Pendayagunaan Zakat Pada Berbagai Pengelola Zakat di Indonesia

B. Pendayagunaan Zakat Pada Berbagai Pengelola Zakat di Indonesia

1 Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta

a. Aspek kelembagaan Badan ini didirikan oleh Gubernur Ali Sadikin berdasarkan SK. Gubernur

266 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Mei 2008.

267 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Mei 2008.

268 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Mei 2008.

269 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Mei 2008.

DKI Jakarta No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 15 Februari 1968. 270 Pada tahun 1973

cakupan kerja BAZ DKI Jakarta diperluas dengan mengelola dana sedakah, sehingga 271 nama lembaga diubah dari BAZ menjadi BAZIS.

Tujuan Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta adalah untuk mengelola dana zakat, infaq dan sedekah warga ibu kota sesuai dengan syari’at Islam agar lebih berdayaguna. Visi kelembagaan adalah mewujudkan keadilan distribusi kekayaan menuju masyarakat Jakarta yang sejahtera dan bertaqwa Misi yang akan dibangun. Pertama, memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kedua, memotivasi masyarakat untuk memberikan zakat infaq dan sedekah. Ketiga, pengelolaan zakat, infaq dan sedekah berorientasi 272 pada pemberdayaan masyarakat.

Badan ini dibangun dengan motto, teguh menjaga amanah. Program unggulan yang dikembangkan mencakup peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan pemberian bantuan beasiswa, pemberdayaan usaha pedagang kecil di pasar‐pasar tradisonal. 273 Badan ini, memiliki karakteristik sebagai amil zakat, infak dan sedekah baik dalam hal prinsip dasar kehadirannya maupun pada pengembangan organisasi.

b. Sumber Penerimaan Keuangan Sumber penerimaan keuangan pada Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah DKI

Jakarta pada tahun 2003 dan 2004 sebagaimana dikemukakan pada tabel dua puluh lima (25) yang melipu zakat, infak dan sedekah, bantuan APBD, serta kelompok lain‐ lain yang antara lain pendapatan hasil pengembangan dan pendapatan jasa giro.

c. Aspek Pendayagunaan Zakat Dalam pendayagunaan zakat, maka prosentase yang ditetapkan: a. 35 % untuk

aktifitas kemaslahatan dan peningkatan sumber daya manusia; b. 14 % untuk bantuan

270 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, (Jakarta: Forum Zakat, 2001), h.

27. 271 Amelia Fauzia, Badan Amil Zakat, Infak dan Sadakah (BAZIS) dalam Revitalisasi

Filantropi Islam, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Jakarta, 2005), h. 34. 272 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, (Jakarta: Forum Zakat, 2001), h.

27. 273 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 27.

intensifikasi /ekstensifikasi zakat infaq dan sedekah; c. 33 % untuk bantuan 274 kesetiakawanan sosial.

Adapun pendayagunaan dana zakat untuk tahun 2003 dan 2004 sebagaimana dalam tabel dua puluh enam (26). Dalam tabel ini terlihat bahwa dilihat dari sisi jenis penggunaan menurut sumber dana, tampaknya mengalami peningkatan peningkatan termasuk di dalamnya dana yang berasalah dari zakat.

Pendayagunaan zakat Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta, menganut pola kebijakan dengan memperhatikan perubahan sosial ekonomi mustahik yang terjadi di daerah setempat. Pada tahun 1969 prosentase pendayagunaan mencakup 67 % untuk modal usaha fakir miskin, 20 % untuk pendirian klinik, operasional amil 13 % Untuk bantuan fakir miskin pada tahun 1971 mengalami penurunan sehingga menjadi

47 %, tahun 1984 menjadi 17 %. Peningkatan terjadi pada tahun 2000 yaitu menajdi 77 %. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amelia Fauzia bahwa fluktuasi prosentase bagi fakir miskin terjadi karena, pada tahun 1970 an bantuan diarahkan untuk proyek‐proyek pembangunan dan pengembangan. Dana untuk proyek pengembangan biasanya dikategorikan pada sabilillah. Selain itu, faktor interpretasi juga berpengaruh, misalnya, sektor produktif diarahkan pada sektor pendidikan dan ekonomi, sehigga terkadang masuk kategori fakir miskin untuk dana zakat dan terkadang masuk dalam bantuan modal usaha produktif (dana inafak dan sadakah). Adapun untuk amil 275 dewasa ini telah dianggarkan dari APBD DKI Jakarta.

2. BAZDA Provinsi Banten

a. Kelembagaan Provinsi Banten pada awalnya merupakan wilayah pemekaran dari Provinsi Jawa

Barat. Provinsi ini dibentuk berdasarkan UU No. 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten Dalam konteks kehadiran Bazda Provinsi Banten, tidak dapat dilepaskan dari suasana religius yang mengitari perjalanan pembangunan di Provinsi ini.Provinsi Banten telah menetapkan motto Provinsi yakni Iman dan Taqwa. Bazda Provinsi Banten

274 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 28. 275 Amelia Fauzia, Badan Amil Zakat, Infak dan Sadakah (BAZIS) dalam Revitalisasi

Filantropi Islam, h. 42-43.

dibentuk dengan Keputusan Gubernur Provinsi Banten No. 451.12 / Kep.184‐Huk/ 276 2002.

Tujuan Badan ini adalah :Pertama, menngkatkan pelayanan bagi mustahik dalam rangka penunaian ibadah zakat, infak sedekah sesuai dengan tuntunan agama. Kedua, meningkatkan fungsi dan eran pranata keagamaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. Ketiga, meningkatkan hasil guna dan daya

guna zakat, infak dan sedekah. 277 Visi kelembagaan adalah terwujudmnya amil zakat yang amanah, profesional,

transparan, bertanggungjawab, dan mampu mengmpulkan zakat secara optimal serta mendistribusikannya 278 kepada mustahik sesuai dengan syari’at Islam.

Misi kelembagaan yaitu : a.Membangun semangat untuk menajdi muzaki, gemar berinfak, bersedekah, dan amal kebajikan lainnya. b. Mengoptimalkan pungutan, pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat, infak dan sedekah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas umat. c. Membina, mengembangkan dan mendayagunakan potensi umat, sesuai dengan tuntunan

syari’at 279 Islam. Berkaitan dengan program kerja Bazda Banten, maka akan dikemukakan

berdasarkan hasil Rapat Kerja IV tahun 2006.Pertama, bidang tata usaha. Bidang ini terdiri dari a. Kesekretariatan, secara umum mencakup perlengkapan alat‐alat sekretariat, penataan tugas‐tugas staf dan membantu ketua umum untuk menyiapkan aganda rapat. b. Perbendaharaan, secara umum melakukan penganggaran zakat, penertiban pembukuan dan dokumentasi keuangan serta melaksanakan tugas lain di dalam bidang pengelolaar zakat sesuai hasil rapat. Kedua bidang pengumpulan. a. Melakukan perencanaan pengumpulan ZIS menurut kelompok muzaki dan pembuatan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ). b. Memanfaatkan data muzaki sesuai dengan pengelompokan profesi. c. Peningkatan sosialisasi dan kerjasama antar instansi dan

276 Tim Institut Manajemen Zakat , Profil 7 Badan Amil Zakat Daerah, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat (IMZ), 2006), h. 44.

277 Tim Institut Manajemen Zakat , Profil 7 Badan Amil Zakat Daerah, h. 46. 278 Suparlan Usman, ”Sistem Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Daerah Provinsi Banten, makalah pada acara Rintisan Desa Binaan Zakat” yang diselenggarakan oleh Kanwil departemen Agama Provinsi Banten, 2008, h. 5

279 Suparlan Usman, ”Sistem Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Daerah Provinsi Banten, makalah pada acara Rintisan Desa Binaan Zakat” h. 5.

masyarakat pada umumnya. d. Mengoptimalkan tugas dan fungsi unit pengumpul zakat (UPZ). e. Melakukan kegiatan pengumpulan ZIS . Ketiga, bidang pendistribusian. a.

Membuat rencana pendistribusian ZIS. b. Menginventarisir mustahik dengan koordinasi instansi terkait. c. Mendokumentasikan dan mensosialisasikan serta evaluasi data pendistribusian ZIS. Keempat, bidang pendayagunaan. a. Membuat rencana pendayagunaan ZIS. b. Melakukan pendayagunaan dana non zakat untuk usaha produktif.

c. Melakukan kerjasama dengan pihak‐pihak terkait dalam pendayagunaan ZIS. Kelima, bidang pengembangan. a. Membuat perencanaan studi banding pada lembaga zakat dan meningkatkan penelitian tentang perzakatan serta menyelenggarakan fungsi komunikasi dan infromasi dengan masyarakat luas. Keenam bidang pengumpulan dan pendistribusian zakat fitrah a. Melakukan sosialisasi tentang besaran dana zakat fitrah sesuai ketetapan Gubernur Banten dan melakukan persiapan penyelenggaan 280 teknis kupon fitrah kepada karyawan bersamaan penerimaan gaji.

b. Sumber Keuangan ZIS Berkaitan dengan dana umat Islam yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Popinsi Banten,

meliputi zakat fitrah, zakat mal, infaq dan fidyah. Ketiga sumber dana tersebut menurut data sebagaimaan dalam tabel dua puluh tujuh (27), bahwa dalam tenggang waktu 2003 ‐2006, kenaikan penerimaan mencapai 100.82 % pada tahun 2005. Untuk zakat mal tampaknya mengalami peringkat tertinggi dibanding dengan sumber keuangan lainnya. Pada tahun 2005 zakat mal mencapai 80.68 % dengan prosentase terendah pada tahun 2004 sebanyak 71.12 %.

Berkaitan dengan dua dana lainnya, maka dana zakat fitrah menempati posisi yang nggi dibanding dengan infak/ fidyah. Untuk dana zakat fitrah sepanjang 2003‐ 2006 menempa posisi ter nggi. Pada tahun 2004 sebanyak 21.07 % dan terendah pada tahun 2006 yakni hanya 11.90 %. Adapun dana infak/ fidyah yang digabung dari dua sumber dana yang berbeda tersebut menunjukkan bahwa penerimaan tertinggi pada tahun 2006 sebesar 14.08 % dan terendah pada tahun 2003 hanya mencapai 6.38 % dari total penerimaan dana.

280 Himpunan Keputusan Rakerda IV Bazda Propinsi Banten 2006, (Seran: BAZDA Banten, 2006), h. 38.

Dari sumber dana zakat fitrah dan infak/ fidyah, jika diilakukan perbandingan maka sepanjang tahun 2003‐2005 tampaknya, dana zakat fitrah tetap menempa posisi

terbanyak, dan pada saat sumber dana ini mengalami penurunan prosentase (2006,

11.90 %) maka saat itu dana infak/ fidyah mengalami kenaikan menjadi 14.08 % yang tahun sebelumnya (2005) hanya mencapai 7.34 % dari total dana pemasukan untuk Bazda Banten.

c. Perkembangan Pendayagunaan Apabila diperha kan tabel ga puluh (30) tentang pendistribusian zakat (dalam

prosentase) yang dilakukan Bazda Banten, maka dapat dinyatakan bahwa dalam 2005‐ 2006 prosentase ter nggi diterima oleh mustahik fakir dan miskin yakni 62.37‐62.90 %. Sementara prosentase Ibnu sabil mencapai 0.96‐ 1.26 %. Analisis data ini menunjukkan bahwa sektor kemanusiaan untuk memenuhi kepentingan kebutuhan dasar fakir miskin merupakan prosentase tertinggi.

Untuk sektor amil Bazda Banten pada 2005‐2006 tampaknya dak menerima dana dimaksud. Kecuali bagi amil unit pengumpul zakat diberikan sebesar 4.56‐5.92 %.

Berkaitan dengan dana produktif maka Bazda Banten mengembangkan dana bergulir yang berasal dari dana non zakat yaitu infak. Menurut data sampai dengan 2007 jumlah peminjam mencapai 3003 orang dengan uang pinjaman sebanyak Rp. 327.000.000. 281 ‐ Menurut data per 1 Mei 2004 ‐ 31 Maret 2005 jumlah peminjam

sebanyak

29 orang dengan jumlah dana sebanyak Rp. 27.500.000. dan pengembalian sebanyak Rp. 23.759.000. Sedang angsuran sebanyak Rp. 3.750.000. Jumlah angsuran yang diberikan kepada mereka dalam dua kategori yaitu Rp.500.000 dan Rp. 1000.000.‐ 282

Jenis usaha yang dibiayai untuk dana bergulir ini meliputi pedagang makanan, pakaian jadi, tukang becak, perbengkelan, warung sembako. Untuk tahun 2004‐2005, diperoleh 283 infak dari mereka sebanyak Rp. 130.000.‐

281 Suparlan Usman, ”Sistem Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Daerah Provinsi Banten, makalah pada acara Rintisan Desa Binaan Zakat” h. 28.

282 Bulletin Bazda Banten No. 03-04 & 05 /Th.II 1426 H. h. 12. 283 Bulletin Bazda Banten No. 03-04 & 05 /Th.II 1426 H. h. 12.

Selain kegiatan dimaksud, maka Bazda Banten bekerjsama dengan Bazda Kabupaten Serang dan Bazda Kabupaten Lebak secara insidentil telah mengadakan

pembinaan 284 pada desa binaan yaitu binaan Badui Muslim di Leuwi Damar.

3. Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU)

a. Aspek Kelembagaan Pada awal berdiri Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) merupakan lembaga

swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kemanusiaan. Dengan melihat antusias masyarakat untuk berpar sipasi ak f dalam kegiatan kemanuisiaan itu maka 10 Desember 1999, lembaga ini ditetapkan sebagai lembaga resmi guna lebih mengkoordinasikan berbagai kegiatan. Pertimbangan penetapan sebagai lembaga dikarenakan banyak permintaan di luar daerah (luar Puau Jawa) dan di luar negeri yang berkeinginan untuk menjadi cabang dan perwakilan Pos Keadilan Peduli Umat dan karenanya lembaga ini memposisikan diri sebagai lembaga pembangunan umat dan amil

zakat. 285 Pos Keadilan Peduli Umat membangun hubungan dengan donatur atau muzaki

dengan menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Karenanya komitmen yang dibangun oleh lembaga ini adalah memfasilitasi antara dermawan/ donatur dengan dhuafa di pihak lain. Upaya ke arah itu dilakukan dengan penuh amanah, profesionalime yang diwujudkan dalam kultur dan etos kerja lembaga serta sifat adil dan transparasi merupkaan 286 tuntunan dalam mengemban kepercayaan donator. Pos Keadilan Peduli Umat, memiliki perbedaan dengan lembaga amil lainnya. Untuk yang disebut pertama, lembaga ini memiliki prinsip dasar sebagai lembaga swadaya masyarakat dengan bidang garapan kemanusiaan. Lalu mengembangkan diri sebagai lembaga amil. Dua model ini masih terintegrasi dalam kehidupan kelembagaan dan sekaligs merupakan karakteristik lembaga ini.

Visi yang diusung oleh PKPU pada tahun 1999 yaitu menjadi salah satu institusi yang peduli terhadap kepentingan umat dengan pengelolaan yang amanah dan profesional diIndonesia. Dalam buku Filantropi Islam disebutkan bahwa visi PKPU pada

284 Suparlan Usman, ”Sistem Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Daerah Provinsi Banten, makalah pada acara Rintisan Desa Binaan Zakat” h. 33.

285 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 113. 286 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 113.

tahun 2002 yang semula berbunyi: “menjadi ins tusi yang peduli”, diamandemen “menjadi institusi terdepan di Indonesia dalam menebar peduli untuk kepentingan umat

manusia dengan pengelolaan yang amanah dan profesional. Alasan perubahan karena, pada tahun 1999 belum banyak ins tusi yang bergerak dalam bidang kemanusiaan dengan pola penghimpunan dana dan sebagai responsi atas kondisi ini pada tahun dimaksud maka amandemen tak terhindarkan dikarnenakan banyaknya institusi yang

sejenis. 287

b. Aspek Pendayagunaan Zakat Dalam aspek pendayagunaan zakat PKPU telah menetapkan tiga sasaran.

Pertama, misi penyelematan kemanusiaan yang melipu : 1) Daerah–daerah konflik; 2) Daerah ‐daerah bencana; 3) Daerah–daerah minus. Kedua, rehabilitas kemanusiaan yang meliputi: 1). Rehabilitasi fasilitas kesehatan air; 2) Rehabilitasi fasilitas rumah dan pendidikan;

3) Rehabilitasi fasilitas ibadah; 4) Rehabilitasi fasilitas ekonomi. Ketiga, pembangunan masyarakat meliputi: 1) Pemberdayaan ekonomi masyarakat; 2) Pendidikan alternatif, 3) pembangunan pelayanan kesehatan mandiri, 4) Distribusi hewan 288 kurban.

Kebijakan pendayagunaan dana donatur termasuk zakat, maka Pos Kemanusiaan Peduli Umat menyalurkannya melalui jaringan daerah yang terdiri dari lima (5) cabang dan enam (6) perwakilan seluruh Indonesia. Melalui penyalur tersebut, zakat diberdayagunakan kepada mustahik. Salah satu kebijakan yang ditempuh adalah pendayagunaan zakat pada daerah yang terkena bencana. Pertimbangan yang diberikan adalah selain tepat sasaran juga mengandung pemerataan distribusi perekonomian ke lapisan 289 masyarakat desa.

4. Dompet Dhuafa Republika (DDR)

a. Aspek Kelembagaan Dilihat dari sisi latar belakang keberadaan Dompet Dhuafa Republika yang lahir

sejak 1993, maka badan ini tidak bisa dilepaskan dari empat (4) wartawan harian Republika yang menggagas perlunya upaya untuk mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa. Pada awalnya, gagasan ini dilakukan dengan menerima

287 Chaider S. Bamualim dan Tuti A.Najib, dalam Filantopi Islam, h. 177. 288 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 114. 289 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 114 287 Chaider S. Bamualim dan Tuti A.Najib, dalam Filantopi Islam, h. 177. 288 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 114. 289 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 114

profesionalisme maka lembaga ini diformalkan dan tidak lagi dikelola secara sambilan sebagaimana 290 pada awal berdirinya.

Dompet Dhuafa Republika didirikan pada tanggal 2 Juli 1993 dengan bentuk yayasan melalui akta notaris AbuYunus SH. Selanjutnya, melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, lembaga ini diumumkan dalam berita acara RI. No. 163/ A.Yay. HKM/1996. 291

Prinsip dasar yang dianut oleh Dompet Dhuafa Republika meliputi: Pertama, moral mencakup: jujur, amanah dan ihsan. Kedua, kedudukan lembaga bersifat non‐ politik, netral‐objektif, independen dan non‐rasial. Ketiga, manajemen bersifat transparan, dapat dipertanggungjawabkan, profesional, berdayaguna, berhasilguna, berorientasi ada perbaikan terus menerus. Keempat, pengembangan bersifat inovatif, kreatif, berorientasi pada sosial enterpreneurshif dan investasi sosial. Kelima, fikih tidak hanya menganut ibadah ritual, tetapi meraup sekaligus tiga unusr yaitu muzaki, amil dan mustahik. 292

Visi lembaga adalah “Menjadi Lembaga Pengelola Zakat Infak dan Sedekah terunggul yang amanah dan profesional.” Misi lembaga adalah optimalisasi kualitas pengelola ZIS yang transparan, terukur, berdayaguna dan dapat dipertanggungjawabkan dalam 293 mewujudkan kemandirian masyarakat. Inti aktifitas adalah menyantuni duafa, menjalin ukhuwah dan menggugah etos kerja. Ketiganya dijabarkan ke dalam tiga konsentrasi manajemen. Pertama, manajemen lini mencakup: penghimpunan mencakup sosioalisasi ZIS, layanan konseling, layanan penerima dana ZIS termasuk donasi kemanusiaan dan program tanggungjawab sosial perusahaan yang dikerjasamakan, layanan muzaki/ donator. Pendayagunaan mencakup pelayanan sosial untuk kebutuhan kritis dan mendasak, pengembangan ekonomi masyarakat, pengembangan sumber daya masyarakat. Kedua, manajemen pendukung mencakup keuangan dan administrasi, pencatatan, pendokumentasian dan pengarsipan transaksi dana ZIS, pengelolaan dana ZIS sesuai ketentuan Syari’at dan prinsip akuntansi yang berlaku,

290 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 1. 291 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 1. 292 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 2. 293 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 2.

penerbitan laporan keuangan berkala, termasuk yang diaudit oleh akutan publik, pengelolaan dan pengembangan sumber daya insani amil, pengelolaan kesekretariatan

dan tata graha lembaga. Ketiga, manajemen control yaitu: dewan Syari’ah dan internal auditor. 294

Selain struktur di atas terdapat Badan Wakaf yang dipandang sebagai refresentasi masyarakat sebagai stakeholder lembaga. Badan ini bekerja sebagai wakil‐ wakil masyarakat yang langsung berperan dalam lembaga untuk tetap mendidikasikan segala aktifitas mereka guna memenuhi kepentingan masyarakat luas dan dengan demikian 295 bagi lembaga ini masyararat dipandang sebagai pemilik. Dari sisi mutu manajamen kelembagaan, pada tahun 2001, lembaga ini telah menjalankan sistem manajemen 296 mutu standar ISO 9001:2000.

b. Sumber dan Penggunaan Keuangan Secara sosiologis dilihat dilihat dari sisi sumber keuangan Dompet Dhuafa

merupakan kelaas menengah. Pertimbangan pemilihan mereka karena: Pertama, secara ekonomis mereka memiliki keuangan. Kedua, mereka relative memiliki pendidikan yang lebih baik, dan dengan demikian mereka dapat menerima berbagai gagasan yang pendayagunaan zakat ditawarkan oleh Dompet Dhuafa. Ketiga, biasanya mereka lebih terbuka dalam merespon perubahan. Karena itu, Dompet Dhuafa memiliki donasi dari kelompok artis dan pengusa yang berbeda dengan lembaga lainnya terutama lembaga yang 297 masih bersifat tradsional..

Sumber keuangan Dompet Dhuafa tidak hanya berasal dari dana zakat, infak dan sedekah serta wakaf, tetapi juga berasal dari dana kemanusiaan sebagai wujud dari program ‐program tertentu.

Tabel

3: Pemasukan Dana Dompet Dhuafa

1426‐1427 H

Sumber Pemasukan 1426 H 1427 H

294 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 3. 295 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 3. 296 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 6.

297 Karlina Helmanita, dalam Revitalisasi Filantropi Islam, h. 99.

(Rp.) (Rp.)

Zakat 18. 412.806.845

1. 313.559.280 Infak dan Sedekah

Wakaf 406.662.500

5. 119.961.494 Solidaritasa Kemanusiaan

13.158.470.857 Penerimaan Bagi Hasil

247.635.123 Penerimaan lain‐lain

40.735.399.972 Sumber: Data Newsleter Dompet Dhuafa, Dzûl Qaiddah 1427 H

ga (3) di atas mengenai perkembangan sumber keuangan dan penggunaannya dalam dua tahun terakhir, 1426 dan 1427 H menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan penerimaan.

Tabel

Untuk dana yang berasal dari zakat, wakaf dan soliditas kemanusiaan, telah terjadi peningkatan, kecauli terhadap dana infak dan sedekah relatif tidak mengalami peningkatan penerimaan. .

c. Aspek Pendayagunaan Zakat Secara prinsipil pola pendayagunaan dana zakat diarahkan pada mustahik yang

delapan ashnâf, namun dalam tataran manajemen pendayagunaan diarahkan pada tiga program yaitu: pendidikan, ekonomi, kemanusiaan. Terhadap dana zakat ditempuh kebijakan pendayagunaan sejak tahun 2005 terhadap total dana zakat yang diterima yaitu: 35 % untuk sektor pendidikan, 35 % untuk sektor ekonomi dan 30 % untuk sektor bantuan 298 kemanusiaan.

298 Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

Dana untuk sektor amil sebanyak 12,5 % dari total dana zakat. Peruntukan dana zakat untuk sektor amil ditujukan untuk: gaji karyawan, biaya operasional organisasi, 299 sosialisasi program, pemeliharaan aset organisasi.

Untuk aspek pendayagunaan dana sebagaimana dikemukakan pada tabel tiga puluh satu (31) menunjukkan dalam tahun 1426 dan 1427 untuk mustahik tertentu yang memperoleh peningkatan pendayagunaan dana. Mustahik yang tergolong fakir miskin, ghârimin, fî sabîl Allah, serta kegiatan sosial. Berbeda untuk muallaf dan ibnu al‐Sabil relatif mengalami penurunan anggaran.

d. Perkembangan Kebijakan Pendayagunaan Zakat Dalam melakukan kebijakan pendayagunaan dana zakat, khususnya untuk

prosentase pendayagunaan maka sejak tahun 1993 ditemukan tiga kali perubahan yaitu: 1993‐2001 konsum f atau kemanusiaan 25 %, pengembangan SDM 25 %, pengembangan 300 ekonomi 50 %. Pada tahun 2001‐2005, dana kemanusiaan mencapai

20 %, pengembanan SDM 40 %, dan pengembangan ekonomi 40 %. Pada tahun 2005‐ sekarang, pengembanan dana kemanusiaan mencapai 35 %, pengembangan SDM 35 %, pengembangan 301 ekonomi sebanyak 35 %. Dalam perubahan prosentase, maka pertimbangan mendasar adalah menjadikan sektor kemanusiaan memperoleh prosentase 302 terkecil dan dua sektor lainnya harus menempati prosentase tertinggi.

Dalam kebijakan pendayagunaan zakat, maka ditempuh pengembangan jaringan organisasi. Pengembangan jaringan organisasi, dimaksudkan agar program Domput Dhuafa dapat berjalan dengan memperhatikan asas manajemen efisiensi dan efektifitas. Yang pertama dimaksudkan agar program, tidak terlalu memberikan beban sumber dana dan manusia Dompet Dhuafa, dan yang kedua, dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Berkaitan dengan jaringan ini, Dompet Dhuafa telah mengembangkan jaringan dalam pendayagunakan zakat yang mencakup: Pertama, jaringan program. Jaringan ini dibangun dalam rangka mengembangkan program. Sebagai contoh, dalam rangka pengembangan sektor pendidikan, dikembangkan beastudi etos, yakni

299 Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

300 Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 6. 301 Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet

Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008. 302 Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet

Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

pemberian beasiswa kepada mahasiswa yang memiliki kemampuan ekonomi lemah dan lulus pada ujian masuk pada salah satu dari sebelas perguruan tinggi negeri di

Indonesia, yang ditetapkan oleh Dompet Dhuafa. Bantuan pendanaan diberikan kepada mereka selama tiga tahun meliputi, biaya kuliah tahun pertama, uang saku dan akomodasi 303 asrama selama tiga tahun, dan pelatihan pengembangan diri.

Selain beastudi etos, dikenal juga Smart Ekselensia Indonesia, yaitu penyediaan fasilitas pendidikan setingkat SMP‐SMA berasrama dan bebas biaya, dengan siswa dari keluarga yang lulus seleksi dari seluruh Indoesia.

Dalam pelaksanaan program, Dompet Dhuafa bertanggungjawab untuk kepastian sumber pendanaan, sedang pihak sekolah bertanggungjawab dalam mengembangkan proses belajar mengajar dalam pencapaian tujuan

program. 304 Untuk sektor ekonomi, Dompet Dhuafa mengembangkan jaringan dengan

Masyarakat Mandiri. Masyarakat Mandiri, merupakan lembaga jejaring Dompet Dhuafat Republika berfokus pada aktifitas pemberdayaan masyarakat, dengan menumbuhkan budaya 305 kewirausahaan sosial untuk mengembangkan ekonomi lokal. Program yang dikembangkan seperti melakukan pendampingan bagi pembatik di Desa Wukisari Kabuten Bantul Yogyakarta. Mengembangkan pemberdayaan komunitas Petani Kelapa. Program ini secara umum bertujuan untuk memperdayakan komunitas petani kelapa yang berada di pedesaan dengan mengangkat potensi sumber daya alam lokal menjadi sebuah produk yang mendukung peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Program

ini berlokasi di Mantrean, Kabuaten Pacitan Jawa Timur. Brosur. 306 Untuk sektor kemanusiaan dapat dikemukakan, layanan kesehatan cuma‐cuma

(LKC) dengan memberikan pelayanan cuma‐cuma kepada mustahik dalam bidang kesehatan. Untuk sektor kemanusiaan terutama yang berupa kebutuhan ekonomi

303 Brosur Peduli Pendidikan Cerdas Anak Bangsa, diterbitkan Dompet Dhuafa dengan tanpa tahun.

304 Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

305 Brosur Paguyuban Seni Batik Giriloyo, diterbitkan Masyarakat mandiri dan Domept Dhuafa. dengan tanpa tahun.

306 Pemberdayaan Kominitas Petani Kelapa, diterbitkan Masyarakat Mandiri dan Dompet Dhuafat Republika, dengan tanpa tahun.

secara mendesak bagi kalangan mustahik, maka pengelolaannya dibebankan kepada 307 lembaga pelayanan mustahik (LPM).

Kedua, lembaga amil zakat. Lembaga pengelola zakat yang bermitra dengan Dompet Dhuafa yaitu lembaga yang dirintis bersama masyarakat dengan

Dompet Dhuafa dan juga lembaga amil zakat di daerah (LAZ). Untuk yang pertama, lembaga amil zakat diberikan pembinaan dana dan manajemen oleh Dompet Dhuafa untuk jangka waktu tertentu dan selanjutnya diberikan program‐program tertentu.

Untuk jaringan kepada lembaga amil zakat daerah (LAZDA), yaitu Dompet Dhuafa mengadakan kerjasama. Dalam hal ini dompet dhuafa mempunyai program dengan 308 dukungan dana zakat sedang LAZDA berfungsi sebagai pelaksana program.

Dilihat dari sisi perkembangan pelaksana program pendayagunaan zakat, maka dapat dibagi dalam tiga fase. Pertama, periode 1993‐2003. Dalam periode pelaksanaan program hanya dilaksanakan oleh internal organisasi. Dalam hal ini, setiap program yang ada, maka pelaksananya, secara personal ditentukan oleh Dompet Dhuafa sendiri. Tampaknya, kebijakan dengan pola pelaksanaan ini, tidak memberikan manfaat strategis bagi kepentingan organisasi dalam jangka panjang.

Ketiadaan manfaat strategis dalam pola pelaksaan program ini, disebabkan: (a) pegawai tetap atau sumber daya manusia Dompet Dhuafa yang bertindak sebagai pelaksana program dan akan terkuras perhatiannya dalam program tertentu, sehingga perhatian pada hal‐hal yang produktif lainnya tidak dapat dikembangkan lagi. Pada sisi lain, Dompet Dhuafa dalam perkembangannya, membutuhkan karyawan yang tidak saja memiliki tingkat profesionalitas tetapi juga memahami budaya kerja Dompet Dhuafa. Dengan demikian, maka melibatkan karyawan dalam pola ini, berarti mengabaikan alokasi sumber daya manusia yang sudah ada dilihat dalam perspektif pengembangan organisasi. 309 Hemat penulis, di sini berlaku prinsip, lebih baik mengembangkan potensi sumber daya manusia yang sudah ada yang memahami budaya organisasi dibanding menerima karyawan baru yang belum tentu memahami budaya organisasi.

307 Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

308 Wawancara Pribadi , Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet Dhuafa, Jakarta , 11 Pebruari 2008.

309 Wawancara Pribadi , Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet Dhuafa, Jakarta , 11 Pebruari 2008.

Kedua, periode 2003‐2006. Periode ini merupakan masa transisi. Ar nya, Dompek Duafa, baru menjejaki peluang untuk melakukan kemitraan dengan lembaga

lain. Persiapan yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa mencakup tata kerja kerjasama, dan teknis penjaringan dan penentuan lembaga yang bakal menjadi mitra Dompet Dhuafa. Selain itu, pada periode ini, Dompet Dhuafa secara berangsur‐angsur mengurangi keterlibatan pegawai internal lembaga ini, untuk terlibat langsung sebagai pelaksana suatu

program. 310 Ketiga, periode 2006‐sekarang. Periode ini menunjukkan bahwa secara

keseluruhan program yang dikembangkan Dompet Dhuafa dilaksanakan dengan mengacu pada pola kemitraan. Dengan pola seperti ini memberikan peluang bagi sumber daya manusia Dompet Dhuafa untuk lebih berkonsentrasi pada pengembangan kelembagaan 311 melalui inovasi dan kreasi program.

Dari uraian bab ini menunjukkan bahwa terdapat karakteristik pada setiap pengelola zakat baik untuk berbentuk badan maupun berbentuk lembaga. Dilihat dari sisi kehadiran pengelola zakat dimaksud menunjukkan perbedaan latar belakang, namun mempunyai tujuan yang sama yaitu peningkatan kesejahteraan kepada mustahik. Bab ini berfungsi untuk memperluas wawasan bagi penulis dalam membahas pengelolaan zakat dalam mendukung objek penelitian ini yakni Badan Amil Zakat Nasional. Bab berikut akan membahas tentang pola pendayagunaan zakat pada zama Rasul.

310 Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

311 Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.