Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

(1)

BAYI USIA SAMPAI ENAM BULAN DI KELURAHAN

PISANGAN KECAMATAN CIPUTAT TIMUR

KOTA TANGERANG SELATAN

TAHUN 2013

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH : SRI LISDIANA NIM : 108101000045

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2013 M


(2)

(3)

iii Skripsi, Juli 2012 – Juli 2013

Sri Lisdiana, NIM : 108101000045

Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

xxii + 135 halaman, 26 tabel, 28 gambar, 3 bagan, 6 lampiran ABSTRAK

Kecenderungan posisi duduk ibu saat menyusui adalah tanpa sandaran, leher dan punggung membungkuk dengan membentuk posisi yang statis dan monoton. Hal ini tidak dibenarkan karena dapat menimbulkan sensasi ketidaknyamanan saat menyusui. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk meminimalisasi ketidaknyamanan dengan penggunaan kursi ergonomis saat menyusui dengan harapan ibu dapat melakukan aktivitas menyusui dengan posisi duduk yang benar.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan pretest-posttest control group design dengan jumlah sampel 34 orang yang dibagi menjadi Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol, masing-masing sebanyak 17 responden. Pada Kelompok Eksperimen diberikan perlakuan berupa penggunaan kursi ergonomis saat menyusui sedangkan pada Kelompok Kontrol melakukan aktivitas menyusui seperti biasanya. Skor kenyamanan diperoleh dari skor ketidaknyamanan pada lembar Body Part Discomfort Scale. Data dianalisis dengan uji Wilcoxon Signed-Rank Test dan Mann-Whitney Test.

Hasil uji Wilcoxon Signed-Rank Test menyatakan bahwa pada p-value 0,015 diketahui terdapat perbedaan rata-rata secara signifikan skor ketidaknyamanan antara sebelum dan setelah pada Kelompok Eksperimen. Sedangkan pada uji yang sama, dengan p-value 0,977 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor ketidaknyamanan antara sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol. Adapun uji Mann-Whitney menunjukkan dengan p-value 0,046, berarti terdapat beda rata-rata skor ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.

Simpulan diperoleh bahwa penerapan kursi ergonomis dapat meningkatkan skor kenyamanan posisi duduk ibu menyusui. Sehingga, diharapkan para ibu dapat menerapkan posisi duduk yang baik dan benar selama menyusui dengan menggunakan kursi ergonomis.

Kata Kunci: Kursi Ergonomis, Kenyamanan Posisi Duduk, Ibu Menyusui Daftar bacaan : 49 (tahun 1989-2011)


(4)

iv Undergraduate Thesis, July 2012 – July 2013 Sri Lisdiana, NIM : 108101000045

Influence the Use of Ergonomic Chair toward Comfort Seating Position to Breastfeeding Mothers of Infants Aged up to Six Months in Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan 2013

xxii + 135 pages, 26 tables, 28 pictures, 3 charts, 6 appendicies ABSTRACT

Tendency sitting position when breastfeeding mothers are without backrest, neck and back bent by forming a static position and monotonously. It is not justified because it can cause a sensation of discomfort while breastfeeding. Therefore, this study intends to minimize the discomfort to the use of ergonomic chairs while breastfeeding and the hope of breastfeeding mothers can do activities with proper seating.

This study used an experimental method with a pretest-posttest control group design with 34 samples, divided into experiment group and control group, respectively by 17 respondents. In the experiment group was given treatment by means of using ergonomic chair while breastfeeding, while in the control group with breastfeeding activities as usual. The comfort score was obtained from the discomfort score sheet of Body Part Discomfort Scale. Data were analyzed with the Wilcoxon Signed-Rank Test and Mann-Whitney Test.

The result of Wilcoxon Signed-Rank Test suggest that the p-value 0.015, it is evident that the average difference between the discomfort scores were significantly before and after in the experiment group. While at the same test, with p-value 0.977 showed no significant difference between the discomfort scores before and after in the control group. The Mann-Whitney test shows the p-value 0.046, means that there is an average difference of discomfort scores between the Experiment Group and Control Group.

The conclusion is obtained that the application of ergonomic chair can improve comfort score to breastfeeding mothers seating position. Thus, mothers are expected to apply of posture during breastfeeding properly and correctively by using an ergonomic chair.

Keyword: Comfort seating position, Ergonomic chair, Breastfeeding mothers References : 49 (1989-2011)


(5)

(6)

(7)

vii

Nama : Sri Lisdiana

Jenis Kelamin : Perempuan Tempat/Tanggal Lahir : Brebes/

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jln. Lombok Gg. Kakak Tua RT. 01/02 Desa Kemurang Kulon Kecamatan Tanjung 52254, Kabupaten Brebes Jawa Tengah

No. HP : +628-567-050-382

e-mail : sri.lisdiana@gmail.com Pendidikan

1996 – 2002 : SD Negeri 01 Kemurang Kulon 2002 – 2005 : SMP Negeri 01 Tanjung

2005 – 2008 : SMA Negeri 01 Brebes

2008 – sekarang : S1 – Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi

2002 – 2003 & 2004 – 2005 : OSIS SMP Negeri 01 Tanjung 2002 – 2004 : Pramuka SMP Negeri 01 Tanjung 2005 – 2008 : ROHIS SMA Negeri 1 Brebes 2009 : Div. Konsumsi FKIK Gathering

2010 : IRMAFA (Ikatan Remaja Masjid Fathullah) 2010 – sekarang : FLP Ciputat


(8)

viii Assalamu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillahi rabbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan karunia-Nya dalam wujud Iman, Islam, dan Ihsan sehingga skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw, karena beliau telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah yang buta akan ilmu menuju zaman cahaya yang bersinar dengan ilmu seperti sekarang ini.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin memberikan ungkapan terima kasih kepada:

1. Allah swt yang telah memberikan nikmat hidup tiada kira dan kekasih-Nya, Baginda Rasulullah Muhammad saw yang senantiasa menginspirasi.

2. Yang tercinta, orang tua beserta keluarga atas dukungannya baik materi maupun non-materi yang tak dapat dikalkulasi secara matematis. Terima kasih kakak2ku untuk support yang luar biasa dan doa2 yang senantiasa terpanjatkan tiada hentinya.

3. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And.

4. Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat, Ir. Febrianti, M.Si.

5. Yang terkasih, Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes. selaku Pembimbing I, untuk saran serta nasihat yang membangun, dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku Pembimbing II dan sekaligus sebagai peneliti utama terkait aplikasi ergonomi pada ibu


(9)

ix bermanfaat dan barokallah.

6. Tim penguji skripsi: Ibu Raihana Nadra Alkaff, MMA; Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK; Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D yang telah memberikan saran dan masukan berarti dalam penelitian ini.

7. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, sebagai salah satu dosen K3 yang telah berbagi ilmu dan pengalaman serta saran yang membangun dalam penelitian ini.

8. Ibu Eni, salah satu dosen Prodi Keperawatan FKIK dengan keramahannya dalam berdiskusi terkait Kenyamanan.

9. Pak Ghazali, staf Kesmas terrrrrrrbaik deh Pak. Terimaksih Pak, ‘tuk kemudahan2nya. 10. Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang telah membantu memberikan

informasi terkait ibu menyusui khususnya ibu menyusui bayi usia ≤6 bulan.

11. Para responden penelitian ini, ibu-ibu menyusui bayi yang usianya ≤6 bulan atas keramahan dan keterbukaannya dalam memberikan informasi terkait penelitian ini. 12. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat atas bantuan dan

kemudahan yang telah diberikan tanpa pamrih.

13. Chingudeul Tim Penelitian Ergonomi: Nadya, Iqbal, Titi, Mba Lia, n Dhevy buat kebersamaannya dalam pengerjaan penelitian ini. Gamsahamnida….. 

14. Chingudeul Stoopelth 2008 yang kompak dan saling menyemangati. Sukses selalu. 15. Irmaaaaaa aka Irmayanti Hayat, gomaweoyo buat tengah malam di angka 30072013.


(10)

x

buat kepolosan n kecerdasannya, Dhepy-ssi buat masukan2nya, Tiwi-ssi my roommate buat rasa berbagi dan kebersamaan dalam menghabiskan semangat dan malas, n Nyai Any-ssi ‘tuk ke-gajebo-an yang menceriakan sehari-hari. Yeoribbeun, gomaweoyo…  17. Kosan Mba2 yuuu yang menenangkan dengan personil: Kak Ayuuu, Memyuuuu, n

Dasyuuu (Li2z gag mo ikut marga yuu lho…!!!hhaha). Jinjja jinjja jinjja gomaweo…  18. Compass One Heart, dalam satu hati mengurai tulusnya doa untuk setiap anggotanya.

Sukses dan senantiasa sehat selalu kawan.

19. Semua pihak yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu dalam lembaran putih ini. 20. Spesial untuk yang tak diundang tapi hampir selalu ada menemani: sunyi, sepi, malas,

dan sakit. Dan, dari Love Rain hingga I Hear your Voice, geunyang areumdaun. Banyak hikmah dari keberadaan kalian…!!! 

Besar harapan penulis akan kemanfaatan skripsi ini untuk semua pembaca, khususnya civitas akademika yang concern akan aplikasi ilmu K3. Kesempurnaan adalah mutlak milik-Nya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang membangun demi perbaikan dalam penulisan selanjutnya.

Akhirul kalam,

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Jakarta, Juli 2013 Sri Lisdiana


(11)

xi

Benar, setidaknya bagiku.

Bahwa hidup akan terus berputar meski kau menderita di tengah bahagianya yang lain. Hidup tak menuntunmu pada bahagia.

Bahwa hidup akan terus berputar meski kau merasakan sepi dan sunyi di tengah ramainya dunia yang lain. Hidup tak selalu menjadi temanmu.

Bahwa sejatinya hidup itu tak memihak siapapun. Ia punya cara sendiri ‘tuk

menunjukkan keniscayaannya hingga Sang Penguasa menutupnya.

Karena itu, belajarlah percaya akan diri sendiri. Dan ingatlah, hanya ada satu manusia yang kepadanya kamu bisa bergantung dan setia menemanimu. Manusia itu adalah dirimu sendiri.

Jakarta, 02032013 @12:26 pm #LD_joker


(12)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... vii

LEMBAR KEYNOTE ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR BAGAN ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan ... 8

1. Tujuan Umum ... 8


(13)

xiii

2. Bagi Mahasiswa ... 10

3. Bagi Keilmuan K3 ... 10

D. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Konsep Ergonomi ... 12

1. Definisi Ergonomi ... 12

2. Tujuan Ergonomi ... 13

3. Program Ergonomi ... 14

B. Konsep Menyusui ... 17

1. Proses Laktasi dan Menyusui ... 17

2. Frekuensi dan Lama Menyusui ... 18

3. Posisi dan Perlekatan Menyusui ... 18

4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar ... 20

5. Manfaat Menyusui ... 25

C. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk ... 26

1. Definisi Kenyamanan (Comfort) ... 26

2. Definisi Ketidaknyamanan (Discomfort) ... 29

3. Perubahan Nyaman (Comfort) menjadi (Discomfort) ... 30

4. Pengukuran Kenyamanan Posisi Duduk ... 31

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk saat Menggunakan Kursi Ergonomis ... 56


(14)

xiv

3. Karakteristik Pekerjaan ... 59

4. Persepsi Tempat Duduk ... 60

E. Konsep Kursi Ergonomis ... 62

F. Kerangka Teori ... 65

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 66

A. Kerangka Konsep ... 66

B. Definisi Operasional ... 70

BAB IV METODE PENELITIAN ... 73

A. Disain Penelitian ... 73

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 74

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 75

D. Pengumpulan Data ... 78

E. Instrumen Penelitian ... 79

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 80

G. Validitas Data ... 86

H. Etika Penelitian ... 87

BAB V HASIL PENELITIAN ... 88

A. Gambaran Profil dingkat Kelurahan Pisangan ... 88


(15)

xv

2. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui

pada Kelompok Kontrol ... 90

3. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Eksperimen ... 91

4. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Kontrol ... 91

5. Perubahan Skor Ketidaknyamanan (Skor Delta (Δ)) Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 92

6. Gambaran Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui ... 92

7. Hubungan Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui ... 97

C. Hasil Penelitian Pendukung ... 100

1. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis ... 100

2. Gambaran Penggunaan Tempat Duduk pada Posisi Duduk ... 102

3. Gambaran Penggunaan Peralatan Bantu saat Menyusui ... 103

4. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Studi Kualitatif ... 103

BAB VI PEMBAHASAN ... 108

A. Keterbatasan Penelitian ... 108

B. Gambaran Kenyamanan sebelum (pre) Menggunakan Kursi Ergonomis ... 109

C. Perubahan Kenyamanan setelah (post) Menggunakan Kursi Ergonomis ... 112

D. Faktor yang Diduga Confounder ... 117

1. Usia Ibu ... 117


(16)

xvi

5. Tingkat Kebisingan ... 120

6. Suhu Lingkungan ... 121

7. Tingkat Pencahayaan ... 122

E. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis ... 123

1. Masa Penggunaan Kursi Ergonomis ... 123

2. Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis ... 124

BAB VII PENUTUP ... 128

A. Simpulan ... 128

B. Saran ... 130


(17)

xvii

Tabel 2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander & Zhang, 2007 dalam

Karwowski dan Marras, 2003) ... 29

Tabel 2.2 Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) ... 46

Tabel 2.3 Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) ... 47

Tabel 2.4 Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) ... 48

Tabel 2.5 Skor Postur A ... 49

Tabel 2.6 Skor Aktifitas ... 49

Tabel 2.7 Skor Beban ... 50

Tabel 2.8 Skor Bagian Leher (Neck) ... 51

Tabel 2.9 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) ... 51

Tabel 2.10 Skor Bagian Kaki (Legs) ... 52

Tabel 2.11 Skor Postur B (Tabel B) ... 52

Tabel 2.12 Skor Aktifitas ... 53

Tabel 2.13 Skor beban ... 53

Tabel 2.14 Tabel C ... 53

Tabel 2.15 Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu Dilakukan dari Hasil Analisis RULA ... 54

Tabel 2.16 Metode Pengukuran Ketidaknyamanan ... 55

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 70

Tabel 5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan ... 89

Tabel 5.2 Gambaran Skor Ketidaknyamanan Ibu sebelum dan setelah Menggunakan Kursi Ergonomis ... 89


(18)

xviii

Tabel 5.4 Gambaran dan Hubungan Faktor-faktor yang Diduga Confounder terhadap

Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui ... 93

Tabel 5.5 Gambaran dan Hubungan Status IMT terhadap Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui ... 94

Tabel 5.6 Gambaran Frekuensi dan Durasi Penggunaan Kursi Ergonomis ... 99

Tabel 5.7 Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis ... 101

Tabel 5.8 Distribusi Penggunaan Tempat Duduk pada Ibu Menyusui ... 102


(19)

xix

Gambar 2.1 Macam-macam Posisi Menyusui ... 19

Gambar 2.2 Posisi Menyusui Balita pada Posisi Normal ... 19

Gambar 2.3 Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di Ruang Perawatan ... 19

Gambar 2.4 Posisi Menyusui Bayi bila ASI Penuh ... 19

Gambar 2.5 Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan ... 19

Gambar 2.6 Cara Meletakkan Bayi ... 21

Gambar 2.7 Cara Memegang Payudara ... 21

Gambar 2.8 Cara Merangsang Mulut Bayi ... 21

Gambar 2.9 Teknik Menyusui yang Benar ... 21

Gambar 2.10 Perlekatan Benar ... 22

Gambar 2.11 Perlekatan Salah ... 22

Gambar 2.12 Transisi comfort menjadi discomfort ... 31

Gambar 2.13 Single Noun Scale ... 34

Gambar 2.14 Multiple Noun Scale ... 34

Gambar 2.15 Visual Analog Scale ... 35

Gambar 2.16 Numeric Rating Scale ... 36

Gambar 2.17 Graphic Rating Scale ... 37

Gambar 2.18 Body Map for Reporting Discomfort Location ... 38

Gambar 2.19 General Comfort Scale ... 39


(20)

xx

Gambar 2.23 Postur Lengan Bawah (Lower Arm) ... 47

Gambar 2.24 Postur Pergelangan Tangan (Wrist) ... 48

Gambar 2.25 Postur Leher (Neck) ... 50

Gambar 2.26 Postur Batang Tubuh (Trunk) ... 51

Gambar 5.1 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Eksperimen ... 96


(21)

xxi

Bagan 2.1 Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA ... 54 Bagan 2.2 Kerangka Teori ... 65 Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 69


(22)

xxii

Lapmiran I : Form Pernyataan Persetujuan Responden Lampiran II : Instrumen Penelitian

Lampiran III : Lembar Body Part Discomfort Scale Lampiran IV : RULA

Lampiran V : Data Kursi Ergonomis Lampiran VI : Hasil Output Analisa Data


(23)

1 A. Latar Belakang

Menyusui merupakan salah satu aktivitas sehari-hari secara alami yang dilakukan para ibu dan bersifat berulang selama masa menyusui, bisa enam bulan (eksklusif) atau lebih, biasanya hingga usia anak dua tahun. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini. ASI menjadi makanan paling sempurna bagi bayi. Menurut Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI (2005), pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit, dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya.

Mengingat begitu pentingnya ASI bagi bayi, maka WHO (World Health Organization) dan UNICEF (the United Nations Children’s Fund) sejak dasa warsa yang lalu telah menyerukan kepada ibu-ibu di seluruh dunia tentang perlunya pemberian ASI secara eksklusif selama 4 – 6 bulan pertama setelah kelahiran (Grant, 1993 dalam Suyatno, 1997). Hal ini membuktikan bahwa perihal ASI telah mendapat perhatian dan sorotan secara global.

Besarnya perhatian dunia terkait ASI, memicu para ahli untuk mencermati keberhasilan para ibu dalam aktivitas menyusui. Faktor keberhasilan dalam menyusui yaitu menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur, dan eksklusif (Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, 2005). Afifah (2007) juga


(24)

mengemukakan hal yang hampir senada tentang faktor keberhasilan dalam menyusui yaitu (1) komitmen ibu untuk menyusui, (2) dilaksanakan secara dini, (3) posisi menyusui yang benar untuk ibu dan bayi, (4) menyusui atas permintaan bayi, dan (5) diberikan secara eksklusif. Sementara Perinasia (1994) dalam Listya (2008) menambahkan teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Selanjutnya, Saleha (2009) menambahkan bahwa salah satu faktor penyebab lecetnya puting ibu adalah kesalahan dalam teknik menyusui karena bayi tidak menyusui sampai areola tertutup oleh mulut bayi. Puting lecet ini menjadi salah satu penyebab timbulnya peradangan pada payudara ibu. Dari faktor-faktor tersebut, terlihat bahwa posisi menyusui memegang peranan penting dalam keberhasilan ibu menyusui.

Setiap ibu menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam kondisi nyaman karena akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009). Fahma, dkk (2010) mengemukakan kesalahan memposisikan ibu dan bayi dalam proses menyusui dapat menyebabkan pegal-pegal pada ibu di berbagai bagian tubuh yang harus menopang bayi saat menyusui. Menurutnya, pada saat menyusui biasanya ibu harus duduk minimal 20 menit, karena rentang waktu tersebut cukup untuk bayi. Artinya, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama 20-30 menit (jika rentang waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkali-kali (sesering mungkin, sesuai permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa bulan, bisa enam bulan (ASI eksklusif) atau lebih. Kondisi yang demikian akan


(25)

menyebabkan suatu sensasi ketidaknyamanan bagi ibu. Namun, naluri keibuannya akan menahan rasa ketidaknyamanan tersebut.

Secara umum, banyak cedera muskuloskeletal berawal dari ketidaknyamanan. Jika dibiarkan, maka ketidaknyamanan ini akan menjadi faktor risiko untuk memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala, dan dari ketidaknyamanan ini akan berkembang menjadi sakit atau Musculoskeletal Disorders/MSDs (Stanton, et. al, 2005). Ia menambahkan bahwa sensasi ketidaknyamanan ini merupakan tanda peringatan dari tubuh bahwa ada beberapa faktor dari pekerjaan yang harus diubah. Dalam ilmu ergonomi, ketidaknyamanan digunakan untuk menunjukkan suatu masalah fisik antara pekerja dengan pekerjaan (Karwowski dan Marras, 2003).

Munculnya sensasi ketidaknyamanan pada posisi saat menyusui diperkirakan karena prinsip ergonomi belum diterapkan. Salah satu penyelesaian masalah ketidaknyamanan dalam menyusui yaitu dengan adanya peralatan ergonomis berupa kursi menyusui. Banyak teori pendukung pernyataan tersebut yang tercantum dalam penelitian Kalsum (2007). Pertama, Mark, et al (1985) menyatakan tempat kerja dan peralatan yang ergonomis memperkecil banyaknya pergerakan tubuh dan membantu penyesuaian postural untuk mempertahankan postur tubuh dengan tetap. Selanjutnya, Oborne (1982) dan Pulat (1992) menyatakan tujuan ergonomi untuk memaksimalkan kenyamanan dan Johson (1993) menyatakan desain yang ergonomis dapat membantu mengurangi tekanan biomekanis pada tangan pekerja, bahu, dan lengan yang dapat menyebabkan gangguan. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan ilmu ergonomi dalam aktivitas menyusui.


(26)

Menurut Suma’mur (1989), ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ia menambahkan pengembangan penerapan ergonomi meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya Ergonomi di Cibogo, Bogor pada tanggal 13 – 16 Juli 1978. Pengembangan penerapan ergonomi dapat melingkupi berbagai bidang, dari sektor formal yang meliputi instansi dan perusahaan hingga sektor informal termasuk di dalamnya adalah penerapan ergonomi dalam aktivitas sehari-hari seperti kegiatan menyusui, sehingga diharapkan terjadi peningkatan kenyamanan, keamanan, dan efisiensi kerja. Dalam penelitiannya mengenai kenyamanan setelah penggunaan peralatan ergonomis di sebuah perusahaan pembuat sapu ijuk, Kalsum (2007) menyatakan terjadi penurunan rata-rata skor ketidaknyamanan dari sebelum penggunaan kursi dan meja ergonomis (34,00) hingga setelah penggunaan kursi dan meja ergonomis (13,60). Sementara untuk penelitian penerapan ergonomi pada ibu menyusui, Fahma, dkk (2010) mengemukakan hasil penelitiannya berupa diperolehnya rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui berdasarkan antropometri penggunanya. Adanya penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan kenyamanan penggunaan kursi ergonomis pada ibu menyusui khususnya di Kelurahan Pisangan dan pada umumnya untuk para ibu menyusui di tempat lainnya, karena posisi ibu menyusui cenderung sama di semua tempat.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu menyusui kurang dari enam bulan di Kelurahan Pisangan, ditemukan bahwa 80% ibu lebih sering


(27)

menggunakan posisi duduk saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan duduk tanpa menggunakan kursi seperti duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa alas duduk (75%). Dari hasil observasi ditemukan bahwa ibu yang duduk menggunakan kursi saat menyusui tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada. Selain itu, ditemukan pula bahwa postur tubuh ibu saat menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik. Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang.

Adapun hasil kuesioner Body Part Discomfort Scale yang telah diisi oleh ibu setelah menyusui, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu (6 ibu: 1 ibu yang duduk di sofa dan 5 ibu yang duduk tanpa menggunakan kursi) mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh. Beberapa bagian tubuh tersebut yaitu leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas menyusui berisiko terutama dari aspek ergonomi.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diterapkan pada aktivitas menyusui terutama kaitannya dengan aspek ergonomi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa aktivitas menyusui dilakukan secara berulang-ulang dan berkali-kali setiap harinya hingga masa menyusui berhenti, artinya aktivitas menyusui dapat diasumsikan sebagai proses bekerja.


(28)

Dari studi literatur yang telah dilakukan, belum ditemukan adanya penelitian terdahulu mengenai pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui. Namun sebelumnya, penelitian lain hanya membahas mengenai perancangan kursi untuk ibu menyusui berdasarkan pendekatan antropometri di ruang laktasi rumah sakit dan hasilnya diperoleh rancangan kursi yang ergonomis untuk ibu menyusui. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui di Kelurahan Pisangan tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Aktivitas menyusui dilakukan dengan intensitas lebih sering (umumnya selama 10 – 15 menit per payudara berkali-kali setiap harinya) dan cenderung berulang sampai masa menyusui berakhir. Selama menyusui, ibu harus memposisikan diri dan bayinya secara tepat agar tercipta kenyamanan, sehingga ibu dipaksa berada pada posisi tertentu yang akhirnya memicu sensasi ketidaknyamanan yang cenderung dibiarkan karena naluri keibuannya. Jika ketidaknyamanan ini terus dipertahankan, sangat dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko ergonomi seperti gangguan hingga cedera musculoskeletal pada ibu. Selain itu, kesalahan teknik menyusui dapat menyebabkan puting lecet pada ibu yang menjadi salah satu penyebab timbulnya radang payudara. Pada akhirnya, hal ini dapat mengganggu bahkan menghambat proses kelancaran dalam pemberian ASI. Oleh karena itu, para ibu menyusui hendaknya mengetahui teknik posisi dan postur tubuh yang ergonomis dimana salah satunya dengan menggunakan kursi ergonomis.


(29)

Dari hasil studi pendahuluan, 80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk saat menyusui. Setelah dianalisis dengan metode RULA, diperoleh 75% postur duduk ibu saat menyusui berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang. Selanjutnya, ketika dinilai kenyamanan pada posisi duduknya ada 75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh. Sedangkan dari hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan menggunakan kursi saat menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada, artinya ada ketidaksesuaian kursi dengan ibu menyusui. Hal ini mengindikasikan bahwa prinsip ergonomi secara umum belum diterapkan dalam aktivitas menyusui.

C. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok Eksperimen?

b. Bagaimana gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok Kontrol?

c. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Eksperimen?

d. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Kontrol?

e. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol?

f. Bagaimana gambaran karakteristik individu (usia dan Indeks Massa Tubuh/IMT), karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi menyusui, durasi/lama


(30)

menyusui, berat badan bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan pencahayaan) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan?

g. Apakah ada hubungan antara karakteristik individu (usia dan Indeks Massa Tubuh/IMT) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan?

h. Apakah ada hubungan antara karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui?

i. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan pencahayaan) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan?

j. Bagaimanakah peran dari faktor confounder terhadap hubungan antara penggunaan kursi ergonomis dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan di Kelurahan Pisangan tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok Eksperimen.


(31)

b. Diketahuinya gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok Kontrol

c. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Eksperimen.

d. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Kontrol.

e. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.

f. Diketahuinya gambaran karakteristik individu (usia dan Indeks Massa Tubuh/IMT), karakteristik aktivitas menyusui (lama menyusui, berat badan bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan pencahayaan) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan.

g. Diketahuinya hubungan antara karakteristik individu (usia dan Indeks Massa Tubuh/IMT) dari ibu yang menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui.

h. Diketahuinya hubungan antara karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui. i. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan

pencahayaan) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan.


(32)

j. Diketahuinya peran dari faktor confounder terhadap hubungan antara penggunaan kursi ergonomis dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ibu Menyusui

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu menyusui untuk menerapkan posisi duduk yang benar dan ergonomis demi terciptanya kenyamanan saat menyusui, sehingga risiko kesehatan seperti kelelahan otot dan MSDs dapat dikurangi bahkan dihindari.

b. Dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi ibu menyusui dari sisi ilmu ergonomi.

2. Bagi Peneliti

a. Dapat menerapkan ilmu K3 yang diperoleh selama perkuliahan, khususnya terkait penerapan ergonomi dalam lingkungan masyarakat.

b. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti saat menyelesaikan salah satu permasalahan ergonomi pada posisi duduk ibu menyusui.

3. Bagi Keilmuan K3

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi tentang lingkup penerapan ilmu ergonomi di masyarakat umum (ibu menyusui).

b. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti lain, khususnya yang berkaitan dengan kursi ergonomis untuk ibu menyusui.


(33)

c. Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi instansi yang menerapkan ilmu K3, khususnya terkait kenyamanan ibu menyusui di tempat kerja.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk yang dilakukan pada ibu menyusui bayi yang usianya sampai enam bulan di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Waktu penelitian dilakukan antara Juli 2012 – Juli 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan disain eksperimen yang didukung oleh studi kualitatif tentang kenyamanan posisi duduk saat menyusui.


(34)

12

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ergonomi 1. Definisi Ergonomi

Dalam ergonomi dikandung makna penyerasian lingkungan terhadap orang atau sebaliknya. Istilah ergonomi (ergonomics) berasal dari ergo (Yunani lama, yang berarti kerja), dalam hal ini pengertian yang dipakai cukup luas termasuk faktor lingkungan kerja dan metode kerja (Effendi, 2002).

Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu International Labour Organization (ILO) antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya” (Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI, 2004).

Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya (Suma’mur, 1989). Ia menambahkan, ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup Hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal-balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja.


(35)

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi.

2. Tujuan Ergonomi

Rijanto (2011) mengemukakan tujuan dari adanya program ergonomi adalah untuk merancang suatu sistem di mana letak lokasi kerja, metoda kerja, peralatan dan mesin-mesin, dan lingkungan kerja (seperti bunyi dan pencahayaan) sesuai dengan keterbatasan fisik dan sifat-sifat pekerja. Ia menambahkan, semakin sesuai akan semakin tinggi tingkat keamanan dan efisiensi kerjanya.

Sementara Sanders dan Mc Cormick (1992) dalam Sarimurni dan Murtopo (2004), mengemukakan bahwa ergonomi memiliki dua tujuan utama, yaitu: meningkatkan efektifitas dan efisiensi dengan mana pekerjaan dan aktivitas lain dilakukan, seperti misalnya meningkatkan kemudahan penggunaan peralatan, mengurangi kesalahan dan meningkatkan produktivitas, meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan yang diinginkan, termasuk didalamnya memperbaiki keselamatan kerja, mengurangi kelelahan dan stres, meningkatkan kenyamanan, meningkatkan penerimaan pengguna, meningkatkan kepuasan kerja, dan memperbaiki kualitas kehidupan.

Sundari (2010) mengemukakan ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat multidisipliner dimana terintegrasi elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi,


(36)

higiene, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan, di dalam perkembangan dan prakteknya bertujuan untuk:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak sosial dan bagaimana mengorganisasikan kerja sebaik-baiknya.

3. Meningkatkan efisiensi sistem manusia/mesin melalui kontribusi rasional antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya.

3. Program Ergonomi

Program ergonomi telah menjadi kegiatan nyata sejak akhir Pelita II, Repelita III dan seterusnya, sedangkan pengembangan penerapan ergonomi sendiri mulai meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya Ergonomi di Cibogo, Bogor pada tanggal 13-16 Juli 1978 (Suma’mur, 1989).

Untuk memperoleh manfaat dalam upaya pembangunan tersebut di atas, diperlukan suatu program yang dapat menggerakkan, baik masyarakat industri maupun masyarakat tradisional, sehingga ergonomi dapat diterapkan lebih luas. Dalam hal ini, Suma’mur juga menyatakan bahwa program ergonomi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan berikut:

a. Kegiatan penyuluhan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok yang penerapan ergonominya adalah khusus. Penyuluhan pada kelompok-kelompok ini dilakukan dengan kursus-kursus jangka pendek yang keberhasilannya diukur dari sejauh mana teknik-teknik ergonomi diterapkan.


(37)

Untuk penyuluhan ini perlu dikembangkan brosur-brosur, poster-poster, slaid, dan alat-alat audiovisual lainnya.

b. Evaluasi dan koreksi keadaan ergonomi di tempat-tempat kerja melalui kunjungan-kunjungan perusahaan oleh Tim-tim Teknis. Tim ini melakukan penilaian, menganalisis keadaan ergonomi dan mencarikan alternatif-alternatif penerapan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Evaluasi dan analisis dilakukan melalui pengujian-pengujian secara ergonomik. Tim-tim yang bersangkutan harus lebih dahulu dipersiapkan melalui pelatihan, diberikan kelengkapan formulir-formulir dan perengakapan pengujian. Perlu didahulukan perusahaan-perusahaan yang kurang mampu dan keadaannya rawan. Untuk kegiatan ini, diperlukan pula buku pedoman pelaksanaan. c. Standarisasi dalam ergonomi atas dasar data-data yang diperoleh khususnya

dari evaluasi dan perbaikan. Untuk keperluan ini perlu kegiatan pengumpulan dan analisis data yang ada secara statistik. Standar-standar selanjutnya dapat dituangkan sebagai kelengkapan standar kesehatan kerja dalam rangka mendukung produktivitas.

Kegiatan-kegiatan tersebut ditingkatkan dari tahun ke tahun secara bertahap dalam program jangka pendek dan jangka menengah. Dengan terciptanya program ini, bagian terpenting program jangka pendek telah terselesaikan. Setelah program jangka menengah dilalui, pembudayaan ergonomi lebih lanjut dapat diselenggarakan antara lain melalui pendidikan masyarakat dan pendidikan formal. Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2004) menyatakan bahwa upaya yang dilakukan dalam bidang ergonomi antara lain berupa menyesuaikan ukuran


(38)

tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.

Menurut Effendi (2002), permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja.

Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: a. Pendekatif kuratif

Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan/modifikasi dari proses yang sedang/sudah berjalan. Sasaran kegiatan ini adalah kondisi kerja dan lingkungan kerja dan dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait dengan proses kerja yang sedang berlangsung.

b. Pendekatan konseptual

Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini akan sangat efektif dan efisien bila dilakukan pada saat perencanaan. Bila berkaitan dengan teknologi, maka sejak proses pemilihan dan alih teknologi, prinsip-prinsip ergonomi sudah seyogyanya dimanfaatkan bersama-sama dengan kajian lain yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial budaya, hemat akan energi dan melestarikan lingkungan. Pendekatan holistik ini dikenal dengan pendekatan Teknologi Tepat Guna (Manuaba, 1997). Jika dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja, pendekatan ergonomi secara konseptual dilakukan sejak awal perencanaan dengan mengetahui


(39)

kemampuan adaptasi pekerja sehingga dalam proses kerja selanjutnya, pekerja berada dalam batas kemampuan yang dimiliki.

B. Konsep Menyusui

1. Proses Laktasi dan Menyusui

Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Proses ini dikenal juga dengan istilah inisiasi menyusui dini, dimana ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta tersebut tidak diproduksi lagi, sehingga susu pun keluar. Umumnya ASI keluar 2 – 3 hari setelah melahirkan. Namun, sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan antibodi pembunuh kuman (Saleha, 2009).

Pertumbuhan dan perkembangan otak manusia dimulai sejak dalam kandungan sampai dengan periode yang dikenal sebagai golden periode atau “periode emas”, yaitu periode di dalam rahim sampai bayi berusia 2 tahun (Perinasia, 2011). Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Selanjutnya, ASI telah disepakati seluruh ahli dan seluruh dunia merupakan nutrisi yang paling optimal dan paling baik untuk bayi baru lahir sampai dengan 6 bulan sebagai makanan tunggal yang dikenal dengan pemberian ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif serta proses


(40)

menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk membangun SDM yang berkualitas.

2. Frekuensi dan Lama Menyusui

Menurut Fredregill (2010), menyusui sebaiknya dilakukan sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi karena hanya bayi yang tahu kapan dia lapar dan akan memberikan isyarat saat dia siap untuk makan. Selain itu, dalam buku An Easy Guide to Breastfeeding disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2 jam sekali, namun juga tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi lebih banyak ASI.

Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 – 30 menit pada beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan bahwa setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Ia menambahkan bahwa semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi.

3. Posisi dan Perlekatan Menyusui

Terdapat berbagai macam posisi ketika ibu menyusui. Saleha (2009) menyebutkan cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri, atau berbaring.


(41)

Gambar 2.1 Macam-macam Posisi Menyusui (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu pasca operasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi kaki di atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak.

Gambar 2.3 Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar di ruang perawatan (Saleha, 2009)

Gambar 2.4 Posisi menyusui bayi bila ASI penuh (Saleha, 2009)

Gambar 2.5 Posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan (Saleha, 2009)

Gambar 2.2 Posisi menyusui balita pada kondisi normal (Saleha, 2009)


(42)

Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu:

a. Berbaring miring. Posisi ini amat baik untuk pemberian ASI pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri.

b. Duduk. Hal yang penting diperhatikan dalam posisi duduk yaitu dengan memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu, dalam posisinya tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Hal ini mungkin dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai atau duduk di kursi. Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki ditopang) memaksimalkan bentuk payudara dan memberi ruang untuk menggerakkan bayi ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke arah badan ibu dan mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi harus sedikit ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga posisi kepala yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang dengan jari-jari tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya.

4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar

Menurut Saleha (2009), langkah-langkah menyusui yang benar yaitu:

a. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan di sekitar puting, kemudian duduk dan berbaring dengan santai.

b. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi menyanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja. Kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting


(43)

susu. Dekatkan tubuh bayi ke tubuh ibu, sentuh bibir bayi ke puting susunya, dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.

c. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa, sehingga bibir bawah bayi terletak di bawah puting susu. Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar, dan bibir bawah bayi membuka lebar.

Apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut.

a. Bayi tampak tenang.

b. Badan bayi menempel pada perut ibu. c. Mulut bayi terbuka lebar.

d. Dagu bayi menempel pada payudara ibu. Gambar 2.6 Cara meletakkan bayi (Saleha, 2009)

Gambar 2.7 Cara memegang payudara (Saleha, 2009)

Gambar 2.8 Cara merangsang mulut bayi (Saleha, 2009)

Gambar 2.9 Teknik menyusui yang benar (Saleha, 2009)


(44)

e. Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk.

f. Bayi tampak menghisap dengan ritme perlahan-lahan. g. Puting susu tidak terasa nyeri.

h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. i. Kepala bayi agak menengadah

Gambar 2.10 Perlekatan benar (Saleha, 2009) Gambar 2.11 Perlekatan salah (Saleha, 2009)

Latch-On

Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan proses menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan menempelkan payudara ke tengah-tengah bibir bayi. Hal ini akan menstimulasi bayi untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini muncul, dorong bayi lurus ke depan menuju puting susu (ripple) dan areola (lingkaran coklat/gelap di sekeliling puting susu). Saat posisi bayi sudah tepat (latch-on), puting susu dan sebagian dari areola akan masuk di dalam mulut bayi. Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling areola payudara, tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting untuk membuat mulut bayi terbuka lebar sebelumnya.


(45)

Ibu dapat membantu bayi untuk latch-on dengan memegang/menyangga payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas (tidak sedang dalam posisi menggendong bayi). Tempatkan jari-jari ibu di bawah payudara dan letakkan ibu jari pada bagian atas (di belakang areola). Pastikan bayi berada setinggi payudara dan pastikan juga tangan ibu yang memegang payudara berada di belakang areola, sehingga tidak mengganggu mulut bayi.

Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan tersedot/tertarik (tugging sensation). Jika menimbulkan rasa sakit, maka ada kemungkinan proses latch-on belum tepat. Hentikan sementara proses latch-on dengan cara memasukkan jari ibu kemudian susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi, reposisi ulang, dan coba lagi. Hal ini dilakukan agar:

a. Aliran ASI lebih lancar.

b. Mencegah lecet pada puting susu ibu. c. Menjaga bayi agar puas dalam menyusui. d. Menstimulasi produksi ASI yang kuat.

e. Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara.

Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari payudara. Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling) tidak akan mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu. Proses mengisap yang baik ditandai dnegan ciri-ciri berikut:

a. Lidah bayi berada di bawah puting susu.

b. Periode jeda dalam proses mengisap dengan ditandai dengan adanya proses menelan yang dapat dilihat dan didengar.


(46)

c. Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat selama proses menyusui berlangsung.

Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan posisi yang tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan sampai menyusui berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan suplemen apapun (air gula, formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan medis. Bayi yang mendapat ASI secara teratur dan efektif akan mendapat asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan. Perkenalan botol susu dan puting buatan dapat menimbulkan “bingung puting” pada bayi dan mengakibatkan gangguan dalam proses menyusui.

Let-Down

Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita dengan wanita lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan geli atau sedikit nyeri pada payudara atau ASI keluar dari payudara yang tidak digunakan untuk menyusui. Perasaan dan keluarnya ASI ini merupakan tanda dari refleks let-down.

Ibu juga dapat merasakan kram/kontraksi pada rahim (uterus), karena hormon dalam refleks let-down berupa oksitosin, selain menstimulasi aliran ASI juga menyebabkan kontraksi otot-otot rahim. Untuk itu, proses menyusui membantu rahim ibu untuk kembali ke ukuran awal sebelum melahirkan. Proses kram ini merupakan proses normal dan salah satu tanda berhasilnya proses menyusui. Rasa kram ini akan hilang dalam satu minggu dan selanjutnya.

Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara:

a. Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong punggung dan lengan ibu.


(47)

b. Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on).

c. Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi untuk ibu selama proses menyusui.

d. Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu dalam proses menyusui.

e. Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan selama proses menyusui berlangsung.

5. Manfaat Menyusui

Menurut Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2005), manfaat pemberian ASI dapat meliputi:

a. Bagi Ibu

1) Melindungi kesehatan ibu (mengurangi perdarahan pasca persalinan mengurangi risiko kanker payudara dan indung telur, mengurangi anemia) 2) Memperpanjang kehamilan berikutnya

3) Menghemat waktu b. Bagi bayi

1) ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi

2) Imunitas (mengurangi risiko diare, infeksi jalan nafas, alergi dan infeksi lainnya)

3) Aspek psikologis (mempererat hubungan ibu dan bayi, meningkatkan status mental dan intelektual).

c. Bagi keluarga


(48)

2) Penghematan biaya d. Bagi masyarakat

1) Berkontribusi untuk pengembangan ekonomi

2) Melindungi lingkungan (botol-botol bekas, dot, kemasan susu dll) 3) Menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan 4) Berkontribusi dalam penghematan devisa negara

C. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk

1. Definisi Kenyamanan (Comfort)

Kolcaba (2001) menyatakan kenyamanan (comfort) secara teoritis didefinisikan sebagai kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam kesenangan, ketenteraman, dan kebebasan (the state of having met basic human needs for ease, relief, and transcendence). Sedangkan kenyamanan dalam bahasa Inggris kontemporer memiliki empat makna, yaitu (Kolcaba, 1991):

a. Kenyamanan sebagai akibat dari terbebasnya atau tidak adanya ketidaknyamanan atau akibat dari keadaan nyaman (comfort as a cause of relief from discomfort and/or a cause of the state of comfort).

b. Kenyamanan adalah keadaan dimana ada kemudahan, ketenangan, dan kepuasan (comfort is a state of ease and peaceful contentment).

c. Kenyamanan adalah terbebas dari ketidaknyamanan (comfort is relief from discomfort).

d. Kenyamanan adalah segala sesuatu yang membuat hidup mudah dan nyaman (comfort is whatever makes life easy or comfortable).


(49)

Adapun secara fisiologis kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan. Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan sensasi tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982) dalam Kolcaba (1992) menyatakan bahwa kenyamanan berhubungan dengan pengalaman individu, yang mengindikasikan kebutuhan akan kenyamanan yang kompleks secara umum.

Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan, terutama dikarenakan konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif individu. Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat ketidaknyamanan (Oborne, 1995). Sementara Branton (1972) dalam Oborne (1995) mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih dari ketidakhadiran perasaan tidak nyaman. Ia menyatakan bahwa kenyamanan bukan merupakan suatu kontinum perasaan dari paling senang sampai paling menderita, tetapi kenyamanan merupakan suatu kontinum dari hilangnya perasaan tidak nyaman sampai dengan penderitaan yang tak tertahankan.

Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) menggambarkan konsep kenyamanan berupa suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan observasi; kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya dengan menggunakan


(50)

istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau mengkhawatirkan.

Dalam penelitian Tan, et al. (2008), Hertzberg (1972) mendeskripsikan comfort sebagai absence of discomfort. Kenyamanan adalah istilah yang sifatnya umum dan perasaan subjektif yang sulit untuk diukur, diinterpretasikan, dan berhubungan dengan homeostasis fisiologis manusia dan kondisi psikologis (Shen dan Parsons, 1997). De Looze dan Kuijt (2003) menyatakan bahwa banyak peneliti mendefinisikan comfort sebagai: (1) Kenyamanan merupakan kondisi yang didefinikan secara subjektif oleh seseorang (comfort is a construct of a subjectively-defined personal nature); (2) Kenyamanan merupakan akibat dari faktor-faktor dasar yang bervariasi yaitu fisik, fisiologis, dan psikologi (comfort is affected by factors of various nature (physical, physiological, psychological)); dan (3) Kenyamanan merupakan reaksi terhadap lingkungan (comfort is a reaction to the environment).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan dimana lebih dari sekadar hilangnya rasa tidak nyaman akibat dari variasi faktor fisik, fisiologi, dan psikologi manusia, merupakan penilaian respondentif individu yang sulit untuk didefinisikan secara pasti karena sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut, sehingga harus menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui kenyamanan yang dirasakan. Artinya, rasa nyaman yang dirasakan oleh individu yang satu belum tentu sama dirasakan oleh individu lainnya.


(51)

2. Definisi Ketidaknyamanan (Discomfort)

Menurut Karwowski dan Marras (2003), secara konseptual ketidaknyamanan merupakan indikator risiko yang menjadi feedback dari sistem tubuh untuk mendeteksi adanya kemungkinan masalah. Sumber ketidaknyamanan yang mungkin antara lain berasal dari musculoskeletal stress yaitu: ketegangan otot, saraf, pembuluh darah, ligamen, sendi, tekanan pada jaringan lunak yang sama, perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan kelelahan otot, perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan terganggunya aliran darah dan iskemia parsial, gangguan konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan, dan peradangan sekunder. Ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi dan sosial.

Menurut Karwowski dan Marras (2003), Perasaan ketidaknyamanan, sebagaimana dideskripsikan oleh Helander dan Zhang (1997), diakibatkan oleh faktor biomekanik (biomechanical factors) dan kelelahan. Sumber dari beberapa ketidaknyamanan antara lain pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan Zhang, 1997 dalam Karwowski dan Marras, 2003)

Karwowski dan Marras (2003) menambahkan ketidaknyamanan diduga sebagai kondisi khusus untuk menilai adanya ketidaksesuaian fisik yang


(52)

berakibat pada otot. Hal ini karena masalah kecil pada otot tidak dapat dideteksi secara baik dengan metode penilaian risiko secara umum seperti biomechanical modeling dan gross physiological indicators (denyut jantung dan suhu tubuh).

Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan. Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi ketidaknyamanan, tetapi tidak langsung menghasilkan rasa nyaman (Zhang, 1996 dalam Tan et. al, 2008).

Menurut Pheasant (2003), keadaan kerja yang ketat yang membatasi kita khususnya postur dan mencegah perubahan postural, akan membawa dampak jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek, ketidaknyamanan dapat mengalihkan perhatian pekerja dari tugasnya sehingga akan meningkatkan tingkat kesalahan, berkurangnya output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain. Ketidaknyamanan ini akan hilang setelah beristirahat atau melakukan aktivitas atau pekerjaan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang dapat berupa perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain. Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit.

3. Perubahan Nyaman (Comfort) Menjadi Tidak Nyaman (Discomfort)

Zhang (1996), menampilkan model ilustrasi interaksi comfort dan discomfort sebagaimana ditampilkan pada gambar:


(53)

Gambar 2.12 Transisi Comfort menjadi Discomfort

Menurut Tan et. al. (2008), Ketika rasa tidak nyaman meningkat, seperti setelah melakukan pekerjaan dan merasakan kelelahan dalam waktu yang lama, rasa nyaman akan berkurang. Artinya, biomekanik yang baik mungkin tidak akan meningkatkan tingkat kenyamanan, namun lebih kepada biomekanik yang kurang baik akan mengubah rasa nyaman menjadi tidak nyaman.

4. Pengukuran Kenyamanan Posisi Duduk

a. Cara Mengukur Kenyamanan

Seperti yang telah diuraikan dalam definisi kenyamanan bahwa menurut Oborne (1995), kenyamanan sangat sulit untuk didefinisikan karena penilaian kenyamanan lebih merupakan penilaian respondentif individu dan kenyamanan cenderung diukur berdasarkan tingkat ketidaknyamanan. Begitu juga menurut Sanders dan McCormick (1993) yang menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Dengan demikian, kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau mengkhawatirkan.


(54)

Karwowski dan Marras (2003) mendeskripsikan ketidaknyamanan secara kuat dengan melihat empat aspek: intensitas, kualitas, lokasi, dan periode waktu. Misalnya, duduk pada kursi yang keras selama beberapa jam akan mengakibatkan ketidaknyamanan yang intensitasnya tergolong rendah hingga menengah dan terjadi setelah sekitar 15 menit duduk dan akan meningkat selama satu jam pertama kemudian berada di level konstan, ketidaknyamanan akan mereda ke tingkat intensitas minimal setelah lima menit.

a. Intensitas

Pengukuran intensitas ketidaknyamanan biasanya dilakukan dengan menanyakan kepada pekerja tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan melalui suatu skala subjektif. Ada banyak jenis skala subjektif yang digunakan yaitu: verbal rating scales, visual analog scales, numeric rating scales, dan graphic rating scales. Kesemuanya mempunyai angka-angka yang lebih objektif dalam mengukur intensitas ketidaknyamanan. Intensitas ketidaknyamanan juga dapat diukur melalui perubahan perilaku (menggunakan behaviour rating scales) atau perubahan hubungan biomekanikal dan fisiologikal. Penjelasan lengkap tentang cara mengukur intensitas ketidaknyamanan, yaitu sebagai berikut:

1) Biomechanical and Physiological Correlates

Jika ketidaknyamanan diduga muncul karena beban mekanik (mechanical load) pada sendi, maka dapat diperkirakan bahwa analisis tersebut menggunakan position data dan biomechanical modeling. Sedangkan jika ketidaknyamanan diduga terjadi karena


(55)

adanya peningkatan aktivitas otot, maka electromyography dapat digunakan sebagai alat penialain objektif. Ukuran yang lain dapat digunakan pula denyut jantung, tekanan darah, tingkat pernapasan, hantaran kulit, tingkat keringat, dan suhu tubuh.

Kelebihan dari metode ini adalah tidak tergantung pada laporan pekerja atau pengakuan pekerja tentang ketidaknyamanan (discomfort). Sedangkan kekurangannya adalah indikator biomekanik maupun fisiologis yang diukur tersebut belum tentu menunjukkan adanya ketidaknyamanan. Artinya, ada penyebab lain yang memunculkan hasil-hasil pengukuran secara biomekanik dan fisiologis tersebut. Kekurangan yang lain adalah adanya kemungkinan pengaruh budaya dalam pengukuran tentang kenyamanan, seperti kebudayaan barat yaitu memahami bahwa nyaman sama dengan keseimbangan yang dinamis, bukan karena kurangnya aktivitas otot. 2) Behaviour Rating Scales

Beberapa ahli ergonomi menyarankan agar pengukuran intensitas ketidaknyamanan dilakukan dengan melakukan obeservasi perilaku yang diperkirakan sebagai indikator yang pasti adanya ketidaknyamanan, seperti kegelisahan. Misalnya, Branton (1969) menyebutkan bahwa ketidaknyamanan dalam posisi duduk dapat dilihat dari perubahan posisi duduknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin sering seseorang mengubah posisi duduknya, menunjukkan bahwa ia semakin merasa tidak nyaman.


(56)

Shackel et. al (1969) juga menyebutkan bahwa pengukuran waktu perubahan posisi duduk sebagai pengukuran objektif perlu dilakukan untuk mengetahui adanya ketidaknyamanan. Adapun sekarang ini telah didukung oleh adanya teknologi dengan elektrogoniometri dan digital motion untuk menganalisis perubahan posisi duduk.

Keuntungan dari metode behavioral scale assessment adalah tidak tergantung pada kemampuan pekerja dan kesediaan pekerja untuk mengungkapkan rasa ketidaknyamanannya secara verbal. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah adanya asumsi bahwa perubahan posisi dilakukan untuk mencari kenyamanan selama bekerja. Misalnya semakin sering seseorang bergerak mengubah posisinya mengindikasikan sebagai kebiasaan kerja yang baik daripada posisi statis dan diperlukan pada beberapa tindakan intervensi ergonomi. 3) Verbal Rating Scales

Ada dua tipe verbal rating scale, yaitu single noun scale dimana menggunakan kata tunggal “tidak nyaman (discomfort)” dan multiple noun scale yang menggunakan banyak kata yang berbeda yang menunjukkan pada perubahan intensitas dari discomfort.

Gambar 2.13 Single Noun Scale

Gambar 2.14 Multiple Noun Scale


(57)

Baik single noun maupun multiple noun, pengumpulan datanya diisi oleh pekerja dengan melingkari salah satu kata yang sesuai dengan yang dirasakan oleh pekerja. Analisis datanya menggunakan distribusi frekuensi dan rank order nonparameticstatistics.

Kelebihan dari metode ini adalah terdiri dari tingkatan-tingkatan ketidaknyamanan yang berurutan dan mudah dipahami oleh pekerja. Sedangkan kekurangannya, pilihan yang ditunjukkan terbatas dan intensitas ketidaknyamanan saja yang terdeteksi. Kekurangan lainnya adalah perasaan yang hampir sama dengan rasa tidak nyaman dideskripsikan sebagai rasa tidak nyaman oleh pekerja. Multiple noun scale mempunyai kekurangan yang lain yaitu adanya kesalahan dalam menginterpretasikan perasaan pada kata yang berbeda. Misalnya, pekerja merasakan mati rasa yang diinterpretasikan memiliki intensitas ketidaknyamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kaku, dan pekerja lain mungkin juga menginterpretasikan sebaliknya. 4) Visual Analog Scales

Visual analog scale terdiri dari satu garis. Garis yang digunakan dapat berupa garis horizontal maupun vertikal. Panjang garis biasanya sekitar 100 mm sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.15 Visual Analog Scale


(58)

Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan, pekerja memberi tanda pada garis. Tingkat intensitas kemudian diukur berdasarkan jarak dari ujung garis yang paling kiri ke titik pada garis yang telah ditandai oleh pekerja. Hasil ukurnya dalam satuan mm, skalanya mempunyai sekitar 101 tingkat discomfort.

Kelebihan dari metode ini adalah ketepatan dalam adminsitrasi, sensitivitas dalam analisis statistik. Kekurangannya adalah beberapa pekerja mungkin akan mengalami kesulitan untuk mempersepsikan intensitas atau tingkat rasa tidak nyaman pada garis.

5) Numeric Rating Scales

Numeric rating scale hampir sama dengan visual analog scale. Perbedaannya hanya pada numeric rating scale terdapat nomor dari kategori tingkatan discomfort, sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.16 Numeric Rating Scale

Cara pengisiannya adalah pekerja akan menandai nomor yang tersedia sesuai dengan tingkat “tidak nyaman” yang dirasakan.

Kelebihan dari metode ini adalah sederhana dan skala verbal dapat digunakan selama pekerjaan manual tanpa ada gangguan dari faktor postur. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah titik 0 sampai 10 mempunyai sensitivitas yang terbatas, pekerja lebih sering terekspos dengan skala 1 sampai 100.


(59)

6) Graphic Rating Scales

Graphic rating scale merupakan kombinasi dari visual analog scale dengan numeric atau verbal rating scale. Skalanya terdiri dari garis vertikal atau horizontal dengan penambahan nomor atau keterangan di sepanjang garisnya, sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.17 Graphic Rating Scale

Cara pengisiannya adalah pekerja akan memberi tanda pada garis yang mewakili tingkat tidak nyaman yang dirasakannya.

Kelebihan metode ini adalah mempunyai “ekstra label” yang mungkin dapat membantu atau mempermudah pekerja yang mengalami kesulitan dengan visual analog scale. Sedangkan kekurangan metode ini terletak pada pengelompokan keterangan (label) pada garis.

b. Kualitas

Kualitas ketidaknyamanan hanya dapat dinilai dengan membiarkan deskripsi yang berbeda-beda tentang ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pekerja. Deskripsi yang berbeda-beda tentang ketidaknyamanan tersebut antara lain: tingling, burning, searing, numbness, coldness, stiffness, heat, cramping, prickling, stabbing, dan gnawing. Meskipun kualitas sakit secara luas digunakan pada penilaian kesehatan, kualitas


(60)

ketidaknyamanan belum digunakan secara umum oleh ahli ergonomi. Hal ini mungkin dikarenakan implikasi dari perbedaan kualitas yang belum jelas, tetapi implikasi intensitas, lokasi, dan periode waktu telah jelas. c. Lokasi

Untuk mengetahui lokasi ketidaknyamanan biasanya digunakan peta tubuh (body map) atau lainnya yang menunjukkan bagian-bagian tubuh (body part). Pada saat pengukuran dengan body map, biasanya sudah sekaligus dilakukan pengumpulan data tentang intensitas, kualitas, dan periode waktu dari ketidaknyamanan pada bagian tubuh tersebut. Dengan menunjukkan gambar bagian-bagian tubuh, pekerja akan lebih mudah menunjukkan pada bagian tubuh mana saja ia mengalami ketidaknyamanan. Pekerja akan memberi tanda pada bagian tubuh yang dirasakan ada ketidaknyamanan.

Gambar 2.18


(61)

Gambar 2.19

General Comfort Scale (Dari Shackel, B., Chidsey, K.D., and Shipley, P. (1969) The assessment of chair comfort

d. Periode Waktu

Pengukuran periode waktu ketidaknyamanan biasanya dilakukan pada waktu yang berbeda-beda. Tergantung pada alasan atau tujuan investigasi ketidaknyamanan. Waktu pengumpulan data dapat berbeda menurut menit, jam, hari, atau yang lebih lama lagi. Pengumpulan data yang berulang ini dapat dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data yang berbeda (untuk menjaga agar pekerja tidak terpengaruh dengan pengumpulan data sebelumnya) atau dengan lembar pengumpulan data yang sama (yang memungkinkan pekerja untuk membandingkan dengan pengumpulan data sebelumnya).

Ada hubungan waktu yang penting antara waktu pekerja mengalami ketidaknyamanan dengan waktu pengumpulan data. Branton (1969) menyarankan karena pelaporan post-experience ketidaknyamanan bergantung pada memori kinestetik, maka informasi ketidaknyamanan sebaiknya dikumpulkan ketika pekerja sedang mengalami ketidaknyamanan.

Berikut ini beberapa contoh instrumen penilaian ketidaknyamanan yang sering digunakan pada banyak penelitian, antara lain sebagai berikut:


(62)

Gambar 2.18

General Body Visual Analog Discomfort Scale (Visser and Straker (1994) digunakan untuk mengukur ketidaknyamanan pada dokter gigi dalam 6 waktu berbeda (saat baru dating ke tempat kerja, morning break, sebelum

istirahat makan siang, setelah istirahat makan siang, mid afternoon, dan setelah selesai bekerja)

Gambar 2.21

Body part discomfort for high and low carry tasks (Straker et al. (1997))

Gambar 2.20

General Body Visual Analog Discomfort Scale (Visser and Straker (1994) digunakan untuk mengukur ketidaknyamanan pada dokter gigi dalam 6 waktu berbeda (saat baru dating ke tempat kerja, morning break, sebelum istirahat makan siang, setelah istirahat makan


(1)

1 2 3 4 5 6 7+ 1 1 2 3 3 4 5 5 2 2 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 6 4 3 3 3 4 5 6 6 5 4 4 4 5 6 7 7 6 4 4 5 6 6 7 7 7 5 5 6 6 7 7 7 8+ 5 5 6 7 7 7 7

Table C

SCORES

Table A

RULA Employee Assessment Worksheet

Subject

:

Date:

/ /

Company

:

Department:

Scorer:

Step 1a: Adjust…

Step 1: Locate Upper Arm Position

A. Arm & Wrist Analysis

B. Neck, Trunk & Leg Analysis

20o+

Step 13: Add Muscle Use Score

Step 14: Add Force/load Score

Step 15: Find Column in Table C

+

=

+

Step 9: Locate Neck Position

Step 9a: Adjust…

If legs & feet supported and balanced: +1; If not: +2

If trunk is twisted: +1; If trunk is side-bending: +1 If neck is twisted: +1; If neck is side-bending: +1

Use values from steps 8,9,& 10 to locate Posture Score in Table B

If posture mainly static or; If action 4/minute or more: +1

If load less than 2 kg (intermittent): +0; If 2 kg to 10 kg (intermittent): +1; If 2 kg to 10 kg (static or repeated): +2; If more than 10 kg load or repeated or shocks: +3 = Force/load Score

= Final Neck, Trunk & Leg Score = Muscle Use Score

= Posture B Score = Final LegScore = Final Trunk Score

Table B

10o to 20o

0o to 10o

in extension

Complete this worksheet following the step-by-step procedure below. Keep a copy in the employee's personnel folder for future reference.

+1 +2 +3 +4

+1 +2

20o to 60o

+3

+4 60o+

0o to 10o 0o to 20o

standing erect seated - 20o

1 also if trunk is well sup-ported while seated; 2 if not

Step 10: Locate Trunk Position

Step 10a: Adjust…

Step 11: Legs

Final Score=

Step 2: Locate LowerArm Position

Final Lower Arm Score =

+

If wrist is bent from the midline: +1

Step 6: Add Muscle Use Score

Step 7: Add Force/load Score

If load less than 2 kg (intermittent): +0; If 2 kg to 10 kg (intermittent): +1; If 2 kg to 10 kg (static or repeated): +2; If more than 10 kg load or repeated or shocks: +3

=

The completed score from the Arm/wrist

analysis is used to find the row on Table C Final Wrist & Arm Score = Step 3: Locate Wrist Position

Step 3a: Adjust…

+1 +1

+1 +1

+1 +3 +1 +1

+2 +2

15o+

0o to 15o

+3 15o+

0o to 15o Step 2a: Adjust…

If arm is working across midline of the body: +1; If arm out to side of body: +1

Final Upper Arm Score = +20o to 45o

> -20o

+2 +1

+45o to 90o 90o+

+3 +4

+2

Final Wrist Score =

Wrist Twist Score =

Upper Lower

Wrist

Arm Arm

1 2 3 4

Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist

1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 4 4 2 1 2 2 2 3 3 3 4 4 2 2 2 2 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 4 5 3 1 2 3 3 3 4 4 5 5 2 2 3 3 3 4 4 5 5 3 2 3 3 4 4 4 5 5 4 1 3 4 4 4 4 4 5 5 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 3 4 4 5 5 5 6 6 5 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 7 7 7 3 6 6 6 7 7 7 7 8 6 1 7 7 7 7 7 8 8 9 2 7 8 8 8 8 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9 Upper Lower

Arm Arm

Step 5: Look-up Posture Score in Table A

Step 4: Wrist Twist

If wrist is twisted mainly in mid-range =1; If twist at or near end of twisting range = 2

+

Posture Score A =

Force/load Score =

FINAL SCORE: 1 or 2 = Acceptable; 3 or 4 investigate further; 5 or 6 investigate further and change soon; 7 investigate and change immediately

If shoulder is raised: +1; If upper arm is abducted: +1;

If arm is supported or person is leaning: -1

If posture mainly static (i.e. held for longer than 1 minute) or; If action repeatedly occurs 4 times per minute or more: +1

Step 8: Find Row in Table C

Muscle Use Score =

=Final Neck Score

The completed score from the Neck/Trunk & Leg analysis is used to find the column on Chart C

Step 12: Look-up Posture Score in Table B

e r o c S e r u t s o P k n u r T

1 2 3 4 5 6

s g e

L Legs Legs Legs Legs Legs k

c e

N 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7

3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7

4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8

5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8

6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

Source: McAtamney, L. & Corlett, E.N. (1993) RULA: a survey method for the investigation of work-related upper limb disorders, Applied Ergonomics, 24(2) 91-99.

©

Professor Alan Hedge, Cornell University. Feb. 2001

-20o to +20o

0o

Use values from steps 1,2,3 & 4 to locate Posture Score in table A

-60o to 100o

+1

100o+

0-60o

+2


(2)

Lampiran VI

Output Hasil Analisis Statistik

A.

Uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

bb_bayi bising suhu cahaya

umuribu2

Usia Ibu: skor_delta

B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari:

B.3.1 Berapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui:

N 34 34 34 34 34 34 25 33

Normal Parametersa Mean 6.2916 63.712 32.603 109.544 27.38 -15.32 9.28 27.03

Std. Deviation 1.10069 7.0534 1.7955 1.2913E2 6.679 52.734 3.714 21.534

Most Extreme Differences Absolute .113 .169 .167 .319 .198 .209 .152 .233

Positive .070 .099 .167 .319 .198 .157 .152 .233

Negative -.113 -.169 -.164 -.225 -.093 -.209 -.137 -.132

Kolmogorov-Smirnov Z .658 .984 .973 1.859 1.155 1.219 .760 1.339

Asymp. Sig. (2-tailed) .779 .287 .300 .002 .138 .102 .611 .056

a. Test distribution is Normal.

B.

Analisis Univariat

1.

Skor pre-post ketidaknyamanan Kelompok Eksperimen

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

skor_pre 17 42.47 48.744 0 140

skor_post 17 10.82 24.600 0 100

2.

Skor pre-post ketidaknyamanan Kelompok Kontrol

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

skor_pre 17 23.18 32.195 0 120


(3)

3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan (diduga

confounder

)

C.

Analisis Bivariat

1.

Perubahan skor pre-post ketidaknyamanan pada kelompok eksperimen

2.

Perubahan skor pre-post ketidaknyamanan pada kelompok kontrol

3.

Perubahan skor ketidaknyamanan pada kelompok eksperimen dan kelompok control

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

bb_bayi 34 6.2916 1.10069 3.88 8.10

bising 34 63.712 7.0534 47.2 72.8

suhu 34 32.603 1.7955 30.0 37.0

cahaya 34 109.544 129.1268 12.0 558.0

umuribu2 Usia Ibu: 34 27.38 6.679 17 43

skor_delta 34 -15.32 52.734 -136 125

B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari: 25 9.28 3.714 4 20

B.3.1 Berapa lama Ibu menyusui dalam sehari

per menyusui: 33 27.03 21.534 3 90

Test Statisticsb

skor_post - skor_pre

Z -.028a

Asymp. Sig. (2-tailed) .977

a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statisticsb

skor_post - skor_pre

Z -2.433a

Asymp. Sig. (2-tailed) .015

a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statisticsb

skor_delta

Mann-Whitney U 86.500

Wilcoxon W 239.500

Z -2.000

Asymp. Sig. (2-tailed) .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .045a a. Not corrected for ties.


(4)

4.

Hubungan faktor-faktor yang diduga

confounder

:

a.

Uji korelasi usia ibu dan skor ketidaknyamanan

b.

Uji anova status IMT dan skor ketidaknyamnanan

Correlations

umuribu2 Usia Ibu: skor_delta

Spearman's rho umuribu2 Usia Ibu: Correlation Coefficient 1.000 .252

Sig. (2-tailed) . .150

N 34 34

skor_delta Correlation Coefficient .252 1.000

Sig. (2-tailed) .150 .

N 34 34

Descriptives

skor_delta

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

kurus 2 -6.00 2.828 2.000 -31.41 19.41 -8 -4

normal 15 -17.00 56.445 14.574 -48.26 14.26 -136 125

gemuk 17 -14.94 54.163 13.137 -42.79 12.91 -119 75

Total 34 -15.32 52.734 9.044 -33.72 3.08 -136 125

ANOVA

skor_delta

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 218.500 2 109.250 .037 .964

Within Groups 91550.941 31 2953.256

Total 91769.441 33

Multiple Comparisons

skor_delta Bonferroni

(I) imt2 (J) imt2

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

kurus normal 11.000 40.909 1.000 -92.54 114.54

gemuk 8.941 40.624 1.000 -93.88 111.76

normal kurus -11.000 40.909 1.000 -114.54 92.54

gemuk -2.059 19.251 1.000 -50.78 46.66

gemuk kurus -8.941 40.624 1.000 -111.76 93.88


(5)

c.

Uji korelasi frekuensi menyusui dan skor ketidaknyamanan

Correlations

B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui

dalam sehari: skor_delta Spearman's rho B.1.1 Berapa kali Ibu

menyusui dalam sehari:

Correlation Coefficient 1.000 -.166

Sig. (2-tailed) . .429

N 25 25

skor_delta Correlation Coefficient -.166 1.000

Sig. (2-tailed) .429 .

N 25 25

d.

Uji korelasi durasi/lama menyusui dan skor ketidaknyamanan

Correlations

B.3.1 Berapa lama Ibu menyusui dalam

sehari per

menyusui: skor_delta Spearman's rho B.3.1 Berapa lama Ibu

menyusui dalam sehari per menyusui:

Correlation Coefficient 1.000 -.094

Sig. (2-tailed) . .604

N 33 33

skor_delta Correlation Coefficient -.094 1.000

Sig. (2-tailed) .604 .

N 33 33

e.

Uji korelasi BB bayi dan skor ketidaknyamanan

Correlations

bb_bayi skor_delta

bb_bayi Pearson Correlation 1 -.205

Sig. (2-tailed) .245

N 34 34

skor_delta Pearson Correlation -.205 1

Sig. (2-tailed) .245


(6)

f.

Uji korelasi kebisingan dan skor ketidaknyamanan

Correlations

bising skor_delta

Spearman's rho bising Correlation Coefficient 1.000 .040

Sig. (2-tailed) . .820

N 34 34

skor_delta Correlation Coefficient .040 1.000

Sig. (2-tailed) .820 .

N 34 34

g.

Uji korelasi suhu dan skor ketidaknyamanan

Correlations

suhu skor_delta

Spearman's rho suhu Correlation Coefficient 1.000 .245

Sig. (2-tailed) . .162

N 34 34

skor_delta Correlation Coefficient .245 1.000

Sig. (2-tailed) .162 .

N 34 34

h.

Uji korelasi pencahayaan dan skor ketidaknyamanan

Correlations

cahaya skor_delta

Spearman's rho cahaya Correlation Coefficient 1.000 -.033

Sig. (2-tailed) . .854

N 34 34

skor_delta Correlation Coefficient -.033 1.000

Sig. (2-tailed) .854 .