Implementasi Fungsi Pengorganisasian dan Pelaksanaan
B. Implementasi Fungsi Pengorganisasian dan Pelaksanaan
1. Fungsi Pengorganisasian Pengorganisasian mengandung makna bahwa manajer mengkoordinasikan semua sember daya yang dimiliki oleh organisasi untuk diarahkan pada sasaran
organisasi 407 yang telah direncanakan. Pandangan yang lain, pengorganisasian merupakan proses mempekerjakan dua orang atau lebih yang keduanya
bekerjasama 408 dalam suatu tatanan tertentu untuk mencapai tujuan bersama.
Berkaitan dengan pengorganisasian terdapat pertanyaan yang akan dijawab yaitu
a. Seberapa banyak arahan yang diterima, b. seberapa besar aspek pengawasan
404 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.
405 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.
406 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.
407 Samual C. Certo, Modern Management, cet. X,. (Siangapore: Person Education, 2003),
h. 214. Pandangan yang sama pada definisi yang dikemukakan, Winardi, Manajemen Perilaku Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 3. 408 James AF. Stoner, et. All., Mangement, (USA: A. Simon & Schuster Company, h. 214. Pandangan yang sama pada definisi yang dikemukakan, Winardi, Manajemen Perilaku Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 3. 408 James AF. Stoner, et. All., Mangement, (USA: A. Simon & Schuster Company,
Berkitan dengan pentingnya pengorganisasian maka Samuel menyatakan bahwa terdapat tiga hal yang perlu dikembangkan: perencanaan yang tersusun secara efektif dan efisien; Meningkatkan keterampilan manajerial dalam mencapai kebutuhan orgnisasi; 410 Menciptakan keuntungan terhadap sistem organisasi.
Lima langkah dalam proses pengorganisasian : Melakukan penyesuaian antara perencanaan dan tujuan, Menetapkan tugas‐tugas utama, Membagi tugas‐tugas ke dalam berbagai sub, Mengarahkan sumber‐sumber daya pada sub‐sub tugas, Hasil – hasil 411 penilaian diimplementasikan pada strategi organisasi. Dari berbagai pandangan berkaitan fungsi pengorganisasian, maka dapat dinyatakan bahwa terdapat unsur‐unsur di dalamnya yaitu: Pertama, proses. Sebagai proses pengorganisasian tidak dapat dipisahkan dengan fungsi manajemen lainnya, karena pengorganisasian dibangun dengan memperhatikan fungsi sebelum dan sesudahnya. Melakukan pengorganisasian dengan mengabaikan unsur‐unsur perencaaan akan membawa dampak dalam pencapaian tujuan oragnasisasi. Kedua, efektifitas sasaran. Yaitu sejauhmana pengorganisasian dapat mengantar sumber‐sumber daya organanisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Ketiga unsur efisien sumber daya. Unsur ini berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya manusia. Suatu pengorganisasian yang tidak mengedepankan unsur ini maka akan akan menggunakan pemberosan sumber daya (in efisensi ).
Tabel 10: tentang Sintesis antara Unsur dalam Fungsi Pengorganisasian dengan Indikator Penelitian
Indikator
Sintesis
Unsur dalam Fungsi Pengorganisasian
Efektif
Sesuai Kriteria Mustahik
Efektif
Efisien
Sumber daya: Ekonomi, Waktu,
Efisien
Tenaga
Tepat Waktu
Waktu Penerimaan
Proses
409 Stepehen P. Robbins & Mary Coulter, Management, ( USA: Person Education, Inc, 1996) , h. 193.
410 Samual C. Certo, Modern Management, cet. X,.h. 215. 411 Samual C. Certo, Modern Management, cet. X,. h. 215.
Tepat Jumlah
Proses Peruahan
Jumah Dana yang ditetapkan
Efektif Mustahik Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2008
Sikap dan Pendapatan
Dari tabel di atas terlihat tiga komponen yakni indikator, sintesis dan unsur‐ unsur dalam fungsi pengorganisasian. Selain komponen sintesis, dua komponen lainnya telah dikemukakan sebelumnya. Untuk komponen sintesis merupakan hasil pemahaman penulis dari kedua variabel selainnya. Pada komponen sintesis, kriteria mustahik dimaksudkan sebagai prototipe penerima zakat. Dalam manajemen zakat, pengelola dalam hal ini amil bertanggungjawab untuk menentukan kriteria. Selanjutnya kriteria itu akan diimplementasikan dalam memberian dana zakat. Jika terjadi penyimpangan dari kriteria yang ditetapkan maka memungkinkan tidak akan terjadi efektifitas. Tampaknya dari sisi efektifitas, memperlihatkan dua unsur yaitu unsur kriteria dan dampak. Dua unsur ini memiliki hubungan yang bersifat kausalitas. Dengan kata lain, jika kriteria mustahik ini tidak diimplementasikan secara konsisten, oleh pengelola zakat maka tidak akan memberikan dampak kepada mustahik. Sebaliknya, jika kriteria ini dilaksanakan secara konsisten, maka mustahik berpeluang untuk memperoleh dampak dari dana zakat.
Untuk sumber daya –sebagaimana yang dipahami dalam dasar‐dasar manajemen ‐ berupa ekonomi, waktu, dan penggunan fasilitas, dalam tabel di atas dikaitkan dengan unsur efisien baik untuk komponen indikator maupun fungsi pengorganisasian. Bagi pengelola zakat, pemanfataan unsur‐unsur dimaksud, secara efisien, diharapkan untuk menghindari pemborosan. Demikian juga dalam penyusunan program yang ditujukan kepada mustahik unsur ini mendapat perhatian.
Unsur tepat waktu, dimaksudkan, mustahik menerima zakat dari pengelola zakat sesuai dengan waktu kebutuhan mustahik. Keterlambatan pengelola zakat memberikan dana zakat, akan mengakibatkan dana zakat tidak berdayaguna bagi mustahik Karena itu, unsur ini dimasukkan dalam unsur proses.
Unsur tepat jumlah, dimaksudkan bahwa pengelola zakat memberikan dana zakat kepada mustahik sesuai dengan penetapan dana yang direncanakan. Penyimpangan ketentuan ini menunjukkan bahwa pengelola zakat tidak melakukan proses pendayagunaan zakat. Adapun yang dimaksud unsur proses dalam hal ini, menunjukkan bahwa pendayagunaan zakat, tidak akan tercipta bagi mustahik jika unsur Unsur tepat jumlah, dimaksudkan bahwa pengelola zakat memberikan dana zakat kepada mustahik sesuai dengan penetapan dana yang direncanakan. Penyimpangan ketentuan ini menunjukkan bahwa pengelola zakat tidak melakukan proses pendayagunaan zakat. Adapun yang dimaksud unsur proses dalam hal ini, menunjukkan bahwa pendayagunaan zakat, tidak akan tercipta bagi mustahik jika unsur
pengorganisasian, tidak dapat dimasukkan ke dalam dua unsur lainya yakni efisien dan efektif. Pandangan ini didasarkan bahwa proses merupakan unsur yang menghubungkan unsur‐unsur selainnya dan tidak secara langsung terait dengan unsur efisien dan efektif.
Secarea fungsional unsur‐unsur dalam tabel di atas yang terdiri dari tiga komponen, akan dijadikan sebagai instrumen analisis untuk melihat implementasi fungsi pengorganisasian dalam pendayagunaan zakat pada Badan Amil Zakat Nasional.
a.. Dana Zakat sebagai Sumber Daya Ekonomi
1) Prosentase Dana dalam Pendayagunaan Zakat Untuk tahun 2004‐2007 Badan Amil Zakat Nasional menetapkan alokasi dana
dalam setiap sektor pendayagunaan zakat dengan prosentase sebagai tersebut dalam tabel tujuh (7)
Dari tabel itu terlihat bahwa sektor dua sektor mengalami prosentase yang sama yaitu kemanusiaan dan dakwah masing‐masing hanya 10 %. Sedang berikutnya sektor kesehatan sebanyak 20 % dan sektor pendidikan atau peningkatan kualitas sumber daya insani sebanyak 25 %. Sektor yang ter nggi adalah ekonomi sebanyak 35 %.
Penetapan sektor ekonomi yang merupakan prosentase tertinggi dipandang sebagai perwujudan dari arah pendayagunaan zakat Badan Amil Zakat Nasional dalam pengentasan kemiskinan dan selanjutnya terlihat dalam visi lembaga yang ditetapkan. Arah pendayagunaan ini, memberikan karakteristik bagi Badan Amil Zakat Nasional sebagai lembaga yang memposisikan diri dalam kancah pengembangan ekonomi dan karenanya Badan ini dipandang sebagai lembaga ekonomi. Pandangan sebagai lembaga ekonomi, kiranya relevan dengan penetapan visi Badan Amil Zakat yang berperan ”... dalam 412 pengentasan kemiskinan...”
Dana zakat untuk sektor ekonomi bagi mustahik dimaksudkan sebagai kegiatan produktif mereka yang berfungsi sebagai sumber penghasilan ekonomi mereka. Sumber ekonomi dalam kesejahteraan umat dipandang sebagai bagian yang harus
412 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional , 2006), h. 17.
dibangun karena akan memberikan kepada mereka kesempatan memperoleh pendapatan yang memungkinkan untuk memenuhi sektor ekonomi dan melakukan
tabungan dan investasi. Sehubungan dengan dana zakat sektor ekonomi, dikaitkan dengan instrumen
analisis, maka dapat dinyatakan: pertama, efektifitas pada tahap pengorganisasian dana sektor ekonomi dapat dinyataan telah terpenuhi. Penetapan dana sektor ekonomi ini dikaitkan dengan aspek visi kelembagaan yang merupakan bagian dari proses perencanaan, merupakan perwujudan dari sikap konsistensi Badan Amil Zakat Nasional untuk menjadikan Badan ini sebagai lembaga ekonomi. Untuk menjadi lembaga ekonomi maka pengalokasian Badan ini pada dana sektor ekonomi dalam peringkat tertinggi, merupakan konsekwensi dari keinginan Badan dimaksud. Kedua. Dari sisi efisiensi. Pengalokasian dana sektor ekonomi, merupakan bagian dari kinerja Badan Amil Zakat Nasional. Sebagai kinerja, maka pengalokasian ini akan mendatangkan efisensi dari sisi waktu, tenaga dan pemikiran bagi Badan ini, karena sumber daya lainnya dapat diarahkan pada berfungsinya manajemen untuk tahap selanjutnya.
Untuk pengalokasian dana selain sektor ekonomi, seperti pendidikan, dakwah dan kesehatan, dari sisi kesejahteraan umat, menunjukkan bahwa Badan Amil Zakat Nasional, telah memberikan perhatian pada sektor non ekonomi. Sektor non ekonomi merupakan bagian dari kebutuhan umat dari sisi kesejahteraan.
Pengalokasian dana non ekonomi dimaksud, dilihat dari sisi manajemen, merupakan konsistensi Badan ini untuk mengalokasikannya dengan memper hatikan krakteristik sektoral dana sebagai dana zakat. Konsistesi ini, tentu saja bagian dari upaya efektifitas Badan ini agar mustahik dapat memperoleh hak‐hak mereka.
Prosentase ‐prosentase pendayagunaan zakat dilihat dari sisi pengembangan kualitas mustahik yang dapat dibagi pada kualitas ekonomi (35 %), kualitas sumber daya yang meliputi pendidikan, dakwah dan kesehatan, menunjukkan bahwa pengembangan kualitas terakhir ini mencapai 55 % atau ter nggi pertama. Pengembangan sektor sumber daya manusia sebagai prosentase tertinggi memungkinkan ditemukan relevansinya dengan melihat visi Badan Amil Zakat Nasional, di antaranya adalah “peningkatan 413 kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan...” Dengan demikian,
413 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional , 2006), h. 17.
dilihat dari sisi pengembangan kualitas sumber daya mustahik secara umum, maka prosentase pendayagunaan zakat mencapai 90 %.
Untuk dana zakat pada sektor kemanusiaan sebanyak 10 % ditujukan kepada mustahik yang terkena bencana. Untuk mustahik yang tersebut terakhir ini, dengan mengacu pada Kepmenag No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No.38/ 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 28 (1) dinyatakan sebagai “orang‐orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan”.
Berdasarkan uraian prosentase di atas, kiranya Badan Amil Zakat Nasional dapat dikembangkan ke dalam tiga wilayah pengembangan kelembagaan yaitu
pengembangan ekonomi dengan 35 % dana zakat, kesejahteraan sosial 55 % dana zakat dan sosial kemanusiaan dengan dana zakat sebanyak 10 %.
2) Dana Zakat Sektor Amil Dilihat dari sisi sumber dana yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan Badan Amil Zakat Nasional, maka dapat dibagi atas tiga sumber. Pertama, bantuan pemerintah. Bantuan pendanaan ini bersumber dari ABPN
melalui anggaran departemen Agama sesuai UU No 38/1999 Pasal 23 dan Keputusan Presiden 414 No. 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional Bab VI Pasal 17, maka
setiap tahun Badan Amil Zakat Nasional memperoleh alokasi dana dari APBN melalui Departemen 415 Agama.
Kedua, dari masyarakat secara terbatas. Dalam hal ini masyarakat secara perorangan dan atau kelembagaan secara suka rela dan pola inisiatif sendiri memberikan bantuan operasional kepada badan Amil Zakat Nasional. Pada masa awal berdirinya Badan Amil Zakat Nasional, bantuan dari masyarakat secara terbatas, dapat
414 UU No. 38 Tahun 1999 Pasal 23 Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu biaya operasional badan
amil zakat. Pasal 17 Kepres. Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Badan Amil Zakat Nasional dibebankan pada Anggaran Departemen Agama.
415 Secara administrasi, setiap Badan Amil Zakat Nasional mengajukan proposal pembiayaan anggaran kepada Departemen Agama untuk diusulkan ke APBN. Dalam
kenyataannya, pembiayaan yang diterima oleh Badan Amil Zakat Nasional dalam tahun 2007 ini belum mencapai satu milyar, namun telah mengalami perkembangan anggaran setiap tahun., Wawancara Pribadi dengan Subroto, Kepala Devisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Amil Zakat Nasional. Jakarta, 4 Mei 2007.
dipandang sangat memberikan arti bagi eksistensi Badan ini. 416 Dan tampaknya, dewasa ini bantuan dari masyarakat terbatas itu, masih terlihat dalam sektor pemasukan Badan
Amil 417 Zakat Nasional. Ketiga, bersumber dari dana zakat. Sumber dana dari zakat, menurut QS.
al ‐Taubah [9/113]: 60, ditujukan untuk kepentingan mustahik. Salah satu diantara mustahik adalah ‘âmil. Bahagian amil dimaksud dalam pengelolaan zakat dapat dipandang sebagai kontraprestasisecara materil yang diberikan oleh al‐Qur’an atas jasa yang diberikan kepada pengelola zakat dalam mengembangkan aktifitas keamilan.
Dari sisi besarnya atau prosentase yang diberikan kepada pengelola zakat sebagai kontraprestasiatas kinerja dalam aktifitas keamilan, maka sepengetahuan penulis belum ditemukan petunjuk al‐Qur’an dan hadis yang menyatakan secara tekstual. Berbeda halnya dengan ijtihad ulama, telah terjadi keragaman pandangan berkaitan dengan konpensasai yang seyogianya diterima oleh pengelola zakat atau amil. .
Al ‐Qurtubī menyatakan, menurut Syâfii dan Mujâhid bagian pengelola zakat adalah seperdelapan dari total dana zakat yang terkumpul sedang Ibnu ’Umar dan Mâlik, ‐bagian amil‐ diberikannya sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya, selain itu terdapat 418 pendapat yang lain bahwa ia diberikan dari baitul mal.
Terdapat tiga pendapat yang dikemukakan oleh al‐Qurtubî di atas, pada dasarnya menyetujui tentang pemberian kontraprestasiterhadap pengelola zakat. Perbedaaan pandangan di kalangan mereka terletak pada aspek jumlah dan sumber pendanaan. Pendapat yang lain, dikemukakan oleh Wahbah yang secara tekstual menyebut sebagai ajrun yang diterima oleh pengelola dari zakat, walaupun dia tidak
416 Wawancara Pribadi dengan Achmad Subianto, Ketua Umum Pengurus Badan Amil Zakat Nasional Periode 2001-2004, Jakarta, 6 Pebruari 2008. Achmad Subianto dalam mengenang
tahap awal keberadaan Badan Amil Zakat Nasional mengemukakan, ”Untuk melaksanakan amanah-amanah yang sangat berat tersebut maka Badan Pengurus Badan Amil Zakat Nasional hanya menerima secarik kertas, sebuah Keppres, tanpa diberi dana operasional alias Zero budgey. Seiring perjalanan waktu, ternyata sulit memperoleh pendanaan guna membiayai operasional Badan Amil Zakat Nasional.Namun demikian, alhamdulillah banyak simpatisan dan teman-teman yang membantu dengan infak yang tidak sedikit sehingga Badan Amil Zakat Nasional dapat menjalankan kegiatannya dan menyusun sistem dan produr setahap demi setahap.” Achamd Subianto, Shadaqah,Infak, dan Zakat (PO.BOX 1455 JKP 10014: Yayasan Berikan, 2004), h.12..
417 Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Nasional 2004-2007, h. 5. 418 Ab ī Abdi Allah Muhammad ibn Ahmad al-Ansârī al-Qurtubī, al-Jâmi’ li ahkam al- Qur’ân al-Kar īm, juz 5 (t.tp.: Jarīdah al-Warda, 2006), h. 174.
menyebut prosentase. 419 Hal yang senada dikemukakan oleh MM. Matwally mengakui eksistensi pengelola zakat, namun dia mengingatkan agar ongkos yang mereka terima
harus lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan atau dana zakat yang terkumpul. 420
Dibandingkan dengan pendapat sebelumnya, pendapat terakhir ini cenderung pada dimensi efisiensi. Pandangan itu, terkait dengan pengertian zakat yang secara teknis diberikannya. Menurutnya, zakat merupakan alat distribusi sebahagian kekayaan orang
kaya yang ditujukan kepada orang yang membutuhkannya. 421 Alur pemikirannya, menghendaki agar manfaat zakat sebagai
alat distribusi dapat berjalan efektif dengan tidak mengorbankan hak amil atau pengelola zakat. .
Mencermati uraian berkaitan dengan prosentase yang diterima oleh pengelola zakat, tampaknya tidak ditemukan kesepakatan di kalangan ulama dan ekonom muslim. Tampak bahwa besaran prosentase ini, termasuk ranah ijtihad. Walaupun demikian, penetapan jumlah prosentase ini harus mengacu pada efisiensi.
Badan Amil Zakat Nasional, menetapkan bagian untuk pengelola zakat atau amil dengan prosentase 12.5 %. Secara garis besar dana untuk sektor ini dipergunakan (a) Kesejahteraan Karyawan, (b) Peningkatan Kualitas Sumber Daya Badan Amil Zakat Nasional 422 , (c) Untuk Sosialisasi Program.
Penetapan prosentase dana zakat untuk sektor ini dan penggunaannya yang dikembangkan oleh Badan Amil Zakat Nasional, akan penulis garis bawahi. Pertama, secara logika penetapan prosentase 12 % bagian pengelola zakat, memiliki relevansi
419 Wahbah al-Zuahelî, al-Fiqh al-Islâmî Wa Adillatuhû, (Damsyîq: Dâr Fikr, 1997), h. 1953-1954.
420 MM. Metwally, Teori dan Model Ekonom Islam h. Penerjemah M. Husein Sawit, (Jakarta: Bangkit Daya Insani, 1995), h. 7-8
421 MM. Metwally, Teori dan Model Ekonom Islam,. Penerjemah M. Husein Sawit, (Jakarta: Bangkit Daya Insani, 1995), h. 7-8
422 Gaji terendah di Badan Amil Zakat Nasional tidak di bawah Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta. Jumlah karyawan yang mendapat gaji sebanyak 20 orang. Mereka yang
dibiayai dalam hal ini, tidak termasuk Dewan Pengurus, Badan Pertimbangan dan Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Nasional. Wawancara Pribadi dengan Broto Santoso, Supervisi HRD Pengurus Pelaksnana Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 4 Mei 2007. Konfirmasi penulis mengenai ”bebas gaji” bagi badan pengurus, dewan pertimbangan, komisi pengawas telah dibernarkan oleh Ketua Dewan Pengawas Periode 2004-2007. Wawancara Pribadi dengan Achmad Subianto, Ketua Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Nasional Periode 2004-2007, Jakarta, 6 Pebruari 2008.
dengan pola pembagian seperdelapan bagi semua kelompok mustahik. Kedua, objek pendayagunaan bagian pengelola zakat tidak hanya untuk kepentingan internal mereka–
kebutuhan ekonomi – tapi eksternal – yakni terkait dengan kepentingan kelembagaan seperti pembinaan sumber daya manusia, sosialisasi program. Pandangan ini mencerminkan selain zakat sebagai amanah, dalam arti pengambilan bagian amil harus mengacu pada kepentingan kelembagaan dan tidak sekedar atas dasar pertimbangan sekedar mendapat
konpensasi tanpa didukung oleh kinerja kelembagaan. 423
3) Corak Pendayagunaan Dana Zakat Menurut bahasa corak diartikan sebagai ”1. bunga atau gambar ( ada yang
berwarna ‐warna) pada kain (tenunan, anyaman, dsb.) 2. berjenis‐jenis warna pada warna 424 dasar.” Dimaksudkan dalam pembahasan ini, corak merupakan pola yang
dipilih oleh Badan Amil Zakat Nasional dalam memanfaatkan dana zakat dikaitkan dengan dana non zakat, seperti infak dan sedekah. Dalam hal Badan ini mempergunakan dana zakat dan non zakat, tidak mengenal istilah corak. Namun dalam pembahasan ini penulis memilih istilah ini. Dari sisi pendayagunaan, menunjukkan bahwa Badan Amil Zakat Nasional menempuh dua corak yaitu tunggal dan terintegrasi.
Pertama, tunggal. Pendayagunaan zakat untuk suatu program dengan hanya mempergunakan dana zakat disebut dengan corak tunggal. Kedua, terintegrasi. Yaitu membiayai suatu program dengan melibatkan dana zakat dan non zakat secara bersamaan. Untuk corak terakhir ini dimaksudkan agar suatu program dapat mencapai hasil yang diharapkan. Pertimbangan ini dilakukan karena: a. Dana zakat tidak mencukupi untuk membiayai program, b. Dana non zakat memiliki relevansi untuk dipergunakan. Kriteria ”relevansi” yaitu: dana non zakat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya. Misalnya, dana infak yang oleh munfik menginginkan untuk
423 Begitu pentingnya sikap amanah dalam pengelolaan zakat, Didin Hafidhuddin, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional, telah menetapkan sifat ini sebagai kunci sukses dalam
mengelola zakat. Dalam kata pengantar Badan Amil Zakat Nasional News, ”Amanah..!! Kunci Sukses Mengelola Zakat”, mengungkapkan bahwa ”pengelolaan zakat tidak hanya sekedar pergumulan fikih dan hukum, tetapi juga pergumulan persoalan kemanusiaan secara luas dan menyeluruh. Betapa tidak, jika zakat dikelola dengan baik profesional, transparan, dan amanah oleh amil zakat, maka akan mampu meminimalisir persoalan kemiskinan sekaligus meningkatkan kesejahteraan..” Badan Amil Zakat Nasional News, Edisi Muharram 1429 H, No. 01 08, h. 3.
424 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), h. 220.
dipergunakan dalam pembiayaan kelembagaan bukan untuk program maka penggunaannya diintegrasikan dengan dana zakat dari sektor dana amil.
Bagi penulis, penetapan corak pendayagunaan ini sangat penting (a) mengingat 425 dana zakat secara syar’iy memiliki kriteria yang jelas mengenai sasaran
pendayagunaan. (b) Tampaknya, dana non zakat khususnya infak yang diterima oleh Badan ini dibedakan dengan dana muqayyad dan non muqayyad dilihat dari sisi keinginan munfik. Untuk itu, kedua jenis dana ini memiliki kriteria sasaran yang melekat padanya. Penyimpangan dari kriteri yang melekat pada dana ini merupakan penyimpangan dari sikap amanah yang dikembangakan oleh Badan Amil Zakat Nasional. Dari pandangan ini, maka pola tentang corak pendayagunaan dana zakat menjadi penting.
4) Penyaluran Dana Zakat Dalam hal penyaluran dana zakat, Badan Amil Zakat Nasional menetapkan unit
penyaluran zakat (USZ) sebagai unit dari lembaga pengelola zakat yang bertugas untuk menyalurkan dana zakat, infak & sedekah baik dengan cara mendistribusikannya maupun mendayagunakan dana ZIS kepada mustahik sesuai dengan ketentuan agama. 426 USZ ini dilihat dari sisi hubungan kelembagaan dengan Badan Amil Zakat Nasional, dibedakan dua jenis, USZ Konter dan USZ Mitra. USZ konter adalah unit yang dibentuk Badan Amil Zakat Nasional yang sepenuhnya merupakan organ atau bagian dari Badan Amil Zakat Nasional berupa konter‐konter Badan ini di kantor pusat instansi pemerintah, BUMN, atau swasta yang berkedudukan di ibu kota negara. Sarana dan prasarananya
disiapkan oleh Badan Amil Zakat Nasional. 427 USZ Mitra, merupakan USZ yang berada secara kelembagaan berada pada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga
Amil Zakat (LAZ) baik dalam bentuk organisasi LAZ sendiri, maupun masjid, yayasan dan lembaga keuangan mikro yang telah dikukuhkan sebagai USZ mitra Badan Amil Zakat Nasional. 428 Untuk UZS Mitra sejak tahun 2005‐2007 telah terbentuk sebanyak 20 unit yang 429 tersebar di Indonesia.
425 QS. Al-Taubah [9/113]: 60 tentang pembatasan objek pennggunaan dana zakat. 426 Buku Panduan Pembentukan UPZ & USZ, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional, t.th),
h. 8. 427 Buku Panduan Pembentukan UPZ & USZ, h. 8.
428 Buku Panduan Pembentukan UPZ & USZ, h. 8. 429 Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Nasional 2004-2007, h. 10.
Dalam UU No. 38/1999 tentang Pengelolalan Zakat dan Peraturan terkait dengannya, tidak ditemukan mengenai eksistensi USZ. USZ ini merupakan kebijakan
sendiri yang ditetapkan oleh Badan Amil Zakat Nasional. Secara umum pembentukan ini bertujuan untuk mengembangkan sinergitas antar lembaga yang memungkinkan pendayagunaan 430 zakat secara tepat dan bermanfaat pada skala yang lebih luas.
Keberadaan USZ khususnya USZ mitra, sangat membantu Badan Amil Zakat Nasional dalam mengembangkan program dan perluasan wilayah geografis mustahik. Penyebaran USZ menurut provinsi di Indonesia dikemukakan dalam tabel dua puluh delapan (28).
Tabel ini memperlihatkan bahwa hanya enam provinsi di Indonesia yang telah memiliki jaringan USZ dan provinsi yang terbanyak adalah Jawa Barat. Karenanya Badan Amil Zakat Nasional belum dapat memenuhi untuk semua provinsi di Indonesia.
b. Mustahik sebagai Sasaran Sumber Daya Ekonomi
1) Kriteria Penelusuran tentang konsep mustahik menurut Badan Amil Zakat Nasional
pada 431 dasarnya mengacu pada QS. Attaubah/9: 60. Pemahaman Badan Amil Zakat Nasional terhadap mustahik dari sisi unsur‐unsurnya memiliki keterkaitan dengan
program yang diperankan atasnya. Tabel enam (6) memperlihatkan mengenai hal ini. Mustahik fakir teriden fikasi memiliki empat (4) unsur yang mengacu pada kata
tidak memiliki yakni pendapatan tetap, tempat tinggal menurut standar kesehatan, asupan gizi yang cukup, biaya kesehatan. Keempat unsur ketidakmampuan memiliki bagi mustahik fakir tersebut memiliki keterkitan dengan program pendayagunaan zakat Badan Amil Zakat Nasional yakni program sektor kemanusiaan, kesehatan serta pendayagunaan.
430 Buku Panduan Pembentukan UPZ & USZ, h.. 1. 431
ﷲاو ﷲا ﺔ ﺮ ا او ﷲا ”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Mustahik miskin teriden fikasi mempunyai empat (4) unsur yaitu: sumber pendapatan yang tetap namun dibawah standar upah minimum regional (UMR), tidak
cukup membiayai kebutuhan keluarga, tidak memenuhi gizi yang seimbang serta tidak mempunyai biaya kesehatan. Keempat unsur yang teridentifikasi itu, memberikan peluang bagi Badan Amil Zakat Nasional untuk merumuskan program pada aspek kemanusiaan, kesehatan dan pendayagunaan.
Mustahik amil, hanya teridentifikasi satu unsur yaitu mempunyai mandat dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat, dan dengan unsur itu, maka Badan Amil Zakat Nasional memberikan konpensasi atau bagian amil dari dana zakat untuk peningkatan keprofesionalan amil dan pembinaan kelembagaan.
Perolehan mandat bagi amil dimaksud menunjukkan bahwa ia telah memenuhi syarat 432 yang telah ditetapkan baik dari sisi administrasi, profesionalisme dan integritas.
Untuk Badan AmiL Zakat Nasional, selain secara kelembagaan ditetapkan sebagai amil, ia juga menetapkan amil sebagai bentuk perpanjangan tangan administrasi yang dikenal dengan unit pengumpul zakat (UPZ).
Unit pengumpul zakat (UPZ ) dibentuk berdasarkan UU.No. 38/ 1999 tentang pengelolaan zakat pasal 22 yang menyatakan ”...dalam hal muzaki berada atau
menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul zakat pada perwakilan Republik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat Nasional.” Dalam Keputusan Dirjend. Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291/2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat pasal 9 ayat (2) dinyatakan ” Badan Amil Zakat Nasional dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat pada Instansi / lembaga pemerintah pusat, BUMN, dan perusahaan swasta yang berkedudukan di Ibu kota Negara dan pada kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.” Kewenangan UPZ diatur dalam pasal ini ayat (8) ”Unit Pengumpul Zakat melakukan pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, hibah, wasiat, waris dan kafarat di unit masing‐masing, dengan menggunakan formulir yang dibuat oleh Badan Amil Zakat, dan hasilnya disetorkan kepada bagian pengumpulam Badan Pelaksana Badan Amil
Zakat, karena Unit Pengumpul Zakat tidak bertugas mendayagunakannya.”
432 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.
Badan Amil Zakat Nasional sampai dengan 2007 telah membentuk 33 UPZ di dalam negeri dan 31 di luar negeri. Untuk UPZ yang ada di dalam negeri hanya 17 yang
aktif. Untuk UPZ di luar negeri mengalami berbagai kendala dan Badan Amil Zakat Nasional 433 lebih memilih mengoptimalkan untuk UPZ dalam negeri. Kewenangan UPZ,
selain untuk kegiatan penghimpunan, Badan Amil Zakat Nasional memberikan kewenangan pendayagunaan terbatas kepada mustahik yang ada pada internal instansi / badan usaha tempat UPZ itu. Dalam hal pendayagunaan, Badan Amil Zakat Nasional, hanya menerima laporan pertanggungjawaban zakat tentang mustahik yang telah menerimanya. 434
Khusus mengenai pemberian kewenangan Badan Amil Zakat Nasional kepada UPZ dalam hal pendayagunaan, hemat penulis, sebenarnya merupakan penyimpangan dari 435 Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji yang hanya memberikan tugas kepada UPZ untuk mengumpul zakat. Walaupun sebenarnya, calon mustahik dapat saja diajukan oleh UPZ kepada Badan Amil Zakat Nasional untuk diterima sebagai mustahik, namun dalam kenyataannya UPZ mengadakan penyeleksian dan pendayagunaan dana zakat sebelum dana diberikan kepada Badan Amil Zakat Nasional.
Perluasan makna amil zakat yang dikembangkan oleh Badan Amil Zakat Nasional pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari konsep amil dalam literatur keagaman 436 dan Keputusan Direktur Jenderal Urusan Haji. Walaupun demikian,
433 Dalam melakukan pembentukan UPZ, Badan Amil Zakat Nasional berpedoman pada Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tersebut Pasal 9 ayat 7. Prosedur
pembentukan Unit Pengumpulan Zakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: a.Badan Amil Zakat sesuai dengan tingkatannya mengadakan pendataan di berbagai instansi dan lembaga sebagaimana tersebut di atas; b. Badan Amil Zakat seseuai dengan tingkatannya mengadakan kesepakatan dengan pimpinan Instansi dan lembaga sebagaimana tersebut di atas, untuk membentuk Unit Pengumpul Zakat; c. Ketua Badan Amil Zakat sesuai dengan tingkatannya mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Unit Pengumpul Zakat.
Berbagai kendala pembinaan UPZ di luar negeri di antaranya biaya kominikasi yang mahal. Wawancara Pribadi dengan Subroto, Kepala Devisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Pelaksana Harian Badan Amil Zakat Nasional. Jakarta, 4 Mei 2007.
434 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007.
435 Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tersebut Pasal 9 ayat (8), Unit Pe ngumpul Zakat melakukan pengumpulan dana zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris
dan kafarat di unit masing-masing, dengan menggunakan formulir yang dibuat oleh Badan Amil Zakat, dan hasilnya disetorkan kepada bagian pengumpulan badan Pelaksana Amil Zakat, karena Unit Pengumpul Zakat tidak bertugas mendayagunakan.
436 Menurut Rasyid Rida bahwa amil pada dasarnya siapapun yang bekerja dan atas nama pemerintah dalam hal pengelolaan zakat. Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al-Quran al-
Hakîm al-Masyhûr al-Manâr, Juz X (Refrint: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2005), h. 431.
karakteristik pendapat Badan Amil Zakat ini terletak pada unsur manajemen organisasi terutama dalam hal penetapan subjek dan fungsi kelembagaan.
Mustahik muallaf, hanya teridentifikasi satu unsur yaitu menunjukkan surat keterangan sebagai muallaf, dan dengan unsur itu, Badan Amil Zakat Nasional memberikan dana zakat, namun hanya disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pada jenis program. Untuk mustahik jenis ini, hanya mendapatkan bantuan dari sudut kemanusiaan dan Badan Amil Zakat Nasional tidak mempunyai program yang terkait langsung dengan ini karena jumlah muallaf sangat terbatas dibanding mustahik lainnya.
Mustahik riqâb, hanya teridentifikasi satu unsur yaitu sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI), dan dengan unsur itu, Badan Amil Zakat Nasional program pengembangan ekonomi.
Mustahik ghârimin, teridentifikasi tiga unsur yaitu: surat keterangan sebagai mantan pengusaha, surat keterangan berutang serta sebagai muslim, maka dengan unsur itu, Badan Amil Zakat Nasional merumuskan program pengembangan ekonomi umat.
f sab l Allah, teridentifikasi tiga unsur yakni: aktifitas dakwah, pembangunan rumah ibadah, pembangunan sarana pendidikan, dan dengan dasar Badan Amil Zakat Nasional merumuskan program dalam sektor dakwah.
Mustahik
Mustahik ibnu al‐Sabil teridentifikasi tiga unsur yakni, siswa, mahasiswa, keterangan ketidakmampuan secara ekonomi. Ketiga unsur ini, Badan Amil Zakat Nasional merumuskan program dalam aspek peningkatan kualitas sumber daya insani
Berkaitan dengan tabel enam (6) yang memperlihatkan unsur‐unsur mustahik, maka dengan memperhatikan unsur‐unsur yang ada pada setiap mustahik, maka dikatahui bahwa pandangan Badan Amil Zakat Nasional memiliki perluasan arti mustahik dan tampaknya berbeda dengan pandangan kebanyakan kitab fikih. Kriteria setiap mustahik memperlihatkan adanya perluasan unsur dari konsep fikih.
2) Seleksi Proposal Proposal yang dimaksud adalah pengajuan permohonan baik secara individual maupun lembaga oleh mustahik kepada Badan Amil Zakat Nasional untuk memperoleh dana zakat. Seleksi proposal didasarkan Kepmenag No, 581/ 1999 tentang Pelaksanaan
UU Pengelolaan Zakat, Pasal 28 dan. 29 437 Dari kedua pasal dimaksud, maka secara subtantif telah mengatur tentang prosedur pendayagunaan zakat yang berkaitan
mustahik dan prosedur pendayagunaan zakat untuk usaha produktif. Secara normatif dipahami bahwa orang miskin memiliki dua prototipe dalam
meminta harta kepada orang lain yakni peminta (al‐sâil) dan menahan diri untuk tidak meminta 438 (al‐maĥrūm). Secara sosiologis, prototipe ini masih memungkinkan
ditemukan. Dalam kondisi ini, Badan Amil Zakat Nasional, mengembangkan program jemput bola kepada mustahik yang tergolong tidak meminta, dengan mendirikan posko kemanusiaan tanpa pemberitahuan sebelumnya dari pihak mustahik. Kondisi ini dapat dilihat pada program yang berkaitan dengan bencana alam. Untuk kondisi mustahik yang ”meminta” diperlakukan ketentuan khusus. Yaitu Badan Amil Zakat Nasional menetapkan kriteria administasi berupa: (a) Surat keterangan dari pihak berwenang (kelurahan atau pemerintah setempat perihal kemiskinan atau kefakiran, kartu siswa,
keterangan mahasiswa) (b) Proposal atau rencana penggunaan dana zakat. 439 Selain prosedur penyaluran di atas, Badan ini juga membentuk tim untuk
melakukan studi kelayakan ke lokasi calon binaan. Upaya ini ditempuh Badan Amil Zakat
1. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut: a. hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan asnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan. 2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut: a. apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan, b. Terddapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan, c. Mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan. Pasal 29: Prosedur pendayagunaanhasil pengumpulan zakay untuk usaha produktif ditetapkan sebagai berikut: a.Melakukan studi kelayakan; b. Menetapkan jenis usaha produktif; c. Melakukan bimbingan dan penyuluhan; d. Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan; e. Mengadakan evaluasi; dan f. Mengadakan pelaporan.
438 QS. Al-Dzâriyât/51: 19
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” Penjelasan Departemen Agama RI terhadap. kata al-ma ĥrūm (Orang miskin yang tidak mendapat bagian) maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta- minta..
439 Wawancara Pribadi dengan Achmad Subianto, Ketua Umum Pengurus Badan Amil Zakat Nasional Periode 2001-2004, Jakarta, 6 Pebruari 2008.
Nasional guna memastikan bahwa zakat yang akan diberikan kepada mustahik dapat 440 memberikan manfaat serta mereka secara syar’i tergolong dalam mustahik.
Hemat penulis prosedur ini ditempuh oleh Badan Amil Zakat Nasional, karena didasarkan atas perubahan perilaku mustahik tentang sikap terhadap dana zakat dalam memenuhi kebutuhan mereka. Secara substantif, tingkat kebutuhan mustahik terhadap dana zakat sepanjang masa mengalami persamaan, namun yang berbeda adalah sikap mereka terhadap kebutuhan dana zakat. Atas dasar asumsi ini maka dipahami bahwa bagi mustahik yang hidup dalam era moderen tentu saja memiliki sikap yang berbeda terhadap dana zakat dibanding mereka yang masih dalam era tradisional.
Dengan demikian, pendayagunaan zakat yang ditempuh Badan ini dipandang sebagai bentuk respons terhadap perubahan sikap yang dialami oleh mustahik. Besarnya dana zakat yang diberikan kepada masing-masing asnaf adalah dalam ukuran yang dapat mengangkatkan dari kemiskinan, menghilangkan segala faktor kemelaratan, dan bisa menanggulangi kesulitan yang sedang dihadapinya pada waktu itu. Tujuan zakat adalah untuk memberikan kecukupan
buat selama hidupnya 441 Namun secara realitas Badan Amil Zakat Nasional belum dapat memberikan dana zakat kepada mustahik yang dapat menghilangkan
segala faktor yang dapat membuatnya melarat, karena keterbatsan dana zakat yang
terkumpul. 442
3) Pendampingan Dalam manajemen pendampingan biasanya dikenal sebagai upaya untuk
membantu karyawan menanggulangi problema yang dapat menghambat dalam melaksanakan 443 tugas‐tugas yang dibebankan kepadanya. Dari pengertian itu dapat
dinyatakan bahwa pendampingan merupakan suatu proses pembinaan yang dilakukan Badan Amil Zakat Nasional kepada mustahik dalam waktu tertentu agar tercapai tujuan
440 Wawancara Pribadi dengan Achmad Subianto, Ketua Umum Pengurus Badan Amil Zakat Nasional Periode 2001-2004, Jakarta, 6 Pebruari 2008.
441 ” Badan Amil Zakat Nasional, Fiqih Zakat di Indonesia, t.th., h. 38. Buku ini masih merupakan draft, tetapi secara internal kelembagaan telah dipergunakan. Menurut rencana buku ini
akan dipergunakan secara nasional sebagai buku fikih untuk bidang zakat di Indonesia. 442 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Kepala Devisi Pendayagunaan Zakat
Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 Oktober 2007. 443 Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, (New York: McGraw-Hill, Inc.
1991), h. 432.
yang telah disepakati. Secara konsepsional kelembagaan pendampingan merupakan bagian budaya kerja Badan Amil Zakat Nasional yaitu fatânah. Menurut Badan Amil
Zakat Nasional fatânah merupakan salah satu budaya kerja yang mengandung arti pemberdyaan 444 yang kreatif,efektif dan bermanfaat ganda.
Konsep yang dikandung dalam salah satu budaya kerja tersebut, mengandung proses tranformasi pengetahuan kepada mustahik dari Badan Amil Zakat Nasional yaitu pada makna pemberdayaan. Dengan demikian, pemberdayaan, merupakan bahagian dari pendampingan. Bahkan dengan pendampingan maka proses transformasi manajemen dan etos kerja antara pendamping dan objek dapat berlangsung dengan cepat.
Pendampingan yang dikembangkan pada Badan Amil Zakat Nasional hanya dilakukan kepada program ekonomi produktif. Hal ini dilakukan karena selain resiko keuangan yang dapat ditimbulkan akibat kegagalan suatu kegiatan usaha, juga karena tingkat pengetahuan mustahik yang masih lemah dalam bidang
yang dipilih. 445
2. Fungsi Pelaksanaan Uraian dari sisi aspek fungsi pelaksanaan yang dikembangkan oleh Badan Amil
Zakat Nasional terhadap pendayagunaan zakat dimaksudkan untuk mem berikan gambaran tentang polarisasi pelaksanaan pendayagunaan zakat dan program yang dikembangkan.
a. Polarisasi Pendayagunaan Zakat Dalam uraian pelaksanaan ini akan dibandingkan dengan pendayagunaan zakat
yang dikemukakan oleh Keputusan Dirjen Bimas Islam. Menurut Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/ 291 tahun 2000 ayat (3) dan (4) ditemukan bentuk pendayagunaan zakat yang bersifat sesaat dan bersifat pemberdayaan. Untuk yang pertama ditujukan kepada mustahik dalam rangka memenuhi kebutuhan
444 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 19. 445 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Kepala Devisi Pendayagunaan Zakat
Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 Oktober 2007.
mendesak sedang kedua untuk memenuhi kesejahteraan mereka melalui suatu program 446 yang dilakukan oleh pengelola zakat secara berkesinambungan.
Atas dasar ini maka pada dasarnya, Badan Amil Zakat Nasional dalam fungsi pelaksanaan pendayagunaan zakat telah menganut pola insidentil untuk hal‐hal yang bersifat darurat dan pemberdayaan. Apabila pedoman Pendayagunaan zakat Badan Amil Zakat Nasional sebagaimana dikemukakan pada tabel tujuh (7) dibandingkan dengan pendayagunaan menurut Keputusan Dirjen Urusan Bimas Islam dan Urusan Haji tersebut, maka dapat dinyatakan sebagaimana dalam tabel 11 (sebelas) bahwa secara umum, pelaksanaan program yang dikembangkan Badan Amil Zakat Nasional telah mengacu pada pendayagunaan zakat. Untuk Program kemanusiaan, terdapat satu sub jenis program yang dapat dikelompokkan sebagai program yaitu evakuasi korban yang bersifat darurat sedang selainnya dimasukkan sebagai program yang bersifat pemberdayaan.
Untuk melihat perbandingan pendayagunaan zakat menurut versi Badan Amil Zakat Nasional dan Keputusan Dirjend. Bimas Islam dan Urusan Haji (yang telah dikutip di atas), maka dikemukakan dalam bentuk tabel di bawah ini.
11: Perbandingan Pendayagunaan Zakat versi Badan Amil Zakat Nasional dan Keputusan Dirjend. Bimas Islam dan Urusan Haji
Tabel
No. Nama Program
Sub Program
Kep.Dirjend.Bias
Islam dan Urusan Haji .
1. Kemanusiaan a. Evakuasi Korban
Darurat
446 Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/ 291 tahun 2000 : (3) Penyaluran dana zakat dapat bersifat sesaat, yaitu membantu mustahiq dalam
menyelesaikan atau mengurangi masalah yang sangat mendesak/ darurat. (4) Penyaluran dana zakat dapat bersifat bantuan pemberdayaan, yaitu membantu mustahiq untuk meningkatkan kesejahteraannya, baik secara perorangan maupun kelompok melalui program atau kegiatan berkesinambungan.
b. Pelayanan
Pemberdayaan
sda d.Bantuan Pangan danSandang
c. Kesehatan Darurat
sda e.Pembinaan Daerah Pasca sda
Bencana
2. Kesehatan a. JaminanKesehatan Masya rakat Pemberdayaan Prasejahtera (Jam kestra)
b. Dokter Keluarga Pra sejahtera
(DKPS)
c. Unit Kesehatan Keliling
sda
d. Penyaluhan Kesehatan
e. Pemberian makanan bergizi,
sanitasi desa prasejahtera sda
sda
Pemberdayaan Ekonomi Umat
3. Pengembangan a. Bantuan Sarana Usaha
b. Pendanaan Modal Usaha
sda
c. Pendampingan/Pembinaan sda
4. Dakwah a. Bina Dakwah Masyarakat
Pemberdayaan
b. Bina Dakwah Masjid
c. Bina Dakwah Kampus/ Sekolah sda sda
5 Peningkatan a. Beasiswa Tunas Bangsa
Pemberdayaan
Kualitas Sumber b. Beasiswa Pelajar Keluarga
sda Daya Insani
Prasejahtera
c. Pendidikan Alternatif Terpadu
d. Pendidikan
Keterampilan SiapGuna sda
e. Bantuan Guru dan Sarana Pendidikan
sda
sda Sumber Data: Hasil Kajian Penulis 2007.
Tabel di atas memperlihatkan pelaksanaan pendayagunaan zakat Badan Amil Zakat Nasional pada dasarnya terbagi dua yaitu darurat dan pemberdayaan.
Hemat penulis kategorisasi pemberdayaan dan darurat, terletak pada ketidakmampuan mustahik untuk bertindak untuk mencapai hal‐hal yang bersifat produktif. Untuk kondisi darurat, dapat dipahami karena mustahik telah mengalami kondisi yang tidak memungkinkan mereka untuk melakukan tindakan yang mengarah pada produktifitas disebabkan karena adanya kondisi yang dapat membahayakan jiwa dan raganya.. Hal ini disebabkan karena mereka dilanda bencana dan penangananan yang tergolong darurat dalam arti evakuasi korban berlangsung tidak membutuhkan bantuan secara berkesinambungan atau dalam
waktu sesaat. . Adapun kategorisasi pemberdayaan, menurut penulis, adalah aktivitas
pelayanan Badan Amil Zakat Nasional yang diarahkan kepada mustahik agar mereka dapat produktif. Kata produtif yang dipahami dari pemberdayaan tidak seharusnya dipahami dalam arti finansial ekonomis, tetapi termasuk di dalamnya hal‐hal yang non ekonomis.
Memahami kata produktif dari sisi finansial ekonomis saja, dipandang bertentangan dengan kenyataan kondisi mustahik, sebagaimaan yang dipolakan oleh Badan Amil Zakat Nasional pada satu sisi dan bertentangan pula dengan kondisi mustahik yang berjumlah delapan ashaf dengan karakteristik yang beragam. Karakteristik yang beragam bagi mustahik menunjukkan, bahwa mereka memiliki kebutuhan yang beragam pula dan tidak hanya tunggal pada aspek ekonomi semata tetapi juga non ekonomi.
b. Pelaksanaan Program Pelaksanaan pendayagunaan yang dikembangkan Badan Amil Zakat Nasional
dapat dikemukakan dengan mengacu pada pembahagian program yang telah ditetapkan oleh Badan Amil Zakat Nasional.
1) Program Kemanusiaan Program kemanusiaan ditujukan untuk menanggulangi tragedi kemanu‐siaan
seperti bencana alam dan bencana sosial. Untuk yang pertama berupa gempa bumi, seperti bencana alam dan bencana sosial. Untuk yang pertama berupa gempa bumi,
zakat kepada mereka adalah untuk meringankan beban ekonomi dan psikologis mereka. Menurutnya, secara ekonomi mereka menerimanya dalam bentuk barang sedang secara pskologis dilakukan dengan memberikan ceramah keagamaan dalam rangka meningkatkaan
kesabaran dan motivasi mereka dalam menerima cobaan.” 448 Untuk merealisisir bantuan kemanusiaan ini dilakukan dengan pola kemitraan
dalam arti melibatkan pihak luar selain Badan Amil Zakat Nasional seperti BMT, Lembaga Masjid, BUMN dan BUMS. Pola kemitraan ini dilakukan, karena dana zakat tidak mencukupi untuk pendayagunaan secara mandiri. Menurut Fuad, dana zakat yang dialokasikan untuk kegiatan ini hanya sekitar 10 prosen dari total dana pendayagunaan. 449
Secara teknis penggalangan dana kemanusiaan dilakukan dengan menganut dua pola yaitu: (a) membuat program dengan tema ”kemanusiaan”; (b) penawaran kerja sama kepada calon mitra untuk dikerjasamakan. Untuk pola yang pertama, sebagai pengambil inisiatif program, maka Badan AmilZakat Nasional selain bertindak sebagai penanggungjawab, Badan ini turut melaksanakan program; sedang pola kedua Badan ini bertindak sebagai penginisiatif dan secara bersama‐sama dengan mitra merealisasikan program tertentu.
Pendayagunaan zakat untuk sektor ini 2005 (Rp. 1.985.750.000 untuk 26.992 orang) mengalami peningkatan dibanding pada tahun 2006 Hal ini dikarenakan Indonesia pada tahun 2005‐2006 sarat dengan bencana kemanusiaan dan berbeda dengan 450 tahun sebelumnya.
2) Kesehatan Sehat mengandung arti ”baik seluruh badan serta bagian‐bagiannya” dan
dikembangkan menjadi kesehatan mengandung arti ”sebagai keadaan atau hal yang
447 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 34-41. 448 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus
Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 449 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus
Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 450 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus
Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. Lihat tabel 32.
berkaitan dengan sehat.” 451 Dalam rangka mengembangkan sektor kesehatan pada mustahik, maka Badan Amil Zakat Nasional mengembangkan program ini. Di kalangan
Badan Amil Zakat Nasional terdapat istilah ”sadikin” yaitu sakit sedikit jadi miskin. Menurut pandangan ini ”seseorang yang sakit selain akan memberikan dampak negatif bagi kesehatannya dan bahkan akan berdampak pula terhadap kegiatan ekonomi”. Karenanya, Badan Amil Zakat Nasional berpendapat bahwa ”untuk golongan pekerja harian seperti pedagang keliling, buruh, tukang becak dan sektor informal lainnya, menderita
sakit merupakan musibah”. 452 Program ini dikembangkan di wilayah Jogodetabek dengan pemilihan mustahik
yang berbasis pada sekor informal. Pertimbangan sasaran mustahik dikarenakan Jabodetabek secara umum wilayah ini dipadati kelompok dengan profesi dimaksud dan mereka 453 merupakan keluarga yang secara ekonomi menengah ke bawah.”
Program ini berjalan sejak 2003 dan pada tahun 2006 telah mengembangkan pada 15 kecamatan di wilayah Jabodetabek selama tujuh hari dalam seminggu, dan selanjutnya mengembangkan pada program Dokter
Keluarga 454 Pra Sejahtera (DKPS). Dibanding dengan tahun‐tahun sebelumnya sejak tahun 2006 dikembangkan
program kerja sama pada lembaga yang memiliki kepedulian dalam bidang kesehatan. Dewasa ini Badan Amil Zakat Nasional telah melaksanakan kerja sama dengan Dompet Dhuafa dengan membuka rumah sakit gra s pada musthaik. ”Pada tahun 2007 kerja sama segi empat antara Baznas, Dompet Dhuafa dan Baitul Mal Masjid Sunda Kelapa serta Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta dilaksanakan dengan mendirikan Rumah Sehat Masjid Agung Sunda Kelapa (RSMASK) yang berlokasi di kompleks Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. Dalam kerjasama ini, Pengurus Masjid menyiapkan lahan
451 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Idonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 2000), h. 1011.
452 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 44. 453 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus
Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 454 Wawancara Pribadi dengan Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana
Harian Zakat Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 14 Pebruari 2008.
sedang Baznas, Dompet Dhuafa dan Pengurus Baitul Mal Masjid Agung Sunda Kelapa 455 menyiapkan dana, manajemen medis dan pengelolaan selama dua tahun”.
Proyek ini diperuntukkan untuk memenuhi ”kepentingan secara gratis pada kaum duafâ termasuk kelompok mustahik dalam bidang kesehatan dalam dua puluh empat jam pada wilayah Jakarta dan sekitarnya. Dengan fungsi itu, rumah saki ini dilengkapi dengan fasilitas unit gawat darurat (UGD), poli umum, poli gigi, laboratorium, apotik dan perlengkapan USG. Rumah sakit ini didukung
oleh tiga orang dokter umum, satu orang dokter gigi dan delapan paramedis”. 456 Keseluruhan dana yang dipergunakan ”untuk pembangunan proyek ini di luar
harga tanah sebanyak empat milyar rupiah dengan sumber dana dari zakat infak dan sadaqah”. 457
3) Pengembangan Ekonomi Umat Pengembangan ekonomi umat merupakan suatu program yang ditujukan untuk meningkatkan
pendapatan ekonomi mustahik. 458 Pelaksanaan program ini dikerjasamakan dengan Korps Perempuan Dakwah
Islamiyah setempat sebagai pendamping sedang Badan Amil Zakat Nasional sebagai penyedia fasilitas. Selain itu Badan Amil Secara operasional program ini dikembangkan dalam tiga pola. Pertama, bantuan sarana usaha, yaitu memberikan dukungan fasilitas berupa sarana usaha kepada mustahik. Tahun 2006 Badan Amil Zakat Nasional memberikan bantuan berupa alat penangkapan ikan dan pengemasan kepada mustahik perempuan yang berada di sekitar danau Maninjau Sumatera Barat. Alat penangkapan itu, digunakan oleh mustahik perempuan untuk melakukan penangkapan ikan di danau Maninjau, sedang alat pengemasan dipergunakan untuk mengemas hasil tangkapan yang telah diproses sebelumnya, selanjutnya, dipasarkan ke toko‐toko sekitar yang menjual 459 makanan khas daerah. Zakat Nasional akan mengevaluasi terhadap pelaksanaan program tersebut dalam setiap tiga bulan. Keuntungan dari hasil usaha
455 “Presiden Resmikan Rumah Sehat Masjid Sunda Kelapa, “Republika”, 15 September 2007, h. 2.
456 “Presiden Resmikan Rumah Sehat Masjid Sunda Kelapa, “ Republika”, h. 2. 457 “Presiden Resmikan Rumah Sehat Masjid Sunda Kelapa, “ Republika”, h. 2. 458 Wawancara Pribadi dengan Budi Setiawan, Staf Divisi Program Pelaksana Harian
Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 13 Pebruari 2009. Total dana zakat sektor ekonomi kwartal 1 2006 sebanyak Rp. 405.750.000. setara dengan 30 % dari total dana zakat. Lihat Tabel 32.
459 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 42.
akan dinikmati oleh mustahik pengelola usaha, sedang dana bantuan yang diberikan akan dikembalikan ke Badan Amil Zakat Nasional untuk selanjutnya dijadikan sebagai
dana 460 bergulir kepada mustahik yang lain. Kedua, pendanaan modal usaha, yaitu pemberian modal keuangan atau bentuk
natural kepada kelompok mustahik untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai kegiatan bisnis. 461 Salah satu proyek dalam program ini adalah peningkatan kehidupan ekonomi
wali santri yang termasuk dalam kelompok mustahik melalui kerjasama Badan Amil Zakat Nasional dengan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining Bogor. Proyek ini melibakan Pondok Pesantren sebagai penanggungjawab dan pendamping dengan tugas antara lain memilih wali santri yang dipandang layak sebaga calon pekerja; mengawasi jalannya proyek; sedang wali santri bertindak sebagai pekerja yakni pemelihara kambing dan 462 Badan Amil Zakat Nasional sebagai penyedia kambing.
Pola pembagian hasil dilakukan dengan cara: a. Pengembalian modal awal (berupa harga kambing) ke pihak pendamping; b. Hasil penjualan induk kambing yang berumur pemeliharaan empat semester, akan dibagi dua dengan pendamping dan pekerja (mustahik); c. Pendamping dan pekerja (mustahik) memperoleh masing‐masing lima puluh prosen dari hasil penjualan anak kambing; d. Dana penjualan induk kambing yang diterima pendamping akan dibelikan kambing dan diberikan lagi kepada mustahik lainnya 463 dengan menerapkan pola yang sama.
Ketiga, pendampingan/pembinaan. Proyek pendampingan yang diberikan oleh Badan Amil Zakat Nasional kepada mustahik tidak pernah diberikan tanpa dilakukan pelatihan dan pendanaan usaha. Hal ini dikarenakan tidak ada mustahik yang hanya membutuhkan pendampingan. Mereka membutuhkan dana, keterampilan dan pembinaan. 464 Pendampingan yang diberikan kepada mereka, dimaksudkan untuk memastikan agar zakat yang diberikan baik dalam bentuk
pendanaan maupun dalam bentuk natural, akan memberikan manfaat secara
460 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 42. 461 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Kepala Devisi Pendayagunaan Zakat
Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 462 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 43.
463 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 43. 464 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus
Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.
optimal kepada mereka. 465
Untuk mendukung proyek pendampingan ini, Badan Amil Zakat Nasional menempuh dua pola yaitu: a. Membentuk tim yang secara internal dari Baznas; b. Memberikan kewenangan kepada pihak ketiga sebagai pelaksana. Untuk pola yang kedua, kebijakan ini ditempuh dikarenakan Badan Amil Zakat Nasional mengalami kekurangan 466 sumber daya manusia terhadap aktifitas yang menjadi objek dampingan.
4) Dakwah Program dakwah yang dikembangkan oleh Badan Amil Zakat Nasional melalui
pembiayaan zakat, didasarkan pada pemahaman konsep fī sabīl Allah. Alokasi pembiyaan sekitar 10 % dari total dana yang terkumpul. Bentuk sasaran dakwah yaitu: masjid, 467 dakwah masyarakat dan dakwah sekolah. Dalam pelaksanaannya dakwah ini dikerjakan dengan UPZ mitra yang programnya berupa pemberian dana antara lain untuk biaya hidup Dai di Indonesia Timur, Relokasi pemukiman dan pembangunan masjid
suku Abun di Sorong, Penguatan akidah di daerah rawan. 468 Pemahaman Badan Amil Zakat Nasional yang berbasis pada pengembangan
sumber daya manusia melalui dakwah, merupakan jawaban atas permasalahan yang dialami umat Islam dewasa ini. Dalam hal perlunya pembinaan dakwah khususnya terhadap dai menurut Hidayat Nurwahid, ”kita semua‐ termasuk mereka yang aktif di dunia dakwah perlu mencermati berbagai perkembangan mutakhir disekitar kita yang bersinggungan dengan sikap dan
pengetahuan serta komitmen dan pelaksanaan agama.” 469 Dari sisi keberadaan pogram ini di Indonesia, hal serupa pernah dijadikan oleh
Bazis DKI Jakarta sebagai rekomendasi pengembangan zakat. Menurut Bazis DKI Jakarta, mustahik dalam katagori fî sabîl Allah ini mencakup: “peningkatan ilmu pengetahuan:
465 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.
466 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.
467 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007.Total dana zakat sektor ini
2004, Rp. 219.745.000. Lihat Tabel 32. 468 Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Nasional 2004-2007, h. 8
469 Hidayat Nurwahid, dalam A. Suriyani, Manajemen Dakwah, (Jakarta: MSCC, 2005), h. vi.
agama, umum, keterampilan, keperluan bea‐siswa, penelitian, penerbitan buku‐buku 470 pelajaran, majalah‐majalah ilmiah.”
5) Peningkatan Sumber Daya Insani Program peningkatan kualitas sumber daya insani dikembangkan didasarkan
pada konsep ibnu al‐sabīl dalam zakat. Dana yang dialokasikan sekitar 25 % dari total dana 471 yang terkumpul. Pengembangan program ini mencakup. Pertama, beasiswa
tunas bangsa. Program ini hanya diberikan kepada mahasiswa semester akhir atau menjelang penyelesaian studi dan mereka aktifis dakwah di kampus serta mereka berasal 472 dari keluarga yang berekonomi lemah. Kedua, beasiswa pelajar keluarga prasejahtera. Ketiga, pendidikan alternatif terpadu. Keempat, pendidikan keterampilan siap guna. Kelima, bantuan guru dan sarana pendidikan.
Bantuan sarana belajar mengajar bagi sekolah yang tidak mampu, pelatihan tenaga guru tertentu untuk madrasah, pelatihan kepemimpinan bagi generasi muda Islam, pendirian sekolah unggulan untuk siswa‐siswa dari keluarga miskin yang berprestasi. Dalam pelaksanaannya beberapa jenis program ini dikerjasamakan pihak tertentu. 473