Kerangka Teori Kerangka Teori Dan Konsepsi

12 adalah merupakan suatu penelitian yang baru dan asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Di dalam melakukan suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro, bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis. 10 Teori dimaksud adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 11 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 12 Hal ini sesuai dengan Soerjono Soekanto yang mengatakan bahwa perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori. 13 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses 10 Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia, Jakarta , 1992, hlm. 37. 11 J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996, hlm. 203. lihat M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 27. menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud di ssini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 12 Ibid. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta 1986, hlm. 6. Universita Sumatera Utara 13 tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. 14 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis. 15 Dengan demikian, pemikiran teoritis ini dijadikan kerangka pikir dalam suatu penelitian hukum yang dijadikan alat untuk menganalisis dasar penulisan tesis. Apabila dikaitkan dengan identifikasi masalah yang diteliti dalam tesis ini, maka penelitian ini menggunakan landasan teori yang berkaitan dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif diluar KUHPerdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat dalam lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan. Salah satunya adalah aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin yang mengartikan: Hukum itu sebagai a command of the lawgiver perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa, yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup closed logical system. Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk. 16 14 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press, Jakarta, , 1996, hlm. 203. 15 M. Solly Lubis, Op.Cit., hlm 80. 16 Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filasafat Hukum, Mandar Maju, Bandung 2002, hlm. 55. Universita Sumatera Utara 14 Salah satu teori hukum positif yang diterapkan dalam pembuatan perjanjian termasuk dalam hal ini perjanjian penerbitan kartu kredit maupun transaksi jual beli antara underwriter dan emiten adalah teori hasrat. Menurt teori hasrat dalam suatu perjanjian prestasi kedua belah pihak dalam suatu kontrak yang menekankan kepada pentingnya “hasrat” will atau intend dan pihak yang memberikan janji. Ukuran dan eksistensi, kekuatan berlaku dan substansi dan suatu perjanjian diukur dan hasrat tersebut, yang terpenting dalam suatu kontrak atau penjanjian bukan apa yang akan dilakukan oleh para pihak dalam kontrak tersebut, tetapi apa yang mereka inginkan. Jadi suatu perjanjian mula-mula dibentuk berdasarkan kehendak para pihak. 17 Selanjutnya menurut teori yang dikemukan oleh Van Dunne, yang mengartikan tentang perjanjian, yaitu “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. 18 Teori tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian, yaitu : 19 1. Tahap pra contractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan 2. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak; 3. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian 17 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dan Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra AdityaBakti, Bandung, 2001, hlm. 5 18 Lely Niwan, Hukum Perjanjian. Dewan Kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata, Yogyakarta 1987, hlm. 26 19 Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Mataram, 2002, hlm. 26. Universita Sumatera Utara 15 Setelah subjek hukum dalam perjanjian telah jelas, termasuk mengenai kewenangan hukum masing-masing pihak, maka pembuat perjanjian harus menguasai materi atas perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak. Dua hal paling penting dalam perjanjian adalah objek dan hakikat daripada perjanjian serta syarat-syarat atau ketentuan yang disepakati. Dalam suatu perjanjian terdapat beberapa asas, diantaranya adalah asas Kebebasan Berkontrak dan asas Konsensualisme consensualisme. Asas Konsensualisme consensualisme adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian itu telah lahir pada saat atau detik tercapainya kata sepakat di antara pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut 20 . Asas konsensualisme mendasari lahirnya suatu perjanjian dari kata sepakat yang timbul antara kedua belah pihak yang mengadakan suatu perjanjian, selain asas konsensualisme ada juga asas kebebasan berkontrak yang mengatur dibentuknya perjanjian. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak perjanjian yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum 21 . Asas kebebasan berkontrak bersifat mengatur, hal ini sesuai dengan Pasal 1339 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat 20 Benyamin Asri Dan Thabrani Asri, Tanya-Jawab Pokok-Pokok Hukum Perdata dan Hukum Agraria”, Armico, Bandung, 1987, hlm. 81. 21 Ridwan Syahrani, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 212. Universita Sumatera Utara 16 untuk hal-hal yang yang tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang, maksudnya para pihak dalam suatu perjanjian pada prinsipnya bebas untuk menentukan isi perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan atau undang-undang, dan yang lebih penting isi perjanjian tersebut sesuai dengan syarat sahnya perjanjian seperti yang diterangkan dalam Pasal 1320 KUH- Perdata. Pengertian jual beli dalam Pasal 1457 KUH Perdata adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Berdasarkan rumusan tersebut, dapat kita lihat bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang atau pembayaran harga atas benda oleh pembeli kepada penjual. Jual beli merupakan perjanjian konsensualisme, hal ini dapat kita temukan dalam rumusan Pasal 1458 KUH-Perdata yang menyatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar, dalam hal ini kesepakatan Universita Sumatera Utara 17 dianggap terjadi pada saat pembeli mengambil barang tersebut dan membayar harganya kepada penjual. 22 Dalam perjanjian jual beli, asas kebebasan berkontrak dinilai penting bagi pihak-pihak dalam jual beli karena hal ini berarti adanya kebebasan bagi mereka dalam menentukan isi causa dari jual beli yang mereka buat. Akan tetapi, perjanjian kontrak tersebut harus tetap memperhatikan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, sebab perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata 23 . Adapun syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah sebagai berikut 1 Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, 2 Cakap untuk membuat suatu perjanjian, 3 Suatu hal tertentu dan 4 Suatu sebab yang halal. Keempat syarat tersebut, secara garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua syarat pokok yaitu sebagai berikut. a. Syarat Subjektif. Syarat subjektif adalah sepakat mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan bertindak dalam bidang hukum. 24 Kedua syarat ini dikatakan subjektif karena ditujukan kepada orang atau objek yang mengadakan perjanjian. Apabila syarat 22 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli Seri Hukum Perikatan, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hlm. 48. 23 Ridwan Syahrani, Op. Cit., hlm. 212. 24 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 32. Universita Sumatera Utara 18 subjektif ini tidak dipenuhi maka perjanjian yang bersangkutan dapat dibatalkan. Adapun yang membatalkan suatu perjanjian itu adalah hakim dengan permintaan dari orang yang berkepentingan. b. Syarat Objektif Syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Kedua syarat ini dikatakan syarat objektif karena merupakan benda atau objek dari perjanjian. Apabila syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum. 25 Apabila dikaitkan dengan penggunaan kartu kredit dalam suatu transaksi atau perjanjian jual beli sebagai alat pembayarannya, maka hal ini terkait pula dengan teori tentang kartu kredit, dimana kartu kredit merupakan bagian dari surat berharga. Rachmadi Usman mengatakan bahwa Penggunaan Kartu Kredit dalam fungsinya sebagai alatsarana pembayaran, telah memberikan suatu substitusi alat pembayaran yang sah uang kertas dan logam. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Kartu kredit merupakan instrumen baru dalam dunia perdagangan dan merupakan surat- surat berharga yang mempunyai nilai uang. Surat-surat berharga ini secara konseptual dapat dibedakan atas surat berharga Warde Papier dan surat yang berharga Papier Van Waraade. 26 Tentang pengertian surat berharga dan surat yang berharga tidak secara tegas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD. Agar dapat disebut sebagai surat berharga, maka surat itu harus mempunyai 2 dua fungsi, yaitu sebagi alat untuk dapat diperdagangkan dan sebagai alat bukti 25 Ibid. 26 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Surat Berharga, Djambatan, Jakarta, 2001, hlm.5. Universita Sumatera Utara 19 terhadap tuntutan hutang yang telah ada. 27 Di samping itu, ada yang memberikan pula fungsi surat berharga meliputi surat bukti tuntutan hutang, pembawa hak dan mudah dijual belikan. 28 Abdulkadir Muhammad, mengatakan bahwa suatu surat untuk dapat dikatakan sebagai surat berharga itu mempunyai 3 tiga fungsi yaitu: 1. Sebagai alat pembayaran alat tukar uang. 2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih diperjual belikan dengan mudah atau sederhana. 3. Sebagai surat bukti hak tagih surat legitimasi. 29 Ternyata, sungguhpun Kartu Kredit telah mirip dengan surat berharga, tetapi dalam pengertian hukum belumlah dapat dipandang sebagai surat berharga. Sebab, jika dilihat dari ketiga fungsi surat berharga tersebut, hanya fungsi yang pertama yang dipenuhi oleh suatu surat berharga, yaitu fungsinya sebagai alat pembayaran pengganti uang kontan, sedangkan fungsi kedua tidak terpenuhi sama sekali. Sementara fungsi ketiga juga tidak terpenuhi, walaupun secara tidak langsung hak tagih tersebut dapat dipenuhi tetapi bukan oleh Kartu Kredit, melainkan oleh slip pembayaran yang telah ditandatangani oleh pemegang Kartu Kredit. Berlakunya kartu kredit di masyarakat apabila berhubungan dengan hukum, maka hukum dipandang sebagai sesuatu yang esensial bagi penciptaan dan pembinaan pasar-pasar. Sifat esensial hukum di sini disebabkan oleh karena mampu 27 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1982, hlm.9. 28 H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit. hlm. 5-6. 29 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang tentang Surat-surat Berharga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm.6. Universita Sumatera Utara 20 memberikan prediktabilitas peramalan kepada para pelaku ekonomi, atau dengan perkataan lain dapat memberikan kepastian hukum dalam rangka mereka menjalankan usahanya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan perannya di tengah kehidupan bersama, hukum memiliki fungsi yang sangat penting, yang oleh J.F. Glastra Van Loon dalam bukunya Dirdjosisworo disebutkan yaitu: 30 1. Penertiban penataan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup. 2. Penyelesaian pertikaian. 3. Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan-aturan dan jika perlu dengan kekerasan. 4. Pengertian atau memelihara dan mempertahankan hal tersebut. 5. Pengubahan tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian pada kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat. 6. Pengaturan tentang pengubahan tersebut, agar dapat memenuhi tuntutan keadilan rechsvaardigheid, hasil guna doelmatigheid dan kepastian hukum rechtzekerheid. Perjanjian jual beli diatur dalam Buku III Bab V, Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 KUH Perdata. perjanjian jual beli dapat dilihat dalam Pasal 1457 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Pada umumnya, suatu perjanjian hanya berlaku terhadap pihak-pihak yang membuatnya Pasal 1340 KUH Perdata, karena seperti yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka 30 Soedjono Dirdjosisworo, Pemanfaatan Ilmu-ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1997, hlm.147-148 Universita Sumatera Utara 21 yang membuatnya. Maksud dari “perjanjian yang dibuat secara sah” adalah perjanjian yang dibuat, tidak bertentangan dengan undang-undang karena isi perjanjian tersebut bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian. Selain itu, itikad baik dalam melaksanakan suatu perjanjian mempunyai peranan yang penting, Subekti mengatakan bahwa itikad baik merupakan sendi yang terpenting dalam hukum perjanjian, karena merupakan landasan utama untuk dapat melaksanakan suatu perjanjian dengan sebaik-baiknya dan sebagaimana mestinya 31 . Dari pengertian di atas, maka dalam perjanjian jual beli ditemukan ada dua kewajiban, yaitu 1 Kewajiban dari pihak penjual, untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli dan 2 Kewajiban pihak pembeli, untuk membayar harga barang yang dibeli kepada penjual. 32 Atas dasar pengertian yang disebut dalam butir 2, tentang kewajiban pihak pembeli untuk membayar harga barang yang dibeli kepada penjual, maka harga barang yang harus dibayar oleh pihak pembeli kepada penjual haruslah berupa uang rupiah. Mengingat hal tersebut di atas, maka dapat diasumsikan bahwa dengan menunjukkan Kartu Kredit dan dengan menandatangai faktur yang telah tersedia pada toko-toko, restoran, hotel-hotel dan lain-lain, berarti pemegang kartu telah melakukan pembayaran untuk transaksi yang telah dibuatnya, karena pembayaran betaling adalah tidak hanya terbatas pada masalah yang berkaitan dengan pelunasan hutang 31 Riduan Syahrani, Op. Cit., hlm. 259. 32 R. Subekti R., Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 8 - 20 Universita Sumatera Utara 22 semata-mata. Ditinjau dari segi yuridis teknis, ditentukan bahwa pembayaran tidak selamanya mesti berujud sejumlah uang atau barang tertentu, akan tetapi bisa saja dalam bentuk pemenuhan jasa, atau pembayaran dalam bentuk tidak berujud atau immaterial. 33 Di samping itu, bahwa pembayaran dapat dilakukan dengan bebas yang perlu adalah pembayaran yang dilakukan seseorang itu dimaksudkan untuk memenuhi prestasi perjanjian, sudah cukup bagi hukum. 34 Mengingat penggunaan kartu kredit adalah kalangan tertentu yang penghasilan per bulannya memenuhi standar yang telah ditentukan, maka dapat dipastikan bahwa masalah hukum yang timbul dari praktik penggunaan kartu kredit akan sangat bervariasi macam dan bentuknya. Selanjutnya apabila dilihat dari hubungan hukum antara bank atau lembaga non bank sebagai kreditur dengan nasabah pemegang kartu kredit sebagai debitur adalah didasarkan pada adanya perjanjian penyaluran dana dalam berbagai bentuk sesuai dengan asas kebebasan berkontrak. Namun kemudian akibat salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya memberikan hak tagih bagi kreditur atas hutang debitur sebagaimana diatur dalam asas kebebasan berkontrak Pasal 1338 Jo 1320 KUH Perdata menurut hukum perjanjian Indonesia, meliputi ruang lingkup sebagai berikut : Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian, kebebasan untuk 33 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 107 34 Ibid. Universita Sumatera Utara 23 menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya, kebebasan untuk menentukan objek perjanjian, kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian, dan kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional Aanvullend Optional.” 35 Menurut Ch. Gatot Wardoyo, perjanjian penerbiatan kartu kredit seperti halnya perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, antara lain : 1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan; 2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur; 3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.” 36 Mengenai akta perjanjian perjanjian kartu kredit di bawah tangan ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh Legal Officer, yaitu : 1. Kelemahan. Ada beberapa kelemahan dari akta perjanjian kredit di bawah tangan, yaitu antara lain : a. Bahwa apabila suatu saat nanti terjadi wanprestasi ingkar janji oleh debitur yang pada akhirnya akan diambil tindakan hukum melalui proses peradilan, maka apabila debitur yang bersangkutan menyangkal atau memungkiri tanda tangannya akan berakibat mentahnya kekuatan hukum perjanjian kredit yang dibuat tersebut; b. Bahwa oleh karena perjanjian ini dibuat hanya oleh para pihak, di mana formulirnya telah disediakan oleh bank Form StandartBaku, maka bukan tidak mungkin terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapi untuk suatu kepentingan pengikatan kredit. 2. Arsip file surat asli. a. Pada dasarnya juga merupakan suatu kelemahan dari pada perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan, dalam arti bahwa apabila akta perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan aslinya tersebut hilang karena sebab 35 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, 1999, hlm. 47 36 Wardoyo, Ch. Gatot, Sekitar Klausul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan Manajemen, Nopember-Desember, 1992. Universita Sumatera Utara 24 apapun, maka bank tidak memiliki arsipfile asli mengenai adanya perjanjian tersebut sebagai alat bukti. Hal ini akan membuat posisi bank akan menjadi lemah bila terjadi perselisihan. b. Isian Blanko Perjanjian. Dalam hal perjanjian kredit di bawah tangan, kemungkinan terjadinya seorang debitur mengingkari atau memungkiri isi perjanjian adalah sangat besar. Hal ini disebabkan dalam pembuatan akta perjanjian kredit, formblankonya telah disiapkan bank, sehingga dapat saja mengelak bahwa yang bersangkutan menanda-tangani blanko kosong yang berarti ia tidak tahu menahu tentang isi perjanjian tersebut. 37 Bentuk perjanjian pernerbitan kartu kredit oleh bank secara tertulis di bawah tangan ataupun akta notaril harus selalu memperhatikan klausul dalam perjanjian tersebut, karena perjanjian kartu kredit bank yang tidak memuat klausul seperti pendapat sarjana di atas akan mengandung kelemahan di kemudian hari yang tidak sesuai dengan tujuan dibuat perjanjian perjanjian kartu kredit tersebut. Tujuan di atas sesuai dengan pengertian kredit itu sendiri yang oleh O.P. Simorangkir, mengartikan perjanjian kartu kredit seperti halnya kredit adalah “pemberian prestasi misalnya uang, barang dengan balasan prestasi kontra-prestasi akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit berfungsi koperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dengan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Singkatnya kredit dalam arti luas didasarkan atas 37 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung 1993, hlm. 228. Universita Sumatera Utara 25 komponen-komponen kepercayaan, resiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang.” 38 Dalam praktek, pihak debitur hanya dapat menawar besarnya bunga yang akan dibebankan sedangkan mengenai klausul yang lain pihak bank tidak bersedia untuk merubah. Begitu juga dengan perjanjian kuasa menjual yang dibuat kemudian dapat menjadi batal, sehingga prestasi dalam perjanjian kredit ini adalah suatu yang wajib harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan, karena prestasi merupakan isi dari pada perikatan. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka debitur dikatakan wanprestasi. Terhadap wanprestasi atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan debitur tersebut, maka tentunya diperlukan adanya jaminan yang nantinya digunakan sebagai alat untuk melakukan penagihan.

2. Konsepsi