Psychological Capital Merupakan Prediktor Positif Bagi Job Insecurity

(1)

PSYCHOLOGICAL CAPITAL

MERUPAKAN PREDIKTOR

POSITIF BAGI

JOB INSECURITY

S K R I P S I

Guna Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

MUTIARA GRACE SIANTURI

061301100

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP 2010/2011


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini yang berjudul:

Psychological Capital Merupakan Prediktor Positif BagiJob Insecurity adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk meraih gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Maret 2011


(3)

Psychological CapitalMerupakan Prediktor Positif Bagi Job Insecurity Mutiara Grace Sianturi dan Ferry Novliadi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah psychological capital

merupakan prediktor positif bagi job insecurity. Job insecurity didefinisikan sebagai penilaian pekerja terhadap suatu keadaan di mana mereka merasa terancam dan mereka merasa tidak berdaya untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaannya. Sedangkan psychological capital merupakan aset atau modal positif yang dimiliki oleh setiap individu yang membantu individu tersebut untuk dapat berkembang.

Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 62 orang karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalahnon random samplingyaitu dengan teknikpurposive. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisa koefisien pearson product moment

dan untuk mengetahui reliabilitas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach. Alat ukur yang digunakan adalah skala job insecurity (r=0.883) yang disusun berdasarkan aspek job insecurity menurut Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Hartley dkk, 1991), dan skala psychological capital (r=0.941) yang disusun berdasarkan dimensi psychological capital yang dikemukakan oleh Luthans dan para koleganya (2007).

Berdasarkan hasil analisa data diperoleh nilai rxy= 0.306, dan Rsquare =

0.093 (p<0.05), yang berarti bahwa psychological capital merupakan prediktor positif bagijob insecuritydengan sumbangan efektif sebesar 9,3%.


(4)

Psychological Capital is a Positive Predictor For Job Insecurity

Mutiara Grace Sianturi and Ferry Novliadi

ABSTRACT

This research aim to find whether psychological capital is a positive predictor for job insecurity. Job insecurity defined as subjective phenomenon: cues that are objectively available are perceived as threats to the continuity of one s job. And psychological capital is an individual s positive psychological state of development.

The data were collected from 62 employee PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. The sampling technique used is purposive sampling (non random sampling technique). The validity of scale was analyzed using Pearson Product Moment Correlation, and to analyzed the reliability using Alpha Cronbach Coefficient. The tools used on this research are job insecurity scale (r=0.883), formulated according to job insecurity aspect by Greenhalgh dan Rosenblatt (in Hartley dkk, 1991), and psychological capital scale (r=0.941) was formulated according to psychological capital dimension by Luthans dkk (2007).

This research results rxy value = 0.306, and Rsquare = 0.093 (p<0.05),

meanwhile that psychological capital is a positive predictor for job insecurity with the ammount of effect is 9,3%.


(5)

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih karunia-Nya yang memberi jaminan keselamatan penyertaan sampai selamalamanya. Ia mengizinkan suka dan duka terjadi untuk mendatangkan kebaikan dalam mempersiapkan penulis menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dan segala sesuatu diizinkan-Nya terjadi untuk menunjukkan bahwa Ia baik senantiasa.

Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berjudul Psychological Capital Merupakan Prediktor Positif Bagi Job Insecurity . Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. My beloved pa n mom, I. E. C. Sianturi dan N. Siburian, yang telah memberikan semangat dan dukungan, baik itu dukungan materil maupun dukungan moril. Semua yang telah kalian berikan membentuk aku menjadi anak yang jauh lebih baik lagi.Love you both

2. For my beloved sisters and brothers, Kak Chika, Kak Atha, Bang Simon, dan Bang Ogie, kalian saudaraku yang paling hebat. Skripsi ini dapat berjalan menjadi lebih lancar karena dukungan kalian. Begitu juga untuk keluarga besarku yang lainnya. Tetap saling mendukung dalam persaudaraan.

3. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog sebagai Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

4. Pak Ferry Novliadi, S.Psi. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas kesabaran dan bimbingan Bapak sehingga penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya.

5. Kak Silviana Realyta, M.Psi, psikolog selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih buat nasehat dan tuntunan yang Kakak berikan. Nasehat-nasehat Kakak membangun diri saya menjadi lebih baik selama saya di psikologi.


(6)

6. Penguji II dan Penguji III, yang telah bersedia memberikan masukan-masukan demi menyempurnakan skripsi ini.

7. Buat Kak Nike, Ibu Rohana, dan para karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan, yang telah membantu dalam pengambilan data skripsi ini dan yang telah bersedia menjadi subjek penelitian saya.

8. Pak Iskandar, Pak Aswan, Kak Devi, Kak Ari, Kak Erna, dan para

volunteer psikolib sekalian, yang telah membantu saya mengurus segala administrasi yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini, terima kasih buat bantuan Bapak dan Kakak sekalian.

9. Buat teman-temanku terkasih, Kak Priska, Sumiati (Herna), Kak Corry, Poniyem (Yeni), Zubaidah (Wira), Halimah (Helva), Rukiyah (Mitha), Taq Imel, si Bob*tit (Mona), Siska, Rina, Kak Ingrid dan teman-teman seperjuangan yang lainnya. Kehebohan kita selama ini juga merupakan semangat dalam pengerjaan skripsi ini. Kita selalu menemukan coping stressyang hebat.

10. Khusus buat teman-teman seperjuangan dari departemen PIO, tetap berjuang dan berikanlah yang terbaik. Tetap berusaha dan semangat! 11. Buat sahabatku terkasih Bang Ferry Nanta Suki dan Martua Aruan, terima

kasih juga atas dukungan kalian. Terima kasih atas semangat yang selama ini kalian berikan kepada saya. Hal itu tidak akan pernah saya lupakan. 12. Buat Ibu Etty, Mariyanti Wen, Lya, dan teman-teman saya yang lainnya

dalam bermain badminton, terima kasih karena kalian juga telah membantu saya dan memberikan semangat untuk pengerjaan skripsi ini. Menghabiskan waktu bersama dalam mengerjakan hobi sungguh sangat menyenangkan.

13. Buat teman-teman Kelompok Kecilku dahulu; Bang Frans, Bang Yustian, Kak Vina, Dynar, dan Rosmayani, saya merindukan kalian. Saya yakin kalian juga mendoakan saya selama pengerjaan skripsi ini.

14. Teman-teman lainnya yang tidak tertulis namanya di sini, tetapi ingatlah sekecil apapun bantuan kalian itu sangat berguna bagi penulis dan Tuhan pasti mengingatnyaand GBU always,,,,


(7)

15.Terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu atas sumbangsihnya dalam penyelesaian skripsi ini.

Sebagai manusia yang masih belajar, penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini ada kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun agar penelitian ini lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Medan, Maret 2011


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A.Job Insecurity ... 12

1. DefinisiJob Insecurity... 12

2. Aspek-aspekJob Insecurity... 13

3. Faktor-faktor yang MempengaruhiJob Insecurity... 14

B.Psychological Capital... 16

1. DefinisiPsychological Capital... 16

2. Dimensi-dimensiPsychological Capital... 17

a.Psychological Capital Efficacy... 18

b.Psychological Capital Hope... 18

c.Psychological Capital Optimism ... 19

d.Psychological Capital Resiliency... 20

3.Psychological Capital Intervention (PCI) ... 20

C. HubunganPsychological CapitaldenganJob Insecurity... 23

D. Hipotesis Penelitian... 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel ... 29

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30


(9)

2.Psychological Capital... 30

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel... 31

1. Populasi ... 31

2. Sampel ... 31

3. Metode Pengambilan Sampel ... 32

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 33

1. Metode Skala ... 33

2. SkalaJob Insecurity... 34

3. SkalaPsychological Capital... 36

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 36

1. Uji Validitas Alat Ukur ... 36

2. Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 37

F. Hasil Uji Coba Penelitian... 38

1. Hasil Uji Coba SkalaJob Insecurity... 38

2. Hasil Uji Coba SkalaPsychological Capital... 41

G. Prosedur Penelitian ... 42

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 42

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 43

3. Tahap Pengolahan Data ... 43

H. Metode Analisa Data... 43

1. Uji Normalitas... 44

2. Uji Linearitas ... 44

BAB IV HASIL DAN INTERPRETASI A. Gambaran Subjek Penelitian ... 45

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin. 45 2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 46

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 46

B. Hasil Penelitian... 47

1. Hasil Uji Asumsi... 47

a. Uji Normalitas ... 48


(10)

2. Hasil Utama Penelitian ... 50

a. PengaruhPsychological CapitalTerhadapJob Insecurity 50 b. PengaruhSelf Efficacy,Hope,Optimism, danResiliency TerhadapJob Insecurity ... 51

3. Kategorisasi Data Penelitian... 52

a. Kategorisasi Skor SkalaPsychological Capital... 53

b. Kategorisasi Skor SkalaJob Insecurity ... 54

C. PEMBAHASAN... 57

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN A. Kesimpulan... 60

B. Saran ... 61

1. Saran Metodologis ... 61

2. Saran Praktis ... 61

DAFTAR PUSTAKA... 63


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue PrintSkalaJob InsecuritySebelum Uji Coba ... 35

Tabel 2. Blue PrintSkalaPsychological Capital pada Karyawan Sebelum Uji Coba... 36

Tabel 3. Distribusi aitem-aitem skalajob insecuritysetelah uji coba ... 39

Tabel 4. Pemilihan aitem skalajob insecurityuntuk pengambilan data ke lapangan... 40

Tabel 5. Distribusi aitem-aitem skalapsychological capitalsetelah uji coba 41 Tabel 6. Pemilihan aitem skalapsychological capital untuk pengambilan data ke lapangan... 42

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 46

Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan.. 47

Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas denganOne Smaple Kolmogorov-Smirnov... 48

Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Linearitas Hubungan Variabel Psychological CapitaldenganJob Insecurity... 49

Tabel 12. HasilModel SummaryPada Analisa Pearson Correlation ... 51

Tabel 13. HasilModel SummaryPada Analisa Regresi... 51

Tabel 14. Hasil Excluded Variables Pada Analisa Regresi... 52

Tabel 15. Hasil Coefficients Pada Analisa Regresi... 52

Tabel 16. Nilai Empirik dan HipotetikPsychological Capital ... 53

Tabel 17. KategorisasiPsychological CapitalMean Hipotetik... 54

Tabel 18. Nilai Empirik dan HipotetikJob insecurity ... 55

Tabel 19. KategorisasiJob InsecurityMean Hipotetik... 55


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Konstruk Human Capital Petersen Dan Spiker (2005) yang

Memberikan Kontribusi Nilai Positif... 7

Gambar 2. Dimensipsychological capital(Luthans & Youssef, 2004), dikutip dari Page & Donohue (2004) ... 17

Gambar 3.Psychological Capital Intervention(PCI) ... 23

Gambar 4. Gambaran Normalitas SkalaPsychological Capital ... 48


(13)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Gambaran Subjek Penelitian

Lampiran 2 : Reliabilitas Aitem Skala Penelitian

Lampiran 3 : Skala Penelitian

Lampiran4 : Data Mentah Penelitian

Lampiran 5 : Hasil Uji Asumsi

Lampiran 6 : Hasil Analisa Data Penelitian


(14)

Psychological CapitalMerupakan Prediktor Positif Bagi Job Insecurity Mutiara Grace Sianturi dan Ferry Novliadi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah psychological capital

merupakan prediktor positif bagi job insecurity. Job insecurity didefinisikan sebagai penilaian pekerja terhadap suatu keadaan di mana mereka merasa terancam dan mereka merasa tidak berdaya untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaannya. Sedangkan psychological capital merupakan aset atau modal positif yang dimiliki oleh setiap individu yang membantu individu tersebut untuk dapat berkembang.

Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 62 orang karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalahnon random samplingyaitu dengan teknikpurposive. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisa koefisien pearson product moment

dan untuk mengetahui reliabilitas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach. Alat ukur yang digunakan adalah skala job insecurity (r=0.883) yang disusun berdasarkan aspek job insecurity menurut Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Hartley dkk, 1991), dan skala psychological capital (r=0.941) yang disusun berdasarkan dimensi psychological capital yang dikemukakan oleh Luthans dan para koleganya (2007).

Berdasarkan hasil analisa data diperoleh nilai rxy= 0.306, dan Rsquare =

0.093 (p<0.05), yang berarti bahwa psychological capital merupakan prediktor positif bagijob insecuritydengan sumbangan efektif sebesar 9,3%.


(15)

Psychological Capital is a Positive Predictor For Job Insecurity

Mutiara Grace Sianturi and Ferry Novliadi

ABSTRACT

This research aim to find whether psychological capital is a positive predictor for job insecurity. Job insecurity defined as subjective phenomenon: cues that are objectively available are perceived as threats to the continuity of one s job. And psychological capital is an individual s positive psychological state of development.

The data were collected from 62 employee PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. The sampling technique used is purposive sampling (non random sampling technique). The validity of scale was analyzed using Pearson Product Moment Correlation, and to analyzed the reliability using Alpha Cronbach Coefficient. The tools used on this research are job insecurity scale (r=0.883), formulated according to job insecurity aspect by Greenhalgh dan Rosenblatt (in Hartley dkk, 1991), and psychological capital scale (r=0.941) was formulated according to psychological capital dimension by Luthans dkk (2007).

This research results rxy value = 0.306, and Rsquare = 0.093 (p<0.05),

meanwhile that psychological capital is a positive predictor for job insecurity with the ammount of effect is 9,3%.


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dewasa ini makin banyak organisasi menghadapi suatu lingkungan yang dinamis dan berubah yang selanjutnya menuntut agar organisasi itu menyesuaikan diri (Sunarto, 2004). Hal ini disebabkan karena dunia kerja sekarang telah memasuki era globalisasi.

Era globalisasi yang mengarah kepada persaingan pasar ini akan menunjukkan bahwa hanya perusahaan yang memiliki keunggulan inovasi, sumber daya manusia, teknologi, kualitas pelayanan dan pemasaran yang akan siap memenangkan persaingan pasar. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sunarto dalam bukunya berjudul Perilaku Organisasi yaitu jika suatu organisasi harus tetap hidup, organisasi itu harus menanggapi atau menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam lingkungan (Sunarto, 2004).

Agar suatu perusahaan di Indonesia dapat terus exist dalam membawa nama Indonesia ke kancah persaingan global, maka perusahaan tersebut harus dapat terus bertahan dalam mengahadapi segala tantangan yang ada dalam persaingan global tersebut. Salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana organisasi secara responsif menanggapi perubahan eksternal yang terjadi yang semestinya juga diikuti oleh perubahan internal agar organisasi dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan menghasilkan organisasi yang memiliki performa kerja yang tinggi untuk mencapai keberhasilan organisasi.


(17)

memperhatikan dan me-manajemen faktor yang sangat vital dalam suatu perusahaan yakni faktor sumber daya manusianya.

Sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Adanya keanekaragaman yang cukup tinggi tersebut berarti kemampuan sebagai agen perubahan. Agen perubahan inilah yang bertanggung jawab untuk mengelola kegiatan perubahan yang terjadi (Sunarto, 2004).

Usaha perubahan ini akan tercapai apabila semua karyawan masing-masing menampilkan kemampuan individualnya semaksimal mungkin sebagai agen perubahan. Namun, dalam kondisinya, karyawan yang sebagai agen perubahan juga akan menghadapi banyak tantangan dalam usaha perubahan ini.

Tantangan yang dihapadi misalnya tantangan untuk dapat mempertahankan posisinya di perusahaan. Seseorang bisa saja berpikir bahwa posisinya di perusahaan sudah aman, namun ia tidak akan dapat memperkirakan tentang masa depannya. Saat ini, persaingan mencari pekerjaan amat sempit. Sudah makin banyak pencari kerja yang baru saja keluar dari sekolah yang bersedia dibayar dengan upah rendah, tapi dengan tanggung jawab besar dan memiliki kualifikasi yang tinggi (Kompas, 7 Mei 2010). Latar belakang pendidikan yang tidak begitu tinggi serta sulitnya mencari pekerjaan sekarang ini akan memicu kecemasan para pekerja. Selain itu, persaingan global yang dalam kanyataannya telah mengarah kepada adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan menjadi keadaan yang tidak menguntungkan yang meyebabkan para pekerja semakin terjepit. Data menunjukkan bahwa pertanggal 27 Februari 2009, sudah terdapat 37.905 buruh yang di-PHK (belum termasuk


(18)

buruh yang dirumahkan) dan hal ini dikhawatirkan akan terus meningkat (Kompas, 6 Maret 2009). Seperti itulah beberapa kondisi yang mengancam para karyawan sebagai agen perubahan. Ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam situasi kerja yang mengancam ini lah oleh Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ugboro dan Obeng, 2001) disebut dengan job insecurity.

Untuk dapat mengarahkan perilaku karyawan kepada hal yang positif, banyak cara yang dilakukan oleh perusahaan, dan salah satu caranya yaitu dalam peningkatan mutu program kualitas kehidupan kerja perusahaan tersebut. Menurut Ronen (1981) kualitas kehidupan kerja dapat didefinisikan dengan beberapa prinsip kualitas kehidupan bekerja yang penting dalam meningkatkan dan mengoptimalkan kesejahteran dan martabat karyawan, dan salah satu dari prinsip tersebut adalah meliputi security yaitu bebas ketakutan dan kecemasan yang disebabkan faktor pekerjaan yang berkaitan dengan kesehatan, keamanan, pendapatan dan masa depan tenaga kerja. Dalam hal ini, program kualitas kehidupan kerja yang diterapkan perusahaan diharapkan dapat mengurangi tingkat

job insecuritykaryawan.

Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ugboro dan Obeng, 2001) menjelaskan bahwa perasaan job insecurityterjadi pada dua dimensi. Pertama adalah perasaan terancam pada total pekerjaan seseorang, misalnya seseorang mungkin dipindahkan ke posisi yang lebih rendah dalam organisasi, dipindahkan ke pekerjaan lain dengan level yang sama dalam organisasi atau diberhentikan sementara. Pada sisi lain, kehilangan pekerjaan mungkin dapat terjadi secara permanen atau seseorang mungkin dipecat atau dipaksa pensiun terlalu awal.


(19)

Kedua adalah perasaan terancam terhadap tampilan kerja. Misalnya, perubahan organisasional mungkin menyebabkan seseorang kesulitan untuk mengalami kemajuan dalam organisasi, mempertahankan gaji ataupun meningkatkan pendapatan. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap posisi seseorang dalam perusahaan, kebebasan untuk mengatur pekerjaan, penampilan kerja, dan signifikansi pekerjaan. Ancaman terhadap tampilam kerja mungkin juga berperan dalam kesulitan mengakses sumber-sumber yang sebelumnya siap pakai. Job insecurity mungkin berperan dalam perasaan seseorang terhadap kurangnya kontrol atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian di lingkungan kerjanya, yaitu perasaan tidak berdaya.

Dalam hal ini, job insecurity diartikan sebagai tingkat dimana pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut (Ashford dkk, 1989). Job insecurity dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan dimensi pekerjaan (Ashford dkk, 1989), sebagai tambahan, Hartley, Jacobson, klandermans & van Vuuren (1991) menyatakan bahwa job insecurity

dilihat sebagai kesenjangan antara tingkatsecurityyang dialami seseorang dengan tingkatsecurity yang ingin diperolehnya. Job insecurity juga mempunyai dampak terhadap menurunnya keinginan pekerja untuk bekerja di suatu perusahaan tertentu dan yang akhirnya mengarah kepada keinginan untuk berhenti bekerja (ashford dkk, 1989).

Job insecurity dapat dialami oleh siapapun dengan jenis pekerjaan apa saja. Secara umum, orang berpendapat bahwa semakin tinggi jabatan yang dimiliki oleh seseorang maka ia akan semakin mudah pula mengalami job


(20)

insecurity karena beban tanggung jawab yang harus ditanggungnya juga semakin besar dibanding pemegang jabatan yang lebih rendah. Anggapan semacam ini sebenarnya kurang tepat karena orang yang bekerja di bawahnya juga dapat mengalami tekanan dalam pekerjaan. Jadi tidak hanya pimpinan saja yang dapat mengalamijob insecuritytetapi karyawan biasapun bisa mengalaminya.

Dalam batas-batas job insecurity tekanan masih dapat ditoleransi, tetapi bila melampaui batas daya tahan seseorang akan mengakibatkan kerusakan penyimpangan-penyimpangan fisiologis, psikologis serta menyebabkan hubungan yang tidak harmonis perilaku pada orang-orang yang terlibat dalam organisasi (Farida, 2003).

Karyawan yang memiliki persepsi negatif terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menimbulkan pengaruh secara psikologis, misalnya kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan, hal ini karena karyawan tersebut berpikir bahwa ada kemungkinan PHK terjadi pada dirinya juga. Adanya kecemasan tersebut menyebabkan konsentrasi karyawan dalam bekerja kurang optimal, orientasi untuk mengembangkan karir dan kemajuan juga terhambat, akibatnya karyawan mengalamijob insecurity.

Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ashford dkk, 1989) telah mengkategorikan penyebab job insecurity ke dalam tiga kelompok yaitu kondisi lingkungan dan organisasi, karakteistik individual dan jabatan pekerja, dan karakteristik personal pekerja. Karakteristik personal pekerja yang dapat mempengaruhijob insecuritymisalnya:locus of control,self esteem, dan perasaan optimis atau pesimis pada karyawan. Karakteristik personal pekerja ini mengarah kepada kapasitas ataupun kemampuan yang dimiliki oleh karyawan.


(21)

Kapasitas dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu ini disebut dengan human capital. Schultz (dalam Fitz-enz, 2009) menggambarkan konsep human capital ini sebagai pertimbangan untuk semua kemampuan individu apakah kemampuan tersebut merupakan bawaan lahir ataukah diperoleh dari hasil belajar. Setiap individu terlahir dengan sekumpulan gen, dimana gen tersebut sebagai penentu kemampuan yang mereka punya sejak lahir. Atribut-atribut yang diperoleh atas kualitas yang dimiliki oleh tiap individu, yang berguna dan dapat dikembangkan dengan investasi atau pendekatan yang tepat ini, disebut sebagaihuman capital.

Berdasarkan konsep Fitz-enz tentanghuman capital (lihat gambar 1) yang dikombinasikan dengan konsep Luthans dan Youssef (2004), Peterson dan Spiker (2005) percaya bahwa human capital merupakan konstruk inti yang terdiri atas:

Psychological Capital, Intellectual Capital, Emotional Capital, dan Social Capital, atau PIES human capital, yang memberikan kontribusi positif pada organisasi.

Setiap individu ini memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang akan mempengaruhi perilaku mereka di tempat kerja (Sunarto, 2004). Dan salah satu karakteristik yang juga sangat mempengaruhi perilaku mereka tersebut adalah ciri pribadi mereka atau ciri psikologis yang bersifat positif yang dapat membantu individu tersebut untuk dapat berkembang yang disebut dengan psychological capital(Luthans et al, 2007).


(22)

Gambar 1 Konstruk Human Capital Petersen Dan Spiker (2005) yang Memberikan Kontribusi Nilai Positif

Organisasi dan individu penting untuk mempersiapkan diri untuk persaingan global yang ada dan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk tiap individu adalah dengan cara meningkatkan psychological capital mereka yang merupakan aset atau modal yang telah ada pada tiap diri individu tersebut. Modal psikologis inilah yang akan menyempurnakan potensial sumber daya manusia tersebut (Luthans, et al 2007).

Penelitian mengenai psychological capital di suatu perusahaan di Indonesia masih sangatlah minim. Pada konteks akademis, Tjakraatmadja dan Febriansyah (2006 dan 2007) telah meneliti hubungan antara psychological capital, lingkungan belajar sebagai faktor eksternal (variabel moderator) dan nilai IPK mahasiswa (sebagai indikator kinerja). Tjakraatmadja dan Febriansyah meneliti pengaruh nilai SPMB dan psikotest terhadap indeks prestasi (IPK) mahasiswa yang dipengaruhi oleh psychological capital dan lingkungan belajar mahasiswa ITB pada tahun 2006 dan pada mahasiswa SBM-ITB pada tahun 2007, serta melakukan perbandingan hasil untuk masing-masing penelitian pada tahun


(23)

2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa psychological capital memiliki hubungan pengaruh positif yang signifikan terhadap indeks prestasi mahasiswa. Beberapa faktor lingkungan belajar memiliki hubungan pengaruh positif yang signifikan terhadap IPK mahasiswa namun berada antara mahasiswa engeenering

dan SBM ITB.

Selain itu, Luthans, Avolio, Avey, dan Norman (2006) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif diantara keempat dimensi dalam psychological capital dengan performa kerja dan kepuasan kerja karyawan. Sedangkan Avey, Patera dan West menyimpulkan melalui penelitian yang dilakukannya tahun 2006 bahwa psychological capital

berpengaruh terhadap absenteism (ketidakhadiran), yaitu ketika nilai

psychological capital seseorang semakin tinggi, maka tingkat absenteeism

semakin rendah. Selanjutnya, Luthans, Vogelgesang dan Lester (2006) menguraikan bahwa psychological capital merupakan modal untuk investasi dan pengembangan, sehingga dapat menghasilkan peningkatan kinerja dan daya saing.

Luthan dan para koleganya juga pernah melakukan penelitian dengan hipotesis yaitu psychological capital sebagai mediasi hubungan antara iklim pendukung dengan performa kerja karyawan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwapsychological capitalbenar mempengaruhi atau sebagai mediasi hubungan antara iklim pendukung dengan performa kerja karyawan.

Konsep psychological capital ini telah dieksplorasi oleh Luthan dan kawan-kawannya (Luthans et al., 2004; Luthans and Youssef, 2004).

Psychological capital didefinisikan oleh Luthan dan kawan-kawan sebagai hal positif psikologis perorangan yang ditandai oleh: (1) percaya diri (


(24)

self-efficacy/confidence) untuk menyelesaikan pekerjaan, (2) memiliki pengharapan positif (optimism) tentang keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang; (3) tekun dalam berharap (hope) untuk berhasil; dan (4) tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan (resiliency) hingga mencapai sukses (Luthans, Youssef & Avolio, 2007).

Psychological capital, sebagaimana diuraikan di atas, memiliki karakteristik seperti motif dan konsep diri, dan bahkan dapat digunakan untuk menjelaskan gambaran dari watak seseorang. Seligman (2004) mendefinisikan

psychological capital sebagai sumber daya psikologis yang berhasil dikembangkan seseorang untuk meraih penghargaan saat ini dan masa yang akan datang.

Menurut Luthans dan para koleganya dalam bukunya yang berjudul

Psychological Capital: Developing the Human Competitive Edge bahwa

psychological capital merupakan suatu kapasitas psikologis yang dapat diukur, dapat meningkatkan performa kerja dan juga dapat dikembangkan. Dikatakan pula bahwa kapasitas psychological capital ini dapat menurun ataupun sebaliknya meningkat sesuai dengan situasi atau kondisi yang ada.

Dari uraian-uraian di atas dapatlah diketahui bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan job insecurity pada karyawan adalah karakteristik personal pekerja. Dalam penelitian ini, karakteristik personal pekerja dipilih peneliti untuk dapat dijelaskan dengan mengacu kepada kapasitas yang dimiliki oleh setiap individu tersebut yaitu psychological capital. Sehingga dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah psychological capital merupakan prediktor positif bagi


(25)

B. PERUMUSAN MASALAH

Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Dalam hal ini peneliti mencoba merumuskan masalah dalam penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu apakah benar bahwa

psychological capitalmerupakan prediktor positif bagijob insecurity?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar sumbangan variabel

psychological capitaldalam memprediksi tingkatjob insecuritykaryawan. D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi, khususnya dalam psikologi industri dan organisasi dengan memberikan bukti empiris mengenai hubungan diantara psychological capital dengan job insecurity. Sehingga dapat dijadikan sumber informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang sama atau berhubungan dengan psychological capital dan job insecurity.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan.

a. Dapat memberikan informasi tentang seberapa besar modal psikologis (psychological capital) yang dimiliki para karyawan di perusahaan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan kepada


(26)

perusahaan untuk dapat melihat modal psikologis para karyawannya tersebut untuk dapat dikembangkan.

b. Dapat memberikan informasi tentang seberapa besar tingkat job insecurityyang dirasakan karyawan di perusahaan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengelola hasil data penelitian.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI A. JOB INSECURITY

1. DefinisiJob Insecurity

Ashford dkk (1989) mengatakan bahwa job insecurity merupakan suatu tingkat dimana para pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut. Job insecurity

dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan dimensi pekerjaan (Ashford dkk, 1989).

Joelsen dan Wahlquist (dalam Hartley dkk, 1991) menyatakan bahwa job insecuritymerupakan pemahaman individual pekerja sebagai tahap pertama dalam proses kehilangan pekerjaan. Kenyataannya, populasi yang mengalami job insecurity adalah selalu dalam jumlah yang lebih besar daripada pekerja yang benar-benar kehilangan pekerjaan. Sebagai tambahan, Hartley (1991) menyatakan bahwa job insecurity dilihat sebagai kesenjangan antara tingkat security yang dialami seseorang dengan tingkat security yang ingin diperolehnya.

Selain itu, Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Hartley dkk, 1991) mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi.


(28)

Dapat disimpulkan bahwa job insecurity merupakan penilaian pekerja terhadap suatu keadaan di mana mereka merasa terancam dan mereka merasa tidak berdaya untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan tersebut.

2. Aspek-aspekJob Insecurity

Konstruk job insecurity terdiri dari dua dimensi, yaitu besarnya ancaman (severity of threat) atau derajat ancaman yang dirasakan mengenai kelanjutan situasi kerja tertentu. Ancaman ini dapat terjadi pada berbagai aspek pekerjaan atau pada keseluruhan pekerjaan, dan yang kedua adalah powerlessness

(Greenhalgh dan Rosenblatt dalam Ashford dkk, 1989), di mana efeknya dapat dijelaskan dengan kalkulasi sebagai berikut:

Job insecurity = perceived severity of the threat x perceived powerless to resist the threat.

Ruvio dan Rosenblatt (1999) kemudian memperjelas kembali kedua dimensi tersebut, sebagai berikut: pertama adalah perasaan terancam pada total pekerjaan seseorang, misalnya seseorang dipindahkan ke posisi yang lebih rendah dalam organisasi, dipindahkan ke pekerjaan lain dengan level yang sama dalam organisasi atau diberhentikan sementara. Pada sisi lain kehilangan pekerjaan mungkin dapat terjadi secara permanen atau seseorang mungkin dipecat atau dipaksa pensiun terlalu awal.

Yang kedua adalah perasaan terancam terhadap tampilan kerja (job features). Misalnya, perubahan organisasional mungkin menyebabkan seseorang kesulitan mengalami kemajuan dalam organisasi, mempertahankan gaji ataupun meningkatkan pendapatan. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap posisi seseorang dalam perusahaan, kebebasan untuk mengatur pekerjaan, penampilan


(29)

kerja, dan signifikansi pekerjaan. Ancaman terhadap tampilan kerja mungkin juga berperan dalam kesulitan mengakses sumber-sumber yang sebelumnya siap dipakai.

Ketiga, job insecurity mungkin berperan dalam perasaan seseorang terhadap kurangnya kontrol atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian di lingkungan kerjanya yaitu perasaan tidak berdaya (powerlessness).

Namun, di dalam penulisan ini dimensi powerlessness yang dikemukakan Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Hartley dkk, 1991) tidak digunakan karena ada penulisan yang membuktikan bahwa dimensi powerlessness tidak berhubungan secara statistik dengan dimensi lainnya dalam pengukuranjob insecurity.

Hartley (1991) menambahkan bahwa powerlessness boleh tidak dimasukkan sebagai komponen ketiga dalam pengukuran job insecurity sejak diketahui bahwa powerlessness dapat digolongkan sebagai bagian dari kemungkinan kehilangan pekerjaan, karena powerlessness dalam menghadapi ancaman akan membuat perasaan kehilangan semakin besar. Jika karyawan merasa bahwa mereka mempunyai kekuatan, maka kemungkinan akan merasa kehilangan pekerjaan akan menurun. Sehingga Brown-Johnson (dalam Hartley dkk, 1991), powerlessness tidak berbeda secara konseptual dengan kemungkinan kehilangan pekerjaan, baik untuk keseluruhan kerja maupun tampilan kerja.

3. Faktor-faktor yang MempengaruhiJob Insecurity

Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ashford dkk, 1989) telah mengkategorikan penyebab job insecurity ke dalam tiga kelompok sebagai berikut:


(30)

a. Kondisi lingkungan dan organisasi

Kondisi lingkungan dan organisasi ini dapat dijelaskan oleh beberapa faktor, misalnya: komunikasi organisasional dan perubahan organisasional. Perubahan organisasional yang terjadi antara lain dengan dilakukannyadownsizing,restrukturisasi, danmergeroleh perusahaan. b. Karakteristik individual dan jabatan pekerja

Karakteristik individual dan jabatan pekerja terdiri dari: usia, gender, senioritas, pendidikan, posisi pada perusahaan, latar belakang budaya, status sosial ekonomi, dan pengalaman kerja.

c. Karakteristik personal pekerja

Karakteristik personal pekerja yang dapat mempengaruhi job insecurity

misalnya: locus of control,self esteem, dan perasaan optimis atau pesimis pada karyawan.

Jumlah variansi dalam penerimaan job insecurity yang dijelaskan oleh

predictor ini adalah sekitar 20%. Predictor terbaik biasanya adalah faktor-faktor posisional, seperti pengalaman pengangguran sebelumnya, atau kontrak kerja sementara (Kinnunen & Naetti dalam Ashford dkk, 1989), faktor-faktor personal (Roskies & Louisguerin dalam Ashford dkk, 1989) dan tanda-tanda ancaman contohnya rumor mengenai reorganisasi atau perubahan menajemen (Ashford dkk, 1989).

Dari uraian di atas dapatlah diketahui bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkanjob insecurity pada karyawan adalah karakteristik personal pekerja. Dalam penelitian ini, karakteristik personal pekerja dipilih peneliti untuk dapat dijelaskan dengan mengacu kepada kapasitas yang dimiliki oleh setiap individu


(31)

tersebut yaitu psychological capital. Sehingga dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan yang positif antara psychological capital

denganjob insecurity.

B. PSYCHOLOGICAL CAPITAL 1. DefinisiPsychological Capital

Psychologiacal capital, ( who you are , Luthans and Youssef, 2004 dalam Jensen dan Luthan, 2006), diajukan sebagai leverage dan competitive adventage, berbeda dari human capital ( what you know , O Leary et al, 2002 dalam Jensen dan Luthan, 2006) dan social capital ( who you know , Adler and Kwon, 2002 dalam Jensen dan Luthan, 2006). Konsep psychological capital

menggabungkan human capital dan social capital untuk memperoleh keutungan kompetitif melalui investasi/pengembangan who you are and what you can become (Luthans & Avolio, 2003; Luthans, et al., 2006, 2007, Jensen dan Luthan, 2006).

Luthan dan kawan-kawan mendefinisikan psychological capital ini sebagai hal positif psikologis yang dimiliki oleh setiap individu yang berguna untuk dapat membantu individu tersebut untuk dapat berkembang dan yang ditandai oleh: (1) percaya diri (self-efficacy/confidence) untuk menyelesaikan pekerjaan, (2) memiliki pengharapan positif (optimism) tentang keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang, (3) tekun dalam berharap (hope)untuk berhasil, dan (4) tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan (resiliency) hingga mencapai sukses (Luthans, Youssef & Avolio, 2007). Masing-masing karakteristik tersebut diuraikan sebagai berikut (lihat Gambar 2).


(32)

Gambar 2 Dimensipsychological capital(Luthans & Youssef, 2004), dikutip dari Page & Donohue (2004)

2. Dimensi-dimensiPsychological Capital

Menurut Luthans, Youssef & Avolio, 2007, dalam bukunya yang berjudul

Psychological Capital: Developing the Human Competitive Edge bahwa

psychological capital memiliki empat dimensi yaitu self-efficacy/confidence, optimism, hope,danresiliency.

Efficacy/Confidence Believing in one s ability to mobilize cognitive resources to obtain specific outcomes

Resiliency

Having the capacity to bounce back from adversity, failure or

even seeming (sic) over-whelming positive changes

Hope

Having the willpower and pathways to attain one s goals

Optimism

Having the explanatory style that attributes positive events to internal, permanent and

pervasive causes

Positive Psychological Capital

-unique -measurable -developable -impactful on performance


(33)

a. Psychological capital efficacy

Psychological capital efficacy menggambarkan kepercayaan diri dari seseorang, ditandai oleh kemampuannya untuk mengerahkan motivasi, kemampuan kognitif serta kemampuan melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas spesifik (Stajkovic & Luthans, 1998b, dalam Larson dan Luthans, 2006). Sedangkan menurut James E. Maddux dalam buku The Handbook of Positive Psychology (snyder & Lopez, 2006) self-efficacy

menggambarkan kekuatan dari kepercayaan bahwa seseorang mampu melakukan sesuatu.

Menurut teori Bandura (1986, 1997), psychological capital efficacy(atau singkatnya kepercayaan diri) didefinisikan sebagai keyakinan seseorang akan kemampuan yang dimilikinya yang dapat mendorongnya untuk menjadi termotivasi dan sebagai jalan individu tersebut untuk bertindak untuk dapat menjadi sukses melakukan suatu pekerjaan tertentu.

b. Psychological capital hope

C. Rick Snyder, seorang professor psikologi klinis University of Kansas mendefinisikan hope sebagai kodisi motivasi positif yang didasari oleh interaksi akan perasaan sukses (1) agency (goal-directed energy) dan (2) pathways (planning to meet goals).

Dari definisi ini, harapan melibatkan willpowerdanwaypower. Willpower

adalah suatu dimensi penting karena dapat memicu motivasi dan menjaga energi seseorang untuk mencapai tujuannya. Sedangkan waypower merupakan rencana alternatif hasil pemikiran seseorang untuk mencapai tujuannya.


(34)

Penelitian Snyder (dalam Luthans, Youssef & Avolio, 2007) mendukung ide bahwa hope merupakan suatu kognitif atau proses berpikir dimana individu mampu menyusun kenyataan dengan tujuan dan harapan yang menarik atau menantang dan pada akhirnya mendapatkannya dengan cara determinasi self-directed, energi, dan persepsi kontrol internal.

c. Psychological capital optimism

Martin Seligman (dalam Luthans, Youssef & Avolio, 2007) mendefinisikan optimisme sebagai model pemikiran dimana individu mengatribusikan kejadian positif ke dalam diri sendiri, bersifat permanent, dan penyebabnya bersifat pervasive, dan di lain hal menginterpretasikan kejadian negatif kepada aspek eksternal, bersifat sementara atau temporer, dan merupakan faktor yang disebabkan oleh situasi tertentu.

Secara konseptual, optimisme menginterpretasikan peristiwa buruk disebabkan oleh pihak eksternal (bukan salah saya), bersifat tidak stabil (hanya terjadi sekali saja), dan merupakan kejadian spesifik (saat ini). Sedangkan pesimis menginterpretasikan kebalikannya, yaitu peristiwa yang disebabkan oleh pihak internal, bersifat stabil dan merupakan kejadian global (Buchanan & Seligman, 1995; Peterson, 2000; Seligman, 1998A dalam Larson dan Luthans, 2006). Dalam penelitian ini, pengertian optimis menggambarkan keyakinan bahwa sesuatu yang baik akan diperoleh.

Beberapa hal positif yang dihasilkan dari optimisme adalah seperti kesehatan fisik dan mental dan well-being,coping yang efektif untuk situasi sulit dalam hidup, penyembuhan dari penyakit dan obat-obatan, kepuasan hidup, dan


(35)

positif kepada hal-hal yang memuaskan seperti workplace performance dan performa di berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, olahraga dan politik. Sedangkan untuk hal yang negatif yang dapat dihasilkannya adalah seperti depresi, penyakit fisik dan rendahnya performa di setiap bidang kehidupan.

d. Psychological capital resiliency

Ketabahan didefinisikan sebagai kapasitas psikologis seseorang yang bersifat positif, dengan menghindarkan diri dari ketidakbaikan, ketidakpastian, konflik, kegagalan, sehingga dapat menciptakan perubahan positif, kemajuan dan peningkatan tanggung jawab (Luthans, 2002 dalam Larson dan Luthans, 2006). Berbeda dengan self-efficacy, hope, dan optimism yang lebih bersifat proaktif,

resiliency dari seseorang lebih bersifat reaktif, yang terjadi ketika seseorang berhadapan dengan perubahan, ketidakbaikan, atau ketidakpastian (Blok & Kremen, 1996 dalam Larson dan Luthans, 2006).

3. Psychological Capital Intervention (PCI)

Luthans, Youssef & Avolio (2007) juga menunjukkan beberapa cara yang berupa intervensi yang disebut dengan psychological capital intervention (PCI) yaitu untuk mengembangkan tiap aspek dalampsychological capital.

a. Hope Development

Harapan dipengaruhi oleh tujuan, pathways dan agency. Dalam hal ini, individu dilatih untuk membangun suatu tujuan yang memungkinkan untuk dapat menjadi motivasi baginya., dan tiap komponen dalam tujuan ini dapat meningkatkan agency. Selain itu, individu juga dilatih untuk dapat melihat beberapa pathway yang dapat ia gunakan dalam


(36)

merencanakan tindakan ketika danya suatu tantangan atau rintangan. Setelah selesai latihan ini, tiap individu akan mendapatkan feedback atau alternatif pathways yang diharapkan dari kelompoknya. Latihan ini dapat meningkatkan kemampuan individu untuk melihat adanya suatu tantangan dan untuk merencanakan tindakan yang tepat untuk tantangan tersebut dan juga dapat mengurangi dampak negatif yang dapat mempengaruhiagency.

b. Optimism Development

Membangun efikasi diri dalam merencanakan suatu tundakan akan suatu rintangan yang ada akan menjadi dasar untuk perkembangan perluasan harapan-harapan yang positif. Ketika seseorang merasa percaya diri bahwa ia dapat merencanakan semua tindakan yang akan ia lakukan akan rintangan-rintangan yang datang, maka harapan-harapan mereka untuk mendapatkan hal tersebut akan meningkat. Harapan-harapan yang negatif tidak akan membantu seseorang untuk melihat adanya jalan untuk bertindak akan adanya suatu rintangan dan tidak termotivasi untuk menjadi sukses. Feedback dari kelompok akan meningkatkan harapan-harapan yang positif bagi individu dan pada akhirnya individu tersebut akan terdorong untuk sukses. Ketika harapan-harapan untuk dapat sukses meningkat, maka optimisme pada tiap individu dan juga pada kelompok juga akan meningkat pula.

c. Efficacy Development

Setiap individu hendaknya menetapkan tujuan yang ingi ia capai. Selanjutnya, mereka menjelaskan tiap bagian dari tujuan yang mereka buat kepada kelompok, dan mereka juga hendaknya dapat menjelaskan


(37)

bagaimana cara untuk dapat menjalankan dan mencapai tujuan tersebut. Aspek pembelajaran memegang peranan penting bagi tiap individu, dimana individu berdasarkan pengalamannya tersebut dapat bekerjasama dengan rekan kerjanya yang lain dan bagaimana mereka secara bersama-sama dapat mencapai tujuan yang telah dibuat dan menjadi sukses. Pada tahap ini, termasuk juga di dalamnya yaitu keterbangkitan emosional, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh harapan-harapan positif untuk dapat mencapai tujuan.

d. Resiliency Development

Resiliensi akan meningkat dengan dibangunnya aset personal seperti kemampuan, talenta, dan jaringan sosial. Individu akan berfikir tentang sumber-sumber apa yang dapat digunakan untuk dapat mencapai tujuan. Setelah mendata sumber-sumber, rekan kerja akan mengidentifikasi sumber-sumber tambahan yang dapat digunakan juga. Sama seperti ketika merencanakan tindakan yang sesuai untuk rintangan yang datang, individu juga hendaknya melihat dan mengidentifikasi masalah-masalah ataupun rintangan yang mungkin akan muncul dan yang akan dapat menghambat kemajuan mereka. Pada akhirnya seorang yang resilien akan tetap pada pemikiran dan perasaannya (misalnya tetap percaya diri) ketika individu tersebut berhadapan degan situasi yang berbeda.


(38)

Gambar 3.Psychological Capital Intervention(PCI)

C. Hubungan antarapsychological capitaldenganjob insecurity

Ashford dkk (1989) mengatakan bahwa job insecurity merupakan suatu tingkat dimana para pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut. Job insecurity

dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan dimensi pekerjaan (Ashford dkk, 1989). Sedangkan Joelsen dan Wahlquist (dalam Hartley dkk, 1991) menyatakan bahwa job insecurity

Developmental Dimensions Goals and pathways design Implementing obstacle planning Developing positive expectancy Building efficacy /Confidence Persuasion and arousal Building assets/Avoid risks Affecting the influence process Proximal outcomes

(Psychological Capital) Distal Outcomes

Experiencing success/ modeling others Hope Positive Optimism Efficacy Confidence Resiliency Sustainable Veritable Performance Impact


(39)

merupakan pemahaman individual pekerja sebagai tahap pertama dalam proses kehilangan pekerjaan. Kenyataannya, populasi yang mengalami job insecurity

adalah selalu dalam jumlah yang lebih besar daripada pekerja yang benar-benar kehilangan pekerjaan. Sebagai tambahan, Hartley (1991) menyatakan bahwa job insecurity dilihat sebagai kesenjangan antara tingkat security yang dialami seseorang dengan tingkat security yang ingin diperolehnya.

Selain itu, Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Hartley dkk, 1991) mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi.

Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ashford dkk, 1989) telah mengkategorikan penyebab job insecurity ke dalam tiga kelompok yaitu kondisi lingkungan dan organisasi, karakteistik individual dan jabatan pekerja, dan karakteristik personal pekerja. Karakteristik personal pekerja yang dapat mempengaruhijob insecuritymisalnya:locus of control,self esteem, dan perasaan optimis atau pesimis pada karyawan. Karakteristik personal pekerja ini mengarah kepada kapasitas ataupun kemampuan yang dimiliki oleh karyawan.

Kapasitas dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu ini disebut dengan human capital. Dimana sebelumnya telah dijelaskan bahwa Peterson dan Spiker (2005) menyatakan bahwa human capital merupakan konstruk inti yang terdiri atas: Psychological Capital, Intellectual Capital,


(40)

Emotional Capital, dan Social Capital, atau PIES human capital, yang memberikan kontribusi positif atau organizational outcomes pada organisasi. Penelitian mengenaipsychological capitaldi suatu perusahaan di Indonesia masih sangatlah minim, padahalpsychological capitalini merupakan salah satu konstruk penting juga dalam penentuan perilaku karyawan dalam perusahaan.

Konsep psychological capital telah dieksplorasi oleh Luthan dan kawan-kawannya (Luthans et al., 2004; Luthans and Youssef, 2004). Psychological capitaldidefinisikan oleh Luthan dan kawan-kawan sebagai hal positif psikologis perorangan yang ditandai oleh: (1) percaya diri (self-efficacy/confidence) untuk menyelesaikan pekerjaan, (2) memiliki pengharapan positif (optimism) tentang keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang; (3) tekun dalam berharap (hope) untuk berhasil; dan (4) tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan (resiliency) hingga mencapai sukses (Luthans, Youssef & Avolio, 2007).

Psychological capital efficacy menggambarkan kepercayaan diri dari seseorang, ditandai oleh kemampuannya untuk mengerahkan motivasi, kemampuan kognitif serta kemampuan melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas spesifik (Stajkovic & Luthans, 1998b, dalam Larson dan Luthans, 2006). Sedangkan menurut James E. Maddux dalam buku The Handbook of Positive Psychology (snyder & Lopez, 2006) self-efficacy

menggambarkan kekuatan dari kepercayaan bahwa seseorang mampu melakukan sesuatu. Meningkatnya psychological capital efficacy ini akan mengarahkan kepada job insecurity yang rendah, dimana job insecurity mungkin berperan dalam perasaan seseorang terhadap kurangnya kontrol atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian di lingkungan kerjanya yaitu perasaan


(41)

tidak berdaya (powerlessness) (Ruvio dan Rosenblatt, 1999). Hal ini juga mengarah kepada psychological capital optimism, dimana Luthans, Youssef & Avolio (2007) telah menyatakan bahwa secara konseptual, optimisme menginterpretasikan peristiwa buruk disebabkan oleh pihak eksternal (bukan salah saya), bersifat tidak stabil (hanya terjadi sekali saja), dan merupakan kejadian spesifik (saat ini). Sedangkan pesimis menginterpretasikan kebalikannya, yaitu peristiwa yang disebabkan oleh pihak internal, bersifat stabil dan merupakan kejadian global (Buchanan & Seligman, 1995; Peterson, 2000; Seligman, 1998A dalam Larson dan Luthans, 2006). Dalam penelitian ini, pengertian optimis menggambarkan keyakinan bahwa sesuatu yang baik akan diperoleh.

Menurut penelitian mengenai stres kerja (dalam Rice, 1992), orang yang memiliki beberapa harapan spesifik terhadap suatu pekerjaan mereka berharap akan kemajuan yang cepat atau paling tidak karir yang tetap. Mereka berharap beberapa kebebasan dalam pekerjaan dan kekuasaan yang meningkat, karyawan yang tidak menerima posisi bisa mengalami stres. Dan harapan-harapan karyawan ini sesungguhnya mengarah kepada apa yang dikatakan oleh Luthans, Youssef & Avolio (2007) yaitupsychological capital hope.

Karyawan yang hopeful atau berpengharapan cenderung berpikir secara independen. Mereka mengarah kepada proses berpikir dengan internal locus of control (mereka cenderung membuat atribusi internal, misalnya berpikir bahwa mereka sukses memang karena usaha yang dilakukannya). Mereka juga membutuhkan derajat otonomi yang tinggi. Mereka lebih suka untuk mencoba jalan alternatif untuk membuat suatu kontrol, walaupun hal tersebut terlihat seperti tidak mematuhi ataupun tidak taat pada pimpinannya. Mereka memiliki kebutuhan


(42)

yang cukup kuat untuk dapat berkembang dan berprestasi dan secara intrinsik termotivasi oleh pekerjaan yang meluas seperti yang telah digambarkan oleh Oldham dan Hackman, 1980 (dalam Luthans, Youssef & Avolio, 2007) yaitu dimana pekerjaan tersebut memiliki level yang tinggi terhadap pengalaman yang berharga dan pertanggungjawaban dan menyediakan feedback yang banyak dan bagus. Mereka lebih cenderung kreatif dan imaginatif. Dan mereka juga berani mengambil risiko.

Job insecurity diartikan sebagai tingkat dimana pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut (Ashford dkk, 1989). Ketika karyawan memiliki level

psychological capital resiliency yang kuat atau tinggi, kemungkinan level job insecurity karyawan tersebut akan menurun, dimana Luthans telah menyatakan bahwa ketabahan (psychological capital resiliency) didefinisikan sebagai kapasitas psikologis seseorang yang bersifat positif, dengan menghindarkan diri dari ketidakbaikan, ketidakpastian, konflik, kegagalan, sehingga dapat menciptakan perubahan positif, kemajuan dan peningkatan tanggung jawab (Luthans, 2002 dalam Larson dan Luthans, 2006). Masten dan Reed, 2002 (dalam Luthans, Youssef & Avolio, 2007) mengidentifikasi tiga set strategi atau cara yang dapat digunakan pada kondisi kerja untuk dapat menigkatkan resiliency ini, yaitu asset-focused strategies, risk-focused strategies, dan process-focused strategies.

Dari uraian-uraian diatas dapat dilihat hubungan yang negatif antara


(43)

D. Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini diajukan sebuah hipotesa sebagai jawaban sementara. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Hipotesa mayor

Psychological capitalmerupakan prediktor positif terhadapjob insecurity.

2. Hipotesa minor:

a. Psychological capital efficacy merupakan prediktor positif terhadap

job insecurity.

b. Psychological capital hope merupakan prediktor positif terhadap job insecurity.

c. Psychological capital optimism merupakan prediktor positif terhadap

job insecurity.

d. Psychological capital resiliency merupakan prediktor positif terhadap


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional, yaitu menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain dan memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi (Azwar, 2000). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara psychological capital dengan job insecurity pada karyawan-karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan dan melihat apakah aspek-aspek

psychological capital merupakan prediktor positif bagi job insecurity pada karyawan.

Dalam penelitian jenis ini, data yang dikumpulkan hanya untuk memverifikasi dan menggambarkan ada tidaknya hubungan antar variabel yang diteliti, namun tidak dapat menerangkan sebab-sebab hubungan tersebut (Hadi, 2000).

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diuji yakni masing-masing satu variabel bebas dan variabel tergantung. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini, variabel-variabel yang terlibat tersebut adalah sebagai berikut:

Variabel tergantung : Job insecurity


(45)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1.Job insecurity

Job insecurity merupakan penilaian pekerja terhadap suatu keadaan di mana mereka merasa terancam dan mereka merasa tidak berdaya untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaannya.

Job insecurity ini akan diukur dengan menggunakan skala job insecurity

yang dirancang sendiri oleh peneliti berdasarkan teori Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Hartley dkk, 1991). Dimensi yang akan diukur dalam job insecurity

adalah: (1) ancaman terhadap keseluruhan pekerjaan; (2) ancaman terhadap tampilan kerja. Indikator pada blue print skala kedua dimensi ini terdapat dalam Harltley dkk, (1991). Dalam hal ini semakin tinggi skor skala yang diperoleh karyawan maka semakin tinggi pula tingkatjob insecuritypada karyawan.

2.Psychological capital

Psychological capital merupakan aset atau modal positif yang dimiliki oleh setiap individu yang membantu individu tersebut untuk dapat berkembang.

Psychological capital diukur melalui empat karakteristik psychological capital

yang dikemukakan oleh Luthans dan para koleganya (2007) yaitu: (1) percaya diri (self-efficacy/confidence) untuk menyelesaikan pekerjaan, (2) memiliki pengharapan positif (optimism) tentang keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang, (3) tekun dalam berharap (hope)untuk berhasil, dan (4) tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan (resiliency)hingga mencapai sukses.


(46)

C. Populasi, Sampel, dan Metode Penelitian 1. Populasi

Masalah populasi dan sampel yang diapakai dala suatu penelitian merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan. Menurut Hadi (2000), populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian. Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Pada penelitian ini populasinya adalah karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan.

2. Sampel

Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki penulis, maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang dinamakan sampel.

Menurut Hadi (2000), pengertian sampel adalah sebagian dari populasi yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat serta ciri-ciri yang dikendalikan dari populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan dari PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan.

Karakteristik sampel penelitian diperlukan untuk menjamin homogenitas dari sample penelitian. Adapun karakteristik sample penelitian adalah sebagai berikut:

1. Karyawan yang bekerja di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan 2. Karyawan tetap yang bekerja minimal 1 tahun

Pemilihan sampel tersebut didasari oleh alasan karena dengan masa kerja diatas 1 tahun sebagai karyawan tetap, maka karyawan dianggap telah


(47)

terbentuk komitmen kerjanya dalam suatu perusahaan (Mowday, Steers & Porter, dalam Miner 2000). Selain itu, dengan masa kerja diatas 1 tahun diasumsikan bahwa karyawan tersebut cukup memiliki pemahaman tentang nilai-nilai, tujuan dan aturan dalam perusahaannya (McShane & Glinow, 2000).

3. Tingkat pendidikan yang dimiliki minimal SMU

Alasan dipilihnya karyawan dengan tingkat pendidikan minimal SMU, karena anggapan bahwa tingkat pendidikan formal akan mempengaruhi perkembangan kognitif yang lebih kompleks dan lebih tinggi, sehingga hal ini akan membuat individu memiliki keyakinan diri, pemikiran yang rasional, dan mampu menyesuaikan diri secara lebih efektif pada kondisi lingkungan dan organisasi yang selalu berubah (Billing & Morss, dalam Rahayu, 1997).

3. Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara non random sampling, yaitu bahwa tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel (Hadi, 2000).

Adapun jenis pengambilan sampel adalah purposive sampling. Purposive sampling ini dilakukan dengan pengambilan sampel secara non random, dimana sekelompok subjek dipilih berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).


(48)

D. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Skala

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2000). Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000).

Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi berikut :

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Hal-hal yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Menurut Azwar (2000) karakteristik dari skala psikologi yaitu: (a) stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan; (b) dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu banyak berisi aitem-aitem; (c) respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan


(49)

sungguh-sungguh. Hanya saja jawaan berbeda diinterpretasikan secara berbeda pula.

Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert dengan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2000). Setiap item dalam skala meliputi lima pilihan jawaban yaitu, sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Masing-masing aitem diberi bobot nilai berdasarkan pernyataan favorable atau unfavorable. Favorable artinya bentuk pernyataan seiring atau mendukung gejala yang akan diungkap dan sebaliknya

unfavorableartinya aitem pernyataan tersebut tidak seiring atau tidak mendukung gejala yang akan diungkap. Pada pernyataan yang favorable (F), diberikan penilaian 5 pada jawaban sangat setuju (SS), nilai 4 pada jawaban setuju (S), nilai 3 untuk respon netral (N), nilai 2 diberikan pada jawaban yang tidak setuju (TS), dan nilai 1 diberikan untuk jawaban sangat tidak setuju (STS). Dan sebaliknya pada pernyataan yang unfavorable (UF), diberikan penilaian 1 pada jawaban sangat setuju (SS), nilai 2 pada jawaban setuju (S), nilai 3 untuk respon netral (N), nilai 4 diberikan pada jawaban yang tidak setuju (TS), dan nilai 5 diberikan untuk jawaban sangat tidak setuju (STS).

2. SkalaJob Insecurity

Skala job insecurity disusun berdasarkan dimensi job insecurity yang dikemukakan oleh Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Hartley dkk, 1991). Dimensi-dimensi tersebut adalah: (1) tingkat ancaman yang dirasakan oleh karyawan mengenai keseluruhan kerja karyawan, dan (2) ancaman yang dirasakan oleh karyawan mengenai tampilan pekerjaan.


(50)

Skala yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel manifest dari job insecurity dibuat dalam bentuk skala Likert. Subjek diminta untuk menjawab pernyataan dengan memilih salah satu dari 5 (lima) alternatif yang tersedia. Penilaian untuk tiap aitem ini bergerak dari angka 1 sampai dengan angka 5. Variabel yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1

Blue PrintSkalaJob InsecuritySebelum Uji Coba

Dimensi PerilakuDaerah Descriptor Favourable UnfavourableAitem Total

Ancaman terhadap total kerja Hilangnya aspek-aspek kerja yang beraneka ragam

a.layoffs 1,11,21,45 31,41

14 b.Perubahan yang tidak diinginkan dalam jadwal kerja 2,12 22,32 c. Adanya

pensiun dini 3 13,23,33

Ancaman terhadap tampilan kerja 1. Faktor ekstrinsik

a. Kenaikan gaji 4,14,27 35

19 b.Kesempatan

promosi 5,15,29 34,42

c. Lokasi

geografis 6,40,26 36,43

d.Partisipasi

kelompok 7,17 24,37,44

2. Faktor intrinsik

a.Keaneka

ragaman kerja 10,18 28,38

12 b.Signifikansi

kerja 9,19 25,39

c. Otonomi dalam desain

kerja 8,20,30 16


(51)

3. SkalaPsychological Capital

Skala ini digunakan untuk mengungkap psychological capital subjek penelitian. Dalam skala ini peneliti menyusun skala berdasarkan empat dimensi

psychological capital dari Luthans, Youssef & Avolio, (2007) yaitu percaya diri (self-efficacy/confidence), optimis, memiliki pengharapan (hope), dan ketabahan menghadapi permasalahan (resiliency).

Skala yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel manifest dari

psychological capital juga dibuat dalam bentuk skala Likert. Subjek diminta untuk menjawab pernyataan dengan memilih salah satu dari 5 (lima) alternatif yang tersedia. Penilaian untuk tiap aitem ini bergerak dari angka 1 sampai dengan angka 5. Variabel yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2

Blue PrintSkalaPsychological Capital pada Karyawan Sebelum Uji Coba

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Uji Validitas Alat Ukur

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumental pengukur dapat dikatakan mempunyai

Dimensi Favourable Aitem Unfavourable Jumlah

Self Efficacy 1,2,3,4,5,18,23,36,44 20,21,22,37 13

Hope 6,7,9,10,11,25,27,28,38,39,40 8,24,26,43 15

Resilliency 12,13,29,30,41,42,45,46 47,48,49,50 12

Optimism 14,15,16,17,19,31,32,33,35 34 10


(52)

validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2000).

Validitas isi merupakan hal utama dalam suatu tes yang biasanya dinilai dengan menggunakan pertimbangan pakar (Azwar, 2000). Setelah aspek-aspek yang akan diukur ditentukan, peneliti akan menyusun aitem-aitem mengacu pada

blue-print yang telah dibuat sebelumnya. Selanjutnya, peneliti meminta pertimbangan professional (dalam hal ini adalah dosen pembimbing) mengenai aitem-aitem mana yang dapat dijadikan alat ukur sesuai dengan blue-print yang ada. Seleksi aitem dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi yang menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan komputer dari program SPSS versi 16.0 for windows. Prosedur pengujian ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem. Indeks daya beda aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Setiap butir aitem pada skala ini dikorelasikan dengan skor total skala. Prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 95% (p < 0,05). Aitem yang lulus seleksi adalah aitem yang memiliki nilai validitas yang lebih besar atau sama dengan 0.30 (Azwar, 2000).

2. Uji Reliabilitas Alat Ukur

Azwar (2000) menyatakan bahwa reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas merupakan alat ukur yang menunjukkan konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur dihitung dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal dimana prosedurnya hanya


(53)

melakukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2000).

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx ) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas (mendekati angka 1,00), maka semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, jika koefisien semakin rendah (mendekati 0), maka rendahlah reliabilitasnya. Teknik yang digunakan adalah tehnik koefisien alpha Cronbach dengan menggunakan

SPSS versi 16.0 for windows. F. Hasil Uji Coba Penelitian

Uji coba skala psychological capital dan skala job insecurity dilakukan terhadap 61 karyawan perkebunan perusahaan X yang telah bekerja minimal satu tahun.

1. Hasil uji coba skalajob insecurity

Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 16.0 for windows, kemudian nilai

corrected item total correlation yang diperoleh dari analisis reliability yang memiliki harga kritik 0.30. Karena menurut Azwar (2000), semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap baik. Jumlah item yang diuji cobakan adalah 45 aitem dan dari 45 aitem tersebut diperoleh 24 aitem yang sahih dan 21 aitem yang gugur. 24 aitem yang sahih tersebut kemudian di analisa lagi dan hasilnya 23 aitem yang sahih dan 1 aitem gugur. Pada akhirnya terdapat 23 aitem yang sahih yang memiliki harga kritik


(54)

diatas 0.30, selanjutnya dari 23 aitem ini dipilih 20 aitem yang akan digunakan dalam penelitian, dengan kisaran koefisien korelasi rxx = 0.352 sampai dengan rxx = 0.682 dan reliabilitas sebesar 0.883. Distribusi aitem yang sahih dari skala

job insecurityini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3

Distribusi aitem-aitem skalajob insecuritysetelah uji coba

Dimensi PerilakuDaerah Descriptor Favourable UnfavourableAitem Total

Ancaman terhadap total kerja Hilangnya aspek-aspek kerja yang beraneka ragam

a.layoffs 1,11,21,45

-7 b.Perubahan jadwal kerja yang tidak diinginkan 2 22 c. Adanya

pensiun dini 3

-Ancaman terhadap tampilan Kerja 1. Faktor ekstrinsik

a. Kenaikan gaji 4,27

-6 b.Kesempatan

promosi 5

-c. Lokasi

geografis 26

-d.Partisipasi

kelompok 7,17

-2. Faktor intrinsik

a.Keaneka

ragaman kerja 10,18 28,38

10 b.Signifikansi

kerja 9,19 25

c. Otonomi dalam desain

kerja 8,20,30


(55)

Sebelum skala digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu aitem disusun kembali. Distribusi aitem-aitem penelitian yang dipilih untuk skala job insecurity

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4

Pemilihan aitem skalajob insecurityuntuk pengambilan data ke lapangan

Dimensi PerilakuDaerah Descriptor Favourable UnfavourableAitem Total

Ancaman terhadap total kerja Hilangnya aspek-aspek kerja yang beraneka ragam

a.layoffs 1,10,17,19

-7 b.Perubahan yang tidak diinginkan dalam jadwal kerja 2 11 c. Adanya

pensiun dini 3

-Ancaman terhadap tampilan Kerja 1. Faktor ekstrinsik a. Kenaikan

gaji 4,12

-6 b.Kesempatan

promosi 5

-c. Lokasi

geografis 6

-d.Partisipasi

kelompok 7,13

-2. Faktor intrinsik

a.Keaneka

ragaman kerja 15 14,20

7 b.Signifikansi

kerja 8 16

c. Otonomi dalam desain

kerja 9,18


(56)

2. Hasil uji coba skalapsychological capital

Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 16.0 for windows, kemudian nilai

corrected item total correlation yang diperoleh dari analisis reliability yang memiliki harga kritik 0.30. Karena menurut Azwar (2000), semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap baik. Jumlah aitem yang diuji cobakan adalah 50 aitem dan dari 50 aitem ini diperoleh 39 aitem yang sahih dan 11 aitem yang gugur, dengan harga kritik diatas 0.30. Selanjutnya dari 39 aitem yang sahih tersebut dipilih 32 aitem yang akan digunakan dalam penelitian, dengan kisaran koefisien korelasi rxx = 0.349 sampai dengan rxx = 0.704 dan reliabilitas sebesar 0.941. Distribusi aitem yang sahih dari skala kualitas kehidupan bekerja dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5

Distribusi aitem-aitem skalapsychological capitalsetelah uji coba

Sebelum skala digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu aitem disusun kembali. Distribusi aitem-aitem penelitian yang dipilih untuk skalapsychological capitaldapat dilihat pada tabel berikut ini:

Dimensi FavourableAitem Unfavourable Jumlah

Self Efficacy 1,2,3,5,18,23,36,44 20,21,22,37 12

Hope 6,7,27,28,38,39,40 26 8

Resilliency 12,13,29,30,41,42,46 47,48,49,50 11

Optimism 16,17,19,31,32,33,35 34 8


(57)

Tabel 6

Pemilihan aitem skalapsychological capitaluntuk pengambilan data ke lapangan

G. Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan

Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan penelitian adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyusunan alat ukur dan masalah administrasi penelitian yang menyangkut urusan perijinan melaksanakan penelitian. Adapun pada tahapan ini hal-hal yang dilakukan peneliti adalah : a. Pembuatan alat ukur

Pada tahapan ini, peneliti mempersiapkan alat ukur yang berupa skala Likert untuk skala psychological capital dan skala job insecurity. Skor untuk masing-masing butir bergerak dari STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), N (netral), S (Sesuai), dan SS (Sangat Sesuai). Skala dibuat dalam bentuk buku di mana di samping pernyataan telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.

Dimensi FavourableAitem Unfavourable Jumlah

Self Efficacy 1,2,3,5,17 4,18,19 8

Hope 6,7,8,9,21,22,23 20 8

Resilliency 10,11,24,25,26 27,30,31 8

Optimism 12,13,14,15,16,28,29 32 8


(58)

b. Uji coba alat ukur

Uji coba alat ukur dilakukan dengan memberikan skala psychological capitaldan skalajob insecuritykepada 61 karyawan perkebunan perusahaan X. c. Revisi Alat Ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba peneliti menguji validitas dan reliabilitas skalapsychological capital dan skalajob insecurity. Setelah diketahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya, peneliti mengambil aitem-aitem tersebut untuk dijadikan skala psychological capital dan skala job insecurity. Skala inilah yang digunakan peneliti dalam mengambil data untuk penelitian di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah diujicobakan, maka selanjutnya peneliti melakukan pengambilan data dengan menggunakan dua skala yang telah diujicobakan tersebut, yaitu skala

psychological capitaldan skalajob insecuritykepada para karyawan yang bekerja di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan.Tahap pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 februari 2011 sampai dengan 18 februari 2011.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh hasil skor orientasi nilai pada masing-masing subjek, maka untuk pengolahan data selanjutnya, diolah dengan menggunakan aplikasi SPSSfor windows 16.0 version.

H. Metode Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisa dengan analisa statistik. Pertimbangan penggunaan statistik dalam penelitian ini adalah (Hadi,


(59)

1. Statistik bekerja dengan angka-angka. 2. Statistik bersifat objektif.

3. Statistik bersifat universal, artinya dapat digunakan hampir pada semua bidang penelitian.

Azwar (2000) menyatakan bahwa pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat dibaca (readable) dan dapat ditafsirkan (interpretabel). Analisis statistik dengan uji korelasi digunakan untuk menguji hipotesis, yaitu untuk menguji pengaruh antarapsychological capitaldanjob insecurity.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran analisa dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan analisa tersebut, maka diketahui apakah variabel psychological capital dan variabel job insecurity mengikuti sebaran normal. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai p>0,05.

2. Uji Linearitas

Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah kedua variabel yang diteliti (variabel psychological capital dan variabel job insecurity) memiliki hubungan linier atau tidak. Uji linieritas pada data ini dilakukan dengan menggunakan uji test for linieritydengan bantuan program SPSS version 16.0 for Windows.


(60)

BAB IV

HASIL DAN INTERPRETASI

Pada bab ini akan diuraikan hasil dan interpretasi data hasil sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan interpretasi hasil penelitian.

A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN

Dalam penelitian ini, subjek penelitiannya adalah karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. Dari 62 orang sampel, diperoleh gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan terakhir.

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian, diperoleh gambaran sebagai berikut:

Tabel 7

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari tabel diperoleh gambaran bahwa sebagian besar karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan yang menjadi subjek penelitian adalah laki-laki, yaitu sebanyak 44 orang (71 %), sedangkan sampel yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 18 orang (29 %).

Jenis Kelamin N Persentase

Laki-laki 44 71 %

Perempuan 18 29 %


(1)

Uji Linearitas

Psychological Capital

Dengan

Job Insecurity

Means

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

JI * PsyCap 62 100.0% 0 .0% 62 100.0%

ANOVA Table

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. JI *

PsyCap

Between Groups

(Combined) 2353.380 28 84.049 1.208 .299 Linearity 434.205 1 434.205 6.243 .018 Deviation from Linearity 1919.175 27 71.081 1.022 .472 Within Groups 2295.217 33 69.552

Total 4648.597 61

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared JI * PsyCap -.306 .093 .712 .506


(2)

LAMPIRAN 6


(3)

Correlations

Psychological Capital

Dengan

Job Insecurity

Correlations

PsyCap JI PsyCap Pearson Correlation 1 -.306**

Sig. (1-tailed) .008

N 62 62

JI Pearson Correlation -.306** 1

Sig. (1-tailed) .008

N 62 62

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Regression

Psychological Capital

Dengan

Job Insecurity

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 PsyCapa . Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: JI

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .306a .093 .078 8.381

a. Predictors: (Constant), PsyCap

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 434.205 1 434.205 6.182 .016a

Residual 4214.392 60 70.240

Total 4648.597 61

a. Predictors: (Constant), PsyCap b. Dependent Variable: JI


(4)

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 89.510 15.493 5.777 .000

PsyCap -.322 .129 -.306 -2.486 .016

a. Dependent Variable: JI

Regression

Aspek Self Esteem, Hope, Optimism

dan

Resiliency

dengan

Job

Insecurity

Variables Entered/Removeda Model Variables Entered Variables Removed Method 1 RESILIENCY . Stepwise (Criteria: Probability- of-F-to-enter <= .050, Probability- of-F-to-remove >= .100). a. Dependent Variable: JI

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .384a .148 .133 8.126

a. Predictors: (Constant), RESILIENCY

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 686.582 1 686.582 10.397 .002a

Residual 3962.015 60 66.034


(5)

Variables Entered/Removeda Model Variables Entered Variables Removed Method 1 RESILIENCY . Stepwise (Criteria: Probability- of-F-to-enter <= .050, Probability- of-F-to-remove >= .100). b. Dependent Variable: JI

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 82.913 9.926 8.353 .000

RESILIENCY -1.055 .327 -.384 -3.225 .002

a. Dependent Variable: JI

Excluded Variablesb

Model Beta In t Sig.

Partial Correlation

Collinearity Statistics Tolerance

1 SE .010a .082 .935 .011 .889

HOPE -.036a -.284 .777 -.037 .882

OPTIMISM .079a .522 .603 .068 .628

a. Predictors in the Model: (Constant), RESILIENCY b. Dependent Variable: JI


(6)

LAMPIRAN 7