Masalah membaca Orthographic Process

Kebayoran Arcade V Boulevard-Bintaro Jaya Sektor 7 Blok F3 F5 No. 01-29 Tangerang Selatan Email: infoupj.ac.id – www.upj.ac.id

I. Perkembangan dalam membaca

Terdapat 3 tahapan perkembangan dalam membaca, yaitu Ehri, 1996:

1. Logographic membunyikan gambar

Pada tahap ini, proses membaca masih dibantu dengan bantuan gambar visual. Kondisi ini disebut sebagai paired-associated learning. Para pembaca membentuk asosiasi antara kata yang tertulis dengan identitasnya yang sudah tersimpan dalam memory.

2. Alphabetical phase Word Identification

Fase ketika pembaca mulai membaca kata dengan cara memproses huruf-suara. Fase ini disebut dengan phonetic cue reading, yaitu pembaca membentuk ruteakses, mulai dari sebagian huruf yang dibaca. Word identification dapat dilakukan dengan cara: 1 mengambil dari memori, 2 membunyikan huruf, 3 mengeja kumpulan huruf, dan 4 menggunakan situasi untuk membanca

3. Orthographic Process

Ialah kemampuan mengeja symbol tertulis huruf, membedakan ejaan yang benar dan salah yang merupakan retrieval dari otak. Adapun proses ortographic adalah stimulus berupa letter group masuk ke otak, otak secara langsung mengenali huruf atau kelompok huruf. Kemudian diasosiasikan dengan kata yang sudah biasa, terakhir disuarakan membaca terjadi. Pada fase ini, anak sudah dapat mengenali bahwa huruf itu memiliki suku kata. Proses ini terjadi dalam waktu 300 milisekon. Pada fase ini, ejaan-ejaan pada fase alphabetical sudah terekam di otak dan hanya tinggal dikeluarkan saja. Pada anak kesubel, hal ini tidak terjadi karena mereka belum punya useful visual storage dan letter pattern. Hal ini terjadi karena adanya gangguan persepsi, yaitu fungsi otak mengalami kekacauan.

II. Masalah membaca

Pada bagian ini dijabarkan masalah membaca pada siswa-siswa yang teridentifikasi kesulitan belajar. Adapun masalah membaca pada siswa kesulitan belajar terletak pada area Westwood, 2001: 1. Bahasa dan metalingustik - Memiliki kosa kata yang sedikit - Poor syntactical awareness - Kesulitan rapid-naming - Kemampuan yang kurang dalam memahami bacaan Kebayoran Arcade V Boulevard-Bintaro Jaya Sektor 7 Blok F3 F5 No. 01-29 Tangerang Selatan Email: infoupj.ac.id – www.upj.ac.id 2. Pemrosesan bunyi huruf phonological process - Sulit mengenali bunyi-simbol pada suatu kata sehingga sulit membangun sight words 3. Pengenalan kata word identification - Berkaitan erat dengan speed dan akurasi membaca. Kedua hal ini dapat dicapai bila: a. Memiliki sight words yang banyak b. Sudah terampil mempersepsikan rangkaian huruf yang merupakan proses orthographic. 4. Pemahaman teks. - Masalah dalam memahami bacaan berkaitan erat dengan belum dicapainya keterampilan mekanis dalam membaca. Efficient reading harus melibatkan sight words persepsi visual dan orthographic fungsi otak. Sedangkan pada anak yang memiliki disleksia maka kemampuan sight words dan orthographic tergolong kurang. Siswa disleksia biasanya memiliki kesulitan yang persisten ketika belajar komponen kata dan kalimat. Ada sejarah keterlambatan bicara dan siswa selalu bermasalah dengan menulis dan mengeja. Menulis Pengajaran menulis dapat diberikan bersama-sama dengan pengajaran membaca. Jika anak sudah menghafal bunyi dari tiap huruf dalam abjad, ia sudah dapat membaca semua tulisan dalam bahasa Indonesia.Yang penting dalam menulis permulaan adalah mengeja. Hooper menyatakan bahwa tidak banyak penelitian yang menelaah kemampuan menulis Rathvon, 2004. Dengan demikian, sulit untuk mengoperasionalkan kemampuan menulis dan mengembangkan alat tes yang terstandardisasi Rathvon, 2004. Alat tes menulis yang berkembang saat ini melibatkan kemampuan menulis yang luas, mulai dari kemampuan menulis paling rendah sampai paling tinggi. Kemampuan menulis tingkat rendah sampai tingkat tinggi yang diukur adalah menulis huruf tunggal sampai dengan menulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Rathvon, 2004. Komponen menulis yang diukur dalam alat tes adalah: 1. Tata bahasa grammar. Pada bagian ini keterampilan yang dinilai seperti kemampuan untuk menggunakan sintaks, kosa kata, dan struktur kalimat yang tepat. Contoh item tes: mengkombinasikan dua kalimat untuk membentuk satu kalimat yang tepat. 2. Konvensi convention. Pada bagian ini keterampilan yang dinilai adalah keterampilan untuk menggunakan tanda baca, penulisan huruf besar, dan mengeja. Contoh item tes: mendeteksi kesalahan mengeja dalam kalimat. Kebayoran Arcade V Boulevard-Bintaro Jaya Sektor 7 Blok F3 F5 No. 01-29 Tangerang Selatan Email: infoupj.ac.id – www.upj.ac.id 3. Isi content. Pada bagian ini keterampilan yang dinilai adalah kemampuan untuk mengkomunikasikan isi pikiran melalui tulisan dengan efektif. Contoh item tes: menulis kalimat menggunakan beberapa set kata yang sudah ditargetkan. 4. Kelancaran menulis writing fluency. Pada bagian ini yang diukur adalah kelancaran menulis. Contoh item tes: menulis kata sebanyak mungkin dalam tiga menit, pertama disediakan dulu kalimat permulaan. 5. Menyalin tulisan copying. Pada bagian ini yang diukur adalah kemampuan untuk membentuk huruf, kata, angka, dan kalimat. Contoh item tes: mengevaluasi kemampuan keterbacaan dari tulisan tangan berdasarkan huruf, kalimat, dan contoh tulisan yang diminta. Mengeja Belajar mengeja berkaitan erat dengan proses belajar membaca. Walaupun mengeja memerlukan informasi lebih pada memori untuk akurasi hasil daripada membaca, kedua proses tersebut bergantung pada pengetahuan hubungan suara-simbol dan mengeja kata Rathvon, 2004. Dengan demikian, Foorman, Francis, Novy, dan Liberman menyimpulkan kemampuan mengeja dan membaca sangat berkorelasi dengan kelas satu SD Rathvon, 2004. Conwall, Lyons, Moats menyatakan bahwa individu yang memiliki kesulitan membaca hampir seluruhnya memiliki masalah mengeja walaupun sudah mendapatkan terapi remedial Rathvon, 2004. Tahapan Mengeja Penelitian yang dilakukan oleh Bear, Ehri, Frith, Henderson, TempletonBear, menemukan bahwa kemampuan mengeja anak akan diikuti dengan perkembangan tahapan pemahaman struktur kata Rathvon, 2004. Adapun tahapan perkembangan mengeja adalah Rathvon, 2004: 1. Emergent. Pada tahap ini, anak hanya memunculkan coretan, huruf acak, dan belum ada pemahaman tentang prinsip abjad. Biasanya terjadi pada anak usia pra-sekolah sampai pertengahan kelas satu SD. 2. Letter name. Pada tahap ini, anak hanya mengetahui representasi parsial dari bunyi huruf dengan nama huruf, belum memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai hubungan bunyi-simbol, terutama huruf vokal. Biasanya terjadi pada anak usia TK sampai pertengahan kelas dua SD. Kebayoran Arcade V Boulevard-Bintaro Jaya Sektor 7 Blok F3 F5 No. 01-29 Tangerang Selatan Email: infoupj.ac.id – www.upj.ac.id 3. Within word pattern. Pada tahap ini anak menggunakan huruf vokal pendek dan huruf vokal panjang pada satu kata. Biasanya terjadi pada anak kelas satu sampai pertengahan kelas empat SD. 4. Syllables and affixes. Pada tahap ini anak sudah mencapai pemahaman struktur kalimat yang memiliki beberapa suku kata dan urutan huruf; kesalahan terjadi biasanya berkaitan dengan penambahan akhiran. Biasanya terjadi pada anak kelas empat SD sampai pertengahan kelas dua SMP. 5. Derivational relations. Pada tahap ini anak mencapai pemahaman kata yang memiliki arti berikut turunan katanya dan memiliki bentuk ejaan yang mirip. Biasanya terjadi pada anak kelas lima SD sampai pertengahan kelas tiga SMA. Written Expression Terdapat lima tipe pengukuran mengekspresikan ide melalui tulisan, yaitu: 1. Pengukuran mekanik menulis. Pada pengukuran ini melibatkan mekanik menulis, seperti mengeja, tanda baca, dan penulisan huruf besar. 2. Pengukuran penulisan. Pada pengukuran ini mensyaratkan anak untuk menjawab pertanyaan yang bersifat esai. 3. Pengukuran kemampuan berbahasa secara tulisan. Pada pengukuran ini dilihat kemampuan konvensi menulis yang diperlukan dalam menulis. Pada anak-anak kelas awal yang diukur adalah kemapuan pembentukan huruf, pemakaian jarak ketika menulis, meniru kata dan kalimat, memberikan respon kata dan kalimat terhadap pertanyaan verbal atau gambar. 4. Pengukuran kelancaraan menulis. Pengukuran kelancaran menulis untuk siswa-siswa kelas awal terbagi menjadi tiga tipe, yaitu 1 pengukuran kelancaran penulisan huruf, 2 pengukuran kelancaran penulisan kata, 3 penulisan kalimat. 5. Pengukuran tulisan tangan dan menyalin hurufkatakalimat. Berhitung Tiga proses belajar matematika, melibatkan: 1. Deklaratif knowledge, yaitu kenal angka, paham kosa kata matematika, recognition of symbol. 2. Automated computasional skill, yaitu belajar +, :, x dan ini yang membutuhkan memory yang bagus. 3. Cognitive process, yaitu plan of actions yang digunakan untuk bernalar, membuat hipotesa, memecahkan masalah, dan self-monitoring yang melibatkan high-order thinking and metacognitive. Kebayoran Arcade V Boulevard-Bintaro Jaya Sektor 7 Blok F3 F5 No. 01-29 Tangerang Selatan Email: infoupj.ac.id – www.upj.ac.id Untuk memahami matematika, maka membutuhkan: 1. Pemahaman Bahasa, baik pemahaman verbal maupun tertulis 2. Level of understanding a. Intrumental understanding, yaitu pengetahuan kapan dan untuk apa dilakukan penghitungan, yaitu terjadi ketika proses memecahkan masalah matematika. Pada level ini anak belum mengetahui secara pasti mengapa prosedur penyelesaikan matematika seperti itu. b. Relational understanding, yaitu anak2 sudah mengetahui mengapa suatu proses berfungsi seperti rumus, prosedur matematika. Pada akhirnya mereka dapat menerapkan proses yang sama pada kondisi yang berbeda. Tahap perkembangan matematika 1. Angkanumber sense, nantinya berkembang menjadi number skill. Kompetensi yang dilihat adalah:  Berhitung  Membaca dan menulis angka  Penggunaan system operasi matematika  Paham konsep ekuivalen  Paham konsep tempat puluhan, satuan  Mampu paham bentuk lain dari angka decimal, per  Mampu menginterpretasikan tanda matematika 2. Bentuk dan ukuran 3. Pembentukan skema termasuk didalamnya adalah posisi vertical, horisonal, dll dan waktu. Dalam berhitung membutuhkan: 1. Pemahaman konsep angka. Proses ini membantu proses belajar tambah-tambahan yang membutuhkan STM yang baik. Pada anak LD, masalah adalah di STM. 2. Operasi matematika yang beragam sehingga akan membentuk keterampilan berhitung secara otomatis 3. Recall Area yang menjadi masalah diskalkulia: 1. Short Term Memory dan working memory tergolong rendah. Hal ini akan menyebabkan siswal lupa hasil perhitungan di luar kepala mental mtk dan visual image hasil perhitungan dan instruksi guru, siswa tidak mengetahui mulai dari masa suatu proses pengerjaan, siswa sulit menginterpretasikan suatu rangkaianseries, siswa membutuhkan waktu lama untuk paper-pencil task Kebayoran Arcade V Boulevard-Bintaro Jaya Sektor 7 Blok F3 F5 No. 01-29 Tangerang Selatan Email: infoupj.ac.id – www.upj.ac.id 2. Kesulitan membedakan arah sehingga dampaknya siswa bingung ketika harus menambahkan dan mengurangkan angka yang bersusun. 3. Adanya kesulitan dalam menyusunmengingat sekuens atau rangkaian. Dengan demikian, siswa sulit untuk berhitung maju, berhitung mundur, menyelesaikan tahapan dalam algoritma, dan menyelesaikan soal yang berkaitan dengan nilai tempat. 4. Adanya kesulitan persepsi visual sehingga siswa menjadi bingung akan tandasimbol matematika seperti +, :, x, 2x, X2 5. Kurangn pemahaman mengenai keruangan, dan hal ini berkaitan erat dengan persepsi visual yang kurang. 6. Kekurangan dalam Long Term Memory. Dengan demikian, hal ini akan menyebabkan siswa sulit mengakses informasi. Salah satu dampaknya siswa sulit mengingat tabel perkalian. 7. Kecepatan dalam bekerja 8. Bahasa yang digunakan dalam matematika Dimensi-dimensi yang diukur dalam asesmen kesulitan berhitung: 1. Berhitung, penambahanan, dan hubungan angka 2. Perkalian 3. Nilai tempat 4. Bahasa matematika 5. Empat operasi matematika 6. Konsep uang 7. Soal cerita matematika 8. Sikapkecemasanatribusi 9. Tes Gaya berpikir Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar Khusus Penyesuaian teknik mengajar pada siswa-siswa kesulitan belajar khusus dalam sekolah umum sudah diatur dalam suatu pasal. Pasal tersebut menyatakan bahwa siswa- siswa yang teridentifikasi sebagai kesulitan belajar khusus mendapatkan penyesuaian pengajaran maupun evaluasi hasil belajar. Di Indonesia, sistem pendidikan seperti ini disebut sebagai pendidikan integratif. Pendidikan integratif adalah menempatkan siswa berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal lainnya di sekolah umum. Dengan demikian, optimalisasi perkembangan fungsi kognitif, afektif, fisik, dan intuitif dapat dilakukan secara terintegrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa berkebutuhan khusus yang belajar bersama Kebayoran Arcade V Boulevard-Bintaro Jaya Sektor 7 Blok F3 F5 No. 01-29 Tangerang Selatan Email: infoupj.ac.id – www.upj.ac.id dengan anak normal di SD cukup banyak namun mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan degan baik. Pada sekolah integrasi terdapat berbagai pilihan penempatan kelas. Ketika memilih penempatan, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Berbagai faktor tersebut adalah tingkat kesulitan siswa, keterampilan sosial, dan kemampuan akademik siswa. Pada proses penempatan tersebut harus ada satu tim khusus yang menganjurkan anak ini mendapatkan tipe pelayanan yang mana. Terdapat tiga sistem penempatan di sekolah: 1. Kelas khusus Sekolah yang menyelenggarakan kelas khusus biasanya menempatkan 10-20 anak berkesulitan belajar dalam satu kelas. Terdapat dua kelas khusus yang digunakan, yaitu: a kelas khusus yang digunakan sepanjang hari, b kelas khusus untuk bidang studi tertentu. Pada kelas yang sepanjang hari para siswa diajar oleh guru khusus. Mereka berinteraksi dengan anak normal saat istirahat saja. Sedangkan pada kelas bidang studi khusus, siswa diajarakn proses belajar menulis, membaca, dan berhitung. 2. Ruang Sumber Ruang sumber merupakan ruang khusus yang disediakan oleh sekolah untuk pelayanan pendidikan khusus. Pada ruangan tersebut terdapat guru remedial dan berbagai media belajar. Aktivitas di dalam ruangan berkonsentrasi pada upaya memperbaiki keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Guru remedial dapat menjadi pengganti guru kelas dan menjadi konsultan guru reguler. Anak belajar sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Kelebihan ruang khusus ini adalah siswa berkebutuhan khusus mendapatkan bantuan dari guru yang terlatih, siswa-siswa ini tetap berada di dalam kelas reguler sehingga mereka dapat bergaul dengan anak normal. Sedangkan kekurangan ruangn sumber adalah jumlah waktu terbuang untuk berpindah-pindah kelas, mengurangi kemampuan guru kelas untuk menangani anak secara individual, dan meningkatkan kemungkinan adanya inkonsistensi pendekatan belajar. 3. Kelas Reguler Jenis pelayanan ini dimaksudkan untuk mengubah citra tentang siswa berkesulitan belajar dengan siswa tidak berkesulitan belajar. Dalam kelas reguler, diciptakan suasana belajar yang koperatif dimana siswa normal membantu siswa berkesulitan belajar. Integrasi bukan saja hanya sekedar menggabungkan siswa berkebutuhan khusus bersekolah di sekolah normal, tapi hakikat integrasi itu sendiri juga dioptimalkan, yaitu individualisasi melalui Program Pengajaran Individual PPI. Jadi integrasi di sini, bukan Kebayoran Arcade V Boulevard-Bintaro Jaya Sektor 7 Blok F3 F5 No. 01-29 Tangerang Selatan Email: infoupj.ac.id – www.upj.ac.id hanya sekedar bersekolah di sekolah umum namun tetap kurikulum pengajaran disesuaikan dengan kebutuhan individual melalui PPI. Penerapan PPI ini juga secara individual, begitupun dengan cara pengajarannya.

3. ADHD