46
Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata memberikan kebebasan kepada para pihak khususnya subjek hukum untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian, 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan, 4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan
62
Perjanjian yang sah artinya, perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga perjanjian tersebut diakui oleh hukum.
Syarat-syarat sahnya suatu
persetujuan yang tercantum dalam Pasal 1320
KUHPerdata dengan sendirinya berlaku juga bagi sahnya suatu perjanjian. Mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata
adalah : 1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian
Consensus. 2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian Capacity.
3. Ada suatu hal yang tertentu A certain subject matter. 4. Ada suatu sebab yang halal Legal cause.
63
Keempat syarat sahnya perjanjian tersebut selanjutnya dapat dirinci sebagaimana, dikemukakan berikut ini:
1. Kesepakatan
ToestemingIzin Kedua Belah Pihak
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat 1
KUHPerdata. yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan
62
Salim H.S, Op.Cit., hlm. 100
63
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 88
Universita Sumatera Utara
47
kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihatdiketahui orang lain. Ada lima
cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan: a Bahasa yang sempurna dan tertulis;
b Bahasa yang sempurna secara lisan; c Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena
dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;
d Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya; e Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan
64
Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan
perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa di kemudian hari.
2. Kecakapan bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat
hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana
yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Orang yang tidak
berwenang untuk melakukan perbuatan hukum: a Anak di bawah umur minderjarigheid,
b Orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan
64
Sudikno Metrokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, 1987, hlm 7.
Universita Sumatera Utara
48
c Istri Pasal 1330 KUHPerdata. Akan tetapi dalam perkembangnnya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU Nomor
1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963.
65
Pada dasarnya setiap orang yang telah dewasa dan tidak terganggu ingatannya, cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang dewasa yang terganggu ingatannya,
anak di bawah umur dan orang yang berada di bawah pengampuan dianggap tidak cakap bertindak dalam lalu lintas hukum.
66
Dalam membuat sesuatu perjanjian seseorang haruslah cakap bertindak dalam lalu lintas hukum, karena dalam perjanjian itu seseorang terikat untuk melaksanakan
suatu prestasi dan harus dapat mempertanggung jawabkannya.
67
Mengenai kecakapan ini ditegaskan dalam Pasal 1339 KUH Perdata “bahwa setiap orang adalah cakap
untuk mengadakan persetujuan, kecuali orang-orang yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap”.
M. Yahya Harahap, menyatakan bahwa “subjek yang dianggap memiliki kecakapan memberikan persetujuan adalah orang yang mampu melakukan tindakan
hukum. Umumnya mereka yang mampu melakukan tindakan hukum adalah orang dewasa yang waras akal budinya, bukan orang yang sedang berada di bawah
pengampuan wali maupun di bawah “curatele”.
68
Subjek atau para pihak dalam suatu perjanjian harus cakap bertindak menurut hukum. Kecakapan ini diperlukan karena subjek hukum terikat dengan segala
65
Utinaita, Op.Cit, hlm.38.
66
R. Subekti, Op.Cit., hlm. 19.
67
Ibid.
68
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 6.
Universita Sumatera Utara
49
ketentuan yang telah disepakati bersama, maka ia harus mampu bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Orang yang tidak sehat pikirannya walaupun telah dewasa,
tidak dapat menyelenggarakan kepentingannya dengan baik dan memerlukan bantuan dari pihak lain untuk menyelenggarakan kepentingannya. Ketidakcakapan ini disebut
tidak cakap untuk mengadakan hubungan hukum, hal ini dikarenakan ia tidak dapat menentukan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
69
Orang yang belum dewasa, umumnya belum dapat menentukan dengan sempurna dan tidak mampu mengendalikan ke arah yang baik, sehingga ia
dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian. Sedangkan orang yang berada di bawah pengampuan adalah orang yang berdasarkan keputusan
hakim dinyatakan bahwa ia tidak mampu pemboros di dalam mengendalikan keinginannya sehingga bagi mereka harus ada wakil dari orang tertentu
untuk menyelenggarakan kepentingannya.
70
Setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya cakap bertindak menurut hukum. Ahmadi Miru mengatakan bahwa:
Seorang dikatakan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum jika orang tersebut belum cukup 21 tahun, kecuali jika ia telah kawin sebelum cukup 21
tahun. Sebaliknya setiap orang yang telah berumur 21 tahun ke atas, oleh hukum diangap telah cakap kecuali karena suatu hal ditaruh di bawah pengampuan,
seperti gelap mata, dungu, sakit ingatan atau pemboros.
71
3. Adanya Objek Perjanjian Suatu hal Tertentu