PENERAPAN MODEL BETTER TEACHING AND LEARNING (BTL) BERKETERAMPILAN PROSES UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

(1)

PENERAPAN MODEL

BETTER TEACHING AND LEARNING

(BTL) BERKETERAMPILAN PROSES UNTUK

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh Fikri Hansah

4201409039

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


(2)

terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Semarang, 16 Agustus 2013

Fikri Hansah 4201409039


(3)

Penerapan Model Better Teaching and Learning (BTL) Berketerampilan Proses untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa.

disusun oleh Fikri Hansah 4201409039

telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 16 Agustus 2013

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dr. Khumaedi, M.Si. NIP. 196313121988031001 NIP. 196306101989011002

Ketua Penguji

Dra. Langlang Handayani, M.App.Sc. NIP. 196807221992032001

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dra. Dwi Yulianti, M.Si. Dr. Sugianto, M.Si.


(4)

1. Aku terlahir mungkin tidak menjadi yang terbaik tetapi aku terlahir untuk melakukan yang terbaik (Ellianawati).

2. Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah (Thomas Alfa Edison).

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Bapak dan ibuku tersayang yang telah memberikan dukungan dan doanya;

2. Kakakku tercinta yang telah memotivasiku;

3. Seluruh teman-temanku Pendidikan Fisika angkatan 2009;

4. Teman-teman yang telah membantuku selama penelitian, Dian Bestari, mbak Farah, mbak Wati, Dzafien dan Zainudin;

5. Teman-teman seperjuanganku ON-MIPA PT 2012 & 2013, Listyanto, Musyafak dan Dian Setiawan yang terus memotivasiku;

6. Teman-teman seperbimbinganku, Dian, Dzafien, Arum, Rulin, Neni, Lida, Teguh, dan Lutfia yang senantiasa selalu bersama-sama.


(5)

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan model Better Teaching and Learning (BTL) Berketerampilan Proses untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa” .

Skripsi ini terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis meyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., rektor Unnes; 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., dekan FMIPA Unnes;

3. Dr. Khumaedi, M.Si., ketua Jurusan Fisika FMIPA Unnes;

4. Dra. Dwi Yulianti, M.Si., dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu untuk memberi bimbingan, arahan dari awal sampai akhir penulisan;

5. Dr. Sugianto, M.Si., dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu untuk memberi bimbingan, arahan dari awal sampai akhir penulisan;

6. Seluruh dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama ini;

7. Pratondo Jati Susilo, S.Pd., kepala SMP Negeri 3 Ungaran yang telah memberi ijin dalam pelaksanaan penelitian;

8. Iryani, S.Pd., guru IPA SMP Negeri 3 Ungaran yang telah membantu dan membimbing pada saat pelaksanaan penelitian;

9. Seluruh siswa kelas VIII G yang telah bekerjasama dengan baik selama penelitian berlangsung;


(6)

Semarang, 16 Agustus 2013


(7)

Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Dwi Yulianti, M.Si. dan Pembimbing Pendamping Dr. Sugianto, M.Si.

Kata kunci: BTL, keterampilan proses, aktivitas dan hasil belajar.

Pembelajaran IPA merupakan wahana bagi peserta didik yang menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses serta sikap ilmiah. Pendekatan pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung dan mengembangkan keterampilan proses siswa adalah pendekatan keterampilan proses. Melalui pendekatan keterampilan proses, siswa menjadi aktif karena mengalami sendiri berbagai aktivitas kegiatan sehingga pembelajaran menjadi aktif, menyenangkan dan lebih bermakna. Salah satu model pembelajaran yang mewujudkan pembelajaran yang aktif, menyenangkan dan lebih bermakna adalah Better Teaching and Learning (BTL). Keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran menyebabkan aktivitas belajar siswa meningkat sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model BTL berketerampilan proses. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah eksperimen. Desain penelitian ini yaitu Pre-Experiment dengan jenis yang dipilih

One-Group Pretest-Posttest. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu metode dokumentasi, tes dan observasi. Penilaian hasil belajar psikomotorik dan afektif serta aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dilakukan melalui pengamatan langsung menggunakan lembar observasi. Hasil belajar kognitif siswa diukur menggunakan hasil pretest dan posttest. Hasil analisis uji gain menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas belajar siswa meningkat pada kategori tinggi yaitu 0,82. Peningkatan hasil belajar psikomotorik dan afektif berada pada kategori tinggi yaitu sebesar 0,81 dan 0,95. Hasil belajar kognitif siswa meningkat pada kategori sedang yaitu sebesar 0,47. Berdasarkan hasil seperti disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model BTL berketerampilan proses dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.


(8)

KATA PENGANTAR... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 4

1.3 Rumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian... 5

1.6 Penegasan Istilah ... 6

1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ... 7

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Better Teaching and Learning (BTL) ... 8

2.2 Pendekatan Keterampilan Proses ...12


(9)

2.7 Hipotesis ... 27

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian ... 28

3.2 Desain Penelitian ... 28

3.3 Variabel Penelitian ... 29

3.4 Prosedur Penelitian ... 29

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.6 Analisis Uji Coba Intrumen ... 31

3.7 Analisis Data ... 35

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 39

4.2 Pembahasan ... 45

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 56

5. PENUTUP 5.1 Simpulan ... 58

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(10)

3.1 Kriteria Soal Berdasarkan Validitas... 32

3.2 Klasifikasi Indeks Kesukaran... 33

3.3 Kriteria Soal Berdasarkan Tingkat Kesukaran ... 34

3.4 Kriteria Soal Berdasarkan Daya Pembeda ... 35

4.1 Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa ... 39

4.2 Rekapitulasi Hasil Belajar Psikomotorik Siswa ... 40

4.3 Rekapitulasi Hasil Belajar Afektif Siswa ... 41

4.4 Rekapitulasi Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 43

4.5 Hasil Uji Normalitas ... 43


(11)

2.1 Tahapan Penerapan Model BTL ... 12

2.2 Tekanan Hidrostatis Pada Kedalaman h ... 19

2.3 Permukaan Zat Cair dalam Bejana Berhubungan ... 20

2.4 Pipa U yang Diisi dengan Dua Cairan yang Berbeda ... 21

2.5 Skema Alat Berdasarkan Prinsip Hukum Pascal ... 22

2.6 Percobaan Hukum Archimedes ... 23

2.7 Benda Mengapung di dalam Zat Cair ... 24

2.8 Benda Melayang di dalam Zat Cair ... 24

2.9 Benda Tenggelam di dalam Zat Cair ... 25

2.10 Bagan Kerangka Berpikir ... 26

3.1 Diagram Alur Penelitian ... 30

4.1 Diagram Aktivitas Belajar Siswa ...40

4.2 Diagram Hasil Belajar Psikomotorik Siswa ... 41

4.3 Diagram Hasil Belajar Afektif Siswa ... 42


(12)

1. Daftar Nama Siswa Kelas VIII G... 64

2. Daftar Nilai Pretest dan Posttest ... 65

3. Uji Normalitas ... 66

4. Uji Ketuntasan Belajar ... 68

5. Uji Gain ... 69

6. Analisis Aktivitas Belajar Siswa ... 72

7. Analisis Hasil Belajar Psikomotorik Siswa ... 76

8. Analisis Hasil Belajar Afektif Siswa ... 80

9. Daftar kelompok ... 84

10. Silabus ... 85

11. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 87

12. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 100

13. Daftar Nama Siswa Uji Coba ... 108

14. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 109

15. Soal Uji Coba ... 110

16. Kunci Jawaban Soal Uji Coba ... 117

17. Analisis Soal Uji Coba ... 118


(13)

22. Surat Keterangan Dosen Pembimbing ... 131 23. Dokumentasi Penelitian ... 132 24. Contoh Hasil Karya Siswa ... 133


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Keberadaan pendidik dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sangat penting. Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi (hubungan timbal balik) antara guru dan siswa. Guru sebagai seorang pendidik berperan dalam memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang mendorong siswa untuk belajar dan memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Suatu

pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari, terlebih lagi siswa akan lebih memahami konsep yang mereka dapatkan melalui pengoptimalan keterampilan dasar yang sudah dimiliki dalam dirinya. Konsep tersebut diharapkan tidak hanya mereka pahami saja akan tetapi dapat mereka terapkan pada kehidupan sehari-hari.


(15)

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga bukan hanya merupakan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, melainkan juga suatu proses penemuan. Pendidikan IPA merupakan wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri maupun alam sekitar. Pembelajaran IPA dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting dalam kecakapan hidup (BSNP, 2006: 149). Oleh karena itu, pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Hardini & Puspitasari, 2012: 150). Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung dan mengembangkan keterampilan proses siswa adalah pendekatan keterampilan proses.

Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran IPA yang menganggap bahwa IPA itu terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah yang harus dikembangkan pada peserta didik sebagai pengalaman yang bermakna yang dapat digunakan sebagai bekal perkembangan diri selanjutnya (Memes, 2000: 17). Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses mengajak siswa untuk belajar dan mengelola apa yang diperolehnya melalui pengamatan dan pengalaman secara langsung di kehidupan nyata. Selain itu, pendekatan keterampilan proses juga dapat meningkatkan


(16)

aktivitas belajar siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Damriani (2008) yang menunjukkan bahwa: “pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa”. Penerapan pendekatan keterampilan proses menjadikan siswa aktif karena mengalami sendiri berbagai aktivitas kegiatan sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan lebih bermakna. Salah satu model pembelajaran yang mewujudkan pembelajaran yang aktif, menyenangkan dan bermakna bagi siswa adalah model Better Teaching and Learning (BTL).

BTL adalah salah satu model pembelajaran yang dikembangkan oleh

United States Agency for International Development (USAID) Indonesia melalui program Decentralized Basic Education Three (DBE3) yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan menengah pertama. Pada model BTL ini, pembelajaran menitikberatkan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar (student centered) bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi (teacher centered). Model BTL dalam penelitian ini menggabungkan pola pembelajaran kontekstual dan kooperatif untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, menyenangkan dan bermakna bagi siswa. Melalui penerapan model BTL, siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar sehingga pembelajaran akan terasa menyenangkan dan lebih bermakna karena siswa diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas kegiatan pembelajaran. Keikutsertaan siswa dalam proses belajar dapat meningkatkan aktivitas belajar


(17)

yang optimal sehingga diharapkan dapat meningkatkan pula hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, penelitian tentang “Penerapan Model Better Teaching and Learning (BTL) Berketerampilan Proses untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa” perlu dilakukan.

1.2

Pembatasan Masalah

Kajian penelitian dibatasi pada penerapan model BTL berketerampilan proses untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VIII G SMP N 3 Ungaran sub pokok bahasan Tekanan pada Zat Padat dan Zat Cair. Observasi awal yang dilakukan di SMP N 3 Ungaran menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran rata-rata cenderung rendah. Secara umum, hal ini disebabkan sebagian besar masalah yang dihadapi sekarang yaitu guru masih menggunakan metode yang konvensional dan kurang variatif dalam kegiatan pembelajaran. Materi Tekanan dipilih karena konsep dan fenomenanya banyak serta sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas belajar yang dikaji dalam penelitian ini meliputi aktivitas melihat, mendengar, menulis dan mengucap sedangkan hasil belajar yang diungkap yaitu hasil belajar kognitif, psikomotorik dan afektif.

1.3

Rumusan Masalah


(18)

1. Bagaimana peningkatan aktivitas belajar siswa setelah diterapkan model BTL berketerampilan proses?

2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan model BTL berketerampilan proses?

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa melalui model BTL berketerampilan proses.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa melalui model BTL berketerampilan proses.

1.5

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1. Bagi siswa, sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar serta peran aktif siswa di dalam kelas.

2. Bagi guru, mengenalkan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya untuk perbaikan dalam meningkatkan mutu pembelajaran.


(19)

1.6

Penegasan Istilah

1.6.1 Better Teaching and Learning (BTL)

BTL merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh USAID Indonesia melalui program DBE3 yang bertujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, menyenangkan dan bermakna (DBE3, 2009).

1.6.2 Pendekatan Keterampilan Proses

Pendekatan keterampilan proses merupakan wawasan atau anutan pengembangan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan mendasar yang telah ada pada diri siswa (Dimyati & Mudjiono, 2009: 138).

1.6.3 Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran (Poerwadarminta, 1999: 26). Aktivitas belajar yang dikaji dalam penelitian ini meliputi aktivitas melihat, mendengar, menulis dan mengucap.

1.6.4 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh setelah mengalami aktivitas belajar. Benyamin S. Bloom (Rifa‟i & Anni, 2009: 85)


(20)

mengklasifikasikan hasil belajar dalam tiga taksonomi yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.

1.7

Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, isi dan akhir. Bagian pendahuluan berisi halaman judul, abstrak, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar lampiran. Bagian isi terdiri atas (1) pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi. (2) tinjauan pustaka yang berisi penjelaskan mengenai teori tentang BTL, keterampilan proses, aktivitas belajar, hasil belajar dan tinjauan materi. (3) metode penelitian yang berisi tentang lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, variabel penelitian, prosedur penelitian, metode pengumpulan data, analisis uji coba instrumen penelitian dan metode analisis data. (4) hasil dan pembahasan yang berisi hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian. (5) penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Better Teaching and Learning

(BTL)

BTL merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan oleh USAID Indonesia melalui program DBE3 yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan menengah pertama (DBE3, 2009). Model BTL menitikberatkan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar (student centered) bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi (teacher centered). Pada model BTL, para siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan lebih bermakna karena mereka diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas kegiatan, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator. Menurut Sutardji & Sholeh (2010), untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar sesuai kompetensinya, guru harus melaksanakan pengajaran profesional dan pembelajaran bermakna. Model BTL dalam penelitian ini, menggunakan pola pembelajaran kontekstual dan kooperatif untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, menyenangkan dan bermakna bagi siswa.

Pola pembelajaran kontekstual memiliki beberapa ciri yaitu menuntut siswa aktif dan kreatif, menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi,


(22)

memanfaatkan lingkungan yang ada di sekitar, dan bekerjasama dalam kelompok. Pembelajaran kontekstual yaitu pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006: 109). Kegiatan pembelajaran kontekstual tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi diupayakan agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi di lingkungannya. Menurut Nurdin (2009), Contextual Teaching and Learning (CTL) membantu guru mengkolaborasikan berbagai keterampilan untuk memotivasi dan memberikan inovasi sehingga pembelajaran dapat berjalan aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Pada penelitian ini, model BTL juga menggunakan pola pembelajaran kooperatif yang merupakan salah satu upaya mewujudkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Menurut Rusman (2011: 202), pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Hasil penelitian Patrick & Urhievwejire (2010) menunjukkan bahwa: “strategi pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar


(23)

sains siswa”. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berinteraksi dan mengembangkan beberapa kecakapan hidup seperti berkomunikasi dan bekerjasama yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan nyata.

Pada penerapan model BTL, terdapat kegiatan-kegiatan praktis dan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sedangkan siswa aktif mengerjakan tugas yang menantang untuk berdiskusi dan berpikir. Hasil kerja siswa merupakan buah pikiran sendiri sedangkan pada lingkungan belajar, ruang kelas ditata dengan lebih baik. Posisi tempat duduk diatur supaya siswa dapat bekerjasama dalam kelompok dan hasil kerja dipajang untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.

Tahapan penerapan model BTL dalam kegiatan pembelajaran menggunakan kerangka sederhana yang disebut ICARE. Kerangka ICARE meliputi lima unsur kunci pengalaman pembelajaran yaitu Introduction, Connection, Application,

Reflection dan Extension (DBE3, 2009: 12). Kerangka ICARE dijelaskan secara terperinci sebagai berikut:

(1) Introduction (Perkenalan)

Pada tahap ini, guru menanamkan pemahaman tentang isi dari pembelajaran kepada siswa. Bagian ini berisi penjelasan tujuan pembelajaran dan hasil yang akan dicapai selama pembelajaran tersebut.


(24)

(2) Connection (Menghubungkan)

Pada tahap connection ini, guru berusaha menghubungkan materi ajar yang baru dengan sesuatu yang sudah diketahui siswa dari pembelajaran atau pengalaman sebelumnya. Guru meminta siswa untuk memberikan penjelasan tentang apa yang mereka ingat dari pembelajaran sebelumnya. Setelah itu guru dapat menghubungkan siswa dengan informasi baru.

(3) Application (Penerapan)

Application merupakan tahap yang paling penting dari pembelajaran. Setelah siswa memperoleh informasi atau kecakapan baru melalui tahap

connection, mereka diberikan kesempatan untuk mempraktikkan dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh. Pada tahap ini, guru membentuk kelompok kecil antara 3-5 siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama dalam memecahkan suatu masalah sedangkan guru berperan sebagai fasilitator. (4) Reflection (Refleksi)

Pada tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan apa yang telah mereka pelajari sedangkan tugas guru yaitu menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Kegiatan refleksi ini dapat berupa diskusi kelompok, penulisan mandiri atau kuis singkat.

(5) Extension (Kegiatan Lanjutan)

Kegiatan pada tahap extension ini adalah guru menyediakan kegiatan yang dapat dilakukan siswa setelah pembelajaran berakhir untuk memperkuat dan


(25)

memperluas pembelajaran. Kegiatan extension dapat meliputi penyediaan bahan bacaan tambahan, tugas percobaan atau latihan.

Bagan alur tahapan ICARE dalam kegiatan pembelajaran ditunjukkan pada Gambar 2.1.

2.2

Pendekatan Keterampilan Proses

Keterampilan proses yaitu keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan terlatih akan menjadi suatu keterampilan. Menurut Semiawan (1992: 16), keterampilan proses merupakan keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan-kemampuan mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga menghasilkan penemuan yang baru. Pendekatan keterampilan proses memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar yang memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk aktivitas.

Gambar 2.1 Tahapan Penerapan Model BTL


(26)

Pendekatan keterampilan proses merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran IPA yang menganggap bahwa IPA terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah yang juga harus dikembangkan pada peserta didik sebagai pengalaman yang bermakna yang dapat digunakan sebagai bekal perkembangan diri selanjutnya (Memes, 2000: 17). Pendekatan keterampilan proses menekankan siswa untuk belajar dan mengelola yang diperoleh, sehingga mudah dipahami dan digunakan dalam kehidupan nyata. Harlen (1999) menyatakan bahwa:

Learning with understanding in science involves testing the usefulness of possible explanatory ideas by using them to make predictions or to pose questions, collecting evidence to the test the prediction or answer the questions and interpreting the result; in the other word, using the science process skills.

(Belajar memahami IPA meliputi pengujian ide dapat menggunakan keterampilan proses sains untuk membuat prediksi atau mengajukan pertanyaan, mengumpulkan fakta untuk menguji prediksi atau menjawab pertanyaan dan menginterpretasikan hasil).

Ada beberapa alasan penerapan pendekatan keterampilan proses pada kegiatan pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Dimyati & Mudjiono (2009: 137):

(1) percepatan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi;

(2) pengalaman intelektual, emosional, dan fisik dibutuhkan agar didapatkan hasil belajar yang optimal;


(27)

American Association for the Advancement of Science (AAAS) sebagaimana dikutip oleh Devi (2010: 7), mengklasifikasikan keterampilan proses menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses dasar terdiri dari (1) pengamatan, (2) pengukuran, (3) menyimpulkan, (4) meramalkan, (5) menggolongkan, dan (6) berkomunikasi sedangkan keterampilan proses terpadu terdiri dari (1) pengontrolan variabel, (2) interpretasi data, (3) perumusan hipotesis, (4) pendefinisian variabel secara operasional, dan (5) merancang eksperimen. Menurut Amnah et al. (2013),

science process skills need to be realized by teachers that it is important in the learning of science and it serves as a scaffold to other cognitive skills such as logical thinking, reasoning, and problem solving skills. (Keterampilan proses sains perlu disadari oleh guru karena penting dalam pembelajaran sains dan berfungsi sebagai penghubung untuk keterampilan kognitif lainnya seperti berpikir logis, penalaran dan keterampilan pemecahan masalah).

Proses pembelajaran menggunakan keterampilan proses, melatih siswa untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan sendiri melalui penyelidikan ilmiah sehingga dapat merangsang keingintahuan untuk meningkatkan pengetahuan yang baru diperoleh. Hasil penelitian Rahayu et al. (2011) menunjukkan bahwa: “penerapan pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kreatif siswa”. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aktamis & Ergin (2008),


(28)

“pembelajaran keterampilan proses sains dapat meningkatkan prestasi belajar dan kreativitas ilmiah siswa”. Melalui pengembangan keterampilan memproseskan perolehan, anak akan mampu mengemukakan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Oleh karena itu, keterampilan tersebut menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep, serta penumbuhan pengembangan sikap dan nilai.

2.3

Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar merupakan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Guru bertugas menyediakan bahan pelajaran tetapi yang mengolah dan menentukan adalah siswa, sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Kemajuan metodologi dewasa ini, asas aktivitas lebih ditonjolkan sehingga kegiatan belajar siswa menjadi dasar untuk mencapai tujuan dan hasil belajar yang memadai.

Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas, banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengar dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich (Sardiman, 2011: 101) mengelompokkan jenis-jenis aktivitas belajar sebagai berikut:


(29)

(1) visual activities: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain;

(2) oral activities: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi;

(3) listening activities: mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato; (4) writing activities: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin;

(5) drawing activities: menggambar, membuat grafik, peta, diagram;

(6) motor activities: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak;

(7) mental activities: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan;

(8) emotional activities: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.

Jenis aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa dapat bermacam-macam akan tetapi mempunyai satu tujuan akhir yang sama yaitu memperoleh hasil belajar yang optimal. Menurut Purba et al. (2006), dalam pembelajaran di kelas diperlukan aktivitas siswa dalam setiap kegiatan yang dilakukan sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi efektif. Pada penelitian ini, model BTL menggunakan pola pembelajaran kontekstual dan kooperatif untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hasil penelitian Munda et al. (2012) menunjukkan bahwa: “pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan antusias siswa


(30)

dalam proses pembelajaran”. Pembelajaran kooperatif yang diterapkan pada model BTL memberikan kesempatan siswa untuk saling berinteraksi sehingga menyebabkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran meningkat. Hal ini sesuai hasil penelitian Nurfaidah et al. (2010) yang menunjukkan bahwa: “aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat melalui penerapan pembelajaran kooperatif”. Aktivitas belajar yang diamati dalam penelitian ini yaitu aktivitas melihat, mendengar, menulis dan mengucap.

Pada penelitian ini, hasil belajar yang diungkap adalah kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek hasil belajar afektif yang diamati yaitu kehadiran di dalam kelas, tanggung jawab dan kerjasama dalam kelompok. Hasil belajar psikomotorik yang diamati pada penelitian ini berkaitan dengan percobaan. Aspek psikomotorik yang diamati yaitu menyiapkan alat percobaan, melakukan percobaan dan mengacungkan tangan.

2.4

Hasil Belajar

Belajar bukan semata-mata mengumpulkan dan menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran bukan pula sebagai latihan belaka. Hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang dalam belajar. Hasil belajar seseorang sering tidak langsung terlihat tanpa orang itu melakukan sesuatu untuk memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar.


(31)

Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh setelah mengalami aktivitas belajar. Benyamin S. Bloom (Rifa‟i & Anni, 2009: 85) mengklasifikasikan hasil belajar dalam tiga taksonomi sebagai berikut:

(1) ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation);

(2) ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat dan nilai;

(3) ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek dan koordinasi syaraf.

2.5

Tinjauan Materi

2.5.1 Tekanan pada Zat Padat

Besar tekanan yang bekerja pada sebuah benda dipengaruhi oleh gaya dan luas bidang tekan. Tekanan didefinisikan sebagai gaya yang bekerja tiap satuan luas. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

� =�

dengan P = tekanan (N/m2) F = gaya tekan (N) A = luas bidang (m2)


(32)

Satuan tekanan dalam Sistem Internasional (SI) adalah newton per meter persegi (N/m2), yang dinamakan pascal (Pa).

2.5.2 Tekanan pada Zat Cair Tekanan hidrostatik

Pada Gambar 2.2, sebuah tabung berisi zat cair setinggi h yang massa jenisnya ρ dan luas penampang tabung A maka seluruh zat cair tersebut akan menekan bidang alas tabung. Dasar tabung mendapat gaya yang besarnya sama dengan berat zat cair di atas dasar tabung.

w = mg = ρVg = ρg(Ah) = F

dengan: m = ρV dan V = Ah

Tekanan oleh zat cair disebut tekanan hidrostatis (Ph)

� =� = ( ) =

dengan:

Ph = tekanan hidrostatis (N/m2)

ρ = massa jenis zat cair (kg/m3) P

Gambar 2.2 Tekanan Hidrostatis Pada Kedalaman h.

h Po

w


(33)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

h = kedalaman zat cair pada titik pengamatan dari permukaan (m)

Tekanan hidrostatis pada suatu titik di dalam zat cair ditentukan oleh kedalaman zat cair yang diukur dari permukaan dan tidak bergantung pada luas serta bentuk penampang. Jika Po adalah tekanan dibagian atas dan P adalah

tekanan di dasar, maka selisih gaya ke atas yang disebabkan oleh perbedaan tekanan ini adalah PA - PoA. Dengan membuat selisih gaya ke atas ini sama

dengan berat zat cair, maka diperoleh tekanan mutlak pada kedalaman h yaitu

PA - PoA = ρgAh P = Po+ ρgh

dengan: P = tekanan mutlak (N/m2) Po = tekanan udara luar (N/m2)

Bejana berhubungan

Bejana berhubungan adalah dua bejana atau lebih yang bagian atasnya terbuka dan bagian bawahnya saling berhubungan. Pada Gambar 2.3, jika ke dalam bejana berhubungan dimasukkan zat cair sejenis maka dalam keadaan setimbang tinggi permukaan zat cair terletak pada satu bidang datar.


(34)

Jika dalam bejana berhubungan terdapat dua cairan yang berbeda maka dalam keadaan setimbang tinggi permukaan kedua cairan menjadi tidak sama (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Pipa U yang Diisi dengan Dua Cairan yang Berbeda

Pada Gambar 2.4 terlihat bahwa tinggi permukaan cairan 1 dan 2 tidak sama. Titik P adalah titik khayal yang terletak pada perbatasan cairan 1 dan 2 sedangkan titik Q adalah titik khayal pada cairan 2 di ujung bejana yang lain. Tekanan di titik P dan Q adalah sama. Dengan demikian, dapat dituliskan sebagai berikut:

PP = PQ

ρ1x g x h1 = ρ2 x g x h2 ρ1x h1 = ρ2 x h2 dengan:

ρ1 = massa jenis cairan 1 (kg/m3)

h1 = ketinggian permukaan cairan 1 (m) ρ2 = massa jenis cairan 2 (kg/m3)

h2 = ketinggian permukaan cairan 2 (m)

P Q

h1


(35)

Hukum Pascal

Hukum Pascal menyatakan bahwa jika permukaan zat cair yang berada dalam ruang tertutup diberikan tekanan maka tekanan itu akan diteruskan ke segala arah dengan besar yang sama. Banyak peralatan yang dibuat berdasarkan hukum Pascal, salah satu diantaranya yaitu pengangkat hidrolik. Secara skematik, pengangkat hidrolik ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Skema Alat Berdasarkan Prinsip Hukum Pascal

Pada Gambar 2.5, karena kedua piston berada pada ketinggian yang sama maka keduanya memiliki tekanan yang sama. Jika tekanan diberikan pada penampang A1, maka tekanan pada A2 juga mengalami perubahan yang besarnya sama. Secara matematis, dapat dituliskan sebagai berikut:

�1 1

= �2

2

dengan:

F1 = gaya pada piston 1 (N)

A1 = luas penampang pada piston 1 (m2)

F2 = gaya pada piston 2 (N)

A = luas penampang pada piston 2 (m2) F1

F2

A1


(36)

Hukum Archimedes

Jika sebuah benda dicelupkan ke dalam zat cair sebagian atau seluruhnya, maka benda akan mendapat gaya ke atas sebesar berat zat cair yang dipindahkan oleh benda tersebut (Gambar 2.6). Hal ini merupakan bunyi hukum Archimedes.

(Karim et al., 2008: 228) Gambar 2.6 Percobaan Hukum Archimedes

Secara matematis hukum Archimedes dapat dituliskan

FA = mcg dengan mc = ρcVc FA = ρcgVc

dengan:

FA = gaya Archimedes/gaya apung (N)

ρc = massa jenis zat cair (kg/m3)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

Vc = volume benda yang tercelup (m3)

Adanya gaya Archimedes menyebabkan berat benda dalam zat cair akan berkurang. Sebuah benda ketika ditimbang di udara beratnya wu tetapi ketika


(37)

benda karena adanya gaya Archimedes (FA). Secara matematis besar gaya

Archimedes yang dialami benda dapat dituliskan:

FA = wuwc

Apabila suatu benda dimasukkan ke dalam zat cair maka ada tiga kemungkinan keadaan yaitu mengapung, melayang dan tenggelam.

Mengapung

Sebuah benda dikatakan mengapung di dalam zat cair, apabila ada bagian benda yang muncul di atas permukaan zat cair (Gambar 2.7). Benda akan mengapung di dalam zat cair apabila massa jenis benda lebih kecil daripada massa jenis zat cair (ρb < ρa).

dengan:

ρa = massa jenis zat cair ρb = massa jenis benda

Melayang

Sebuah benda dikatakan melayang di dalam zat cair apabila tidak ada bagian benda yang muncul di atas permukaan zat cair dan tidak menempel di


(38)

dasar zat cair (Gambar 2.8). Benda akan melayang di dalam zat cair apabila massa jenis benda sama besar dengan massa jenis zat cair (ρb = ρa).

Tenggelam

Sebuah benda dikatakan tenggelam di dalam zat cair, apabila benda tersebut berada pada dasar zat cair (Gambar 2.9). Benda akan tenggelam di dalam zat cair apabila massa jenis benda lebih besar daripada massa jenis zat cair (ρb >

ρa).

2.6

Kerangka Berpikir

Dalam kehidupan sehari-hari siswa sering dihadapkan oleh berbagai permasalahan. Oleh karena itu, siswa perlu dibiasakan untuk menyelesaikan masalah. Dalam pembelajaran IPA, masalah yang dihadapi di kelas adalah masih

Gambar 2.8 Benda Melayang di dalam Zat Cair


(39)

rendahnya keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini dikarenakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru masih bersifat konvensional dan cenderung teacher centered sehingga mengakibatkan rata-rata hasil belajar siswa masih rendah. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah diterapkannya model BTL dengan pendekatan keterampilan proses. Model BTL dalam penelitian ini, menggabungkan pola pembelajaran kontekstual dan kooperatif untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, menyenangkan dan bermakna. Pada kegiatan pembelajarannya, siswa terlibat secara langsung untuk menemukan sendiri konsep berdasarkan kenyataan atau fakta dari percobaan yang dilakukan. Melalui proses penemuan konsep sendiri, siswa akan termotivasi dan berminat pada pembelajaran yang disampaikan sehingga dapat memacu aktivitas belajar siswa meningkat. Keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sehingga diharapkan dapat meningkatkan pula hasil belajar yang optimal. Guna memperjelas kerangka berpikir maka dibuat bagan yang ditunjukkan oleh Gambar 2.10.


(40)

2.7

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

Penerapan model BTL berketerampilan proses dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Gambar 2.10 Bagan Kerangka Berpikir Diterapkan model BTL

berketerampilan proses Kooperatif Kontekstual

Aktivitas dan hasil belajar meningkat

Observasi Permasalahan yang dihadapi kelas:

1. Keterlibatan siswa dalam KBM cenderung rendah 2. KBM masih bersifat teacher centered

3. Rata-rata hasil belajar masih rendah Pembelajaran IPA


(41)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian yaitu SMP N 3 Ungaran yang terletak di Jl. Patimura 1 A Ungaran Kab. Semarang. Subjek penelitian adalah kelas VIII G tahun ajaran 2012/2013, jumlah siswa 34 orang terdiri dari 13 putra dan 21 putri. Pengambilan subjek pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

3.2

Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah eksperimen. Desain penelitian ini yaitu Pre-Experiment dengan jenis yang dipilih One–Group Pretest-Posttest. Pola desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

O

1

X O

2 (Sugiyono, 2010: 111) Keterangan :

O1 : sebelum diberi treatment

X : pembelajaran menggunakan model BTL berketerampilan proses O2 : setelah diberi treatment

Pemberian treatment dilakukan sebanyak tiga kali untuk mengetahui perkembangan sampel pada setiap pertemuan.


(42)

3.3

Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu model BTL berketerampilan proses sedangkan variabel terikatnya adalah aktivitas dan hasil belajar siswa.

3.4

Prosedur Penelitian

3.4.1 Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan adalah:

(1) melakukan observasi awal untuk memperoleh data-data yang mendukung dalam penelitian;

(2) menyusun perangkat pembelajaran dan tes yang digunakan dalam penelitian; (3) menentukan sampel yang digunakan untuk penelitian;

(4) melakukan uji coba soal pada kelas yang telah menempuh materi tekanan; (5) menganalisis hasil uji coba soal.

3.4.2 Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

(1) melakukan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan;

(2) melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat;

(3) melakukan posttest untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan perlakuan.


(43)

3.4.3 Tahap Evaluasi

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menganalisis semua data hasil penelitian yang diperoleh, untuk menjawab hipotesis yang telah ditentukan. Secara garis besar, bagan alur penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Observasi Awal

Kelas Sampel

Pretest

Model BTL Berketerampilan

Proses

Posttest

Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan


(44)

3.5

Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Metode dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang mendukung dalam penelitian. Data-data tersebut meliputi: daftar nama siswa yang menjadi subjek, nilai ulangan harian pada materi sebelumnya dan foto-foto selama penelitian berlangsung.

3.5.2 Metode tes

Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa. Tes yang diujikan adalah pretest dan posttest dengan bentuk soal berupa pilihan ganda.

3.5.3 Metode observasi

Metode observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan secara langsung selama proses kegiatan pembelajaran. Pengamatan dilakukan untuk menilai hasil belajar psikomotorik, afektif serta aktivitas siswa selama pelaksanaan pembelajaran.

3.6

Analisis Uji Coba Instrumen

3.6.1 Validitas Butir Soal

Pengujian validitas butir soal digunakan rumus korelasi product moment yaitu

=

�Σ − ΣX (ΣY)


(45)

Keterangan :

rxy : koefisien korelasi antara X dan Y X : skor tiap butir soal

Y : skor total yang benar dari tiap subjek N : jumlah responden

Selanjutnya pengujian harga koefisien korelasi yang diperoleh, dikonsultasikan ke tabel rproduct moment dengan taraf kesalahan 5%. Berdasarkan

tabel rproduct moment, untuk jumlah responden (N) 30 diperoleh harga rtabel sebesar 0,361. Soal dikatakan valid jika harga rhitung > rtabel. Hasil analisis validitas soal disajikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kriteria Soal Berdasarkan Validitas

Kriteria soal Nomor soal Jumlah %

Valid

1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40

30 75 %

Tidak valid 2, 7, 10, 11, 12, 15, 20, 22, 24, 29 10 25 %

3.6.2 Reliabilitas

Pengujian reliabilitas instrumen digunakan rumus K-R 20 yaitu: 11

=

−1

2−�

2

(Arikunto, 2002 : 100)


(46)

n : banyaknya butir soal

p : proporsi siswa yang menjawab soal dengan benar q : proporsi siswa yang menjawab soal dengan salah s2 : standar deviasi

Berdasarkan tabel rproduct moment, untuk jumlah responden (N) 30 diperoleh

harga rtabel sebesar 0,361. Jika harga rhitung > rtabel maka instrumen tersebut dikatakan reliabel. Hasil perhitungan diperoleh harga reliabilitas (r11) soal sebesar 0,873; karena harga r11 > rtabel maka dapat disimpulkan bahwa semua soal yang diujicobakan bersifat reliabel.

3.6.3 Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran butir soal ditentukan dengan rumus berikut:

=

�� (Arikunto, 2002: 207)

Keterangan :

P : indeks kesukaran soal

B : banyaknya siswa yang menjawab dengan benar JS : jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3.2 Klasifikasi Indeks Kesukaran Tingkat Kesukaran Kriteria

0,00 <� 0,30 Sukar

0,30 < P 0,70 Sedang


(47)

Hasil analisis tingkat kesukaran soal disajikan dalam Tabel 3.3. Tabel 3.3 Kriteria Soal Berdasarkan Tingkat Kesukaran

Kriteria soal Nomor soal Jumlah %

Mudah 1, 2, 3, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 15, 16, 19,

20, 21, 24, 28, 31, 33 18 45,0 %

Sedang 4, 8, 13, 18, 25, 27, 30, 34, 36, 37,

38, 39, 40 13 32,5 %

Sukar 5, 14, 17, 22, 23, 26, 29, 32, 35 9 22,5 %

3.6.4 Daya Pembeda

Untuk menentukan daya pembeda butir soal digunakan rumus sebagai berikut:

=

(Arikunto, 2002: 213) Keterangan :

D : daya pembeda

JA : banyaknya peserta kelas atas JB : banyaknya peserta kelas bawah

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar soal itu BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar soal itu Daya pembeda diklasifikasikan sebagai berikut:

0,00 <� 0,20 : soal jelek

0,20 <� 0,40 : soal cukup baik

0,40 <� 0,70 : soal baik


(48)

D negatif : soal tidak baik

Hasil analisis daya pembeda soal uji coba disajikan dalam Tabel 3.4. Tabel 3.4 Kriteria Soal Berdasarkan Daya Pembeda

Kriteria soal Nomor soal

Sangat baik -

Baik 6, 17, 27, 33, 36, 39

Cukup 1, 3, 4, 5, 8, 9 ,13, 14, 16, 17, 19, 21, 23, 25, 26, 28, 30, 31, 32, 34, 35, 37, 38, 40

Jelek 2, 7, 10, 11, 12, 15, 20, 22, 24, 29

Negatif -

3.7

Analisis Data

3.7.1 Uji Normalitas

Untuk menguji normalitas data digunakan rumus:

�2 = =1( − )2 (Sugiyono 2007: 79) Keterangan :

�2 = Chi kuadrat

fh = frekuensi yang diharapkan fo = frekuensi pengamatan

Hasil Chi kuadrat kemudian dibandingkan dengan tabel Chi kuadrat dengan derajat kebebasan (dk) 5 dan taraf kesalahan 5% kemudian ditarik kesimpulan. Jika harga �2 <�2 maka data akan terdistribusi normal.


(49)

3.7.2 Uji Gain

Peningkatan rata-rata aktivitas dan hasil belajar siswa dihitung menggunakan rumus normal gain yaitu:

=

� − �

100%− � (Hake, 1998)

dengan <g> = besarnya faktor gain

<Sawal> = skor rata-rataawal

<Sakhir> = skor rata-rata akhir

Kriteria peningkatan:

Jika harga < 0,3 maka besar peningkatannya rendah

Jika harga 0,3 < 0,7 maka besar peningkatannya sedang Jika harga 0,7 maka besar peningkatannya tinggi

3.7.3 Uji Ketuntasan Belajar

Efektivitas penerapan model BTL berketerampilan proses terhadap Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

t = x −sμ0

n

(Sugiyono, 2007: 96) Keterangan :

t = nilai t hitung

x = nilai rata-rata sampel


(50)

s = simpangan baku n = jumlah anggota sampel

3.7.4 Analisis Lembar Observasi

3.7.4.1 Aktivitas Belajar

Untuk menghitung aktivitas belajar siswa digunakan rumus:

� ( ) = × 100

Kriteria keaktifan dibedakan menjadi 4 yaitu:

80 < 100 = sangat aktif

60 < 80 = aktif

40 < 60 = cukup aktif

20 40 = kurang aktif (Direktorat Pembinaan SMA, 2010: 64)

3.7.4.2 Hasil Belajar Afektif dan Psikomotorik

Untuk mengetahui hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa digunakan rumus:

� ( ) = × 100

Kriteria hasil belajar afektif dan psikomotorik dibagi menjadi 4 yaitu

80 < 100 = sangat baik

60 < 80 = baik

40 < 60 = cukup


(51)

3.7.5 Analisis Hasil Belajar Kognitif

Untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa digunakan rumus:

� = × 100 (Arikunto, 2002: 236) Nilai KKM IPA SMP N 3 Ungaran adalah 70. Siswa dikatakan tuntas jika nilai yang diperoleh KKM.

3.7.6 Analisis Persentase Ketuntasan Klasikal

Persentase ketuntasan belajar klasikal dihitung dengan menggunakan rumus: � = �

�× 100% (Sudjana, 2008: 109)

Keterangan:

P = persentase ketuntasan belajar klasikal

S = jumlah siswa yang mencapai tuntas belajar

N = jumlah siswa seluruhnya

Jika persentase siswa yang tuntas belajar berjumlah 85%, maka dapat dikatakan ketuntasan belajar klasikal sudah tercapai.


(52)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Penelitian

4.1.1 Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar yang diamati dalam penelitian ini yaitu melihat, mendengar, menulis dan mengucap. Rekapitulasi analisis hasil aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 4.1. Rincian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas yang diamati

Pertemuan ke- 1

(%)

2 (%)

3 (%)

Melihat 66 87 95

Mendengar 65 75 94

Menulis 64 78 96

Mengucap 54 72 85

Rata-rata (%) 62 78 93

Nilai tertinggi 90 100 100

Nilai terendah 20 60 70

Ketuntasan klasikal (%) 74 100 100


(53)

Peningkatan aktivitas belajar siswa setiap pertemuan ditunjukkan Gambar 4.1.

4.1.2 Hasil Belajar Psikomotorik

Analisis hasil belajar psikomotorik siswa dapat dilihat pada Tabel 4.2. Rincian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Belajar Psikomotorik Siswa

Aspek yang diamati

Pertemuan ke- 1

(%)

2 (%)

3 (%)

Menyiapkan alat percobaan 66 80 100

Melakukan percobaan 73 91 99

Mengacungkan tangan 53 69 81

Rata-rata (%) 64 80 93

Nilai tertinggi 87 100 100

Nilai terendah 47 60 73

Ketuntasan klasikal (%) 41 88 100

Gain 0,44 0,65

0 20 40 60 80 100 120

Melihat Mendengar Menulis Mengucap

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3 (%)


(54)

Peningkatan hasil belajar psikomotorik siswa ditunjukkan oleh Gambar 4.2.

4.1.3 Hasil Belajar Afektif

Rekapitulasi analisis hasil belajar afektif siswa dapat dilihat pada Tabel 4.3. Rincian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Belajar Afektif Siswa

Aspek yang diamati

Pertemuan ke- 1 (%) 2 (%) 3 (%)

Kehadiran 100 100 100

Tanggung jawab 59 69 98

Kerjasama 76 94 99

Rata-rata (%) 78 88 99

Nilai tertinggi 100 100 100

Nilai terendah 47 73 87

Ketuntasan klasikal (%) 91 100 100

Gain 0,45 0,92

0 20 40 60 80 100 120

Menyiapkan Alat Melakukan Perc. Mengacungkan

Tangan

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3 (%)


(55)

Peningkatan aktivitas belajar siswa setiap pertemuan ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Secara keseluruhan aktivitas, hasil belajar psikomotorik dan afektif pada setiap pertemuan mengalami peningkatan setelah diberikan perlakuan. Peningkatan aktivitas, hasil belajar psikomotorik dan afektif pada setiap pertemuan ditunjukkan Gambar 4.4.

0 20 40 60 80 100 120

Kehadiran Tanggung Jawab Kerjasama

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3

Gambar 4.3 Diagram Hasil Belajar Afektif Siswa (%)

0 20 40 60 80 100 120

Aktivitas Psikomotorik Afektif

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3


(56)

4.1.4 Analisis Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif diperoleh dari hasil tes tertulis yang diberikan di awal (pretest) dan akhir (posttest) penelitian. Rekapitulasi analisis hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Belajar Kognitif

Aspek Nilai

Pretest Posttest

Rata-rata 70 84

Nilai tertinggi 85 100

Nilai terendah 50 65

Ketuntasan klasikal (%) 71 97

Gain 0,47

4.1.5 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data penelitian terdistribusi normal atau tidak. Data yang digunakan untuk pengujian normalitas adalah daftar nilai pretest dan posttest. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data

Pretest Posttest

�2

6,52 5,07

�2 11,07 11,07


(57)

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa Chi kuadrat hitung untuk data pretest

adalah 6,52 sedangkan posttest sebesar 5,07. Hasil Chi kuadrat hitung kedua data tersebut ternyata kurang dari harga Chi kuadrat tabel yaitu sebesar 11,07 pada taraf kesalahan 5%. Oleh karena harga �2 <�2 maka data pretest dan

posttest terdistribusi normal, sehingga statistik yang digunakan adalah jenis parametris. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.1.6 Uji Ketuntasan Belajar

Uji ketuntasan belajar digunakan untuk menentukan efektivitas penerapan model BTL berketerampilan proses terhadap nilai KKM sekolah. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Uji Ketuntasan Belajar Nilai Posttest

Rata-rata 83,53

Standar deviasi 6,80

Dk 33,00

thitung 11,56

ttabel 1,69

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa harga thitung > ttabel maka Ho yang menyatakan bahwa penerapan model BTL berketerampilan proses efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa diterima sedangkan Ha ditolak. Perhitungan


(58)

4.2

Pembahasan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di SMP N 3 Ungaran pada tanggal 4 Februari sampai 4 Maret 2013. Subjek dari penelitian ini adalah kelas VIII G yang berjumlah 34 orang. Alasan pemilihan kelas ini didasarkan pada observasi awal dengan mengumpulkan data nilai ulangan harian dan pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terpilih kelas VIII G sebagai subjek penelitian karena mempunyai rata-rata aktivitas dan hasil belajar yang rendah dibandingkan kelas yang lain.

Model BTL dalam pembelajaran diterapkan menggunakan kerangka ICARE yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan apa yang dipelajari. Pada kegiatan pembelajaran, siswa dibagi menjadi 7 kelompok yang terdiri 4-5 orang untuk saling berdiskusi dan bekerjasama menyelesaikan tugas yang diberikan. Selanjutnya, guru membagikan LKS yang telah direncanakan dalam RPP. Setiap kelompok harus membuat hasil kerja yang ditulis pada kertas yang telah disediakan. Hasil kerja yang telah dibuat, kemudian dipresentasikan dan dipajang sebagai sumber belajar. Kelompok yang terpilih wajib mempresentasikan hasil kerjanya dan ditanggapi oleh kelompok yang lain. Melalui kegiatan diskusi dan presentasi kelompok, dapat menciptakan aktivitas bertanya yang berguna untuk membangkitkan respon. Aktivitas seperti tersebut di atas, dapat membentuk motivasi siswa untuk belajar sehingga hasil belajar pun berkembang. Rifa‟i & Anni (2009: 160) menyebutkan bahwa siswa yang


(59)

termotivasi menunjukkan proses kognitif yang tinggi dalam belajar, menyerap dan mengingat apa yang dipelajari. Pada akhir pembelajaran, dilakukan kegiatan refleksi untuk mengetahui sejauh mana materi pembelajaran yang diserap oleh siswa. Sebelum pembelajaran berakhir, guru mengumumkan kelompok terbaik yang akan mendapatkan reward. Pemberian reward dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada siswa agar menjadi yang terbaik.

Pada penelitian ini, model BTL dipadukan dengan pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Keterampilan proses pada penelitian ini tercermin dalam LKS yang mengarahkan siswa untuk inkuiri. Subagyo et al. (2009) menyatakan bahwa pembelajaran sains dengan pendekatan keterampilan proses dapat melibatkan siswa menjadi aktif dan meningkatkan hasil belajar siswa. Kegiatan-kegiatan dalam LKS dibuat kontekstual sehingga siswa lebih mudah memahami karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Siswa didorong untuk menemukan sendiri hubungan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Keterlibatan dalam percobaan membuat siswa lebih mudah memahami konsep-konsep yang diajarkan sehingga informasi yang diperoleh tidak cepat lupa.

4.2.1 Aktivitas Belajar

Aktivitas yang diamati dalam penelitian ini yaitu melihat, mendengar, menulis dan mengucap. Penilaian aktivitas belajar siswa dilakukan melalui


(60)

pengamatan secara langsung menggunakan lembar observasi oleh empat observer. Berdasarkan analisis data hasil observasi yang telah dilakukan, diketahui setiap pertemuan rata-rata aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata aktivitas belajar siswa setiap pertemuan disajikan pada Gambar 4.1.

4.2.1.1 Aktivitas Melihat

Aspek aktivitas melihat yang diamati dalam penelitian ini yaitu mengamati percobaan. Tabel 4.1 menunjukkan rata-rata aktivitas melihat pada pertemuan pertama masih rendah yaitu sebesar 66%. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa melakukan percobaan. Ketika percobaan berlangsung, siswa terlihat sering bercanda dengan temannya sehingga menyebabkan percobaan tidak terselesaikan tepat waktu. Pada pertemuan kedua, percobaan yang dilakukan yaitu menentukan massa jenis dari suatu cairan. Percobaan ini membutuhkan ketelitian pengamatan yang tinggi, karena berpengaruh terhadap hasil pengukuran yang diperoleh. Siswa terlihat serius dalam melakukan pengamatan sehingga menyebabkan rata-rata aktivitas melihat pada pertemuan kedua meningkat menjadi 87%. Rusmiyati & Yulianto (2009) menyatakan bahwa melalui percobaan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas dan tepat serta hasil belajar siswa dapat lebih permanen. Pada pertemuan ketiga rata-rata aktivitas melihat mencapai 95%, hal ini disebabkan karena siswa sudah beradaptasi dengan


(61)

model pembelajaran yang diterapkan. Selain itu, siswa juga terlihat antusias ketika percobaan dilakukan di luar kelas.

4.2.1.2 Aktivitas Mendengar

Aspek aktivitas mendengar yang diamati yaitu mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh guru. Berdasarkan Tabel 4.1, setiap pertemuan rata-rata aktivitas mendengar mengalami peningkatan. Pada pertemuan pertama, siswa sering berbicara dengan temannya dan kurang memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru. Hal ini menyebabkan rata-rata aktivitas mendengar pada pertemuan pertama menjadi rendah. Pada pertemuan selanjutnya, rata-rata aktivitas siswa mengalami peningkatan yang tinggi. Hal ini dikarenakan selama proses pembelajaran, siswa mulai terlihat antusias dan serius memperhatikan dan mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh guru. Munculnya perhatian siswa terhadap pembelajaran, menunjukkan siswa mempunyai minat untuk belajar. Menurut Nurnawati et al. (2012), minat merupakan sumber motivasi yang kuat untuk belajar. Peningkatan rata-rata aktivitas mendengar siswa setiap pertemuan disajikan pada Gambar 4.1.

4.2.1.3 Aktivitas Menulis

Aspek aktivitas menulis yang diamati dalam penelitian ini yaitu menuliskan hasil percobaan. Secara umum, rata-rata aktivitas menulis siswa mengalami peningkatan pada setiap pertemuan. Peningkatan rata-rata aktivitas menulis siswa setiap pertemuan disajikan pada Gambar 4.1. Menurut Alwi (2007:


(62)

646), menulis adalah membuat huruf atau angka dengan alat tulis, melahirkan pikiran atau perasaan dalam bentuk karangan atau membuat cerita Pada pertemuan pertama, siswa terlihat kesulitan dalam menuliskan hasil percobaan ke dalam tabel pengamatan. Setiap siswa diminta untuk menuliskan hasil percobaan pada lembar kerja masing-masing. Berdasarkan pengamatan pada pertemuan pertama terlihat banyak siswa yang menuliskan hasil percobaan tetapi masih kurang lengkap terutama masalah satuan. Pada pertemuan kedua dan ketiga, rata-rata aktivitas menulis siswa mengalami peningkatan yang tinggi setelah diberikan arahan dalam melakukan penulisan hasil percobaan. Menurut Syamsi (2012), seseorang dapat menyebarluaskan pemikiran, pandangan, pendapat, gagasan atau perasannya tentang berbagai hal secara produktif, menarik, dan mudah dipahami melalui keterampilan menulis yang baik.

4.2.1.4 Aktivitas Mengucap

Aspek aktivitas mengucap yang diamati dalam penelitian ini yaitu seluruh kegiatan yang berhubungan dengan berbicara seperti bertanya, menjawab pertanyaan, berpendapat dan menanggapi pendapat. Berdasarkan hasil analisis data, rata-rata aktivitas mengucap siswa mengalami peningkatan yang paling rendah dibandingkan aktivitas belajar yang lain. Rendahnya aktivitas mengucap disebabkan karena siswa kurang berani dan merasa malu untuk mengemukakan pendapatnya. Melalui aktivitas mengucap, guru dapat mengetahui apa yang disampaikan oleh siswa sehingga guru dapat melakukan penilaian. Menurut


(63)

Tukiyem (2012), siswa dapat mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan secara lisan melalui berbicara. Oleh karena itu, aktivitas mengucap merupakan aspek yang sangat penting dalam kegiatan proses pembelajaran.

Aktivitas belajar merupakan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Aktivitas memegang peranan yang penting dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya aktivitas maka proses pembelajaran tidak akan berlangsung. Purba et al. (2006) mengungkapkan bahwa dalam KBM diperlukan aktivitas siswa pada setiap kegiatan yang dilakukan sehingga pembelajaran menjadi efektif. Secara keseluruhan rata-rata aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan pada setiap pertemuan setelah diterapkan model BTL berketerampilan proses. Peningkatan rata-rata aktivitas belajar siswa terjadi karena siswa terlibat langsung dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Nugroho et al. (2009) yang menyatakan bahwa penerapan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses dapat meningkatkan aktivitas siswa.

4.2.2 Hasil Belajar

Hasil belajar yang diungkap dalam penelitian ini terdiri dari tiga aspek yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Secara keseluruhan, rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan setelah diterapkan model BTL berketerampilan proses. Hal ini sesuai penelitian Rahayu et al. (2011), bahwa


(64)

pembelajaran sains dengan pendekatan keterampilan proses dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kreatif siswa.

4.2.2.1 Hasil Belajar Psikomotorik

Aspek hasil belajar psikomotorik yang diamati pada penelitian ini yaitu menyiapkan alat percobaan, melakukan percobaan dan mengacungkan tangan. Secara umum, rata-rata hasil belajar psikomotorik siswa mengalami peningkatan pada setiap pertemuan setelah diterapkan model BTL berketerampilan proses. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata aspek psikomotorik siswa pada pertemuan pertama yaitu 64%, ketuntasan klasikal sebesar 41%. Hasil ini menunjukkan bahwa hasil belajar psikomotorik siswa pada pertemuan pertama masih rendah terutama aspek mengacungkan tangan. Hal ini dikarenakan siswa masih terlihat malu dan kurang berani untuk mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan dari guru. Selain itu, permasalahan yang dihadapi pada pertemuan pertama yaitu siswa masih belum cekatan dalam melakukan pengamatan dan pengumpulan data ketika percobaan berlangsung. Siswa masih kesulitan mengerjakan LKS karena belum memahami apa yang harus mereka lakukan. Percobaan yang dilakukan dalam model BTL menggunakan bahan-bahan yang sederhana dan terjangkau. Guru memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar bagi siswa. Menurut Rusmiyati & Yulianto (2009), melalui percobaan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas dan tepat.


(65)

Penerapan model BTL berketerampilan proses pada pertemuan kedua, telah sesuai rencana karena guru telah melakukan refleksi dari pertemuan sebelumnya. Guru lebih mengarahkan dan membimbing siswa dalam mengerjakan LKS. Meskipun pada pertemuan kedua, materi yang diajarkan berbeda yaitu Tekanan pada Zat Cair, namun siswa sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan. Kekompakan kelompok sudah lebih terjalin dan hasil kerja pun juga lebih bagus, baik dari segi isi maupun kreativitas. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran menyebabkan rata-rata aspek psikomotorik siswa meningkat sebesar 0,44 dari pertemuan sebelumnya. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata aspek psikomotorik naik menjadi 80%, ketuntasan klasikal sebesar 88%. Menurut Dahniar (2006), pembelajaran yang melibatkan siswa berpengaruh pada pertumbuhan psikomotoriknya. Pada pertemuan kedua, siswa terlihat antusias dan senang ketika dilakukan percobaan di luar kelas. Siswa merasa bosan ketika pembelajaran dilakukan di dalam kelas secara terus menerus tanpa adanya interaksi antarsiswa dan lingkungan. Salah satu pola pembelajaran yang terdapat dalam penelitian ini yaitu kontekstual. Pembelajaran kontekstual yaitu pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006: 109). Kelemahan yang terjadi pada pertemuan kedua adalah jumlah percobaan yang dilakukan lebih


(66)

banyak sedangkan kerjasama siswa masih belum optimal, sehingga menyebabkan tidak terselesaikan tepat waktu.

Pada pertemuan ketiga, siswa lebih aktif dalam melakukan percobaan walaupun masih dengan bimbingan guru. Guru lebih mengintensifkan proses pembimbingan ketika siswa melakukan percobaan agar dapat berjalan lebih lancar. Percobaan yang dilakukan pada pertemuan ketiga yaitu menyelidiki keadaan terapung, melayang dan tenggelam pada benda menggunakan bahan telur. Siswa tidak mengalami kesulitan karena mereka sudah pernah melakukan sehingga percobaan dapat berjalan lancar. Berdasarkan Tabel 4.2, rata-rata aspek psikomotorik siswa pada pertemuan ketiga sebesar 93%, ketuntasan klasikal mencapai 100%. Peningkatan ini disebabkan karena siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Siswa sudah terlihat aktif dan antusias ketika melakukan percobaan maupun membuat hasil kerja. Siswa sudah mulai terbiasa melakukan percobaan dan berani untuk mengajukan pertanyaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusmiyati & Yulianto (2009) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran akan memberikan hasil yang lebih baik.

4.2.2.2 Hasil Belajar Afektif

Aspek ranah afektif yang diamati pada penelitian ini yaitu kehadiran di kelas, tanggung jawab dan kerjasama kelompok. Secara umum, setiap pertemuan hasil belajar afektif siswa mengalami peningkatan setelah diterapkan model BTL


(67)

berketerampilan proses. Hal ini disebabkan adanya respon yang baik dari siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas sehingga mereka tidak merasa monoton selama pembelajaran. Walaupun kegiatan belajar dilakukan di luar kelas, kedisiplinan siswa tetap terjaga, mereka masuk kelas tepat waktu untuk menerima pengarahan terlebih dahulu, kemudian berkegiatan di luar kelas secara berkelompok. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.3 yang menunjukkan tingkat kedisiplinan siswa selama tiga kali pertemuan yang mencapai 100%.

Pada pertemuan pertama, rata-rata aspek afektif siswa yaitu 78%, ketuntasan klasikal sebesar 91%. Hal ini didukung oleh tingkat kedisiplinan siswa yang hadir di dalam kelas mencapai 100%, kerjasama kelompok 76%, namun tanggung jawab mengerjakan LKS masih rendah yaitu 59%. Hal ini disebabkan siswa belum beradaptasi dengan pembelajaran yang diterapkan dan masih kesulitan memahami LKS. Interaksi siswa dalam kelompok masih belum optimal, hal ini tampak ketika melakukan percobaan hanya sebagian siswa saja yang bekerja dan lainnya hanya melihat. Salah satu pola pembelajaran yang diterapkan pada model BTL ini yaitu kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif, siswa akan saling berinteraksi dalam kelompok untuk bekerjasama menyelesaikan tugas. Masykur et al. (2006) menyatakan bahwa siswa akan belajar secara berkelompok dan diberikan kesempatan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif.


(68)

Pada pertemuan kedua, rata-rata aspek afektif siswa meningkat sebesar 0,45. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rata-rata secara keseluruhan yaitu 88%, ketuntasan klasikal sebesar 100%. Hal ini disebabkan karena siswa mulai beradaptasi dengan model pembelajaran yang diterapkan. Selama proses pembelajaran, siswa terlihat antusias mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Hal ini ditunjukkan adanya tanggapan sikap berupa tanggung jawab untuk ikut serta menyelesaikan tugas dengan tepat waktu secara berkelompok. Selain itu, kemampuan kerjasama siswa dalam kelompok mengalami peningkatan yang tinggi dari pertemuan sebelumnya. Hal ini terjadi karena selama pembelajaran, siswa sudah terlihat lebih aktif. Menurut Aziz et al. (2006), potensi siswa lebih diberdayakan melalui keterampilan-keterampilan sosial yang mengakibatkan siswa secara aktif menemukan konsep melalui kerjasama serta mengkomunikasikan hasil pikirannya kepada orang lain. Pada pertemuan kedua, antusias dan kreativitas siswa terhadap pembelajaran sudah mulai terlihat, yaitu ketika membawa bahan-bahan sendiri dari rumah selain yang telah disediakan. Setiap kelompok termotivasi dan berlomba-lomba untuk membuat suatu hasil karya yang terbaik karena akan mendapatkan reward.

Pada pertemuan ketiga, rata-rata aspek afektif siswa meningkat secara signifikan dari pertemuan kedua yaitu sebesar 0,92. Rata-rata aspek kehadiran, tanggung jawab dan kerjasama mencapai 99%, ketuntasan klasikal sebesar 100%. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat afektif siswa sangat tinggi pada


(69)

pertemuan ketiga. Hal ini disebabkan tanggung jawab dan kerjasama kelompok dalam mengerjakan LKS dan membuat hasil karya yang sangat tinggi. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa melalui pembuatan hasil karya, ternyata mampu menumbuhkan kreativitas siswa. Hal ini terlihat dari hasil pajangan karya siswa yang telah dibuat pada setiap pertemuan. Menurut Semiawan (1992: 92), melalui pajangan dapat mengembangkan daya kreativitas dan merangsang karya imajinatif. Pengadaan pajangan di kelas dapat membangkitkan semangat untuk berimajinasi dan berkreasi.

4.2.2.3 Hasil Belajar Kognitif

Berdasarkan analisis data hasil belajar kognitif siswa, penerapan model BTL berketerampilan proses dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat pada hasil peningkatan skor pretest dan posttest yang berkategori sedang seperti disajikan pada Tabel 4.4. Selain itu, hasil uji ketuntasan belajar menunjukkan bahwa penerapan model BTL berketerampilan proses efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan penelitian Aktamis & Ergin (2008) yang menunjukkan bahwa pembelajaran dengan keterampilan proses dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Keterbatasan yang pertama adalah jumlah kelas


(70)

yang digunakan untuk penelitian. Pada penelitian ini, jumlah kelas yang digunakan untuk penelitian hanya satu kelas, sehingga tidak ada pembanding terhadap hasil penelitian. Keterbatasan yang kedua adalah jumlah observer. Banyaknya jumlah siswa dan aspek yang harus diamati pada saat penelitian sehingga membutuhkan jumlah observer yang lebih banyak. Pada penelitian ini, banyaknya siswa berjumlah 34 orang dan terdapat 10 aspek yang harus diamati sedangkan jumlah observer hanya 4 orang.


(71)

BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan bahwa:

1) Penerapan model BTL berketerampilan proses dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Rata-rata aktivitas melihat, mendengar, menulis dan mengucap secara keseluruhan mengalami peningkatan pada kategori tinggi yaitu sebesar 0,82;

2) Penerapan model BTL berketerampilan proses dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar psikomotorik dan afektif berada pada kategori tinggi yaitu 0,81 dan 0,95. Hasil belajar kognitif mengalami peningkatan pada kategori sedang yaitu sebesar 0,47.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1) Untuk meningkatkan aktivitas mengucap, hendaknya diskusi dan presentasi kelompok dilakukan oleh seluruh siswa dalam kelompok;

2) Sebaiknya jumlah observer diperlukan disesuaikan dengan jumlah siswa dan aspek yang akan diamati;


(72)

(73)

Aktamis, H. & O. Ergin. 2008. The Effect of Scientific Process Skill Education on Student‟s Scientific Creativity, Science Attitudes and Academic Achievements. Journal, 9(1): 1-21. Tersedia di http://ied.edu.hk/apfslt/download/v9issue1files/ aktamis.pdf [diakses 5-1-2013].

Alwi, H. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Amnah, R., M. Sattar, & A. Norhaini. 2013. Inculcation on Science Process Skills in a Science Classroom. Asian Social Science, 9(8): 47-57. Tersedia di http://ccsenet .org/journal/index.php/ass/article/download/26883/16391 [diakses 5-6-2013].

Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Aziz, A., D. Yulianti, & L. Handayani. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Memanfaatkan Alat Peraga Sains Fisika (Materi Tata Surya) untuk Meningkatkan Hasil belajar dan Kerjasama Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 4(2): 94-99. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id [diakses 20-4-2013].

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Standar Isi 2006 Mata Pelajaran IPA. Online. Tersedia di http://bsnp-indonesia.org/id/wp-content/uploads/isi/ StandarIsi.pdf [diakses 15-1-2013].

Dahniar, N. 2006. Science Project Sebagai Salah Satu Alternatif Dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains di SMP. Jurnal Pendidikan Inovatif, 2(1): 35-39. Tersedia di jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-2-no-1-nani-dahniar.pdf [diakses 26-6-2013].

Damriani. 2008. Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa dengan Metode Eksperimen Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Materi Listrik-Magnet. Jurnal Nuansa Pendidikan, 6(1): 6-11.

DBE3. 2009. Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna. Online. Tersedia di http://inovasipendidikan.net [diakses 20-11-2012].

Devi, P. K. 2010. Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA. Online. Tersedia di http://www.p4tkipa.net/modul/Tahun2010/BERMUTU/MGMP/Keterampilan % 20Proses%20dalam%20Pembelajaran%20IPA.pdf [diakses 18-1-2013]. Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.


(74)

Hake, R. 1998. Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics

Courses. Journal, 66(1): 1–11. Tersedia di

http://web.mit.edu/rsi/www/2005/misc /minipaper/papers/Hake.pdf [diakses 20-1-2013].

Hardini, I. & D. Puspitasari. 2012. Strategi Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta: Familia.

Harlen, W. 1999. Purpose and Procedures for Assesing Science Process Skills.

Journal Assessment in Education. 6(1): 129–144. Tersedia di http://ehlt.flinders.edu.au/ education/iej/articles/v7n7/Temiz/paper.pdf [diakses 17-1-2013].

Karim, S., I. Kaniawati & Y. N. Fauziah. 2008. Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar untuk Kelas VIII SMP. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas. Masykur, S. Khanafiyah & L. Handayani. 2006. Penerapan Metode SQ3R dalam

Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Pokok Bahasan Tata Surya Pada Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 4(2): 73-78. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id [diakses 1-5-2013].

Memes, W. 2000. Model Pembelajaran Fisika di SMP. Jakarta: Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah (PGSM) IBRD.

Munda, F., Sukardi, & T. Tarmudji. 2012. Efektivitas Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pokok Bahasan Permintaan, Penawaran, dan Terbentuknya Harga Pasar Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Cilacap Tahun pelajaran 2011/2012. Economic Education Analysis Journal, 1(2): 1-6. Tersedia di http//:journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eeaj [diakses 7-5-2013].

Nugroho, U., Hartono & S. S. Edi. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berorientasi Keterampilan Proses. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 5(3): 108-112. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id [diakses 15-5-2013]. Nurnawati, E., D. Yulianti & H. Susanto. 2012. Peningkatan Kerjasama Siswa SMP

Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Pendekatan Think Pair Share.

Unnes Physics Education Journal, 1(1): 1-7. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej [diakses 4-4-2013].


(75)

110-122. Tersedia di http://file.upi.edu/Direktori/FIP/Jur._Administrasi_ Pendidikan/ 197907122005011-Nurdin/Karya_Ilmiah_7.pdf [diakses 7-6-2013].

Nurfaidah, Rahmawati, & Nurhayati. 2010. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD). Jurnal PTK DBE3, 1(5): 33-39.

Patrick, O. & O. Urhievwejire. 2010. Effects of Cooperative Learning Strategy on Junior Secondary School Students Achievement in Integrated Science.

Electronic Journal of Science Education, 4(1): 1-18. Tersedia di http://ejse.soutwestern.edu [diakses 20-12-2012].

Poerwadarminta. 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Purba, D., A. Sopyan, & Hartono. 2006. Aktivitas Belajar dan Penguasaan Materi

Siswa dengan Pembelajaran Berbasis Portofolio Pada Mata Pelajaran Saians Fisika SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 4(2): 88-93. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id [diakses 12-5-2013].

Rahayu,E., H. Susanto, & D. Yulianti. 2011. Pembelajaran Sains dengan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 7(2): 106-110. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id [diakses 17-6-2013].

Rifa‟I, A. & C. Anni. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: UPT MKK Unnes. Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

Rusmiyati, A. & A. Yulianto. 2009. Peningkatan Keterampilan Proses Sains dengan Menerapkan Model Problem Based Instruction. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 5(2): 75-78. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id [diakses 20-6-2013].

Sanjaya, W. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana.

Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(76)

dan Pemuaian. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 5(2): 42-46. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id [diakses 9-3-2013].

Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sutardji & M. Sholeh. 2010. Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Mata Pelajaran IPS SMP Melalui Pengajaran Professional dan Pembelajaran Bermakna (Better Teaching and Learning). Jurnal Geografi, 7(2): 39-46. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JG/article/download/89/90 [diakses 4-5-2013]

Syamsi, K. 2012. Model Perangkat Pembelajaran Menulis Berdasarkan Pendekatan Proses Genre Bagi Siswa SMP. Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya, 11(2): 1-20. Tersedia di http://eprints.uny.ac.id [diakses 5-7-2013].

Tukiyem. 2012. Peningkatan Kemampuan dalam Berbicara Siswa Kelas III SD N 3 Seneporejo Banyuwangi Melalui Teknik Permodelan. Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar, 1(2): 183-189. Tersedia di http://fkip.unej.ac.id/files/Jurnal_ JIPSD_Vol_1_No_2_2012.pdf [diakses 8-6-2013].


(1)

Lampiran 21


(2)

Lampiran 22


(3)

Lampiran 23


(4)

Lampiran 24


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (Direct Instructional) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (Contextual Teaching and Learning) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA SMP NEGERI I PACET

0 18 1

PENERAPAN BETTER TEACHING AND LEARNING (BTL) PADA MATA KULIAH EKSPERIMEN FISIKA UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER MAHASISWA JURUSAN FISIKA SEMESTER V UNNES

0 7 176

PENGEMBANGAN MODEL BTL (BETTER TEACHING AND LEARNING) UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KARAKTER SISWA SMP

0 10 183

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMP.

1 6 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD NEGERI 060885 MEDAN.

0 0 35

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI PROSES PEMBENTUKAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA.

0 2 33

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN BERFIKIR KREATIF SISWA SMP.

0 4 53

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI BILANGAN PECAHAN.

0 1 62

View of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS III SD

0 0 12

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS IV SDI OLAEWA KECAMATAN BOAWAE KABUPATEN NAGEKEO

0 0 11