Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kedudukan antara perempuan dan pria menjadi polemik, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia sastra. Sejak dahulu peran perempuan sudah menjadi problematika. Penempatan perempuan pada ranah domestik dan laki-laki pada ranah publik menjadi awal adanya ketidaksetaraan gender. Zaman dahulu masyarakat tradisional menganggap bahwa seorang gadis sudahlah cukup jika dia mempunyai keterampilan menulis, membaca, dan menghitung Djajanegara, 2000:6. Anggapan tersebut menggambarkan bahwa perempuan tidak diperkenankan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan terbatas menjadikan perempuan hanya terorientasi pada ranah domestik. Hal ini memungkinkan adanya peluang kekuasaan kaum pria, sehingga menghambat perkembangan dan eksistensi perempuan. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan Fakih, 2008: 12. Berbagai tuntutan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan menjadi hal yang penting diperjuangkan. Tuntutan tersebut merupakan bagian dari wujud emansipasi. Emansipasi merupakan perwujudan kaum feminis untuk menuntut kesetaraan gender terutama dalam ranah publik. commit to user 2 Fakih 2008: 12 menjelaskan bentuk-bentuk ketidakadilan gender itu meliputi marginalisasi, subordinasi, pembentukan stereotipe melalui pelabelan negatif, kekerasan violence , beban kerja lebih panjang dan lebih banyak burden , serta sosialisasi nilai peran gender. Pemberian posisi perempuan pada tempat yang lebih rendah tersebut ada karena patriarki pemerintahan ayah sebuah sistem yang memungkinkan laki-laki dapat mendominasi perempuan pada semua hubungan sosial Ruthfen dalam Sofia, 2009: 12. Gagasan patriarki menyarankan dominasi universal tanpa asal usul dan dominasi kesejajaran. Dominasi ini merupakan suatu proses kompleks terdiri atas berbagai unsur yang harus dihubungkan. Unsur-unsur itu meliputi organisasi ekonomi rumah tangga dan ideologi kekeluargaan yang menyertainya, pembagian kerja dalam sistem ekonomi, sistem pendidikan dan pemerintahan, dan kodrat identitas jenis kelamin dan hubungan diantara reproduksi seksualitas dan biologis Selden dalam Sofia, 2009: 12. Berbagai permasalahan yang timbul dalam diri perempuan membuat sulit mendefinisikan dirinya sendiri. Sudah semestinya perempuan menyadari akan eksistensinnya. Eksistensi perempuan diwujudkan untuk mendapatkan pengakuan tentang keberadaan perempuan di masyarakat. Pada dasarnya perempuan penuh dengan berbagai pilihan. Pengambilan keputusan dalam segala hal, hendaknya tanpa adanya interverensi dari pihak lain. Selama ini laki-laki mendominasi dalam berbagai bidang kehidupan. Hal tersebut menyebabkan perempuan sulit menentukan nasibnya sendiri. Eksistensi perempuan selama ini dipengaruhi oleh faktor budaya, keluarga, commit to user 3 dan pendidikan. Budaya patriarkhi yang berkembang di masyarakat sangat mempengaruhi keberadaan perempuan dalam lingkup keluarga, masyarakat dan dunia kerja. Sistem norma yang berlaku di masyarakat sangat membatasi peran perempuan pada ranah publik. Oleh karena itu, perempuan perlu mewujudkan eksistansinya dengan melakukan perlawanan terhadap sistem norma yang merugikan perempuan. Realitas permasalahan yang dialami perempuan mendorong munculnya sebuah gerakan feminisme. Gerakan feminisme bertujuan memperjuangkan persamaan derajat antara kaum laki-laki dan perempuan, serta memperjuangkan kebebasan perempuan untuk menentukan nasibnya sendiri. Melalui gerakan ini, sesungguhnya kaum perempuan berpeluang besar untuk mengembangkan diri dan terbuka untuk berupaya melawan perlakuan yang diskriminasi Djajanegara, 2000: 4-9. Gerakan feminisme mendapat sambutan banyak pihak, terutama kaum perempuan. Adanya gerakan feminisme di berbagai belahan dunia merupakan wujud perjuangan perempuan untuk mewujudkan kesetran gender. Masalah gender dan feminisme mendorong munculnya emansipasi perempuan yang terus berkembang. Emansipasi perempuan bisa berarti keinginan kaum perempuan untuk melepaskan diri dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah dan dari pengekangan hukum yang menghambat kemajuan. Sebagai wujudnya adalah tuntutan agar perempuan diberi kebebasan untuk memajukan dirinya, tuntutan agar laki-laki menghargai perempuan, tuntutan pembagian kerja yang adil dalam rumah tangga dan sebagainya Moeliono dalam Sugihastuti, 2005: 237. commit to user 4 Emansipasi perempuan pada hakikatnya merupakan perjuangan untuk memperoleh pembebasan dari semua bentuk penindasan, pengekangan, perbedaan ras, tradisi, yang kurang menguntungkan, serta perjuangan untuk mendapatkan hak-hak dalam segala bidang kehidupan. Fenomena seperti itu tidak hanya terjadi dalam dunia saja tetapi juga terjadi dalam karya sastra seperti novel dan cerpen. Penggambaran tokoh perempuan sering ditempatkan pada posisi yang kalah tanpa memperhatikan tokoh perempuan sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Karya sastra sebagai dunia imajinatif dapat dijadikan media tumbuhya subordinasi perempuan Sugihastuti, 2005:32. Belakangan ini kelemahan sosok perempuan justru menjadi objek kajian dalam karya sastra, mulai dari bentuk penindasan yang terjadi pada perempuan, permasalahan gender hingga masalah seksualitas pada perempuan yang digambarkan secara vulgar. Ilustrasi mengenai sosok perempuan di atas seolah mencerminkan citra perempuan yang kian mempesona untuk selalu di eksploitasi. Anwar 2009: 63 berpendapat dunia sastra mengawali permasalahan emansipasi perempuan, hal ini ditandai dengan novel-novel yang terbit pada tahun 1920-an. Contoh novel-novel tersebut antara lain: Azab dan Sengsara 1921, Siti Nurbaya 1922, Salah Asuhan 1928 Layar Terkembang 1937 dan Belenggu 1940. Hadirnya novel yang diterbitkan Balai Pustaka telah mengangkat berbagai permasalahan perempuan antara lain: kawin paksa, kesadaran perempuan akan eksistensinya dan upaya mengakhiri diskriminasi perempuan. commit to user 5 Kritik sastra feminis melibatkan perempuan, khususnya kaum feminis sebagai pembaca. Pusat perhatian pembaca adalah penggambaran perempuan serta stereotipee perempuan dalam suatu karya sastra. Karya sastra yang menghadirkan isu ketidaksetaraan gender layak untuk dikaji secara mendalam. Anggapan masyarakat terhadap gender perlu mendapat arahan agar dapat meminimalisir ketidakadilan gender. Peran pembaca sastra memiliki andil yang cukup besar dalam merealisasikan ide penulis dalam kehidupan. Dalam dunia pendidikan novel dibahas panjang lebar mengenai unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Namun, yang paling penting dalam materi novel di sekolah adalah nilai-nilai yang dapat dipetik yaitu nilai pendidikan. Nilai-nilai pendidikan dalam novel merupakan muatan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan pemelajaran dalam kehidupan. Pemelajaran memiliki peran sebagai sarana penyampai informasi, novel pun memiliki peran tersebut. Pemelajaran berperan sebagai pembentuk sikap dan kepribadian, novel berperan sebagai pembentuk jiwa, sifat, kebiasaan dan lain-lain. Ketika sebuah novel memiliki nilai mendasar bagi hidup manusia, saat itulah novel tidak hanya menjadi hiburan tetapi kebutuhan untuk menyelaraskan kehidupan. Nilai pendidikan dalam karya sastra menurut Waluyo 1992:28 menjelaskan bahwa nilai dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra seseorang. Karya sastra mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca dalam kehidupannya. Muatan nilai dalam karya sastra pada commit to user 6 umumnya adalah nilai religius, nilai moral, nilai sosial dan nilai estetika atau keindahan. Novel Mimi Lan Mintuna merupakan novel karya Remy Sylado yang diterbitkan pada tahun 2007. Novel tersebut merupakan salah satu novel yang mengangkat permasalahan gender. Konflik yang dimunculkan sangat menarik sehingga tidak monoton. Tidak hanya permasalahan dalam rumah tangga novel ini mengangkat trafficking. Kehadiran novel ini memberikan informasi kepada pembaca bahaya trafficking yang kerap terjadi di Indonesia. Tokoh perempuan dalam novel tersebut mengalami ketidakadilan gender dan berusaha memperjuangkan hak-hak mereka. Ketidakadilan gender yang dialami berupa marginalisasi, subordinasi, kekerasan, stereotipee dan beban kerja burden. Novel Mimi Lan Mintuna banyak mengandung nilai-nilai pendidikan. Budaya jawa yang diangkat dalam novel tersebut memberikan dampak positif dan negatif. Budaya jawa yang menganut sistem patriarki dalam novel tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya ketidakadilan gender. Meskipun budaya jawa memberikan dampak negatif, novel tersebut juga menggambarkan dampak positif dari nilai-nilai luhur budaya jawa. Falsafah hidup yang diemban masyarakat jawa untuk sehidup semati seperti mimi dan mintuna, memberikan gambaran masyarakat jawa menjunjung tinggi kesetiaan. commit to user 7 Bertolak dari fenomena di atas, pengarang berusaha menuangkan ide dalam karya sastranya sebagai upaya untuk meminimalisir ketidaksetaraan gender. Ide penulis tersebut, senada dengan pemikiran para aliran feminis.

B. Rumusan Masalah