Pngaruh pengalaman audit, indenpendensi, dan keahlian profesional terhadap pencegahan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan; studi empiris pada kantor akuntansi publik di DKI Jakarta

(1)

PENGARUH PENGALAMAN AUDIT, INDEPENDENSI, DAN KEAHLIAN PROFESIONAL TERHADAP PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta) Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

JORDAN MATONDANG NIM: 203082001901

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PENGARUH PENGALAMAN AUDIT, INDEPENDENSI, DAN KEAHLIAN PROFESIONAL TERHADAP PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)

Skrispi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

JORDAN MATONDANG NIM: 203082001901

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yahya Hamja,MM Rahmawati, SE.,MM

NIP. 194906021978031001 NIP. 197708142006042003

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Hari ini, Kamis Tanggal Empat Februari Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Uji Komprehensif atas nama Jordan Matondang, NIM: 203082001901, dengan judul skripsi “PENGARUH PENGALAMAN AUDIT, INDEPENDENSI, DAN KEAHLIAN PROFESIONAL TERHADAP PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 04 Februari 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM Fitri Damayanti, SE., M.Si

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Penguji Ahli


(4)

Hari ini, Jum’at Tanggal Tujuh Belas September Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Uji Skripsi atas nama Jordan Matondang, NIM: 203082001901, dengan judul skripsi “PENGARUH PENGALAMAN AUDIT, INDEPENDENSI, DAN KEAHLIAN PROFESIONAL TERHADAP PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 17 September 2010

Tim Penguji Skripsi

Dr. Yahya Hamja, MM Rahmawati, SE., MM

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Yusro R, SE., M.Si Penguji Ahli I Penguji Ahli II


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

1. Nama : Jordan Matondang 2. Tempat Tanggal Lahir : Medan, 02 Februari 1985

3. Alamat : Jl. Delima Jaya I No. 4 RT. 001 RW. 02 Rempoa - Ciputat

4. Nomor Telepon : 021-92832839 5. Status : Belum menikah 6. Agama : Kristen

7. Kewarganegaraan : Indonesia

8. Alamat Email

B. Data Pendidikan Formal

1.1991 - 1996 : SD METHODIST 03 Medan. 2.1996 - 1997 : SDN 08 Pagi Bintaro.

3.1997 - 2000 : SLTP Seruni DONBOSCO Jakarta Selatan. 4.2001 - 2003 : SMUN 86 Jakarta Selatan.

5.2003 - 2010 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

C. Data Pengalaman Kerja


(6)

ABSTRACT

This study is aimed to analyze the influence of audit experience, independence and professional expertise to the prevention and detection of fraudulent financial statement presentation. Data of this study is primary data collected from the accounting firm (KAP) in Jakarta . The statistical method used is multiple linear regression. Sampling method used was convenience sampling. The quality test of data used in this study are test of validity and reliability test. Meanwhile, in testing the hypothesis of this research uses the coefficient of determination test, F test and t test Multiple linear regression test results can be concluded that there is significant influence of audit experience, independence and professional expertise to the prevention and detection of fraudulent financial statement presentation.

Keywords: Prevention and detection of fraudulent financial statements, audit experience, independence, and professional expertise.


(7)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pengalaman audit, independensi, dan keahlian profesional terhadap Pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan. Data yang diperoleh berupa data primer dari KAP di DKI Jakarta. Metode statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah convenience sampling. Uji kualitas data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Sedangkan untuk pengujian hipotesis pada penelitian ini mengunakan uji koefisien determinasi, uji F, dan uji t. Hasil uji regresi linear berganda dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel pengalaman audit, independensi, dan keahlian profesional terhadap Pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan.

Kata Kunci: Pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan, pengalaman audit, independensi, dan keahlian profesional.


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengalaman Audit, Independensi dan Keahlian Profesional Terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan Penyajian Laporan Keuangan“ dapat terselesaikan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan dalam rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, saya tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung dalam penyusunan skripsi saya ini, antara lain kepada :

1. Orang tua saya Bapak (Alm) Mangatas Matondang dan Mama Elysabeth Tampubolon yang telah membesarkan saya dan mendoakan serta memberikan dukungan yang sangat besar terhadap saya, sehingga tersusunnya skripsi yang menjadi persyaratan mencapai suatu kelulusan. 2. Adik-adik saya (Leontyne dan Yohana) yang sudah membantu saya dalam

proses tersusunnya skripsi ini.

3. Opung saya (nenek) yang telah membantu dalam doa serta memberi semangat dan doa yang amat berarti buat saya.


(9)

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

5. Bapak Dr. Yahya Hamja,MM, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan masukan, semangat, dan bimbingan dengan kesabarannya. 6. Ibu Rahmawati, SE.,MM, selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan masukan dalam proses penyusunan skripsi saya dengan sabar dan penuh keiklhasan.

7. Seluruh dosen yang berada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya jurusan akuntansi yang memiliki peran yang sangat besar bagi saya dalam memberikan ilmu,budi pekerti serta dorongan moral selama proses perkuliahan.

8. Seluruh staf akademik Fakultas Ekonomi Dan Bisnis yang telah bekerja dengan baik dan sabar melayani para mahasiswa, semoga amalnya diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa.

9. Kawan-kawanku di Akuntansi A dan Akuntansi B yang telah membantu saya, dan memberikan semangat sehingga tersusunnya skripsi.

10.Sahabat-sahabat di Universitas, Furkon, Alki, Dewi, Firman, Hamdi, Ayu, Qomaria yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam penyusunan skripsi. Terus berjuang Sahabat-sahabat, gapai mimpi dan cita-cita Kita mengharumkan UIN Syarif Hidayatullah.

11.Sahabat-sahabat terbaikku dari SMU, Nadia, Aldi, Angga, dan Adnan yang telah banyak membantu, selalu memberikan dukungan dan sudah


(10)

menjadi pendorong/motivasi semangat saya dalam penyelesaian skripsi. Terus semangat buat Kita membahagiakan orang tua Kita.

12.Pihak-pihak lain, yang saya tidak dapat sebutkan namanya satu persatu. Saya menyadari sekali bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segala kerendahan hati saya mohon maaf dan berharap skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua. Dan saya berharap skripsi yang saya susun ini menjadi suatu karya yang baik serta menjadi suatu persembahan terbaik bagi para dosen-dosen dan teman-teman yang berada di Fakultas Ekonomi Dan Bisnis.

Demikianlah kata pengantar dari saya dan sebagai suatu introspeksi diri, saya mohon maaf atas kekurangan dan kesalahannya.

Jakarta, 19 September 2010


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. i

ABSTRACK ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Atas Audit ... 12

1. Pengertian Auditing ... 12

2. Standar Auditing ... 13


(12)

B. Pengalaman Audit ……….. 21

C. Independensi ………... 23

D. Keahlian Profesional ……….. 26

E. Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan ……… 28

F. Penelitian Terdahulu ……… 47

G. Keterkaitan Antar Variabel ………... 50

H. Kerangka Pemikiran ……….... 54

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ……….. 56

B. Metode Penentuan Sampel ………. 56

C. Metode Pengumpulan Data ... 57

D. Metode Analisis Data ... 57

E. Operasionalisasi Variabel ... 63

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian …………... 70

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 70

2. Karakteristik Profil Responden ... 72

B. Hasil dan Pembahasan ... 74

1. Uji Validitas ... 74

2. Uji Reliabilitas ... 76

3. Uji Asumsi Klasik ... 78

a. Uji Multikolinearitas ... 78


(13)

c. Uji Normalitas ... 80 d. Analisis Regresi Linear Berganda ... 82

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 93 B. Implikasi ... 94 C. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

4.1 Penelitian terdahulu 49

4.2 Operasionalisasi Variabel 65

4.3 Data Distribusi Sampel Penelitian 70

4.4 Data Sampel Penelitian 72

4.5 Hasil Uji Deskriptif Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin 72

4.6 Hasil Uji Deskriptif Responden Berdasarkan

Pendidikan Terakhir 73

4.7 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan

Posisi Terakhir 73

4.8 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan

Pengalaman Kerja 74

4.9 Hasil Uji Validitas 75

4.10 Hasil Uji Reliabilitas Pengalaman Audit (X1) 77

4.11 Hasil Uji Reliabilitas Independensi (X2) 77

4.12 Hasil Uji Reliabilitas Keahlian Profesional (X3) 78

4.13 Hasil Uji Reliabilitas Pencegahan dan Pendeteksian (Y) 78

4.14 Uji Multikolinearitas 79


(15)

4.16 Hasil Uji Koefisien Determinasi 83

4.17 Hasil Uji t 84

4.18 Hasil Uji F 89

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran 55

2.2 Uji Heteroskedastisitas 80


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Surat Ketersediaan Responden 96

2 Indentitas Responden 97

3 Pernyataan Pengalaman Audit (X1) 98

4 Pernyataan Independensi (X2) 99

5 Pernyataan Keahlian Profesional (X3) 100

6 Pernyataan Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan

Penyajian Laporan Keuangan (Y) 101

7 Jawaban Pernyataan Pengalaman Audit (X1) 102

8 Jawaban Pernyataan Independensi (X2) 105

9 Jawaban Pernyataan Keahlian Profesional (X3) 108

10 Jawaban Pernyataan Kepuasan Kerja Auditor (Y) 111 11 Distribusi Frekuensi Pernyataan Jenis Kelamin 114 12 Distribusi Frekuensi Pernyataan Pendidikan Terakhir 115 13 Distribusi Frekuensi Pernyataan Posisi Terakhir 116 14 Distribusi Frekuensi Pernyataan Pengalaman Kerja 117 15 Distribusi Frekuensi Pengalaman Audit (X1) 118

16 Validitas dan Reliabilitas Pengalaman Audit (X1) 119


(17)

18 Validitas dan Reliabilitas Independensi (X2) 124

19 Distribusi Frekuensi Pernyataan Keahilian Profesional (X3) 125

20 Validitas dan Reliabilitas Keahlian Profesional (X3) 128

21 Distribusi Frekuensi Pernyataan Pencegahan dan

Pendeteksian Kecurangan Pelaporan Keuangan (Y) 129 22 Validitas dan Reliabilitas Pencegahan dan

Pendeteksian Kecurangan Pelaporan Keuangan (Y) 131


(18)

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kantor akuntan publik merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang jasa. Jasa yang diberikan berupa jasa audit operasional, audit kepatuhan, dan audit laporan keuangan (Arens dan Loebbecke, 2003).

Akuntan publik dalam menjalankan profesinya diatur oleh kode etik profesi. Di Indonesia dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan Indonesia. Di samping itu dengan adanya kode etik, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya.

Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan pemakai lainnya. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, akuntan publik harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri (Wibowo, 2009: 19).


(20)

Profesi sebagai akuntan publik memainkan peranan sosial yang sangat penting berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh auditor. Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Tugas seorang akuntan publik adalah memeriksa dan memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan IAI. Hal ini menunjukkan bahwa auditor bertanggung jawab atas opini yang diberikan terhadap laporan keuangan yang diterbitkan (Wibowo, 2009: 19).

Dalam melaksanakan audit, profesi akuntan publik memperoleh kepercayaan dari pihak klien dan pihak ketiga untuk membuktikan laporan keuangan yang disajikan oleh pihak klien. Pihak ketiga tersebut diantaranya manajemen, pemegang saham, kreditor, pemerintah dan masyarakat yang mempunyai kepentingan terhadap laporan keuangan klien yang diaudit. Sehubungan dengan kepercayaan yang telah diberikan kepada akuntan publik, maka auditor dituntut untuk dapat memberikan kepercayaan tersebut. Kepercayaan ini harus senantiasa ditingkatkan dengan menunjukkan suatu kinerja yang profesional. Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik, maka auditor dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh IAI (Wibowo, 2009: 20).

Salah satu faktor penyebab krisis yang melanda Indonesia saat ini adalah pengelolaan perusahaan yang tidak baik. Pengelolaan perusahaan yang tidak baik akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan itu sendiri dan pada


(21)

akhirnya juga akan merugikan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan perusahaan, seperti pemegang saham, pemerintah serta pihak perbankan sebagai kreditur. Fraud (kecurangan), ketidakberesan, korupsi serta berbagai tindak penyelewengan lain yang merugikan perusahaan, negara maupun masyarakat luas terjadi pada berbagai sektor swasta maupun sektor publik.

Profesi auditor diakui sebagai suatu keahlian bagi perusahaan. Seorang auditor dalam melaksanakan audit bukan semata hanya untuk kepentingan klien melainkan juga untuk pihak yang lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan dan seorang auditor independen sebagai pihak yang memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan yang akhir-akhir ini menghadapi tuntutan pertanggungjawaban yang lebih besar atas berbagai praktek yang terjadi dalam perusahaan yang diauditnya (Rosandi, 2009: 1)

Dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi oleh salah saji (mistatement) yang material dan juga memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan. Salah saji itu terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Fraud diterjemahkan dengan kecurangan sesuai Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 70, demikian pula error dan irregularities masing-masing diterjemahkan sebagai kekeliruan dan ketidakberesan sesuai PSA sebelumnya yaitu PSA No. 32 (Koroy, 2008: 22).

Sesuai dengan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, Seksi 316.02, 2001) eksternal auditor mempunyai tanggung jawab dalam merencanakan dan


(22)

melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan, hal ini terdapat pada standar auditing pekerjaan laporan pada standar auditing No.6, yaitu bahwa bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit (Rosandi, 2009: 1-2).

Terjadinya kecurangan suatu tindakan disengaja yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa banyak kerugian. Meski belum ada informasi spesifik di Indonesia, namun berdasarkan laporan oleh Association of Certified Fraud

Examiners (ACFE), pada tahun 2002 kerugian yang diakibatkan oleh

kecurangan di Amerika Serikat adalah sekitar 6% dari pendapatan atau $ 600 milyar dan secara persentase tingkat kerugian ini tidak banyak berubah dari tahun 1996. Dari kasus-kasus kecurangan tersebut, jenis kecurangan yang paling banyak terjadi adalah asset misappropriations (85%), kemudian disusul dengan korupsi (13%) dan jumlah paling sedikit (5%) adalah kecurangan laporan keuangan (fraudulent statements). Walaupun demikian kecurangan laporan keuangan membawa kerugian paling besar yaitu median kerugian sekitar $ 4,25 juta (ACFE 2002) (Koroy, 2008: 22-23).

Kasus-kasus skandal akuntansi dalam tahun-tahun belakangan ini memberikan bukti lebih jauh tentang kegagalan audit yang membawa akibat


(23)

serius bagi masyarakat bisnis. Kasus seperti itu terjadi pada Enron, Global Crossing, Worldcom di Amerika Serikat yang mengakibatkan kegemparan besar dalam pasar modal. Kasus serupa terjadi di Indonesia seperti PT Telkom dan PT Kimia Farma. Meski beberapa salah saji yang terjadi belum tentu terkait dengan kecurangan, tetapi faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kecurangan oleh manajemen terbukti ada pada kasus-kasus ini.

Sebagai contoh di Indonesia dapat dikemukakan kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma Tbk (PT KF). PT KF adalah badan usaha milik negara yang sahamnya telah diperdagangkan di bursa. Berdasarkan indikasi oleh Kementerian BUMN dan pemeriksaan Bapepam (Bapepam, 2002) ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan yang mengakibatkan lebih saji (overstatement) laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3 % dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih. Salah saji ini terjadi dengan cara melebihsajikan penjualan dan persediaan pada 3 unit usaha, dan dilakukan dengan menggelembungkan harga persediaan yang telah diotorisasi oleh Direktur Produksi untuk menentukan nilai persediaan pada unit distribusi PT KF per 31 Desember 2001. Selain itu manajemen PT KF melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada 2 unit usaha. Pencatatan ganda itu dilakukan pada unit unit yang tidak disampling oleh auditor eksternal (Koroy, 2008: 23).

Terhadap auditor eksternal yang mengaudit laporan keuangan PT KF per 31 Desember 2001, Bapepam menyimpulkan auditor eksternal telah melakukan prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar


(24)

Profesional Akuntan Publik, dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KF menggelembungkan keuntungan. Bapepam mengemukakan proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT KF. Atas temuan ini, kepada PT KF Bapepam memberikan sanksi administratif sebesar Rp 500 juta, Rp 1 milyar terhadap direksi lama PT KF dan Rp 100 juta kepada auditor eksternal (Bapepam 2002) (Koroy, 2008: 23).

Terungkapnya skandal-skandal sejenis ini menyebabkan merosotnya kepercayaan masyarakat khususnya masyarakat keuangan, yang salah satunya ditandai dengan turunnya harga saham secara drastis dari perusahaan yang terkena kasus.

Timbulnya kasus-kasus serupa menimbulkan pertanyaan bagi banyak pihak terutama terhadap tata kelola perusahaan dan pola kepemilikan yang terdistribusi luas atau yang lebih dikenal dengan corporate governance yang sekali lagi mengakibatkan terungkapnya kenyataan bahwa mekanisme good corporate governance yang baik belum diterapkan. Hal ini dapat menjadi pemicu perusahaan atau pihak manajemen untuk mengeluarkan informasi-informasi yang memberi dampak positif terhadap harga saham dan dapat mendorong perusahaan untuk cenderung melakukan manipulasi akuntansi dengan menyajikan informasi tertentu guna menghindari terpuruknya harga saham.

Selain dari pihak perusahaan, eksternal auditor juga harus turut bertanggung jawab terhadap merebaknya kasus-kasus manipulasi akuntansi


(25)

seperti ini. Posisi akuntan publik sebagai pihak independen yang memberikan opini kewajaran terhadap laporan keuangan serta profesi auditor yang merupakan profesi kepercayaan masyarakat juga mulai banyak dipertanyakan apalagi setelah didukung oleh bukti semakin meningkatnya tuntutan hukum terhadap kantor akuntan. Padahal profesi akuntan mempunyai peranan penting dalam penyediaan informasi keuangan yang handal bagi pemerintah, investor, kreditur, pemegang saham, karyawan, debitur, juga bagi masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (Koroy, 2008: 25).

Pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani, memperlihatkan bahwa seseorang yang lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang subtantif memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa, penerapan dan pengembangan penelitian masalah pengalaman ini dalam bidang auditing juga mengungkapkan hasil yang serupa (Suraida, 2005:4).

Oleh karena itu, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena cukup penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa besar variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008). Perbedaan penelitian ini dengan


(26)

penelitian sebelumnya yaitu, Ada penambahan dua variabel independen yaitu pengalaman audit dan independensi yang diperoleh dari penelitian Suraida (2005) serta Desyanti dan Ratnadi (2006). Penambahan variabel pengalaman audit dan independensi selain disarankan oleh penelitian terdahulu, variabel tersebut juga merupakan bagian dari penentu yang sangat penting bagi keefektifan dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan. Keberhasilan dan kinerja seseorang auditor dalam suatu pekerjaannya agar dapat mencegah dan mendeteksi kecurangan penyajian laporan keuangan. Penelitian sebelumnya hanya menguji pengaruh independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja pengawas intern terhadap efektivitas penerapan struktur pengendalian intern pada Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung. Sedangkan penelitian ini menguji pengaruh pengalaman audit, independensi, dan keahlian profesional terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan sampel auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Jakarta.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka skripsi ini diberi judul “Pengaruh Pengalaman Audit, Independensi, dan Keahlian Profesional Terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan Penyajian Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)”.


(27)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah pengalaman audit berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian penyajian laporan keuangan?

2. Apakah independensi berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian penyajian laporan keuangan?

3. Apakah keahlian profesional berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan?

4. Apakah pengalaman audit, independensi, dan keahlian professional berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis:

a. Pengaruh pengalaman audit terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan.

b. Pengaruh independensi terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan.

c. Pengaruh keahlian profesional terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan.


(28)

d. Pengaruh pengalaman audit, independensi, dan keahlian profesional terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut:

a. Bagi Kantor Akuntan Publik

1. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan mengenai pentingnya pengalaman audit, independensi, dan keahlian profesional terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan.

2. Sebagai masukan untuk perusahaan dalam hal pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan, agar memperhatikan aspek-aspek apa saja yang menjadi motivasi seorang auditor dalam menghasilkan kinerja yang optimal.

b. Bagi kepentingan akademik

Diharapkan menjadi bahan bacaan yang memberikan gambaran tentang pengalaman audit, independensi, dan keahlian professional terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan.


(29)

c. Bagi peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat menerapkan pengalaman dan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah ke dalam praktek, khususnya yang ada hubungannya dengan masalah penelitian tersebut.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Atas Audit 1. Pengertian Auditing

Auditing menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2009: 4) adalah sebagai berikut:

“Auditing is the accumulation an evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.

Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Menurut Halim (2008: 1), definisi audit yang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic Accounting Concepts) adalah sebagai berikut:

“Auditing adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan”.

Menurut Agoes (2004: 3) mendefinisikan auditing sebagai berikut: “Pemeriksaan (Auditing) adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.


(31)

Berdasarkan definisi di atas, pengertian auditing adalah suatu proses sistematis dan kritis yang dilakukan oleh pihak yang independen untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai informasi dengan tujuan untuk menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.

2. Standar Auditing

Standar auditing berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu pelaksanaan audit serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai. Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar ini meliputi pertimbangan kualitas profesional auditor, seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bahan bukti. Standar auditing terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan (IAI, 2001: 150.1).

a. Standar Umum

1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.


(32)

3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

b. Standar Pekerjaan Lapangan

1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.

c. Standar Pelaporan

1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip tersebut dalam periode sebelumnya.


(33)

3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa standar auditing berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu pelaksanaan audit serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai. Dan secara spesifik standar auditing dikelompokkan menjadi 3, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan.

3. Prosedur Audit

Menurut Arens, et al. (2009: 172) prosedur audit (audit procedure) adalah rincian instruksi untuk pengumpulan jenis bukti audit yang diperoleh pada suatu waktu tertentu saat berlangsungnya proses audit. Sedangkan Agoes (2004: 125) mendefinisikan prosedur audit sebagai langkah-langkah yang harus dijalankan auditor dalam melaksanakan


(34)

pemeriksaannya dan sangat diperlukan oleh asisten agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan efektif.

Auditor dalam melaksanakan tugasnya harus mendapatkan bukti audit kompeten yang cukup melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan (IAI, 2001: 150.1). Dalam usaha memperoleh bukti audit kompeten yang cukup, maka auditor sebelum melaksanakan penugasan audit harus menyusun program audit yang merupakan kumpulan dari prosedur audit yang akan dijalankan dan dibuat secara tertulis. Kualitas kerja auditor dapat diketahui dari seberapa jauh auditor melaksanakan prosedur-prosedur audit yang tercantum dalam program audit (Malone dan Roberts, 1996 dalam Ulum, 2005).

Prosedur audit yang digunakan dalam penelitian ini ialah prosedur audit yang dilaksanakan pada tahap perencanaan audit dan tahap pekerjaan lapangan yang telah ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Menurut Herningsih (2002: 113) prosedur audit yang dilaksanakan pada tahap perencanaan audit dan tahap pekerjaan lapangan tersebut mudah untuk dilakukan praktik penghentian prematur, antara lain:

a. Membangun pemahaman bisnis industri klien

Auditor harus membangun pemahaman dengan klien tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi


(35)

kebutuhan atau harapan pihak lain, baik di pihak auditor maupun klien. Pemahaman tersebut harus mencakup tujuan perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor, dan batasan perikatan. Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas kerjanya atau lebih baik dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien (PSA No.05 SA Seksi 310, 2001).

b. Pertimbangan atas pengendalian intern dalam audit laporan keuangan Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai atas keandalan laporan keuangan, efektifitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan yang berlaku. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh auditor untuk merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan (PSA No.69 SA Seksi 319, 2001).

c. Pertimbangan auditor atas fungsi auditor intern klien

Auditor intern bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi, dan informasi lain kepada manajemen entitas dan dewan komisaris, atau pihak lain yang setara wewenang dan tanggung jawabnya dengan tetap mempertahankan objektivitasnya berkaitan dengan aktivitas yang diaudit. Tanggung jawab penting fungsi audit intern adalah memantau


(36)

kinerja pengendalian entitas. Pada saat auditor berusaha memahami pengendalian intern, auditor harus berusaha memahami fungsi audit intern yang cukup untuk mengidentifikasi aktivitas audit intern yang relevan dengan perencanan audit (PSA No.33 SA Seksi 322, 2001). d. Informasi asersi manajemen

Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Asersi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence), kelengkapan (completeness), hak dan kewajiban (right and obligation), penilaian (valuation) atau alokasi, serta penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure). Informasi asersi manajemen digunakan oleh auditor untuk memperoleh bukti audit yang mendukung asersi dalam laporan keuangan (PSA No.7 SA Seksi 326, 2001).

e. Prosedur analitik

Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan yang lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Tujuan dari dilakukannya prosedur analitik adalah membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya, sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang berhubungan dengan


(37)

saldo akun atau jenis transaksi, serta sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit (PSA No.22 SA Seksi 329, 2001).

f. Konfirmasi

Konfirmasi adalah proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga mngenai asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Proses konfirmasi mencakup pemilihan unsur yang dimintakan konfirmasi, pendesainan permintaan konfirmasi, pengkomunikasian informasi kepada pihak ketiga yang bersangkutan, memperoleh jawaban dari pihak ketiga, serta penilaian terhadap informasi atau tidak adanya inforamsi yang disediakan oleh pihak ketiga mengenai tujuan audit termasuk keandalan informasi tersebut (PSA No.7 SA Seksi 330, 2001).

g. Representasi manajemen

Representasi manajemen (lisan maupun tertulis) merupakan bagian dari bukti audit yang diperoleh auditor tetapi tidak merupakan pengganti bagi penerapan prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh dasar memadai bagi pendapat auditor atas laporan keuangan. Representasi tertulis bagi manajemen biasanya menegaskan representasi lisan yang disampaikan oleh manajemen kepada auditor,


(38)

dan menunjukkan serta mendokumentasikan lebih lanjut ketepatan representasi tersebut, dan mengurangi kemungkinan salah paham mengenai yang direpresentasikan (PSA No.17 SA Seksi 333, 2001). h. Pengujian pengendalian Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK)

Penggunaan TABK harus dikendalikan oleh auditor untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan audit dan spesifikasi rinci TABK telah terpenuhi, dan bahwa TABK tidak dimanipulasi semestinya oleh staf entitas (PSA No.59 SA Seksi 327, 2001).

i. Sampling audit

Sampling audit adalah penerapan terhadap prosedur audit terhadap kurang dari seratus persen unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok tersebut. Sampling audit diperlukan oleh auditor untuk mengetahui saldo-saldo akun dan transaksi yang mungkin sekali mengandung salah saji. Auditor harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam perncanaan, pelaksanaan, dan penilaian sampel, serta dalam menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan (PSA No.26 SA Seksi 350, 2001).

j. Perhitungan fisik

Perhitungan fisik berkaitan dengan pemeriksaan auditor melalui pengamatan, pengujian, dan permintaan keterangan memadai atas


(39)

efektifitas metode perhitungan fisik persediaan atau kas dan mengukur keandalan atas kuantitas dan kondisi fisik persediaan atau kas klien (PSA No.7 SA Seksi 331, 2001).

Dari uraian di atas diketahui bahwa prosedur audit merupakan kumpulan jenis bukti audit yang diperoleh pada suatu waktu tertentu saat berlangsungnya proses audit yang harus dijalankan auditor dalam melaksanakan pemeriksaan secara efisien dan efektif. Bukti audit tersebut meliputi inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.

B. Pengalaman Audit

Menurut Suraida (2005: 4) pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Dalam hal pengalaman, penelitian-penelitian dibidang psikologi yang telah dikutip oleh Jeffrey (1996) memperlihatkan bahwa seseorang yang lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang substantif memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa, penerapan dan pengembangan penelitian masalah pengalaman ini dalam bidang auditing juga mengungkapkan hasil yang serupa. Suraida (2005: 6) mengungkapkan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman akan membuat judgment yang relatif


(40)

lebih baik dalam tugas-tugas profesional ketimbang akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman, Marchant G.A. (1989) menemukan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman mampu mengidentifikasi secara lebih baik mengenai kesalahan-kesalahan dalam telaah analitik. Akuntan pemeriksa yang berpengalaman juga memperlihatkan tingkat perhatian selektif yang lebih tinggi terhadap informasi yang relevan (Davis, 1996).

Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Menurut Mayangsari (2003) auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal: (1) Mendeteksi kesalahan, (2) Memahami kesalahan secara akurat, (3) Mencari penyebab kesalahan.

Menurut Gibbins (1984), pengalaman menciptakan struktur pengetahuan, yang terdiri atas suatu sistem dari pengetahuan yang sistemtis dan abstrak. Pengetahuan ini tersimpan dalam memori jangka panjang dan dibentuk dari lingkungan pengalaman langsung masa lalu. Singkat kata, teori ini menjelaskan bahwa melalui pengalaman auditor dapat memperoleh pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuannya. Auditor yang berpengalaman akan memiliki lebih banyak pengetahuan dan struktur memori lebih baik dibandingkan auditor yang belum berpengalaman. Walaupun demikian pengaruh pengalaman yang banyak dalam bidang audit dapat dikacaukan oleh rendahnya kesadaran etis para auditor yang memegang posisi yang tinggi dalam organisasi KAP (Suraida, 2005: 8).


(41)

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pengalaman audit merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi dalam mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan serta mencari penyebab munculnya kesalahan yang berkenaan dengan kekeliruan, sehingga pengetahuan auditor yang berkenaan dengan kekeliruan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnya pengalaman auditor.

C. Independensi

Menurut Arens (2009: 186) independensi adalah cara pandang yang tidak memihak didalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Unsur-unsur mengenai independensi akuntan publik, yaitu sebagai berikut:

1. Kepercayaan masyarakat terhadap integritas, obyektivitas dan kebebasan akuntan publik dari pengaruh pihak lain.

2. Kepercayaan akuntan publik terhadap diri sendiri yang merupakan integritas profesionalnya.

3. Kemampuan akuntan publik meningkatkan kredibilitas pernyataannya terhadap laporan keuangan yang diperiksa.

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi independensi akuntan publik adalah sikap pikiran dan sikap mental akuntan publik yang jujur dan ahli, serta bebas dari bujukan, pengaruh, dan


(42)

pengendalian pihak lain dalam melaksanakan perencanaan, pemerikasaan, penelitian, dan pelaporan hasil pemeriksaan.

Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik (Christiawan, 2003: 86).

Dalam kode Etik Akuntan Publik disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas.

Berkaitan dengan hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu independensi akuntan publik, yaitu: (1) Akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien, (2) mengaudit pekerjaan akuntan publik itu sendiri, (3) berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan (4) bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien. Akuntan publik akan terganggu independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya (Elfarini: 2007: 34).

Menurut Supriyono (1988) meneliti 6 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu: (1) ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, (2) jasa-jasa lainnya selain jasa audit, (3) lamanya hubungan audit antara akuntan publik dengan klien, (4) persaingan antar KAP, (5) ukuran KAP, dan (6) audit fee. Menurut Elfarini (2007: 35) adapun


(43)

independensi auditor diukur melalui: lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor dan pemberian jasa non audit.

Menurut Aturan Etika Kompartemen Akuntansi Publik Peraturan 101 dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen didalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan IAI. Sikap mental independensi tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in apearance). Oleh karena itu, ia tidak dibenarkan untuk memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bilamana tidak demikian halnya, bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap independensi (tidak memihak) yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.

Mayangsari (2003: 18) disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Setiap akuntan harus memelihara integritas dan objektivitas dalam tugas profesionalnya dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak jujur, tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan hanya berdasarkan bukti yang ada.

Menurut Halim (2001: 9) ada tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut. (1) Independence in fact (independensi senyatanya)


(44)

yakni auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi. (2) Independence in

appearance (independensi dalam penampilan) yang merupakan pandangan

pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi dan objektivitasnya. (3) Independence in competence (independensi dari sudut keahlian) yang berhubungan erat dengan kompetensi atau kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.

Berdasarkann uraian di atas diketahui bahwa independensi merupakan sikap pikiran dan sikap mental akuntan publik yang jujur dan ahli, serta bebas dari bujukan, pengaruh, dan pengendalian pihak lain dalam melaksanakan perencanaan, pemeriksaan, penelitian, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Adapun independensi auditor diukur melalui: lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor dan pemberian jasa non audit.

D. Keahlian Profesional

Dalam pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual seperti dikemukakan oleh Lekatompessy (2003). Profesi merupakan jenis


(45)

pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku semestinya.

Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit profesional meningkat jika profesi menetapkan standar kerja dan perilaku yang dapat mengimplementasikan praktik bisnis yang efektif dan tetap mengupayakan profesionalisme yang tinggi (Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto, 2008). Konsep profesionalisme modern dalam melakukan suatu pekerjaan seperti dikemukakan oleh Lekatompessy (2003) berkaitan dengan dua aspek penting, yaitu aspek struktural dan aspek sikap. Aspek struktural karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan tempat pelatihan, pembentukan asosiasi profesional dan pembentukan kode etik. Sedangkan aspek sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme.

Hastuti, T.D., S.L. Indriarto dan C. Susilawati (2003) menyatakan bahwa profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai akuntan publik. Gambaran seseorang yang profesional dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu pertama, pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Kedua, kewajiban sosial adalah


(46)

suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya karena adanya pekerjaan tersebut. Ketiga, kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan bahwa seorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. Keempat, keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai apakah suatu pekerjaan yang dilakukan profesional atau tidak adalah rekan sesama profesi, bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan tersebut. Kelima, hubungan dengan sesama profesi adalah dengan menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa keahlian profesional merupakan keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menerapkan standar baku di bidang profesi yang bersangutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan.

E. Pencegah dan Pendeteksi Kecurangan

Menurut Amrizal (2004: 4) Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencagahan kecurangan adalah berupaya untuk


(47)

menghilangkan atau mengeleminir sebab-sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan terhadap akan terjadinya suatu perbuatan curang akan lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut.

Menurut Amrizal (2004: 4) kecurangan sering terjadi pada suatu entitas apabila:

a. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif.

b. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka. c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau

ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan.

d. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efisien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat

dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan.

f. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi kecurangan.

Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan yang dilaksanakan manajemen dalam hal penerapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu menyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai 3


(48)

(tiga) tujuan pokok yaitu: keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (Amrizal, 2004: 5).

Untuk hal tersebut, kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah antara lain dengan cara-cara berikut:

1. Membangun struktur pengendalian intern yang baik

Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar tujuan yang telah ditetapkan top manajemen dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan.

Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992 dalam Amrizal (2004: 5) memperkenalkan suatu kerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup manajemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 5 komponen yang paling terkait yaitu:

1) Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.


(49)

Lingkungan pengendalian mencakup: a. Integritas dan nilai etika.

b. Komitmen terhadap kompetensi.

c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit. d. Filosofi dan gaya operasi manajemen.

e. Struktur organisasi.

f. Pemberian wewenang dan tanggungjawab. g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia.

2) Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola.

Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut: a. Perubahan dalam lingkungan operasi.

b. Personel baru.

c. Sistem informasi yang baru atau diperbaiki. d. Teknologi baru.

e. Lini produk, produk atau aktivitas baru. f. Operasi luar negeri.

g. Standar akuntansi baru.

3) Standar pengendalian adalah kebijakan dari prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan.

Kebijakan dan prosedur yang dimaksud berkaitan dengan: a. Penelaahan terhadap kinerja.


(50)

b. Pengolahan informasi. c. Pengendalian fisik. d. Pemisahan tugas.

4) Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dari waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab. Sistem informasi mencakup sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas dan untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang dan ekuitas. Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap pelaporan keuangan.

5) Pemantauan (monitoring) adalah proses menentukan mutu kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan disain dan operasi pengendalian yang tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi.

Dari kesimpulan di atas diketahui bahwa untuk membangun struktur pengendalian intern yang baik pengendalian intern dibagi atas 5 komponen, yaitu: pertama, lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Kedua, penaksiran resiko atas identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola. Ketiga, standar


(51)

pengendalian. Keempat, informasi dan komunikasi. Dan kelima, melakukan pemantauan (monitoring) dalam proses menentukan mutu kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.

2. Mengefektifkan aktivitas pengendalian

1) Review Kinerja

Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja periode sebelumnya. Menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama lain. Bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan, dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas seseorang manajer kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman.

2) Pengolahan informasi

Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan luas aktivitas pengendalian sistem informasi adalah pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. Pengendalian umum biasanya mencakup pengendalian atas operasi pusat data, pemerosesan dan pemeliharaan perangkat lunak sistem, keamanan akses, pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi. Pengendalian ini berlaku untuk mainframe, minicomputer dan lingkungan pemakai akhir.


(52)

Pengendalian ini membantu menerapkan bahwa transaksi adalah sah, diotorisasi semestinya, dan diolah secara lengkap dan akurat.

3) Pengendalian fisik

Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva, penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses terhadap aktiva dan catatan, otorisasi untuk akses ke program komputer dan data files, dan perhitungan secara periodik dan pembandingan dengan jumlah yang tercantum dalam catatan pengendali.

4) Pemisahan tugas

Pembebanan tanggung jawab ke orang yang berbeda untuk memberikan otorisasi, pencatatan transaksi, menyelenggarakan penyimpanan aktiva ditujukan untuk mengurangi kesempatan bagi seseorang dalam posisi baik untuk berbuat kecurangan dan sekaligus menyembunyikan kekeliruan dan ketidakberesan dalam menjalankan tugasnya dalam keadaan normal.

Dari uraian di atas untuk mengefektifkan aktivitas pengendalian terdiri dari review kinerja, pengolahan informasi, pengendalian fisik, dan pemisahan tugas.

3. Meningkatkan kultur organisasi

Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber


(53)

perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.

Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah (Amrizal, 2004: 8): 1) Keadilan (Fairness)

Melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dan steakholders lainnya dari rekayasa transaksi yang bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

2) Transparansi

Keterbukaan bagi steakholders yang terkait untuk melihat dan memahami proses suatu pengambilan keputusan atau pengelolaan suatu perusahaan. Dalam hal ini terkait pula kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan informasi material kepada pemegang saham atau publik dan pemerintah secara benar, akurat, teratur dan tepat waktu.

3) Akuntabilitas (Accountability)

Menciptakan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan antar anggota direksi, komisaris, pemegang saham dan pengawas. Di sini menyangkut pula proses pertanggungjawaban para pengurus perusahaan atas keputusan-keputusan yang dibuat dan kinerja yang dicapai.


(54)

4) Tanggung jawab (Responsibility)

Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan atau peraturan yang berlaku termasuk tanggap terhadap lingkungan di mana perusahaan berada.

5) Moralitas

Manajemen dan seluruh individu dalam perusahaan wajib menjunjung tinggi moralitas, di dalam prinsip ini terkandung unsur-unsur kejujuran, kepekaan sosial dan tanggung jawab individu.

6) Kehandalan (Reliability)

Pihak manajemen atau pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki kompetensi dan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan.

7) Komitmen

Pihak manajemen atau pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki komitmen penuh untuk selalu meningkatkan nilai perusahaan, dan bekerja untuk mengoptimalkan nilai pemegang sahamnya serta menurunkan risiko perusahaan.

Dalam pedoman GCG yang disusun oleh The Nasional Committee on Corporate Governance (Maret 2000) dalam Amrizal (2004: 9) telah disarankan dengan jelas bagi perusahaan untuk memenuhi 13 aspek penting yang harus diperhatikan manajemen perusahaan yaitu:

Pemegang saham, dewan komisaris, direksi, sistem audit, sekretaris perusahaan, pihak-pihak yang berkepentingan (steakholders), keterbukaan,


(55)

kerahasiaan, informasi orang dalam, etika berusaha dan anti korupsi, donasi, kepatuhan pada peraturan perundang-undangan (proteksi kesehatan, keselamatan kerja, pelestarian lingkungan serta kesempatan kerja yang sama).

4. Mengefektifkan fungsi internal audit

Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan seksama sehingga diharapkan mampu medeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran yang bermanfaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh manajemen agar fungsi internal audit bisa efektif membantu manajemen dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya adalah:

1) Internal audit depertemen harus mempunyai kedudukan yang independen dalam organisasi perusahaan dalam arti kata tidak boleh terlibat kegiatan operasional perusahaan dan bertanggungjawab kepada atau melaporkan kegiatannya kepada top manajemen.

2) Internal adit departemen harus mempunyai uraian tugas secara tertulis, sehingga setiap auditor mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawabnya.

3) Internal audit harus mempunyai internal audit manual yang berguna untuk:


(56)

a. Mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas.

b. Menentukan standar yang berguna untuk mengukur dan meningkatkan percormance.

c. Memberi keyakinan bahwa hasil akhir internal audit departemen sesuai dengan requitment dari internal audit director.

4) Harus ada dukungan yang kuat dari top manajemen kepada internal audit departemen. Dukungan tersebut dapat berupa:

a. Penempatan internal audit departemen dalam posisi yang independen.

b. Penempatan audit staf dengan gaji yang cukup menarik.

c. Penyediaan waktu yang cukup dari top manajemen untuk membaca, mendengarkan dan mempelajari laporan-laporan internal audit departemen dan respon yang cepat dan tegas terhadap saran-saran perbaikan yang diajukan oleh internal auditor.

5) Internal audit departemen harus memiliki sumber daya yang profesional, capable, bisa bersikap objective dan mempunyai integritas serta loyalitas yang tinggi.

6) Internal auditor harus bisa bekerjasama dengan akuntan publik jika internal auditor sudah bisa bekerja secara efisien dan efektif dan bisa bekerjasama dengan akuntan publik, maka audit fee yang harus dibayar kepada KAP bisa ditekan menjadi lebih rendah karena hasil kerja internal bisa mempercapat dan mempermudah penyelesaian pekerjaan KAP.


(57)

7) Menciptakan struktur pengajian yang wajar dan pantas.

8) Mengadakan rotasi dan kewajiban bagi pegawai untuk mengambil hak cuti.

9) Memberikan sanksi yang tegas kepada yang melakukan kecurangan dan memberikan penghargaan kepada yang berprestasi.

10)Membuat program bantuan kepada pegawai yang mendapatkan kesulitan baik dalam hal keuangan maupun non keuangan.

11)Menetapkan kebijakan perusahaan terhadap pemberian-pemberian dari luar harus diinformasikan dan dijelaskan pada orang-orang yang dianggap perlu agar jelas mana yang hadiah dan mana yang berupa sogokan dan mana yang resmi.

12)Menyediakan sumber-sumber tertentu dalam rangka mendeteksi kecurangan karena kecurangan sulit ditemukan dalam pemeriksaan yang biasa-biasa saja.

13)Menyediakan saluran-saluran untuk melaporkan telah terjadinya kecurangan hendaknya diketahui oleh staf agar dapat diproses pada jalur yang benar.

Sementara irregularities atau kecurangan adalah salah saji atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang disengaja (Ferdian dan Na’im, 2006: 6). Kecurangan dibagi dua yaitu: salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan kecurangan yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva. Penelitian ini


(58)

difokuskan pada kecurangan tipe pertama yang menurut SA Seksi 316.2 (PSA No.70) paragraf 04 berarti, “salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan”. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini:

1. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.

2. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.

3. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.

Menurut Koroy (2008: 25-26) Pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor eksternal (selanjutnya disebut auditor). Atas literatur yang tersedia, dapat dipetakan empat faktor yang terdentifikasi yang menjadikan pendeteksian kecurangan menjadi sulit menjadikan pendeteksian kecurangan menjadi sulit dilakukan sehingga auditor gagal dalam usaha mendeteksi. Faktor-faktor tersebut yaitu:

1. Karakteristik terjadinya kecurangan

Terjadinya kecurangan sebenarnya berbeda dengan kekeliruan. Menurut Koroy (2008: 26) kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena biasanya melibatkan penyembunyian. Penyembunyian itu terkait dengan catatan akuntansi dan dokumen yang berhubungan, dan hal ini juga


(59)

berhubungan dengan tanggapan pelaku kecurangan atas permintaan auditor dalam melaksanakan audit. Jika auditor meminta bukti transaksi yang mengandung kecurangan, dia akan menipu dengan memberi informasi palsu atau tidak lengkap.

Koroy (2008: 26) menyebutkan ada tiga taknik yang digunakan manajer untuk mengelabui auditor. Taktik pertama adalah membuat deskripsi yang menyesatkan (seperti mengatakan perusahaan yang bertumbuh) agar menyebabkan auditor menghasilkan ekspektasi yang tidak benar sehingga gagal mengenali ketidakkonsistenan. Taktik kedua adalah menciptakan bingkai sehingga menimbulkan hipotesis tidak adanya ketidakberesan untuk evaluasi ketidakkonsisten yang terdeteksi. Taktik ketiga yaitu menghindari untuk memperlihatkan ketidakpantasan dengan membuat serentetan manipulasi kecil (secara individual tidak material) atas akun-akun tertentu dalam laporan keuangan sehingga membentuk rasionalisasi atas jumlah saldo yang dihasilkan. Dengan ketiga taktik ini, manajemen klien akan berhasil bila auditor menggunakan cara sederhana melalui representasi tunggal dalam menginterprestasikan ketidakkonsistenan yang terdeteksi. Hasil penelitian Koroy (2008) menunjukkan bahwa sebagian besar auditor (penelitian ini menggunakan partner) tidak mampu mendeteksi kecurangan dengan baik. Walaupun motivasi, pelatihan dan pengalamannya memadai, para partner yang diuji dapat dikelabui oleh bingkai dari manajemen klien.


(60)

Ketidakmampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan ini ada hubungan dengan keahliannya dibentuk oleh pengalaman yang relevan dengan kecurangan. Kecurangan itu sendiri frekuensi terjadinya jarang dan tidak semua auditor pernah mengalami kasus terjadinya kecurangan, sehingga pengalaman auditor berkaitan dengan kecurangan tidak banyak. Koroy (2008: 26) yang melakukan survei atas 1.050 partner audit KPMG peat arwick menemukan adanya 77 kasus kecurangan yang pernah mereka alami. Jika dihitung dari jumlah audit sepanjang karir mereka maka insiden ditemukannya kecurangan menjadi sangat kecil (sekitar 0,32 persen). Dengan jarangnya mereka menghadapi management fraud sehingga jarang pula yang mempunyai latar belakang yang pantas yang mengarah pada kemampuan mendeteksi kecurangan. Dari hasil studi tampak bahwa pengalaman saja tidaklah cukup dalam mendeteksi kecurangan kecuali jika pengalaman itu diperoleh dari industri yang sama atau melalui penugasan yang melibatkan kekeliruan atau kecurangan yang material.

2. Standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan

Dalam pendeteksian kecurangan yang menjadi masalah bukanlah ketiadaan standar pengauditan yang memberikan pedoman bagi upaya pendeteksian kecurangan, tetapi kurang memadainya standar tersebut memberikan arah yang tepat. Hal ini terlihat dari uraian perkembangan standar pengauditan di depan yang menunjukkan usaha untuk terus-menerus memperbaiki standar yang mengatur pendeteksian kecurangan


(61)

pada tanggung jawab pendeteksian kecurangan pada praktek belum cukup efektif dilaksanakan (Koroy, 2008: 26).

Keluarnya SAS No.53 menjawab tantangan kesenjangan harapan dengan secara signifikan meningkatkan tanggung jawab auditor berkaitan dengan kecurangan. Dalam standar ini ditegaskan auditor harus menilai risiko bahwa kekeliruan dan ketidakberesan kemungkinan menyebabkan laporan keuangan berisi salah saji material. Berdasarkan penilaian ini, auditor harus merancang auditnya untuk memberikan keyakinan yang memadai yang material atas laporan keuangan. SAS No.53 memandang persyaratan terhadap kekeliruan sama dengan kecurangan. Namun menurut Koroy (2008: 27) setahun setelah standar ini terbit, kedua jenis salah saji ini sama sekali berbeda. Demikian pula persyaratan atas dua jenis ketidakberesan yaitu defalcation dan management fraud juga berbeda bahwa mendeteksi kekeliruan yang mudah dilakukan. Sebabnya adalah pertama, kekeliruan terjadi tanpa adanya penyembunyian sehingga dapat terungkap begitu bukti-bukti diuji. Kedua, bila kekeliruan dalam jumlah kecil-kecil dijumlahkan menjadi jumlah yang material, sangat mungkin satu atau lebih bagian bukti yang mengandung kekeliruan akan diuji oleh auditor. Ketiga yaitu jika satu atau lebih kekeliruan itu secara sendiri-sendiri jumlahnya besar maka mungkin saja detil transaksi atau akun yang berhubungan akan dipilih untuk diuji auditor.

Perubahan SAS No.53 menjadi SAS No.82 berusaha mengatasi kelemahan di atas. SAS No.82 meminta penilaian risiko kecurangan


(62)

dilakukan secara eksplisit dan terpisah. Auditor juga diminta untuk mendokumentasikan penilaian risiko kecurangan secara terpisah. Koroy (2008: 27) dalam penelitiannya mengatakan standar ini harusnya dapat mengarahkan audit untuk memberi banyak waktu membaca isyarat kecurangan dan merancang rencana audit yang lebih sensitif terhadap risiko kecurangan. SAS No.82 memang cukup berhasil mengarahkan auditor untuk memperhatikan kecurangan. Namun SAS No.82 ini, seperti didapat dari penelitian Zimbelman (1997) dan kemudian Glover et al. (2003), tidak cukup untuk mendorong auditor untuk mengubah risiko kecurangan yang dipersepsikan, sehingga mereka tidak memilih prosedur audit yang berbeda. Hasil ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas SAS No.82 dalam membantu meningkatkan pendeteksian kecurangan. Dengan kata lain, dengan standar ini auditor memang melakukan upaya lebih, tetapi mereka tetap mempertahankan strategi audit yang konstan yang kemungkinan tidak efektif untuk mendeteksi kecurangan.

Perubahan SAS No.82 menjadi SAS No.99 banyak menyerap rekomendasi yang diberikan PAE, sehingga merupakan upaya perbaikan yang signifikan dalam standar pengauditan. SAS No.99 ini dirancang untuk memperluas prosedur audit yang berkenaan dengan kecurangan material pada laporan keuangan. Standar baru ini mempertimbangkan kecurangan secara menyatu dalam proses audit dan secara terus-menerus dimutakhirkan sampai selesainya audit. Dalam standar ini diuraikan proses


(63)

dimana auditor (1) menyajikan informasi risiko salah saji material yang identifikasi risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan, (2) menilai risiko-risiko tersebut setelah mengevaluasi program dan pengendalian oleh entitas dan (3) menanggapi hasil dari penilaian tersebut. Auditor menyajikan dan mempertimbangkan lebih banyak informasi dalam menilai risiko kecurangan daripada yang pernah dialami di masa-masa sebelumnya. Selain itu juga auditor diminta mendokumentasikan penilaian mereka secara eksplisit dalam kertas kerja (Koroy, 2008: 28).

Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian kecurangan berdasar penggolongan kecurangan oleh ACFE dalam Koroy (2008: 29) yaitu:

1. Kecurangan Laporan Keuangan

Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:

a. Analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase. b. Analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis

persentase-persentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode laporan.

c. Analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan.


(64)

2. Asset Misappropriation (Penyalahgunaan Aset)

Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat banyak variasinya. Namun, pemahaman yang tepat atas pengendalian intern yang baik dalam pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, terdapat banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan asset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dieteksi melalui beberapa teknik yang berbeda.

Dalam banyak kasus kecurangan, khususnya kasus pencarian dan penggelapan aset, biasanya terdapat tiga faktor, yaitu:

a. Ada satu tekanan pada seseorang, seperti kebutuhan keuangan.

b. Adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menyembunyikan kecurangan yang dilakukan.

c. Adanya cara pembenaran perilaku tersebut yang sesuai dengan tingkatan integritas pelakunya.

3. Corruption (korupsi)

Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan complain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik si penerima maupun si pemberi.


(65)

Orang-orang yang menerima dana korupsi ataupun penggelapan dana pada umumnya mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. The big spender b. The gift taker

c. The odd couple

d. The rule breaker

e. The complainer

f. The genuine need

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk mendeteksi kecurangan dalam melaporkan keuangan suatu organisasi atau perusahaan dapat dilakukan melalui penganalisaan hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau laporan arus kas. Mencegah penyalahgunaan aset, dan dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan complain ke perusahaan.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengalaman audit, independensi, keahlian profesional, dan pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan masukan serta kontribusi tambahan bagi auditor untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan penyajian laporan keuangan. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa hasil-hasil penelitian


(66)

terdahulu mengenai pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan.

Tabel 4.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti

(tahun) Judul Penelitian Variabel yang diteliti Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian 1. Arleen Herawaty Dan Yulius Kurnia Susanto (2008) Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik Dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas 1.Profesionalisme (X1)

2.Pengetahuan Akuntan Publik Dalam Mendeteksi Kekeliruan (X2)

3.Etika Profesi (X3)

4.Pertimbangan Tingkat Materialitas (Y) Sampel: Kantor akuntan publik. Metode analisis data menggunakan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh positif terhadap pertimbangan tingkat meterialitas dalam proses audit laporan keuangan. 2. Ida Suraida (2005) pengaruh etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit terhadap skeptisisme profesional auditor dan ketepatan pemberian opini akuntan publik

1.Etika (X1)

2.Kompetensi (X2)

3.Pengalaman Audit (X3)

4.Risiko Audit (X4)

5.Skeptisisme

Profesional Auditor (Y1)

6. Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik (Y2)

Sampel: Akuntan publik di Indonesia Metode analisis data menggunakan model persamaan struktural (Struktural Equation Modeling)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etika, kompetensi,

pengalaman audit, risiko audit dan skeptisisme profesional auditor secara parsial maupuun simultan berpengaruh positif terhadap

ketepatan pemberian opini akuntan.

3. Riki Ferdian dan Ainun Na’im (2006) Pengaruh Problem-Based Learning (PBL) Pada Pengetahuan Tentang Kekeliruan dan Kecurangan (Errors And Irregularities)

1.Metode PBL (X) 2.Jenis Kekeliruan dan kecurangan (X1) 3.Ketelitian terhadap kekeliruan dan kecurangan (X2) Sampel: Mahasiswa di Fakultas Ekonomi UGM Metode analisis data menggunakan kolmogarov-Smimov Two-Sample Test

tidak terdapat perbedaan antara experimental group dan control group mengenai jenis kekeliruan dan kecurangan yang dimiliki. Hal ini dilaur ekspektasi yang

menyatakan sebaliknya. Hasil tersebut juga tidak sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya tentang metode PBL. Penelitian menduga hal ini dikarenakan tidak spesifiknya metode PBL digunakan untuk mengevaluasi jenis kekeliruan dan kecurangan yang bisa terjadi.


(67)

Tabel 4.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti

(tahun) Judul Penelitian Variabel yang diteliti

Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian 4. Tri Ramaraya Koroy (2008) Pendeteksi Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal 1. Kecurangan 2. Pendeteksian kecurangan laporan keuangan Sampel: auditor eksternal Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, karakteristik terjadinya kecurangan sehingga menyulitkan proses pendeteksian. Kedua, standar pengauditan belum cukup memadai untuk menunjang

pendeteksian yang sepantasnya. Ketiga, lingkungan kerja audit dapat mengurangi kualitas audit dan keempat metode dan prosedur audit yang ada tidak cukup efektif untuk melakukan pendeteksian kecurangan. 5. Eunike Christina Elfarini (2007) Pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit

1. Komppetensi (X1)

2. Independensi (X2)

3. Kualitas audit (Y)

Sampel: Auditor yang bekerja pada KAP di Jawa Tengah Metode analisis data menggunakan analisis regresi linaer berganda

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kompetensi dan independensi auditor secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap kualitas audit.


(68)

G. Keterkaitan Antar Variabel

1. Pengalaman Audit dengan Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan Penyajian Laporan Keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Suraida (2005) dalam penelitiannya mengenai pengaruh etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit terhadap skeptisisme profesional auditor dan ketepatan pemberian opini akuntan publik. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa etika, kompetensi, pengalaman audit, risiko audit dan skeptisisme profesional auditor secara parsial maupun simultan berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini akuntan.

Berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mendorong peneliti untuk menguji kembali apakah variabel pengalaman audit berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Dengan demikian maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

Ha1: Pengalaman audit berpengaruh terhadap pencegahan dan

pendeteksian kecurangan laporan keuangan.

2. Independensi dengan pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan

Penelitian yang dilakukan oleh Elfarini (2007) dalam penelitiannya mengenai pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa


(69)

kompetensi dan independensi auditor secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap kualitas audit. Oleh karena itu baik auditor maupun Kantor Akuntan Publik (KAP) diharapkan dapat meningkatkan kualitas auditnya. Adapun untuk meningkatkan kualitas audit diperlukan adanya peningkatan kompetensi para auditor yakni dengan pemberian pelatihan-pelatihan serta diberikan kesempatan kepada para auditor untuk mengikuti kursus-kursus atau peningkatan pendidikan profesi. Sedangkan untuk meningkatkan independensi, auditor yang mendapat tugas dari kliennya diusahakan benar-benar independen, tidak mendapat tekanan dari klien dan tidak memiliki perasaan sungkan dengan kliennya sehingga dalam melaksanakan tugas auditnya benar-benar objektif dan dapat menghasilkan audit yang berkualitas. Adanya perhatian terhadap kualitas audit dari auditor maupun Kantor Akuntan Publik (KAP) tersebut maka akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mendorong peneliti untuk menguji kembali apakah variabel independensi berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Dengan demikian maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: Ha2 : Independensi berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian


(70)

3. Keahlian profesional dengan pencegahan dan pendeteksian kecurangan laporan keuangan

Penelitian yang dilakukan oleh Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008) dalam penelitiannya mengenai profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan, etika profesi dan pertimbangan tingkat materialitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula tertimbangan tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan.

Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi bagi Kantor Akuntan Publik dalam meningkatkan kinerja KAP secara keseluruhan dengan meningkatkan profesionalisme akutan publik, memberikan pengetahuan yang memadai bagi akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan meningkatkan rasa kepatuhan terhadap etika profesi dalam setiap pelaksanaan proses audit atas laporan keuangan sehingga dapat dihasilkan laporan keuangan auditan yang berkualitas.

Berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mendorong peneliti untuk menguji kembali apakah variabel keahlian profesional berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan laporan


(1)

PPK5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent tidak setuju 9 9.0 9.0 9.0 Netral 28 28.0 28.0 37.0 Setuju 38 38.0 38.0 75.0 sangat setuju 25 25.0 25.0 100.0 Valid

Total 100 100.0 100.0

PPK6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent tidak setuju 7 7.0 7.0 7.0 Netral 30 30.0 30.0 37.0 Setuju 43 43.0 43.0 80.0 sangat setuju 20 20.0 20.0 100.0 Valid

Total 100 100.0 100.0

PPK7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent tidak setuju 6 6.0 6.0 6.0 Netral 32 32.0 32.0 38.0 Setuju 40 40.0 40.0 78.0 sangat setuju 22 22.0 22.0 100.0 Valid


(2)

132

Lampiran 22:

Validitas dan Reliabilitas Pencegahan dan Pendeteksian

Kecurangan Pelaporan Keuangan (Y)

Item-Total Statistics Scale Mean if Item

Deleted

Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted PPK1 22.97 7.403 .246 .117 .655 PPK2 23.21 7.844 .265 .203 .611 PPK3 23.01 6.939 .265 .261 .649 PPK4 22.81 6.519 .400 .243 .602 PPK5 23.10 5.990 .389 .264 .699 PPK6 23.13 6.074 .428 .379 .684 PPK7 23.11 6.604 .285 .322 .643

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items .676 .668 7


(3)

(4)

134

Lampiran 23: Regresi Linear Berganda

Variables Entered/Removedb Model Variables Entered

Variables

Removed Method 1 keahlian

profesional, pengalaman audit, independensia

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: pencegahan & pendeteksian Model Summaryb

Change Statistics Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change Durbin-Watson 1 .565a .320 .298 2.457 .320 15.036 3 96 .000 1.464 a. Predictors: (Constant), keahlian profesional, pengalaman audit, independensi

b. Dependent Variable: pencegahan & pendeteksian

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression 272.289 3 90.763 15.036 .000a Residual 579.501 96 6.036

1

Total 851.790 99

a. Predictors: (Constant), keahlian profesional, pengalaman audit, independensi b. Dependent Variable: pencegahan & pendeteksian

Coefficientsa Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients 95% Confidence

Interval for B Correlations

Collinearity Statistics Model B Error Std. Beta t Sig. Lower Bound Bound Upper Zero-order Partial Part Tolerance VIF

(Constant) 15.657 2.641 5.927 .000 10.413 20.900

pengalaman audit .314 .153 .204 2.052 .043 .010 .618 .272 .205 .173 .714 1.401 independensi .441 .077 .698 5.749 .000 .289 .594 .412 .506 .484 .481 2.078 1

keahlian profesional .370 .082 .549 4.495 .000 .533 .206 .043 .417 .378 .475 2.103 a. Dependent Variable: pencegahan &


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh tindakan pencegahan pendeteksian audit investigatif terhadap upaya meminimalisasi kecurangan dalam laporan keuangan

4 47 137

Pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendektesian kecurangan: studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta

1 8 87

Pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman dan skeptisme profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan : studi empiris beberapa kantor akuntan publik di dki jakarta

2 24 126

Pengaruh etika, Indenpendensi, pengalaman, dan keahlian auditor terhadap opini audit : studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta

3 14 155

Analisis pengaruh profesionalisme, independensi, keahlian, dan pengalaman auditor dalam mendeteksi kekeliruan (studi empiris pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta)

0 4 118

Pengaruh keahlian audit dan indenfendensi auditor eksternal terhadap tingkat materialistas dalam audit laporan keuangan: studi empiris pada kantor akuntan publik yang terdapat di Jakarta

0 6 118

Pengaruh Independensi, Akuntabilitas dan Profesionalisme Auditor terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)

3 15 168

Pengaruh Pengalaman, Independensi dan Skeptisme Profesional, Auditor terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Jakarta)

9 46 147

pengaruh tindakan supervisi pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor (studi empiris pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta)

3 43 157

PENGARUH PENERAPAN KODE ETIK, SKPETISME PROFESIONAL AUDITOR, PENGALAMAN AUDITOR, DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN (STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI MEDAN).

1 6 30