Hubungan antara psychological capital dengan job insecurity

Gambar 3. Psychological Capital Intervention PCI

C. Hubungan antara psychological capital dengan job insecurity

Ashford dkk 1989 mengatakan bahwa job insecurity merupakan suatu tingkat dimana para pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut. Job insecurity dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan dimensi pekerjaan Ashford dkk, 1989. Sedangkan Joelsen dan Wahlquist dalam Hartley dkk, 1991 menyatakan bahwa job insecurity Developmental Dimensions Goals and pathways design Implementing obstacle planning Developing positive expectancy Building efficacy Confidence Persuasion and arousal Building assetsAvoid risks Affecting the influence process Proximal outcomes Psychological Capital Distal Outcomes Experiencing success modeling others Hope Positive Optimism Efficacy Confidence Resiliency Sustainable Veritable Performance Impact Universitas Sumatera Utara merupakan pemahaman individual pekerja sebagai tahap pertama dalam proses kehilangan pekerjaan. Kenyataannya, populasi yang mengalami job insecurity adalah selalu dalam jumlah yang lebih besar daripada pekerja yang benar-benar kehilangan pekerjaan. Sebagai tambahan, Hartley 1991 menyatakan bahwa job insecurity dilihat sebagai kesenjangan antara tingkat security yang dialami seseorang dengan tingkat security yang ingin diperolehnya. Selain itu, Greenhalgh dan Rosenblatt dalam Hartley dkk, 1991 mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi. Greenhalgh dan Rosenblatt dalam Ashford dkk, 1989 telah mengkategorikan penyebab job insecurity ke dalam tiga kelompok yaitu kondisi lingkungan dan organisasi, karakteistik individual dan jabatan pekerja, dan karakteristik personal pekerja. Karakteristik personal pekerja yang dapat mempengaruhi job insecurity misalnya: locus of control, self esteem, dan perasaan optimis atau pesimis pada karyawan. Karakteristik personal pekerja ini mengarah kepada kapasitas ataupun kemampuan yang dimiliki oleh karyawan. Kapasitas dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu ini disebut dengan human capital. Dimana sebelumnya telah dijelaskan bahwa Peterson dan Spiker 2005 menyatakan bahwa human capital merupakan konstruk inti yang terdiri atas: Psychological Capital, Intellectual Capital, Universitas Sumatera Utara Emotional Capital, dan Social Capital, atau PIES human capital, yang memberikan kontribusi positif atau organizational outcomes pada organisasi. Penelitian mengenai psychological capital di suatu perusahaan di Indonesia masih sangatlah minim, padahal psychological capital ini merupakan salah satu konstruk penting juga dalam penentuan perilaku karyawan dalam perusahaan. Konsep psychological capital telah dieksplorasi oleh Luthan dan kawan- kawannya Luthans et al., 2004; Luthans and Youssef, 2004. Psychological capital didefinisikan oleh Luthan dan kawan-kawan sebagai hal positif psikologis perorangan yang ditandai oleh: 1 percaya diri self-efficacyconfidence untuk menyelesaikan pekerjaan, 2 memiliki pengharapan positif optimism tentang keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang; 3 tekun dalam berharap hope untuk berhasil; dan 4 tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan resiliency hingga mencapai sukses Luthans, Youssef Avolio, 2007. Psychological capital efficacy menggambarkan kepercayaan diri dari seseorang, ditandai oleh kemampuannya untuk mengerahkan motivasi, kemampuan kognitif serta kemampuan melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas spesifik Stajkovic Luthans, 1998b, dalam Larson dan Luthans, 2006. Sedangkan menurut James E. Maddux dalam buku The Handbook of Positive Psychology snyder Lopez, 2006 self-efficacy menggambarkan kekuatan dari kepercayaan bahwa seseorang mampu melakukan sesuatu. Meningkatnya psychological capital efficacy ini akan mengarahkan kepada job insecurity yang rendah, dimana job insecurity mungkin berperan dalam perasaan seseorang terhadap kurangnya kontrol atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian di lingkungan kerjanya yaitu perasaan Universitas Sumatera Utara tidak berdaya powerlessness Ruvio dan Rosenblatt, 1999. Hal ini juga mengarah kepada psychological capital optimism, dimana Luthans, Youssef Avolio 2007 telah menyatakan bahwa secara konseptual, optimisme menginterpretasikan peristiwa buruk disebabkan oleh pihak eksternal bukan salah saya, bersifat tidak stabil hanya terjadi sekali saja, dan merupakan kejadian spesifik saat ini. Sedangkan pesimis menginterpretasikan kebalikannya, yaitu peristiwa yang disebabkan oleh pihak internal, bersifat stabil dan merupakan kejadian global Buchanan Seligman, 1995; Peterson, 2000; Seligman, 1998A dalam Larson dan Luthans, 2006. Dalam penelitian ini, pengertian optimis menggambarkan keyakinan bahwa sesuatu yang baik akan diperoleh. Menurut penelitian mengenai stres kerja dalam Rice, 1992, orang yang memiliki beberapa harapan spesifik terhadap suatu pekerjaan mereka berharap akan kemajuan yang cepat atau paling tidak karir yang tetap. Mereka berharap beberapa kebebasan dalam pekerjaan dan kekuasaan yang meningkat, karyawan yang tidak menerima posisi bisa mengalami stres. Dan harapan-harapan karyawan ini sesungguhnya mengarah kepada apa yang dikatakan oleh Luthans, Youssef Avolio 2007 yaitu psychological capital hope. Karyawan yang hopeful atau berpengharapan cenderung berpikir secara independen. Mereka mengarah kepada proses berpikir dengan internal locus of control mereka cenderung membuat atribusi internal, misalnya berpikir bahwa mereka sukses memang karena usaha yang dilakukannya. Mereka juga membutuhkan derajat otonomi yang tinggi. Mereka lebih suka untuk mencoba jalan alternatif untuk membuat suatu kontrol, walaupun hal tersebut terlihat seperti tidak mematuhi ataupun tidak taat pada pimpinannya. Mereka memiliki kebutuhan Universitas Sumatera Utara yang cukup kuat untuk dapat berkembang dan berprestasi dan secara intrinsik termotivasi oleh pekerjaan yang meluas seperti yang telah digambarkan oleh Oldham dan Hackman, 1980 dalam Luthans, Youssef Avolio, 2007 yaitu dimana pekerjaan tersebut memiliki level yang tinggi terhadap pengalaman yang berharga dan pertanggungjawaban dan menyediakan feedback yang banyak dan bagus. Mereka lebih cenderung kreatif dan imaginatif. Dan mereka juga berani mengambil risiko. Job insecurity diartikan sebagai tingkat dimana pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut Ashford dkk, 1989. Ketika karyawan memiliki level psychological capital resiliency yang kuat atau tinggi, kemungkinan level job insecurity karyawan tersebut akan menurun, dimana Luthans telah menyatakan bahwa ketabahan psychological capital resiliency didefinisikan sebagai kapasitas psikologis seseorang yang bersifat positif, dengan menghindarkan diri dari ketidakbaikan, ketidakpastian, konflik, kegagalan, sehingga dapat menciptakan perubahan positif, kemajuan dan peningkatan tanggung jawab Luthans, 2002 dalam Larson dan Luthans, 2006. Masten dan Reed, 2002 dalam Luthans, Youssef Avolio, 2007 mengidentifikasi tiga set strategi atau cara yang dapat digunakan pada kondisi kerja untuk dapat menigkatkan resiliency ini, yaitu asset-focused strategies, risk-focused strategies, dan process-focused strategies. Dari uraian-uraian diatas dapat dilihat hubungan yang negatif antara psychological capital dengan job insecurity. Universitas Sumatera Utara

D. Hipotesis Penelitian