadi ketika nelayan skala kecil tidak memiliki alternatif pekerjaan memasuki industri perikanan namun menghadapi hasil tangkap yang menurun dan memicu destruksi ekosistem secara keseluruhan.
2.5Common Pool Resources: Appropriate and Provision Problem
Ostrom et al (1994) mengklasifikasikan beberapa tipe barang dan jasa atau layanan yang diklasifikasikan berdasarkan pelarangan dan pemanfaatan sumberdaya (lihat Gambar 2.3).
Sumber: Ostrom et al, 1994
Gambar 2.2 Klasifikasi barang
Berdasarkan klasifikasi dalam gambar tersebut, Ostrom et al (1994) mendefinisikan common pool resources merupakan tipe barang atau jasa atau layanan sumberdaya yang memiliki sifat substaktibilitas yang tinggi dan pengecualian dalam pemanfaatan sulit untuk dibatasi. Selanjutnya, Ostrom et all (1994) mengklasifikasikan permasalahan yang terjadi pada common pool resources
(CPR’s) menjadi dua permasalahan yaitu permasalahan apropriasi dan
permasalahan pengalokasian.
Pertama, permasalahan apropriasi merupakan permasalahan yang terkait dengan pembatasan dalam penggunaan manfaat potensial. Secara spesifik permasalahan terkait dengan aspek aliran sumberdaya. Eksternalitas apropriasi merupakan masalah eksternalitas yang mencerminkan keterkaitan produksi antara satu pihak dengan pihak yang lain. Assignment problem merupakan permasalahan yang timbul akibat meningkatnya heterogenitas pemanfaatan sumberdaya, sedangkan technological externalities merupakan peningkatan keragaman
Rendah Tinggi
Pemanfaatan
Sulit
Mudah Pelarangan
Barang Publik
Toll Goods Barang Privat Common-Pool
(37)
teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya yang menimbulkan eksternalitas negatif (lihat Gambar 2.4).
Kedua, permasalahan pengalokasian sebagai merupakan permasalahan yang dikaitkan dengan maksimisasi nilai yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya serta pertimbangan pengelolaan sumberdaya agar tetap dapat menghasilkan manfaat (lihat Gambar 2.5).
Sumber: Ostrom et al, 1994
Gambar 2.4Kerangka permasalahan pengalokasian
2.6Alat Tangkap Yang Dilarang Pemerintah
Pada tanggal 1 Juli 1980 pengggunaan jaring trawl resmi dihapuskan melalui Keputusan Presiden Nomor Keppres/No.39/1980. Pertimbangan penghapusan penangkapan menggunakan jaring trawl yaitu untuk melaksanakan pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar dan mendorong peningkatan
Permasalahan pengalokasian
Demand side Supply side
Maksimisasi net present value Penyediaan sumberdaya
Kelangkaan Pengaturan sumberdaya
Sumber: Ostrom et al, 1994
Gambar 2.3 Kerangka permasalahan apropriasi Peningkatan heterogenitas
dalam distribusi spasial
Peningkatan heterogenitas dalam teknologi
Assignment problem Technological externalities Permasalahan apropiasi pemanfaatan
Eksternalitas apropriasi (Biaya > Manfaat)
(38)
produksi yang dihasilkan nelayan tradisional serta menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial. Keputusan Presiden Nomor Keppres/No.39/1980 berisi sembilan pasal yang membahas keputusan penghapusan penggunaan jaring trawl.
Berkaitan dengan peraturan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan regulasi terkait alat tangkap yaitu Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor Kep.06/MEN/2010 tentang alat penangkapan ikan di WPPNRI Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor Per.02/MEN/2011 tentang jalur penangkapan ikan dan penempatannya pada WPPNRI. Lalu diubah menjadi Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor Per.08/MEN/2011 dan diubah dalam Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor Per.05/MEN/2012. Dan pada tahun 2015, KKP menerbitkan Peraturan Menteri yang berisi pelarangan penggunaan alat tangkap trawl dan seine net di seluruh WPPNRI. Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa:
“Setiap orang dilarang menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela
(trawl) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine net) di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia”
(Peraturan Menteri Nomor 2/PERMEN-KP/2015 pasal 2) Peraturan Menteri ini secara resmi menyatakan tidak berlakunya peraturan sebelumnya yang mengatur alat tangkap di WPP-NRI, sekaligus mencabut lisensi alat tangkap hingga masa berlaku Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) habis. Selanjutnya ketentuan jenis alat tangkap pukat hela (trawl) diatur dalam pasal 3, yang terdiri atas pukat hela kembar berpapan (otter trawl), pukat dorong, pukat hela dasar (bottom trawl) dan pukat hela pertengahan (midwater trawl). Serta jenis-jenis alat tangkap pukat tarik (seine net) diatur dalam pasal 4 terdiri atas pukat tarik pantai (beach seine) dan pukat tarik kapal (boat/ vessel seine).
2.7Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Definisi pengelolaan perikanan yang tercantum dalam UU No. 45 Tahun 2009 pada pasal 1 yaitu semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari
(39)
perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan yang tercantum pada pasal 2 yaitu meningkatkan taraf hidup nelayan, meningkatkan penerimaan negara, mendorong perluasan dan ketersediaan konsumsi protein, mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya, meningkatkan produktivitas dan ketersediaan bahan baku ikan, mencapai pemanfaatan sumberdaya dan menjamin kelestarian sumberdaya.
2.8Kelembagaan
2.8.1 Kelembagaan dalam Perikanan
Kelembagaan perikanan berperan penting dalam mengatur mekanisme alokasi sumberdaya yang bersifat khas. Organisasi dalam kelembagaan perlu dibedakan secara jelas karena memiliki peran yang berbeda. Beberapa tipe kelembagaan dapat berbentuk organisasi dan non-organisasi. Bentuk kelembagaan organisasi misalnya koperasi, unit usaha sedangkan bentuk kelembagaan non-organisasi misalnya mata uang, produk hukum dan perundang-undangan. Selain itu juga terdapat organisasi yang bukan merupakan lembaga, misalnya organisasi akar rumput (grass-root).
Fauzi (2005) mengemukakan bahwa hak kepemilikan merupakan salah satu hal yang mendasar yang menjadi jantung kelembagaan dan biaya transaksi. Jika hak kepemilikan sudah teridentifikasi secara jelas dan biaya transaksi nihil, maka eksternalitas yang terjadi akibat interaksi pelaku ekonomi dapat diinternalisasikan melalui kesepakatan. Teori Coase dijadikan pendekatan dalam penghapusan eksternalisasi melalui pendekatan pajak atau Pigouvian Tax. Dalam sistem perikanan, eksternalitas merupakan masalah yang sangat umum misalnya eksternalitas yang berupa space interception, time interception, mobility interception, information externality, interspecies externality, stock externality dan technological externality (Fauzi, 2010). Oleh sebab itu, instrumen-instrumen pendukung yang mengarah pada penentuan kejelasan hak kepemilikan dan minimalisasi biaya transaksi harus ditonjolkan dalam mengatasi eksternalitas pada sumberdaya perikanan.
(40)
Selanjutnya, Fauzi (2005) menyatakan bahwa pengembangan kelembagaan perikanan sangat membutuhkan alat evaluasi kelembagaan baru melalui paradigma transaksi biaya. Tujuan dalam hal ini untuk mencari alternatif kesepakatan pelaksanaan kelembagaan, seperti kontrak, relasi dan bentuk lainnya yang dapat meminimalisasi biaya transaksi sangat pentinguntuk ditanggapi. Paradigma biaya transaksi akan memberikan pandangan baru yang bermanfaat bagi kebijakan pembangunan perikanan. Komponen-komponen kelembagaan yang mendukungnya misalnya biaya transaksi, kepercayaan (trust), dan hubungan antar pihak, kontrak formal dan informal, ketidaksempurnaan informasi dan stategi berkelompokakan menjadi sangat vital.
2.8.2 Konsep Biaya Transaksi dalam Pengelolaan Perikanan
Kelembagaan dalam pengelolaan perikanan tersebut bertujuan dalam meningkatkan kesetaraan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan (equity). Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya melalui ko-manajemen perikanan diharapkan dapat dapat efektif dalam mengatasi permasalahan pemanfaatan berlebih ( over-exploitate), mengatur akses sumberdaya, mewujudkan pemerataan hasil pemanfaatan sumberdaya, melibatkan partisipasi nelayan dan menyelesaikan konflik antar pemanfaat sumberdaya. Fungsi sistem pengelolaan ini yaitu memberikan kontrol antar stakeholder dalam kelancaran pelaksanaan pengelolaan, penegakkan hukum dan pemberian wewenang dalam proses pembuatan keputusan. Realisasi dari fungsi dan tujuan tersebut menimbulkan konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan oleh stakeholder terlibat berupa biaya transaksi. Definisi biaya transaksi perikanan dalam ko-manajemen perikanan yang dikemukakan oleh Abdullah et.al (1998) yaitu biaya yang ditanggung pihak-pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk menghindari penangkapan berlebih dan mengelola sumberdaya pesisir dengan melibatkan nelayan dalam pelaksanaan pengelolaan perikanan. Lebih lanjut lagi, Abdullah et.al (1998) mengklasifikasikan biaya transaksi menjadi tiga, yaitu:
1. Biaya Informasi
Keberhasilan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya bergantung pada ketersediaan informasi sumberdaya perikanan yang menentukan proses
(41)
pengambilan keputusan para pemanfaat sumberdaya. Biaya tersebut muncul akibat adanya ketidaksempurnaan informasi yang cenderung memunculkan perilaku oportunis untuk memaksimalkan kesejahteraan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan.
2. Biaya Pengambilan Keputusan
Biaya pengambilan keputusan terdiri atas penentuan kesepakatan solusi dalam permasalahan sumberdaya perikanan, pengikutsertaan stakeholder dalam rapat pembahasan pengelolaan, pembuatan kebijakan, pembuatan aturan dan regulasi, pelaksanaan koordinasi hasil keputusan dan sosialisasi hasil keputusan pada seluruh stakeholder terlibat.
3. Biaya Operasional Bersama
Pelaksanaan kelembagaan pengelolaan perikanan membutuhkan biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan kesetaraan dalam pemanfaatan sumberdaya, perlindungan sumberdaya dan penguatan aturan dalam pemanfaatan sumberdaya (Lihat Gambar 2.7)
ggggggggggggggggggg
Transaction cost in fisheries co-management
Information cost Collective fisheries
decision-making cost Collective operational cost
Resource maintenance
cost Resource distibution cost Monitoring, enforcement
and compliance cost
Dealing with fisheries problem
Participating in meetings
Making policies (rules)
Communicating decision
Coordinating with local and central authorities
Knowledge of the resource
Searching, acquisition and organizing information
Strategic and free riding
Monitoring fisheries rules
Catch record management
Monitoring fishing area
Fishing inputs
Conflict resolution
Sanctions for rules violation
Fishing right protection
Stock enhancement
Resource evaluation
Fishing right distribution
Participatory cost
Sumber: Abdullah et al, 1998
(42)
Implementasi ko-manajemen pengelolaan sumberdaya perikanan melibatkan berbagai aturan, liabilitas, regulasi, dan motif pemanfaatan sumberdaya yang berbeda-beda. Hal ini merupakan dampak dari pelaksanaan ko-menejemen melibatkan seluruh stakeholder yang terlibat dalam pemanfaatan, pengaturan dan pengalokasian sumberdaya perikanan. Maka perhitungan biaya transaksi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi sistem pengelolaan melalui nilai net benefit (Abdullah et.al, 1998).
2.9Kebijakan Perikanan
Muhammad (2011) mengemukakan bahwa kebijakan perikanan diperlukan untuk menciptakan peguatan aturan dalam mengatasi kepemilikan bersama pada sumberdaya perikanan sehingga pengelolaan stok ikan dan pemanfaatannya dapat diatur secara adil dan merata. Dua kebijakan perikanan yang berupa penguatan aturan dan pembatasan (Zulbainarni, 2012). Penguatan aturan dilakukan untuk mengatasi penangkapan ikan dalam jumlah sangat besar untuk jenis ikan yang harganya mahal, sedangkan pembatasan dilakukan untuk mengatasi penangkapan ikan yang melebihi tingkat penangkapan lestari. Lebih lanjut, Fauzi (2010) menjelaskan beberapa regulasi pengelolaan perikanan yang dapat menciptakan pemanfaatan yang berkelanjutan. Regulasi tersebut terdiri atas perizinan, pajak terhadap input dan output, pembatasa kuota, penerapan instrumen pengendalian stok ikan dan penetapan instrumen insentif – disinsentif.
Implementasi otonomi daerah seharusnya dapat meningkatkan kualitas kebijakan perikanan dalam pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan. Kebijakan perikanan tersebut dapat direalisasikan melalui pemeliharaan, pertahanan, dan peningkatan daya dukung sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. Selain hal tersebut, daerah juga harus meningkatkan upaya penegakkan hukum, peningkatan mutu serta diversifikasi produk perikanan. Dalam mewujudkannya, diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah agar implementasi kebijakan perikanan dapat berjalan secara sinergis (Zulbainarni, 2012).
(43)
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian dijadikan sebagai bahan untuk menambah literatur dalam penulisan penelitian ini.
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu yang relevan
1. Tesis: Analisis ekonomi kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya ikan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi (Suhana, 2008)
Tujuan 1.Menganalisis peran kelembagaan yang terlibat
2.Menganalisis tatanan kelembagaan pengelolaan perikanan 3.Menganalisis ekonomi sistem kelembagaan
4.Membuat desain kelembagaan pengelolaan perikanan
Metode Analisis aktor, analisis tata kelola, analisis biaya transaksi, analisis keefektifan biaya, game theory, analisis konflik pengelolaan sumberdaya
Kesimpulan 1.Aktor yang terlibat: DKP Jawa Barat, DKP Sukabumi, PPN Palabuhanratu, Perguruan Tinggi, HNSI Pengelola Rumpon, TPI, Bakul, Juragan, Pokmaswas, dan Polair.
2.Tipe tatanan kelembagaanya ko-manajemen instruktif.
3.Biaya transaksi pengelolaan sumberdaya ikan yang dikeluarkan pemerintah lebih besar daripada nelayan namun dalam jangka 5 tahun nilai cost effectiveness analysis (CEA) pemerintah jauh lebih tinggi dibandingkan nelayan.
4.Format kelembagaan yang direkomendasikan harus melibatkan masyarakat, pemerintah, pihak swasta dan perguruan tinggi. 2.Tesis: Model pengelolaan perikanan pelagis kecil dan demersal berbasis ekologi-ekonomi di Pantai Utara Blanakan, Subang (Destilawaty, 2012)
Tujuan 1.Mengestimasi tingkat eksploitasi sumberdaya ikan 2.Menganalisis kondisi stok terhadap gejala overfishing 3.Membuat model bioekonomi dan ekologi-ekonomi 4.Memberikan alternatif kebijakan pengelolaan perikanan
Metode Analisis surplus produksi, analisis optimasi statik, analisis optimasi dinamik, estimasi parameter biologi, analisis laju degradasi dan depresiasi
Kesimpulan 1.Jenis ikan kembung dan kurisi telah mengalami biological overfishing, growth & recruitment overfishing, dan economic overfishing.
4.Alternatif kebijakan pengelolaan perikanan di Blanakan yaitu: regulasi pemanfaatan optimal, regulasi rasionalisasi upaya tangkapan, penetapan kuota produksi, monitoring, controlling dan law enforcement.
(44)
Tabel 2.2 Lanjutan
3.Skripsi: Analisis kelembagaan dan biaya transaksi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan, Pandeglang (Hutabarat, 2012)
Tujuan 1.Menganalisis stakeholder pengelolaan perikanan 2.Mengidentifikasi aturan pengelolaan perikanan 3.Mengestimasi biaya transaksi pengelolaan perikanan
Metode Analisis stakeholder, analisis konflik pengelolaan sumberdaya perikanan, analisis peraturan, analisis biaya transaksi
Kesimpulan 1.Stakeholder terlibat terdiri dari 12 pihak yang dikelompokkan menjadi subject, players, bystanders dan actors.
2.Kepatuhan stakeholder terhadap aturan formal rendah karena kurangnya sosialisasi dan sistem hukum yang kurang optimal. 3.Total biaya transaksi pengelolaan perikanan yang dikeluarkan
oleh pemerintah lebih besar daripada nelayan.
4.The Java Sea Purse Seine Fishery: A Modern-day ‘Tragedy of The Common (Elroy, 1991a)
Tujuan 1.Menganalisis dampak penggantian trawl menjadi purse seine terhadap stok ikan
2.Menguji perkembangan pendapatan alat tangkap purse seine 3.Merumuskan skenario untuk kebijakan pengelolaan perikanan Metode Methods of fishing, production and productivity of purse seine
fleet
Kesimpulan 1.Dampak penggantian trawl menjadi purse seine terhadap stok ikan di Laut Jawa yaitu meningkatnya jumlah armada tangkap sebesar 76,55% dalam waktu 3 tahun (1984-1987).
2.Total pendapatan tertinggi berada pada tahun 1986 dengan nilai 23,15 miliar, rata-rata tangkapan 266 ton/kapal/tahun, rata-rata harga ikan Rp.344/Kg, rata-rata pendapatan anak buah kapal Rp.912.000/trip
3.Skenario kebijakan pengelolaan perikanan di masa mendatang yaitu penyesuaian alat tangkap dengan musim dominan ikan, pelarangan pengembangan teknologi alat tangkap tak ramah lingkungan, penciptaan lapangan pekerjaan non-nelayan, peningkatan pengolahan hasil tangkapan, stabilisasi harga ikan dan rasionalisasi penangkapan ikan.
(45)
Tabel 2.2 Lanjutan
5.Conference Report: Managing The Indonesian Small Pelagic Fishery (Elroy, 1991b)
Tujuan Mengintroduksi pengimplementasian limitation scheme dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Indonesia
Metode Metode Delphi
Kesimpulan Pembatasan hasil tangkapan perlu dilakukan untuk mengatur stok ikan pelagis kecil dan demersal di Laut Jawa dan kapal purse seine diizinkan untuk memperoleh hasil tangkapan berdasarkan kuota tertentu.
6.The Java Sea small-scale fisheries in changing environment: Experiences from Indonesia (Fauzi dan Anna, 2010)
Tujuan Menunjukkan dampak perbedaan rezim pengelolaan sentralisasi dengan desentralisasi terhadap perikanan dan kehidupan sosial ekonomi.
Metode Growth analysis, Rap-fish analysis, Coppock Instability Index (CII)
Kesimpulan Adanya perubahan rezim pengelolaan sumberdaya mengakibatkan semakin tertekannya sumberdaya dan ekosistem pendukung serta terjadi.
7. Growth and instability of small pelagic fisheries of The North Coast Of Java, Indonesia: Lesson learned for fisheries policy (Fauzi dan Anna, 2012) Tujuan Membuktikan dampak perubahan pengelolaan sumberdaya alam terhadap ketidakstabilan dan pertumbuhan ikan pelagis kecil di Laut Utara Jawa.
Metode Coppock Instability Index (CII), Growth analysis, Rap-fish analysis
Kesimpulan Perubahan pengelolaan perikanan mengakibatkan penurunan ikan pelagis yang didaratkan dan ketidakstabilan pertumbuhan ikan cenderung tinggi.
(46)
(47)
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1Kerangka Pemikiran
Sumberdaya perikanan di Laut Jawa telah terindikasi mengalami fenomena tragedy of the common (Mc.Elroy, 1991a) karena terjadi pemanfaatan berlebih sumberdaya perikanan akibat banyaknya armada penangkapan yang melebihi daya dukung alam, dan juga pelarangan penggunaan trawl tahun 1980 semakin memberikan tekanan yang signifikan (Mc.Elroy, 1991b). Lebih lanjut, Fauzi dan Anna (2010) mengkaji mengenai daerah pesisir Laut Utara Jawa yang telah mengalami kondisi tekanan sumberdaya akibat banyaknya jumlah armada tangkap. Hal tersebut diperkuat dengan penetapan status Laut Jawa dalam kondisi over exploitate berdasarkan Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor KEP. 45/MEN/2011.
Sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan juga mengalami hal yang sama, berdasarkan hasil penelitian Destilawaty (2012) yaitu jenis ikan kembung dan kurisi telah mengalami kondisi biological overfishing dengan tingkat eksploitasi 60% sehingga melebihi dari tingkat maksimum lestari yaitu 50%. Hasil tangkapan yang didaratkan di Teluk Blanakan menunjukkan komposisi ikan belum matang gonad lebih banyak ditangkap dibandingkan ikan yang sudah matang gonad. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan yang ditangkap belum memijah sehingga telah terjadi growth and recruitment overfishing. Kondisi economic overfishing juga telah terjadi dimana effort aktual lebih besar dibandingkan upaya (effort)optimum pada rezim Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Maximum Economic Yield (MEY). Hal ini diperburuk dengan kondisi banyaknya penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan menyebabkan penurunan stok sumberdaya ikan. Dari sisi tata kelola kelembagaan belum efektif dalam mengelola sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.
Pengelolaan sumberdaya ikan melibatkan stakeholder dalam kelembagaan yang terlibat (existing institution). Setiap pihak yang terlibat dianalisis
(48)
menggunakan Analisis Stakeholder dengan cara mengidentifikasi tingkat kepentingannya dan pengaruhnya. Selanjutnya dilakukan estimasi besarnya biaya transaksi pengelolaan yang dikeluarkan stakeholder dan juga dilakukan analisis kesenjangan alokasi anggaran dinas. Nilai estimasi yang diperoleh dijadikan dasar perumusan alternatif kebijakan yang dapat menata ulang kelembagaan pengelolaan (hypothetical institution) dalam upaya peningkatan kelestarian sumberdaya perikanan. Secara skematis, kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Estimasi biaya transaksi pengelolaan
Identifikasi tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder
Identifikasi relevansi alokasi anggaran dinas terhadap permasalahan pemanfaatan berlebih perikanan
Relevansi aturan kelembagaan dengan permasalahan perikanan
tangkap
Rekomendasi kebijakan kelembagaan pengelolaan perikanan yang lestari
(hypothetical institution) Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan
Analisis Stakeholder (existing institution)
Analisis Kesenjangan (gap analysis)
(49)
METODE PENELITIAN
4.1Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Teluk Blanakan, Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan daerah pesisir Pantai Utara Jawa Barat yang memiliki kontribusi hasil perikanan tangkap terbesar se-Kabupaten Subang. Pelaksanaan pengambilan data dilakukan pada bulan Februari – Maret 2015.
4.2Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sumber data utama dalam penelitian yang diperoleh melalui wawancara (indepth interview) dan observasi kondisi pengelolaan. Data sekunder dugunakan sebagai data penunjang yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Subang, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Perikanan, Badan Pusat Statistik, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa dan KUD Mina Fajar Sidik. Secara lebih jelas, matriks bentuk, jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Matriks bentuk, jenis dan sumber data Kelompok
data
Data yang diperlukan
Bentuk data Jenis data Sumber data Primer Sekunder
1.Keadaan Umum Lokasi a.Kondisi Geografis Informasi kondisi geografis Blanakan √ Pemerintah setempat DKP, KUD Mina b.Kondisi Sosial Ekonomi Informasi keadaan ekonomi dan sosial masyarakat √ Pemerintah setempat, BPS
(50)
Tabel 4.1 Lanjutan Kelompok
data
Data yang diperlukan
Bentuk data Jenis data Sumber data Primer Sekunder
c.Keadaan Perikanan Informasi kondisi perikanan, produksi, jenis dan jumlah kapal, jenis alat tangkap √ Pemerintah setempat, DKP, BPS, KUD Mina 2.Stakeholder dalam Kelembaga-an Stakeholder terlibat dalam pengelolaan perikanan Identifikasi stakeholder, tingkat kepentingan dan pengaruhnya √ Key-person 3.Biaya Transaksi Biaya transaksi pengelolaan perikanan Biaya informasi, pengambilan keputusan dan operasional bersama
√ √ Kelompok
nelayan, DKP 4. Analisis kesenjangan Laporan alokasi anggaran dinas
Visi, misi dan realisasi program bidang perikanan tangkap √ DKP 5.Prioritas Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi kebijakan menurut key person Alternatif kebijakan untuk menata ulang kelembagaan pengelolaan perikanan secara berkelanjutan
√ √ key person,
Studi pustaka
Sumber: Data Primer (diolah), 2015
4.3Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian menggunakan beberapa cara yaitu observasi, wawancara dan pencatatan. Observasi dilakukan dengan mengumpulkan data dari pengamatan langsung yang dilakukan di lokasi penelitian. Wawancara dilakukan dengan mengumpulkan data serta informasi yang diperoleh melalui kuesioner (lihat Lampiran 1 dan 3).Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling
(51)
dengan menggunakan teknik pemilihan responden snowball sampling melalui wawancara (indepth interview). Kriteria pemilihan responden adalah seluruh pihak yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan yang ditunjang berdasarkan arahan dari key person dengan jumlah responden sebanyak 74 orang.
4.4Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdapat 4 metode (lihat Tabel 4.2). Jumlah responden yang digunakan untuk analisis stakeholder, gap analysis, analisis biaya transaksi berjumlah 40 responden sedangkan untuk Regulatory Impact Assessment (RIA) berjumlah 34 responden, maka jumlah total responden sebanyak 74. Tujuan tiap metode analisis dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Matriks tujuan, jenis data dan metode analisis
No. Tujuan Jenis
data
Metode analisis 1 a.Mengidentifikasi stakeholder
terlibat dalam pengelolaan perikanan di Blanakan
Primer Analisis stakeholder (tingkat kepentingan dan pengaruh
stakeholder) b.Mengestimasi biaya transaksi
dalam ipengelolaan perikanan di Teluk iBlanakan
Primer dan sekunder
Analisis Biaya Transaksi 2 Menganalisis relevansi alokasi
anggaran dengan permasalahan pemanfaatan berlebih perikanan
Sekunder Analisis Kesenjangan (Gap Analysis) 3 Merekomendasikan prioritas
kebijakan kelembagaan yang sesuai (hypothetical institution)
Primer dan Sekunder
Regulatory impact assessment (RIA)
Sumber: Data Primer (diolah), 2015 4.4.1 Analisis Stakeholder
Analisis stakeholder menurut Hermans dan Thissen (2008) merupakan analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya. Tujuan akhirnya yaitu identifikasi multi-stakeholderyang kompleks dan mengetahui klasifikasi stakeholder yang paling terlibat dalam
(52)
pengelolaan sumberdaya alam. Hasil analisis ini hanya menjadi analisis awal dalam penelitian dan akan menjadi input untuk menentukan analisis berikutnya. Tahapan yang dilakukan dalam menganalisis stakeholderyaitu:
1. Identifikasi stakeholderyang terlibat dan perannya
2. Mengklasifikasikan stakeholderberdasarkan kepentingan dan pengaruhnya 3. Mendefinisikan hubungan antar stakeholder
Pendapat Hermans dan Thissen (2008) mengenai fokus metode dalam analisis stakeholder tercantum dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Fokus metode dalam analisis stakeholder Analisis stakeholder
1.Kerangka Mengkaji koordinasi dan kerjasama antar stakeholder 2.Asumsi dasar Setiap stakeholder yang terkait, memiliki kepentingan dan
pengaruh dalam tingkatan yang berbeda 3.Model Tabel dan matriks klasifikasi stakeholder
4.Isi Menghasilkan kepentingan dan pengaruh secara spesifik 5.Kebutuhan informasi Identifikasi stakeholder, kepentingan dan pengaruhnya 6.Sumber informasi Stakeholder penting, dokumen dan hasil interview
Sumber: Hermans dan Thissen, 2008
Stakeholder dipetakan dalam matriks berdasarkan kepentingan masing-masing sesuai panduan penilaian seperti pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Penilaian tingkat kepentingan
No. Variabel Indikator Skor
1 Keterlibatan Terlibat seluruh proses 5
Terlibat 3 proses 4
Terlibat 2 proses 3
Terlibat 1 proses 2
Tidak terlibat 1
2 Manfaat pengelolaan Mendapat 4 manfaat 5
Mendapat 3 manfaat 4
Mendapat 2 manfaat 3
Mendapat 1 manfaat 2
Tidak mendapat manfaat 1 3 Sumberdaya yang disediakan Menyediakan semua sumberdaya 5 Menyediakan 3 sumberdaya 4 Menyediakan 2 sumberdaya 3 Menyediakan 1 sumberdaya 2 Tidak menyediakan sumberdaya 1
(53)
Tabel 4.4 Lanjutan
4 Prioritas pengelolaan Sangat menjadi prioritas 5
Prioritas 4
Cukup menjadi prioritas 3 Kurang menjadi prioritas 2 Tidak menjadi prioritas 1 5 Ketergantungan terhadap
sumberdaya
Ketergantungan 81-100% 5
Ketergantungan 61-80% 4
Ketergantungan 41-60% 3 Ketergantungan 21-40% 2
Ketergantungan ≤20% 1
Sumber: Hutabarat, 2012
Stakeholder yang telah diwawancarai dipetakan dalam matriks berdasarkan pengaruhnya sesuai panduan penilaian seperti Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Penilaian tingkat pengaruh
No. Variabel Indikator Skor
1 Aturan/ kebijakan pengelolaan Terlibat dalam semua proses 5 Terlibat dalam 3 proses 4 Terlibat dalam 2 proses 3 Terlibat dalam 1 proses 2
Tidak terlibat 1
2 Peran dan partisipasi Berkontribusi pada semua point 5 Berkontribusi dalam 3 poin 4 Berkontribusi dalam 2 poin 3 Berkontribusi dalam 1 poin 2
Tidak berkontribusi 1
3 Kemampuan dalam berinteraksi Berinteraksi dalam semua poin 5 Berinteraksi dalam 3 poin 4 Berinteraksi dalam 2 poin 3 Berinteraksi dalam 1 poin 2 Tidak berinteraksi apapun 1 4 Kewenangan dalam pengelolaan Kewenangan dalam semua
proses
5 Kewenangan dalam 3 proses 4 Kewenangan dalam 2 proses 3 Kewenangan dalam 1 proses 2 Tidak memiliki kewenangan 1
(54)
Tabel 4.4 Lanjutan
No. Variabel Indikator Skor
5 Kapasitas sumberdaya yang disediakan
Semua sumberdaya 5
3 sumberdaya 4
2 sumberdaya 3
1 sumberdaya 2
Tidak menyediakan sumberdaya apapun
1
Sumber: Hutabarat, 2012
Setelah hasil dari matriks tersebut diketahui skornya, maka pengaruh dan kepentingan stakeholder diplotkan dalam aktor grid berikut (Gambar 4.1). Sumbu vertikal merupakan kepentingan stakeholder, sedangkan sumbu horizontal merupakan pengaruh stakeholder. Hasil tersebut dianalisis berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya yang dikelompokkan menjadi 4 kuadran yaitu subject, players, bystanders, dan actors. Kemudian keragaan kelembagaan tersebut dianalisis motif pengelolaannya dari masing-masing pihak. Lebih lanjut lagi, penentuan stakeholder yang berada di atas garis merah (red line) dalam aktor grid merupakan pihak yang seharusnya dilibatkan dalam kebijakan pengelolaan perikanan.
Subject (Kuadran I)
Players (Kuadran II)
Actors (Kuadran IV) Bystanders
(Kuadran III) K
e p e n t i n g a n
Tinggi
Tinggi Pengaruh
Sumber: Hutabarat, 2012
(1)
137
137
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) DKP Subang Tahun 2014
Program Perikanan Tangkap
Pagu
Anggaran
Jumlah
Pencapaian
(%)
Ekspektasi
(%)
Gap
(%)
1.Pengembangan perikanan tangkap
Pengembangan PPI
576.000.000
572.381.000
99,4
100
0,6
Pengadaan sarana perikanan tangkap
872.074.000
864.374.000
99,1
100
0,9
Pendampingan dan pembinaan PUMP perikanan tangkap
75.000.000
74.980.000
100,0
100
0,0
Sosialisasi sertifikasi hak tanah nelayan
50.000.000
49.990.000
100,0
100
0,0
Pembinaan dan pemberdayaan nelayan kecil
75.000.000
74.625.000
99,5
100
0,5
2.Konservasi dan rehabilitasi kelautan dan perikanan
Operasi terpadu pengawasan di laut
50.000.000
49.849.000
99,7
100
0,3
Pengembangan sarpras pengawasan
400.000.000
397.275.000
99,3
100
0,7
3.Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir
160.000.000
159.400.000
99,6
100
0,4
(2)
138
Responden Jml Jml Jml Jml Jml
La1 Ba1 Da1 Ha1 Ka1 Lb1 Bb1 Db1 Hb1 Kb1 Lc1 Bc1 Dc1 Hc1 Kc1 Ld1 Bd1 Dd1 Hd1 Kd1 Le1 Be1 De1 He1 Ke1 Andi W PSDKP 4 3 4 3 3 17 3 3 4 3 3 16 3 3 4 3 3 16 4 4 4 3 2 17 4 2 4 3 2 15 Raskana PSDKP 4 4 4 4 3 19 4 3 4 3 3 17 3 3 3 3 3 15 3 4 4 4 2 17 3 2 3 3 3 14 Mastori PSDKP 4 3 4 3 2 16 4 3 3 2 4 16 4 2 4 3 2 15 3 4 4 3 1 15 4 4 3 3 3 17 Andriana DKP Kab 4 4 4 3 4 19 4 3 4 3 3 17 4 4 3 2 3 16 3 4 4 3 2 16 3 2 4 3 3 15 Naida R DKP Kab 4 3 4 4 3 18 4 2 4 3 4 17 3 3 3 3 3 15 3 4 3 3 2 15 3 2 4 4 3 16 Budi R DKP Kab 4 2 3 3 3 15 4 3 4 3 4 18 3 3 4 3 3 16 3 4 4 2 3 16 3 2 3 3 4 15 Sri S DKP Kab 4 3 4 4 3 18 4 2 4 3 3 16 4 4 4 3 2 17 4 4 4 2 2 16 4 3 4 4 3 18 Rahmat DKP Prov 4 3 4 3 3 17 4 3 4 4 3 18 4 2 4 3 2 15 3 4 4 3 2 16 3 1 4 3 4 15 Uen P DKP Prov 4 3 3 3 3 16 4 3 4 3 3 17 3 4 4 3 2 16 4 4 4 3 2 17 3 2 3 1 4 13 Nugraha DKP Prov 4 3 4 3 3 17 3 2 4 3 3 15 3 4 3 4 3 17 4 4 3 2 1 14 2 2 4 3 4 15 Ikhwan DKP Prov 4 4 3 3 2 16 4 3 3 3 3 16 3 4 4 3 3 17 3 4 4 4 4 19 4 3 4 4 4 19 Karsono Pokmas 4 3 4 2 3 16 4 3 4 3 4 18 4 3 4 3 2 16 3 4 3 3 2 15 3 2 3 4 4 16 Nana Pokmas 4 3 4 4 3 18 4 3 3 3 3 16 4 4 4 4 3 19 3 4 3 3 1 14 3 2 4 3 4 16 Ipan S Nelayan 4 3 4 3 4 18 4 3 4 4 3 18 3 4 3 3 3 16 4 4 3 3 2 16 4 3 4 3 2 16 Kumaedi Nelayan 4 3 4 3 2 16 4 3 4 4 3 18 3 3 4 3 3 16 4 4 4 3 2 17 3 2 3 4 3 15 Dedi S Nelayan 4 3 3 4 3 17 4 3 4 3 3 17 3 3 3 3 4 16 3 4 4 2 2 15 3 3 3 4 4 17 Supardi KUD MFS 4 4 4 3 4 19 3 3 4 3 3 16 3 3 4 4 3 17 3 4 4 4 3 18 4 1 4 3 3 15 Dasam KUD MFS 4 4 3 3 3 17 4 3 4 4 3 18 4 3 4 3 4 18 4 4 4 3 2 17 4 2 4 4 4 18 H.Riri KUD MFS 4 4 3 3 2 16 3 2 3 3 3 14 4 3 3 3 2 15 4 4 3 3 2 16 3 3 4 3 3 16 Adik N KUD MFS 4 4 3 3 3 17 4 2 3 3 3 15 3 4 4 3 2 16 3 4 4 4 3 18 3 2 3 4 3 15 Yanto HNSI 4 3 3 3 3 16 3 3 3 3 3 15 3 4 3 3 4 17 4 4 4 3 3 18 4 4 4 3 3 18 Fandi A HNSI 4 2 4 4 3 17 4 3 3 3 3 16 3 4 4 3 3 17 4 4 3 3 2 16 3 1 4 3 3 14 Okka H Dinkop 4 2 4 4 4 18 4 2 4 2 3 15 3 4 4 3 3 17 3 4 4 3 2 16 3 3 4 4 3 17 Suwitro Dinkop 4 3 4 3 4 18 4 3 4 4 3 18 4 3 3 3 4 17 4 3 4 2 3 16 4 3 4 3 4 18 Catur Polair 4 3 4 3 3 17 4 2 4 3 2 15 3 3 4 3 3 16 3 4 3 2 3 15 4 3 4 3 1 15 Sukirno TNI-AL 4 3 4 3 3 17 3 2 4 3 3 15 4 4 4 3 2 17 4 4 3 2 3 16 3 2 3 3 4 15 Sutarno TNI-AL 4 4 4 3 3 18 4 4 3 2 3 16 4 3 3 3 3 16 4 4 4 3 1 16 4 3 3 3 3 16 Sudaryana Hubla 4 3 4 3 4 18 4 3 3 3 3 16 3 4 3 4 3 17 3 3 4 4 3 17 4 3 4 3 2 16 Nono S Pemkec 4 2 4 3 4 17 4 3 4 4 3 18 4 3 4 4 2 17 3 4 3 4 2 16 3 3 3 3 3 15 Heri S Pemdes 4 3 4 3 3 17 4 2 4 3 4 17 3 4 3 3 3 16 4 4 3 3 3 17 4 3 4 4 3 18 Syam S LSM 4 2 4 3 2 15 4 2 4 4 4 18 4 4 4 4 4 20 4 4 4 3 2 17 3 2 3 3 3 14 Samsudin KIMBIs 4 3 3 3 3 16 4 4 4 4 4 20 4 4 4 3 4 19 3 4 4 2 2 15 4 4 4 4 3 19 Sepadi Bakul 4 3 4 3 3 17 4 3 4 4 3 18 4 2 4 4 3 17 4 4 4 4 3 19 3 3 4 3 3 16 Rastuni Buruh 4 2 4 3 3 16 4 3 4 3 3 17 3 3 3 3 3 15 4 4 4 3 2 17 4 4 4 4 4 20 136 104 127 108 104 579 130 94 127 108 108 567 117 115 123 108 99 562 119 134 125 101 76 555 116 86 124 112 109 547 Legalitas 618
Biaya 533
Dampak 626
Hambatan 537
Tujuan 496
138
Score 2810
Lampiran 8. Hasil Wawancara Penentuan Prioritas Opsi Kebijakan Menggunakan RIA
Tabel Perhitungan Skor pada Opsi Kebijakan 1Instansi Nelayan KIMBIs LSM Bakul Buruh
(3)
139
Jml Jml Jml Jml Jml
La1 Ba1 Da1 Ha1 Ka1 Lb1 Bb1 Db1 Hb1 Kb1 Lc1 Bc1 Dc1 Hc1 Kc1 Ld1 Bd1 Dd1 Hd1 Kd1 Le1 Be1 De1 He1 Ke1 Andi W PSDKP 4 3 3 3 2 15 3 2 3 3 3 14 3 3 3 3 3 15 2 4 3 3 2 14 3 1 3 2 1 10 Raskana PSDKP 3 2 4 2 3 14 3 2 3 3 3 14 3 3 3 3 3 15 3 2 3 3 2 13 3 1 3 1 2 10 Mastori PSDKP 3 3 4 2 2 14 4 3 3 2 3 15 4 2 3 1 2 12 3 2 3 2 1 11 3 1 2 1 1 8 Andriana DKP Kab 4 3 3 3 2 15 3 2 3 2 3 13 4 3 3 2 2 14 3 3 3 2 2 13 3 1 3 1 3 11 Naida R DKP Kab 4 4 3 4 2 17 3 2 3 3 3 14 3 2 3 3 3 14 3 2 3 3 2 13 3 2 2 2 1 10 Budi R DKP Kab 3 3 3 4 2 15 3 2 3 3 2 13 3 3 3 3 3 15 3 3 2 2 3 13 3 2 3 2 1 11 Sri S DKP Kab 3 3 3 4 1 14 3 3 3 2 2 13 4 3 3 2 2 14 3 2 2 2 2 11 3 1 3 1 1 9 Rahmat DKP Prov 4 4 3 3 2 16 3 3 3 3 2 14 4 2 3 2 2 13 3 2 2 2 2 11 3 1 3 2 1 10 Uen P DKP Prov 4 3 3 4 1 15 3 2 3 2 3 13 3 3 3 2 2 13 3 2 3 2 2 12 3 1 4 1 2 11 Nugraha DKP Prov 3 4 3 4 2 16 3 2 3 3 2 13 3 3 3 2 1 12 3 2 3 2 1 11 2 2 3 2 1 10 Ikhwan DKP Prov 4 3 3 3 2 15 4 2 3 3 3 15 3 3 3 2 2 13 3 2 3 2 2 12 3 2 3 1 1 10 Karsono Pokmas 4 3 4 4 2 17 3 3 3 3 2 14 4 2 3 2 2 13 3 2 3 2 2 12 3 2 2 1 1 9 Nana Pokmas 3 3 3 4 2 15 4 3 3 3 3 16 4 2 3 2 1 12 3 2 3 2 1 11 3 2 2 2 1 10 Ipan S Nelayan 3 2 3 3 3 14 3 3 3 3 3 15 3 3 3 2 2 13 3 2 3 2 2 12 4 1 3 2 1 11 Kumaedi Nelayan 3 3 4 2 3 15 3 3 3 2 3 14 3 3 4 2 2 14 3 1 3 2 2 11 3 1 3 2 1 10 Dedi S Nelayan 3 3 4 2 3 15 3 3 3 3 3 15 3 3 4 2 1 13 3 2 3 2 1 11 3 1 2 2 1 9 Supardi KUD MFS 4 3 3 2 1 13 4 3 3 3 3 16 3 3 3 3 2 14 3 1 3 2 2 11 4 1 2 2 1 10 Dasam KUD MFS 3 2 4 3 1 13 3 3 3 2 3 14 3 3 4 2 1 13 3 3 3 2 1 12 4 1 2 2 1 10 H.Riri KUD MFS 4 3 4 3 2 16 3 2 3 3 3 14 3 3 3 2 2 13 3 2 3 2 2 12 3 1 3 2 2 11 Adik N KUD MFS 3 3 4 3 3 16 3 3 3 2 3 14 3 2 3 2 2 12 3 2 2 2 1 10 4 1 2 1 1 9 Yanto HNSI 4 3 3 2 1 13 3 3 3 3 2 14 3 3 3 2 1 12 3 2 3 1 1 10 4 1 2 1 1 9 Fandi A HNSI 3 3 3 3 1 13 3 3 3 3 2 14 3 3 3 3 2 14 4 1 3 2 2 12 3 2 3 2 1 11 Okka H Dinkop 4 4 3 1 2 14 3 2 3 2 2 15 3 3 4 3 2 14 3 2 3 2 2 12 3 1 3 2 2 11 Suwitro Dinkop 4 3 3 2 2 14 3 2 3 3 2 13 4 3 2 2 2 13 3 1 3 2 2 11 4 3 2 1 1 11 Catur Polair 3 3 4 2 2 14 3 2 3 3 2 13 3 3 3 2 1 12 3 2 3 2 1 11 4 1 3 1 1 10 Sukirno TNI-AL 3 3 3 2 2 13 3 2 3 3 3 14 4 3 3 3 2 15 4 3 3 2 1 13 3 2 3 2 1 11 Sutarno TNI-AL 4 4 3 2 3 16 3 2 3 2 3 13 4 2 3 3 2 14 4 2 4 2 1 13 3 3 3 1 1 11 Sudaryana Hubla 3 3 4 3 2 15 3 2 3 3 3 14 3 2 3 2 2 12 3 2 3 2 1 11 3 3 2 1 1 10 Nono S Pemkec 4 3 4 2 2 15 3 3 3 3 3 15 4 3 3 3 2 15 3 1 2 2 2 10 3 2 2 1 1 9 Heri S Pemdes 3 3 3 2 2 13 3 2 4 2 3 14 3 3 3 3 2 14 3 2 3 1 1 10 4 1 2 1 1 9 Syam S LSM 4 3 3 2 2 14 4 3 4 4 4 19 4 4 4 4 3 19 4 3 3 1 1 12 3 2 3 2 1 11 Samsudin KIMBIs 4 3 3 2 2 14 4 3 4 4 4 19 3 3 3 2 1 12 3 3 3 2 1 12 3 2 2 2 1 10 Sepadi Bakul 3 3 3 2 3 14 3 3 4 3 2 15 4 2 4 2 1 13 4 2 4 1 1 12 4 1 2 1 1 9 Rastuni Buruh 4 3 3 2 3 15 3 3 4 2 3 15 3 2 3 3 2 13 3 2 2 2 1 10 3 1 2 1 1 8 119 104 113 91 70 497 108 86 107 93 93 490 114 93 107 81 65 459 106 71 98 67 53 395 110 51 87 51 40 339 Legalitas 557
Biaya 405
Dampak 512
Hambatan 383
Tujuan 321
139
Score 2178
Jumlah
Tabel Perhitungan Skor pada Opsi Kebijakan 2
(4)
Jml Jml Jml Jml Jml
140
La3 Ba3 Da3 Ha3 Ka3 Lb3 Bb3 Db3 Hb3 Kb3 Lc3 Bc3 Dc3 Hc3 Kc3 Ld3 Bd3 Dd3 Hd3 Kd3 Le3 Be3 De3 He3 Ke3 Andi W PSDKP 4 4 4 3 4 19 4 2 4 3 4 17 4 4 4 3 4 19 4 4 4 3 4 19 4 4 4 3 3 18 Raskana PSDKP 4 4 4 4 4 20 4 3 4 3 4 18 4 4 4 4 3 19 4 3 4 3 4 18 4 4 4 3 4 19 Mastori PSDKP 4 4 4 3 4 19 4 3 4 4 3 18 4 4 4 4 4 20 4 3 4 4 4 19 4 3 4 4 3 18 Andri A.Pi DKP Kab 4 4 4 4 4 20 4 4 4 3 4 19 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 3 19 Naida R DKP Kab 4 3 4 3 4 18 4 2 4 4 4 18 4 4 4 3 4 19 4 4 4 4 3 19 4 4 4 3 4 19 Budi R DKP Kab 4 4 4 4 4 20 4 2 4 3 4 17 4 4 4 3 4 19 4 4 4 4 4 20 4 4 4 3 4 19 Sri S A.Pi DKP Kab 4 4 4 3 4 19 4 4 4 3 3 18 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20 Rahmat DKP Prov 4 4 4 3 3 18 4 3 3 3 3 16 4 3 4 3 4 18 4 3 4 3 3 17 4 4 4 2 3 17 Uen P DKP Prov 4 4 4 4 3 19 4 2 4 3 3 16 4 4 4 3 3 18 4 3 4 4 3 18 4 4 4 3 3 18 Nugraha DKP Prov 4 3 4 4 4 19 4 4 4 4 3 19 4 3 4 4 4 19 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20 Ikhwan DKP Prov 4 4 4 3 3 18 4 2 4 3 4 17 4 4 4 4 3 19 4 4 4 4 3 19 4 4 4 3 3 18 Karsono Pokmas 4 4 4 4 4 20 4 3 3 3 4 17 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 3 19 Nana Pokmas 4 4 4 3 4 19 4 3 4 3 3 17 4 4 4 3 4 19 4 3 3 3 3 16 4 4 4 3 4 19 Ipan S Nelayan 4 4 4 3 4 19 4 3 4 4 3 18 4 4 4 4 4 20 4 3 4 4 4 19 4 3 4 4 3 18 Kumaedi Nelayan 4 4 4 3 3 18 4 2 4 4 3 17 4 4 4 3 4 19 4 4 4 3 3 18 4 3 4 3 3 17 Dedi S Nelayan 4 4 4 4 3 19 4 3 4 4 3 18 4 4 4 3 3 18 4 4 4 3 4 19 4 4 4 4 3 19 Supardi KUD MFS 4 4 4 3 4 19 4 3 4 4 4 19 4 4 4 3 4 19 4 4 4 3 3 18 4 4 4 4 4 20 Dasam KUD MFS 4 4 4 3 3 18 4 3 4 4 3 18 4 3 4 4 4 19 4 4 4 3 4 19 4 4 4 3 4 19 H.Riri KUD MFS 4 4 4 4 2 18 4 3 4 4 3 18 4 4 4 4 4 20 4 3 4 4 2 17 4 4 4 4 4 20 Adik N KUD MFS 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 3 19 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20 Yanto HNSI 4 4 4 4 4 20 4 3 4 3 3 17 4 4 4 3 3 18 4 3 4 4 3 18 4 3 4 1 1 13 Fandi A HNSI 4 4 4 4 3 19 4 2 4 3 4 17 4 3 4 4 4 19 4 3 4 3 3 17 4 4 4 4 4 20 Okka H Dinkop 4 4 4 4 2 18 4 3 4 4 4 19 4 3 4 4 3 18 4 4 4 4 3 19 4 4 4 4 4 20 Suwitro Dinkop 4 4 4 3 4 19 4 2 4 4 3 17 4 4 4 3 3 18 4 4 4 4 3 19 4 3 4 4 3 18 Catur Polair 4 4 4 4 4 20 4 3 4 3 4 18 4 4 4 4 3 19 4 3 4 3 3 17 4 3 4 4 4 19 Sukirno TNI-AL 4 4 4 4 4 20 4 2 4 4 3 17 4 4 4 4 4 20 4 3 4 4 4 19 4 4 4 3 3 18 Sutarno TNI-AL 4 4 4 4 3 19 4 3 4 4 4 19 4 4 4 4 3 19 4 3 4 3 3 17 4 3 4 4 4 19 Sudaryana Hubla 4 4 4 3 4 19 4 3 4 4 3 18 4 4 4 4 4 20 4 3 4 4 4 19 4 3 4 4 3 18 Nono S A.Pi Pemkec 4 4 4 4 3 19 4 3 4 4 4 19 4 4 4 4 2 18 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20 Heri S S.E Pemdes 4 4 4 4 4 20 4 2 4 4 4 18 4 4 4 3 3 18 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20 Syamsudin AS LSM 4 4 4 4 3 19 4 4 4 4 3 19 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 3 19 4 3 4 4 3 18 Samsudin KIMBIs 4 4 4 3 4 19 4 4 4 4 4 20 4 4 4 3 4 19 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 3 19 Sepadi Bakul 4 4 4 4 4 20 4 3 4 4 3 18 4 4 4 3 3 18 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20 Rastuni Buruh 4 4 4 4 3 19 4 3 4 3 3 17 4 4 4 3 3 18 4 3 4 3 3 17 4 4 4 4 4 20 136 134 136 122 121 649 136 98 134 122 117 607 136 131 136 121 122 646 136 122 135 124 119 636 136 127 136 121 118 638 Legalitas 680
Biaya 612
Dampak 677
Hambatan 610
Tujuan 597
140
Score 3176
Buruh
Jumlah
Tabel Perhitungan Skor pada Opsi Kebijakan 3
(5)
141
141
Lampiran 9 Hasil Wawancara Mengenai Perubahan Kepentingan dan Pengaruh pada Kuadran 1
Tabel Hasil Wawancara
Stakeholder
dalam Perbaikan Tata Kelola Kelembagaan Pengelolaan Perikanan yang Berkelanjutan
(
hypothetical institution
)
No Jabatan Responden K1 K2 K3 K4 K5 P1 P2 P3 P4 P5
Kuadran 1: Subjects Keterlibatan Manfaat SD Prioritas Ketergantungan Aturan Peran Kemampuan Kewenangan Kapasitas SD
1 Nelayan Sanda 5 5 5 5 5
Rata-rata
5 3 5 4 3 4
Rata-rata 3,8
2 KIMBIs Samsudin 5 4 5 5 5 4,8 3 5 4 3 3 3,6
3 LSM Syam S 5 3 5 5 5 4,6 3 5 3 3 5 3,8
4 Camat Nono S 4 4 5 4 5 4,4 3 3 3 3 3 3
5 Pemkec M Usman 4 5 5 4 5 4,6 3 3 3 3 3 3
6 Pemkec Ade T 4 3 5 4 4 4 3 3 3 3 3 3
7 Sekdes Heri S 4 5 5 4 4 4,4 4 3 3 3 2 3
8 Buruh Rastuni 3 5 4 5 5 4,4 2 5 4 2 3 3,2
9 Buruh Dasli 3 5 5 5 5 4,6 2 5 4 2 4 3,4
10 Bakul Burhan 3 3 5 5 4 4 3 4 3 2 3 3
11 Bakul Aming 3 5 5 5 4 4,4 3 5 3 2 3 3,2
12 Bakul Sepadi 3 3 3 5 3 3,4 2 4 3 2 3 2,8
13 Bank Keliling Bangli 2 2 3 4 3 2,8 2 2 3 1 3 2,2
(6)