BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kehidupan masyarakat saat ini mengikuti perkembangan jaman, terutama dalam hal gaya hidup yang lebih
modern
. Kemajuan teknologi mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam mempermudah seseorang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal tersebut mengakibatkan perubahan perilaku masyarakat yang cenderung kurang sehat, seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan cepet
saji, merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang berolahraga. Gaya hidup masyarakat saat ini bertolak belakang dengan pernyataan dari
Departemen Kesehatan. Depatemen kesehatan, 2009 menyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Hal tersebut merupakan investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang kesehatan tahun
2009. Terjadinya perubahan gaya hidup yang tidak sehat berakibat pada
pergeseran pola penyakit yang tidak hanya didominasi oleh penyakit menular, namun juga penyakit tidak menular seperti hipertensi Hamarno, 2010. Hipertensi
adalah terjadinya peningkatan tekanan darah yang bersifat menetap pada sistolik
yaitu 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih, berdasarkan pemeriksaan minimal 2 kali atau lebih dalam waktu yang berbeda LeMone
Burke, 2008. Organisasi kesehatan Dunia WHO menyatakan dari seluruh populasi
dunia, angka kejadian hipertensi cukup tinggi dan diperkirakan mampu menyebabkan 7,5 juta kematian dan sekitar 12,8 dari seluruh angka kematian.
Data WHO 2013 menunjukkan prevalensi penderita hipertansi usia 25 tahun dan lebih mencapai 40 Cahyani, 2014. Departemen Kesehatan RI menyatakan,
prevalensi pasien hipertensi adalah sekitar 31,7, dimana hanya 2 dari 31,7 penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan 0,4 kasus yang
minum obat hipertensi Departemen Kesehatan, 2012. Kebanyakan penderita hipertensi baru menyadarinya setelah mengalami komplikasi seperti kerusakan
organ-organ tubuh yang bersifat vital, sehingga hipertensi sering disebut “
silent killer
” Hamarno, 2010. Hipertensi yang tidak terkontrol dan tanpa perawatan yang tepat dapat
menimbulkan komplikasi seperti penyakit jantung koroner dan
stroke
. Kedua penyakit ini merupakan penyakit dengan angka mortalitas yang tinggi bagi
penduduk dunia Cahyani, 2014. Komplikasi pada penderita hipertensi mengarah pada komplikasi kronis yang mengindikasikan pasien untuk menerima perawatan.
Kondisi tersebut dapat mengakibatkan kecemasan dan stres pada pasien Smeltzer,
et al
., 2008. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara
stres dengan peningkatan tekanan darah. Stres merupakan keadaan internal yang tertekan baik secara fisik maupun psikologis terhadap tuntutan fisik dari tubuh
atau kondisi lingkungan yang membahayakan. Jika dibandingkan, pada usia produktif kejadian stres lebih banyak dijumpai dari pada usia anak-anak, remaja
maupun lansia. Banyaknya tuntutan hidup dan konflik mempunyai pengaruh besar terhadap timbulnya stres Dewi, 2014. Stres, secara fisiologis akan
mengendalikan sistem neuroendrokrin yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal melalui aktifasi hipotalamus. Sistem saraf simpatis memberikan respon
terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya, salah satunya
meningkatkan kecepatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran
darah Sherwood, 2010. Stimulasi aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan mempengaruhi
perubahan tekanan darah menjadi meningkat secara tidak menentu Dewi, 2014. Sejak 9 tahun terakhir ini terapi nonfarmakologis yaitu perubahan gaya
hidup yang lebih sehat termasuk didalamnya adalah latihan fisik, memegang peranan penting dalam menurunkan tekanan darah Hamarno, 2010. Hal tersebut
juga disampaikan oleh Black Hawk 2005 bahwa modifikasi gaya hidup dan teknik relaksasi dapat menormalkan tekanan darah pada klien dengan hipertensi.
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan
total peripheral resistance
dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis. Teknik relaksasi membuat otot-otot pembuluh darah arteri dan vena bersamaan dengan otot-otot lain dalam
tubuh menjadi rileks. Terjadinya relaksasi otot-otot dalam tubuh ini berpengaruh terhadap penurunan kadar norepinefrin dalam tubuh Shinde,
et al
., 2013. Dalam keadaan otot-otot yang rileks juga menyebarkan stimulus ke hipotalamus sehingga
jiwa dan organ dalam tubuh manusia benar-benar merasakan ketenangan dan kenyamanan yang kemudian akan menekan sistem saraf simpatis sehingga terjadi
penurunan produksi hormon epinefrin dan norepinefrin Cahyani, 2014. Teknik relaksasi pada tekanan darah tinggi telah dikatakan memiliki efek
positif yang telah di buktikan oleh Dickinson,
et al
2008 menyampaikan 60-90 klien yang konsultasi ke dokter keluarga yang terkait dengan stres sebagian
besar memiliki tekanan darah tinggi. Manajemen stres dengan teknik relaksasi dianggap penting sebagai pengobatan hipertensi, salah satunya adalah relaksasi
otot progresif. Relaksasi otot progresif atau
Progressive Muscle Relaxation
PMR merupakan salah satu metode relaksasi sederhana yang melalui dua proses yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh. PMR merupakan latihan yang
dapat dilakukan secara mandiri sehingga mempermudah seseorang untuk melakukan latihan tanpa perlu bantuan dari orang lain. Selain itu teknik latihan
dari PMR juga dapat dilakukan dalam posisi duduk maupun tidur sehingga dapat dilakukan dimana saja Kumutha, 2014. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Kumutha 2014 di India, PMR dikatakan efektif untuk menurunkan stres dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Selain
PMR intervensi relaksasi lainya yaitu
Slow Deep Breathing exercise
.
Slow deep breathing
merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat. Pengendalian pengaturan pernapasan secara
sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan pernapasan yang spontan atau automatik dilakukan oleh medulla oblongata Martini, 2006. Napas dalam lambat
dapat menstimulasi respons saraf otonom, yaitu dengan menurunkan respons saraf simpatis dan meningkatkan respon parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis
meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolik
Velkumary dan Madanmohan, 2004. Hal ini yang mendasari penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang
Perbedaan Efektivitas
Progressive Muscle Relaxation
Dengan
Slow Deep Breathing Exercise
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Hipertensi Derajat I.
1.2 Rumusan Masalah