ekskresi proteinuria dilaporkan oleh Wood dkk 2012. Proteinuria yang terdeteksi pada penderita dengan LAM positif tidak berhubungan dengan dengan derajat
disfungsi glomerulus Hal yang terpenting dari penelitian ini adalah Mtb ditemukan pada lebih dari setengah pasien dengan LAM positif dan tidak ditemukan pada
kontrol dengan LAM negatif. LAM urin merupakan suatu pemeriksaan imunokromatografi. Sampel urin
ditambahkan pada pad sampel dimana koloid antibodi akan mengikat LAM yang terdapat pada sampel. Sampel urin pada pad akan bergerak sepanjang strip tes
melalui membran nitroselulosa. Partikel koloid memberikan garis berwarna ungu bila ditemukan adanya LAM dalam sampel. Garis kontrol terdapat pada strip tes
dimana cut off yang digunakan adalah pada +2 Lawn, 2012.
2.6 Hubungan LAM Urin dan Tuberkulosis
Pemeriksaan LAM Urin merupakan pemeriksaan antigen lateral flow yang relatif murah, memiliki hasil yang cepat, sensitvitas dan spesifisitas yang tinggi
pada pasien HIV. Menurut Lawn dkk 2012 yang melakukan studi di Afrika Selatan, 235 pasien ART naive dengan kadar rata-rata CD4 125 selµL,
menunjukkan sensitivitas LAM urin sebesar 95. Pada studi yang dilakukan oleh Shah dkk 2010 yang dilakukan di Afrika Selatan terhadap 499 penderita suspek
TB 85 terinfeksi HIV menunjukkan sensitifitas LAM 71 pada kadar CD4 50 - 100 seluL dan 85 pada CD4 di bawah 50 selµ L. Pemberian terapi obat anti
tuberkulosis OAT akan menurukan sensitivitas hingga 33 Shah dkk, 2010. Wood 2012 juga memaparkan hubungan LAM dengan pemberian OAT. Pada
minggu pertama kadar setelah pemberian OAT kadar LAM masih stabil, tetapi setelah minggu kedua kadar LAM mulai menurun dengan drastis dan semakin turun
hingga tidak terdeteksi setelah minggu kedua puluh empat. Studi yang dilakukan oleh Dheda dkk 2010 membandingkan pemeriksaan
LAM urin, sputum BTA dan kombinasi LAM urin dan sputum BTA. Pada pemeriksaan sputum BTA tunggal sensitivitasnya 65 pada pasien TB, 49 pada
pasien dengan koinfeksi HIV, dan 37 pada pasien HIV dengan kadar CD4 200 selµ L, sebaliknya pemeriksaan LAM urin sensitivitasnya justru terbalik yaitu 13,
21, dan 37 pada kelompok yang sama. Pemeriksaan LAM urin yang dikombinsi dengan sputum BTA pada pasien dengan kadar CD4 kurang dari 200 selµ L
memiliki sensitivitas 53. Menurut Gaunder dkk 2011 sensitivitas LAM urin tidak lebih baik dibanding pemeriksaan sputum BTA. Sensitivitas LAM urin hanya
32, tidak lebih baik dibanding pemeriksaan sputum BTA yang sama-sama memberikan hasil pemeriksaan yang cepat.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bjerrum S dkk 2015 pada 469 sampel di Ghana memiliki sensitivitas 44, spesifisitas 95, dengan RKP 8,6 dan
RKN 0,6 pada sampel dengan kadar CD4 ≤ 100 selµL. Dari penelitian tersebut, kesimpulan yang dapat ditarik adalah pemeriksaam LAM urin dapat digunakan
untuk mendiagnosis penderita HIV dengan keadaan umum yang buruk. Sebuah metaanalisis dilakkukan oleh Minion dkk 2010 menyimpulkan
penggunaan LAM urin memiliki sensitivitas yang lebih baik dibanding sputum BTA terutama pada penderita TB-HIV dengan imunodefisiensi lanjut. Kendala dari
pemeriksaan LAM Urin adalah adanya reaksi silang antara Mtb dengan MOTT yang memberikan positif palsu. Kontaminasi bahan urin dengan flora normal
seperti kandida juga menurunkan nilai prediktif positif pada pemeriksaan LAM. Ada beberapa alasan mengapa pemeriksaan LAM lebih sensitif pada pasien dengan
imunosupresi yaitu: Minion, 2011
1. Suatu teori menyebutkan adanya korelasi antara sensitifitas yang tinggi dengaan banyaknya jumlah bakteri. Pada pasien imunosupresi Mtb akan berreplikasi
lebih banyak di jaringan, hal ini yang menyebabkan sirkulasi LAM menjadi lebih banyak pula.
2. Kompleks antigen-antidbodi akan terbentuk lebih banyak pada pasien TB tanpa imunosupresi sehingga ekskresi LAM tidak keluar melalui urin.
3. HIV berhubungan dengan disfungsi podosit yang lebih banyak terjadi pada penderita HIV stadium lanjut, akan meningkatkan permeabilitas glomerulus
sehingga kadar LAM akan terdeteksi pada urin.
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP
3.1 Kerangka berpikir
Diagnosis TB pada penderita HIV di negara-negara berkembang khususnya Indonesia saat ini masih berpatokan pada penggunaan sputum untuk menemukan
adanya BTA. Pemeriksaan standar baku dalam menegakkan infeksi TB adalah melalui pemeriksaan
kultur sputum Mtb. Pemeriksaan kultur dapat mengidentifikasi jenis kuman apakah termasuk Mtb atau MOTT, tetapi kesulitan
yang dihadapi adalah hasilnya yang lama, karena pertumbuhan kuman Mtb yang lama. Beberapa tahun belakangan ini telah dikembangkan suatu pemeriksaan untuk
mendiagnosa TB pada penderita HIV dengan bahan urin, yaitu pemeriksaan LAM urin. Keunggulan pemeriksaan ini adalah hasilnya dapat diperoleh dengan cepat,
hanya dalam waktu beberapa menit Keunggulan lain dari LAM urin adalah menggunaakan bahan urin, dimana bahan pemeriksaan dapat diperoleh dengan
mudah dan tidak membutuhkan pemeriksaan yang rumit. Penelitian ini untuk menilai sensitivitas dan spesifisitas LAM urin dibandingkan dengan kultur sputum
Mtb yang menjadi standar baku pemeriksaan TB.