13 ingin menciptakan suatu tata masyarakat yang baru sama sekali, dengan memakai
cara-cara politik. Dibanding dengan partai politik, gerakan mempunyai tujuan yang lebih terbatas dan fundamental sifatnya, dan kadang-kadang malahan
bersifat ideologi. Partai politik juga berbeda dengan kelompok penekan pressure group.
Istilah yang lebih banyak dipakai dewasa ini adalah ‘kelompok kepentingan’ interest group. Kelompok ini bertujuan untuk memperjuangkan
sesuatu kepentingan
dan mempengaruhi
lembaga-lembaga politik
agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan
yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi
satu atau beberapa partai di dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang berwenang. Teranglah bahwa kelompok kepentingan mempunyai orientasi yang
jauh lebih sempit daripada partai politik, yang karena mewakili berbagai golongan, lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum Miriam, 1992:160-
162.
2.3 Fungsi Partai Politik
Fungsi partai politik sesungguhnya berangkat dari realitas empirik yang dikerjakan partai politik dan berlangsung melalui proses evolusi yang panjang.
Menurut Paul Allen Beck dan Frank J.Sorauf 1992;17, kesulitan untuk melekatkan fungsi apa yang semestinya menjadi atribut partai disebabkan oleh
dua hal. Pertama, di antara ahli kepartaian sendiri tidak pernah mencapai kesepakatan tentang apa yang dimaksud dengan kata fungsi. Beberapa ahli
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
14 menggunakan kata itu untuk menunjukkan aktivitas nyata partai politik, seperti
kontestasi dalam pemilu, sementara ahli yang lain menggunakannya untuk menggambarkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak direncanakan atau sebuah
kebetulan yang dihasilkan dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Pakar yang lain menyebutkan fungsi adalah menandakan sebuah kontribusi partai untuk
beroperasi dalam
sistem politik
yang luas.
Kedua, kesulitan
untuk memformulasikan kategori fungsi partai terkait dengan kebutuhan untuk dapat
diobservasi dan diukur atas fungsi yang dijalankan. Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu fungsi partai politik adalah mengorganisir konflik sosial atau
artikulasi kepentingan-kepentingan sosial. Menurut Caton 2007:7 dalam Pamungkas, dalam negara demokrasi dan
berbagai fungsi partai politik yang ada sebenarnya terdapat 4 empat fungsi sentral partai politik. Pertama adalah fungsi artikulasi kepentingan, yaitu
mengembangkan program-program dan kebijakan pemerintah yang konsisten. Kedua, fungsi agregasi kepentingan, memungut tuntutan masyarakat dan
membungkusnya. Ketiga, rekuitmen, yaitu menyeleksi dan melatih orang untuk posisi-posisi di eksekutif dan legislatif. Keempat, mengawasi dan mengkontrol
pemerintah Pamungkas, 2011:15-20. Anthonius Sitepu dalam Soekarno, Militer, dan Partai Politik yang
mengutip Miriam Budiarjo menjabarkan bahwa fungsi utama dari sebuah partai politik
seharusnya adalah
mempertahankan kekuasaan
guna mewujudkan
program-program yang disusun. Fungsi-fungsi tersebut dalam cakupan lebih luasnya antara lain adalah:
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
15 1.
Sebagai sarana komunikasi politik yang menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa
sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang; 2.
Partai sebagai sarana sosialisasi politik yakni memainkan peran sebagai sarana proses di mana seseorang memperoleh sikap dan
sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Di samping itu sosialisasi politik juga mencakup
proses melalui masyarakat untuk menyampaikan norma dan nilai dari satu generasi ke generasi lainnya;
3. Partai politik sebagai sarana recruitment politik berfungsi mencari dan
mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai sehingga partai akan memperluas partisipasi
politik. Caranya antara lain adalah dengan mengkader golongan muda untuk mengganti pimpinan lama;
4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik conflict management,
di mana partai politik berusaha mengatasinya Sitepu, P. Anthonius Kisah Ruth Siregar, 2009:31.
Selain itu beberapa ilmuwan juga menggambarkan banyak definisi mengenai partai politik. Sitepu kembali menjelaskan bahwa menurut Carl
Friedrich yang dikutip oleh Ramlan Surbakti bahwa batasan partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan untuk merebut
atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan kekuasaan itu akan memberikan kegunaan materiil dan idil
kepada para anggotanya Sitepu, P. Anthonius Kisah Ruth Siregar, 2009:28.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
16 Soltau dalam Ramlan Surbakti yang dikutip oleh Sitepu Anthonius juga
memaparkan bahwa definisi partai politik sebagai sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan
dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat Sitepu, P.
Anthonius Kisah Ruth Siregar, 2009:28. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa partai politik
pada dasarnya mempunyai unsur-unsur yaitu organisasi yang teratur, terdiri dari orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama yaitu merebut dan atau
mempertahankan kekuasaan. Adapun cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuannya antara lain adalah dengan turut serta dalam kegiatan yang konstitusional
seperti pemilihan umum. Ismanto Ignatius dalam tulisannya Dinamika Politikal Di Era Otonomi
Daerah-nya juga memaparkan pahwa pemilihan kepala daerah tidak lagi menjadi subjek intervensi pemerintah pusat. Kepala daerah dan DPRD kini dapat dipilih
secara langsung oleh masyarakat melalui proses pemilu yang lebih demokratis. Proses liberalisasi politik tersebut telah menempatkan partai politik daerah yang
semakin terbuka bagi partisipasi masyarakat. Hal ini diungkapkannya dengan menambahkan bajwa pelembagaan partai lokal dapat menjadi alternatif bagi
penguat kapasitas
politik lokal
http:lab-ane.fisip-untirta.ac.idwp- contentuploads201106120ignatius20ismanto.pdf,
diakses pada
25 Juni
2012, puku; 15.35 WIB. Hal yang senada juga dipaparkan oleh Humas UGM bahwa banyak partai
politik sekarang yang menghadapi kaderisasi. Fenomena kader partai yang pindah
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
17 dari satu partai ke partai lain menunjukkan bahwa kaderisasi yang dilakukan oleh
partai politik belum berhasil menanamkan loyalitas yang kuat sehingga kaderisasi tersebut menjadi masalah besar di partai politik. Penelitian dari LIPI bahkan
menyebutkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap partai politik semakin menurun dikarenakan partai politik tidak mampu memainkan fungsinya secara
optimal. Partai-partai politik tersebut dianggap tidak memiliki kemampuan mengerahkan
dan mewakili
kepentingan warga
dengan pemerintah
http:ugm.ac.idindex.php?page=rilisartikel=4918, diakses pada 28 Juni 2012, pukul 08.35 WIB.
Terjadinya kesulitan dalam menjalankan fungsi partai politik ini menurut Paul Allen Beck dan Frank J. Sorauf Pamungkas, 2011: 15 Beck dan Sorauf
1992:17 dikarenakan oleh dua hal, yakni: 1.
Di antara ahli kepartaian sendiri tidak pernah mencapai kesepakatan tentang apa yang dimaksud dengan kata fungsi.
Beberapa ahli menggunakan kata tersebut untuk menunjukkan aktivitas nyata partai politik, seperti kontestasi dalam pemilu.
Sementara ahli yang lain menggunakannya untuk menggambarkan konsekuensi yang tidak direncanakan atau sebuah kebetulan yang
dihasilkan dari aktivitas yang direncanakan. 2.
Kesulitan untuk memformulasikan kategori fungsi partai terkait dengan kebutuhan untuk dapat diobservasi dan diukur di atas
fungsi yang dijalankan. Beberapa penulis malah berpendapat bahwa salah satu fungsi partai adalah mengorganisir konflik sosial
atau artikulasi kepentingan sosial.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
18 Senada dengan hal tersebut, Bismar Arianto dalam Jurnal Ilmu Politik dan
Ilmu Pemerintahan yakni Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih Dalam Pemilu memaparkan bahwa salah satu hal yang mengakibatkan masyarakat
bersikap acuh terhadap pemilihan umum atau pemilihan yang bersifat sejenisnya terkait dengan masalah kasus korupsi adalah faktor poitik. Ketidakpercayaan
terhadap partai yang dianggap tidak membawa perubahan dan perbaikan mengakibatkan masyarakat tidak mau menggunakan hak pilihnya Arianto,
2011:8 dalam Jurnal Ilmu Politik Dan Ilmu Pemerintahan, 2011:58-59.
Arianto menjabarkan bahwa masyarakat tidak lagi percaya dengan partai. Kandidat yang diberikan sebagai calon dianggap tidak memberikan perubahan.
Stigma politik dilihat sebagai sesuatu yang kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan lain sebagainya sehingga memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap
politik. Akibatnya masyarakat enggan untuk menggunakan hak pilih. Stigma ini terbentuk karena tabiat sebagian politisi yang masuk pada kategori politik instan.
Politik di mana baru mendekati masyarakat ketika akan ada agenda politik seperti pemilu. Maka kondisi ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada politisi
Arianto, 2011:9.
2.4 Korupsi di Indonesia