Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                untuk  itu  seluruh  elemen  harus  mempergunakan  sumber  daya  alam  tersebut  sebaik- baiknya dan menjaganya sesuai dengan kebutuhan.
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ini  diundangkan  pada  12  Januari  2009,  Terdiri  dari  175  pasal  dan  XXVI  bab.  Dalam
konsideran  menimbangnya  dikemukan  alasan  atau  dasar-dasar  pertimbangan  mengapa undang-undang lahir.
Pertama,  karena  mineral  dan  batubara  yang  terkandung  dalam  wilayah  hukum pertambangan  Indonesia  merupakan  kekayaan  alam  tak  terbarukan  sebagai  karunia
Tuhan  Yang  Maha  Esa  yang  mempunyai  peranan  penting  dalam  memenuhi  hajat  hidup orang banyak, karena itu pengelolaanya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai
tambah  secara  nyata  bagi  perekonomian  nasional  dalam  usaha  mencapai  kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.
2
Kedua,  karena  kegiatan  usaha  pertambangan  mineral  dan  batubara  yang merupakan kegiatan usaha pertambangan diluar panas bumi, minyak dan gas bumi  serta
air  tanah  mempunyai  peranan  penting  dalam  memberikan  nilai  tambah  secara  nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.
3
Alasan  ketiga,  karena  mempertimbangkan  perkembangan  nasional  maupun internasional,  Undang-Undang  Nomor  11  Tahun  1967  tentang  Ketentuan-Ketentuan
Pokok  Pertambangan  kemudian  sudah  tidak  sesuai  lagi  sehingga  dibutuhkan  perubahan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat
2
Otong  Rosadi,  Pertambangan  Dan  Kehutanan  Dalam  Perspektif  Cita  Hukum  Pancasila Dialektika Hukum Dan Sosial,
Cetakan Pertama, Padang, Thafa Media, 2012, h. 55.
3
Otong  Rosadi,  Pertambangan  Dan  Kehutanan  Dalam  Perspektif  Cita  Hukum  Pancasila Dialektika Hukum Dan Sosial,
h. 55.
mengelola  dan  mengusahakan  potensi  mineral  dan  batubara  secara  mandiri,  andal, transparan  berdaya  saing,  efisien  dan  berwawasan  lingkungan,  guna  menjamin
pembangunan nasional secara berkelanjutan.
4
Perlu diketahui bahwa hak penguasaan negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus  serta  mengawasi  pengelolaan  atau  pengusahaan  bahan  galian.  Pengusahaan
bahan  galian  oleh  negara    diselenggarakan  oleh  pemerintah  dan  pemerintah  daerah, meliputi :
5
1.  Inventarisi; 2.  Penyelidikan dan penelitian;
3.  Pengaturan; 4.  Pemberian izin; dan
5.  Pembinaan  dan  pengawasan  bahan  galian  di  wilayah  hukum    negara  Republik
Indonesia. Kebijakan yang di amanatkan undang-undang pertambangan mineral dan batubara
mengharuskan  pemerintah  melakukan  renegosiasi  terhadap  pemegang  Kontrak  Karya KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PKP2B. Renegosiasi
tersebut  mencakup  meliputi  luas  wilayah  pertambangan,  penerimaan  negara  royalti, kewajiban  divestasi,  pengolahan  dan  pemurnian  mineral,  kelanjutan  operasi,  serta
pemanfaatan barang dan jasa di dalam negeri.
6
Ada perbedaan mendasar dari sisi muatan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang lebih baik dari
muatan  Undang-Undang  Nomor  11  Tahun  1967  tentang  Ketentuan-Ketentuan  Pokok Pertambangan, diantaranya dalam hal meningkatkan pendapatan negara, lebih akomodatif
4
Otong  Rosadi,  Pertambangan  Dan  Kehutanan  Dalam  Perspektif  Cita  Hukum  Pancasila Dialektika Hukum Dan Sosial,
Cetakan Pertama, Padang, Thafa Media, 2012, h. 55.
5
Salim  H.S,  Hukum  Pertambangan  Di  Indonesia,  cetakan  keempat,  Jakarta  :  Rajawali  Press, 2008, h. 48.
6
Ahmad Redi, Hukum Pertambangan, cetakan pertama, Jakarta : Gramata Publishing, 2014, h. 89.
dengan  masuknya  aturan  berpihak  pada  kepentingan  rakyat  dan  negara,  serta  upaya pengelolaan secara integrasi mulai dari eksplorasi sampai pasca tambang.
7
Sebagaimana  pada  negara-negara  berkembang,  pemerintah  Indonesia  lebih melakukan  penanaman  modal  melalui  sistem  modal  patungan  joint  venture  yang
memungkinkan  modal  nasional  ikut  berpartisipasi.  Keadaan  ini  lebih  mempercepat terlaksananya  pengalihan  tekhnologi,  pengetahuan,  keterampilan  sekaligus  mengurangi
bahaya dominasi asing dalam perekonomian Indonesia.
8
Joint  venture tidak  serta  merta  dapat  dilaksanakan,  sehingga  Pemerintah
Indonesia mengeluarkan kebijakan kewajiban divestasi saham terhadap perusahaan asing kepada peserta  Indonesia, dalam  Undang-Undang  Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral
dan Batubara hal tersebut diatur dalam pasal 112 ayat  1. Peraturan Pemerintah Nomer 24  Tahun  2012  Tentang  Perubahan  Atas  Peraturan  Pemerintah  Nomor  23  Tahun  2010
Tentang  Pelaksanaan  Kegiatan  Usaha  Pertambangan  Mineral  dan  Batubara  kemudian, mengatur mengenai besaran saham yang wajib divestasi sebesar 50, dengan pengaturan
tahapan  yaitu pada tahun keenam jumlah saham peserta Indonesia sebesar 20, ketujuh 30, kedelapan 37, kesembilan 44, kesepuluh 51 dari jumlah seluruh saham.
9
Kewajiban  divestasi  PT  Freeport  Indonesia  diatur  dalam  pasal  24  ayat  2.a  KK perpanjangan  tahun  1991  Generasi  V  sebesar  .
10
Fakta  yang  terjadi,  PT.  Freeport
7
Nanang  Sudrajat,  Teori  Praktek  Pertambangan  di  Indonesia  Menurut  Hukum,  cetakan  pertama, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2013, h. 53-55.
8
Erman Rajaguguk, Indonesianisasi Saham, cetakan kedua, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1994, h. 66.
9
Pasal  97  ayat  1  Peraturan  Pemerintah  Nomor  24  Tahun  2012  Tentang  Perubahan  Atas Peraturan Pemerintah Nomer 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara.
10
Ahmad Redi, Hukum Pertambangan, cetakan pertama, Jakarta : Gramata Publishing, 2014, h. 300.
Indonesia yang hingga saat ini masih belum mau melakukan kewajiban divestasi kepada peserta  Indonesia  hanya  sebesar  9,36  Sembilan  koma  tiga  puluh  enam  persen.
11
Wacana  divestasi  saham  dirasakan  susah  untuk  dilaksanakan  mengingat  dalam  Kontrak Karya  Tahun  1991,  PT.  Freeport  Indonesia  tidak  memasukkan  klausul  kewajiban
divestasi  saham  perusahaan  kepada  Pemerintah  Indonesia.  Hal  ini  menjadi  catatan penting  karena Pasal 112 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral
dan  Batubara  telah  mewajibkan  badan  usaha  asing  pemegang  izin  usaha  pertambangan IUP  dan  izin  usaha  pertambangan  khusus  IUPK  yang  melakukan  kegiatan
produksinya selama lima tahun untuk melakukan divestasi saham. Namun jika dianalisis dari Pasal 169 terdapat aturan yang bertentangan, ini antara
bunyi aturan huruf a dan huruf b. Bunyi Pasal 169 huruf a dan b, pada saat undang-undang ini mulai berlaku:
12
a.  Kontrak  karya  dan  perjanjian  karya  pengusahaanpertambangan  batubara  yang  telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu
berakhirnya kontrakperjanjian. b.  Ketentuan  yang  tercantum  dalam  pasal  kontrak  karya  dan  perjanjian  karya
pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan selambat-lambatnya  1  satu  tahun  sejak  Undang-Undang  ini  diundangkan  kecuali
mengenai penerimaan negara
Menurut  penulis,  ini  akan  menyebakan  sulitnya  menerapkan  aturan  kewajiban divestasi saham kepada perusahaan pertambangan asing. Mengingat adanya aturan  yang
mengandung  pasal  yang  bertentangan  sehingga  akan  menimbulkan  ketidakpastian hukum.  Padahal  pasal  tersebut  merupakan  ketentuan  peralihan  yang  bertujuan  untuk
menghindari  terjadinya  kekosongan  hukum,  menjamin  kepastian  hukum,  memberikan perlindungan  hukum,  serta  mengatur  hal  yang  bersifat  transisional.  Sebagai  contoh,
11
Ahmad Redi, Hukum Pertambangan, h. 275.
12
Pasal  169  huruf  a  dan  huruf  b  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun  2009  tentang  Pertambangan Mineral dan Batubara.
sementara hingga saat ini komposisi porsi kepemilikan saham di PT. Freeport Indonesia sendiri  bagaikan  bumi  dan  langit.  Pemerintah  hanya  mendapatkan  9,36  sementara
90,64  menjadi  milik  Freeport-McMoran  Copper    Gold  Inc.
13
Dengan  ketimpangan porsi  kepemilikan  saham  tersebut,  Pemerintah  Indonesia  tidak  dapat  melakukan  fungsi
pengawasan internal secara maksimal. Berdasarkan  uraian  tersebut  di  atas,  maka  penulis  mencoba  untuk  mengkaji  dari
segi hukum terkait divestasi saham bidang pertambangan di Indonesia dengan studi kasus PT.  Freeport  Indonesia,  mengingat  divestasi  saham  merupakan  upaya  untuk
meningkatkan  kesejahteraan  masyarakat  banyak  karena  dividen  yang  diterima  oleh pembeli  saham  akan  dapat  digunakan  dalam  pembangunan  daerah  dan  pengembangan
masyarakat baik.
                