BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir
Hipertensi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah yang bersifat menetap pada sistolik yaitu 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90
mmHg atau lebih, berdasarkan pemeriksaan minimal 2 kali atau lebih dalam waktu yang berbeda. Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu usia, IMT, jenis kelamin, kurangnya aktivitas fisik dan stres. Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia
hingga dewasa, obesitas baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor predisposisi hipertensi dan stres juga dapat
meningkatkan tekanan darah. Stres, secara fisiologis akan mengendalikan sistem neuroendrokrin yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal
melalui aktifasi hipotalamus. Sistem saraf simpatis memberikan respon terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi
berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya, salah satunya meningkatkan kecepatan denyut jantung. Sistem saraf
simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Stimulasi aktivitas saraf
simpatis akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan mempengaruhi perubahan tekanan darah menjadi
meningkat secara tidak menentu.
Penatalaksanaan hipertensi
derajat I
bertujuan untuk
mengembalikan tekanan darah agar mendekati kadar normal dan meningkatkan kualitas hidup penderita hipertensi derajat I. Latihan
fisikmerupakansalah satu pilardalam penatalaksanaanhipertensi derajat I denganobat-obatan. Namun, orang dengan hipertensi derajat I yang tidak
mendapatkan penanganan dalam penatalaksanaan penyakitnya masih cukup banyak.Terdapat dua jenis latihan pernapasan yang telah terbukti
mampu menurunkan tekanan darah yaitu
Progressive Muscle Relaxation
dan
slow deep breathing exercise
.
Progressive Muscle Relaxation
PMR merupakan salah satu bentuk latihanyang dapat menjadi pilihan dan sangat mungkin untuk
dilakukan. PMR merupakan salah satu metode relaksasi sederhana yang melalui dua proses yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh.
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan
total peripheral resistance
dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis. Teknik relaksasi membuat otot-otot pembuluh darah arteri dan vena bersamaan
dengan otot-otot lain dalam tubuh. Dalam keadaan otot-otot yang rileks menyebarkan stimulus ke hipotalamus yang kemudian akan menekan
sistem saraf simpatis sehingga terjadi penurunan produksi hormon epinefrin dan norepinefrin. Relaksasi juga mengakibatkan regangan pada
arteri akibatnya terjadi vasodilatasi pada arteri vena difasilitasi oleh pusat vasomotor, yang salah satunya adalah reflek baroreseptor. Reflek
baroreseptor saat relaksasi akan menurunkan aktifitas saraf simpatis dan
epinefrin
serta peningkatan saraf parasimpatis sehingga kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun, serta terjadi vasodilatasi
arteriol dan venula. Selain itu curah jantung, resistensi perifer total juga menurun sehingga tekanan darah turun.
S
low deep breathing exercise
adalah gabungan dari metode napas dalam
deep breathing
dan napas lambat
slow breathing
yang dilakukan dengan frekuensi kurang dari 10 kali permenit dengan ekshalasi yang
panjang. Hal ini menyebabkan perubahan tekanan di atmosfir dan di dalam paru sehingga tekanan dalam paru meningkat, dan pada saat inpirasi
berikutnya akan lebih banyak jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru. Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan bahwa pada pasien
hipertensi, latihan
slow deep breathing
dengan frekuensi 6 kali per menit selama 15 menit mampu meningkatkan sensitivitas refleks baroreseptor
dengan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis, meningkatkan aktivitas sistem saraf parasimpatis, dan mengaktivasi kemorefleks.
Penelitian yang dilakukan tahun 2010 menunjukkan latihan
slow deep breathing
dapat menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik 18,178 mmHg, tekanan darah diastolik 8,892 mmHg.
3.2 Kerangka Konsep