proses pengambilan keputusan, dalam hal ini diidentikkan dengan menggunakan pertimbangan hati nurani. Sehingga komposisi antara laki-laki dan perempuan
akan melahirkan komposisi strategis yang harmonis. Perempuan juga berperan dalam mobilisasi massa dan dalam mengomunikasikan perjuangan-perjuangan
yang mereka lakukan kepada sesama perempuan lainnya. Selain itu, kehadiran perempuan juga memperkuat kesan bahwa persoalan menuntut hak oleh petani
Jenggawah bukan hanya persoalan kaum pria saja. Perjuangan tersebut tidak semata persoalan politis, tetapi sudah masuk pada persoalan keluarga dan urusan
perut anak-anaknya. Dari penjelasan kasus di atas, terlihat bahwa peranan perempuan pada
nyatanya sangat esensial dan beragam. Terlihat bahwa perempuan berperan dalam proses pengembangan pertanian, beperan dalam bidang perkebunan, gerakan-
gerakan petani dan gerakan-gerakan sosial. Peranan perempuan di berbagai bidang ini menggugat pemikiran-pemikiran pihak yang mengsubordinatkan
peranan perempuan.
2.5. Perempuan dalam Pembangunan
Perempuan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, mengalami ketertinggalan diberbagai bidang pembangunan dan kehidupan. Ketertinggalan
perempuan sebagai populasi terbesar dari penduduk dalam berbagai aspek pembangunan akan membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi
keseluruhan pembangunan jika tidak diperbaiki. Karena itulah peningkatan peran perempuan dalam pembangunan merupakan kesepakatan dunia yang mana
Universitas Sumatera Utara
perempuan sebagai tonggak pertama pencanangan peranan perempuan untuk kemanfaatan pembangunan.
Wacana atau isu tentang peranan perempuan dalam pembangunan mendapat perhatian yang cukup besar. Diskriminasi yang ditunjukkan pada
perempuan sebagai sebuah pemahaman norma dalam wilayah tertentu mempengarui perilaku masyarakat. Dalam berbagai kasus, salah satunya
peningkatan teknologi pertanian pada masa revolusi hijau di mana perempuan sebelumnya menggunakan sistem ani-ani menjadi sistem potong sabit yang biasa
dilakukan oleh laki-laki sehingga perempuan pun kehilangan pekerjaannya. Kehilangan pekerjaan ini dikarenakan oleh kurang terampilnya perempuan dalam
menggunakan system potong sabit. Seharusnya gerakan revolusi hijau yang dicanangkan pemerintah sebagai salah satu upaya meningkatkan pembangunan
dibarengi dengan pemberdayaan perempuan yang lebih matang. Akhirnya, dikarenakan tidak adanya upaya untuk meningkatkan kinerja perempuan oleh
pemerintah maka perempuan kembali ke rumah dan pendapatan ekonomi pun berkurang.
Menurut Vandana Shiva yang dalam Budi Winarno 2013:122 berpendapat bahwa perempuan menjadi orang pertama yang mengalami
kemunduran sebagai akibat pembangunan kapitalis berorientasi pertumbuhan. Selanjutnya, Vandana menjelaskan penyebab terjadinya kemunduran tersebut
dikarenakan oleh dua hal, yaitu pekerjan kaum perempuan bekerja sama dengan proses-proses alam dan karena pekerjaan yang memenuhi kebutuhan dasar dan
menjamin keberlangsungan hidup secara umum dianggap rendah.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut, Vandana mengungkapkan penderitaan perempuan sebagi proyek pembangunan disebabkan oleh dua hal pokok. Pertama struktur
masyarakat yang didominasi oleh ideologi patriarki. Ideologi ini mempengarui pemikiran masyarakat yang menganggap perempuan sebagai warga kelas dua
sehingga dampak pembangunan tidak bisa dilepaskan dari strukur dominan tersebut. Kedua sejalan dengan ideologi patriarki pembangunan kapitalis
menciptakan ketimpangan pembangunan bagi perempuan. Pembangunan kapitalis dengan pemahaman yang sejalan dengan ideologi patriarki ini membuat
penempatan perempuan dalam pekerjaan berada di sektor yang tidak menguntungkan.
Banyaknya keterlibatan perempuan dalam wacana pembangunan kapitalisme modern diperlihatkan oleh perempuan yang dijadikan sebagai buruh-
buruh kasar sementara kaum laki-laki menempati posisi yang lebih strategis. Perempuan menghadapi persoalan yang membuat kondisi hidupnya tidak
memungkinkan mendapat perlakuan adil dalam sistem kapitalis yang eksploitatif. Hal ini disebabkan oleh marginalisasi dan subordinasi yang melekat pada
perempuan berdasarkan jenis kelamin yang menempatkan mereka pada posisi pekerjaan yang kurang menguntungkan. Lebih jauh lagi, perempuan sebagai
penyedia pangan untuk produksi kehidupan dianggap mempunyai hubungan khusus dengan alam. Hal ini dikarenakan perempuan tidak hanya mengumpulkan
dan mengkonsumsi apa yang tumbuh dialam, namun mereka membuat segala sesuatunya tumbuh. Hal ini mengasumsikan perempuan sebagai produsen nafkah
kehidupan yang pertama dan secara tidak langsung menunjukkan perempuan sebagai pencipta hubungan-hubungan sosial.
Universitas Sumatera Utara
Peran perempuan dalam pembangunan sebagai seseorang yang mengalami ketertinggalan menurut Saptari dan Holzner 1997 disebabkan oleh kurangnya
pendidikan dan keterbelakangan yang dialami oleh perempuan tersebut. Perempuan dianggap tidak tanggap terhadap tantangan pembangunan oleh karena
itu merekalah yang dituntut untuk berpartisipasi dalam pembangunan bukan pembangunan yang diubah agar sesuai dengan kebutuhan kaum perempuan.
Pentinganya pemahaman gender menjadi sebuah kebutuhan mendasar terhadap partisipasi perempuan dalam pembangunan. Karena pada kenyatannya, keadaan
perempuan yang menjadi generasi kedua dalam pembangunan tidak didasari oleh tidak memadainya mereka namun keadaan mereka yang terbelakang tersebut
dikarenakan oleh partisipasi mereka yang paksakan dan tidak seimbang. Keberadaan perempuan sebagai salah satu aspek yang penting dalam
pembangunan haruslah mendapat perhatian yang besar dalam meningkatkan daya saing mereka. Kesetaraan gender dalam pembangunan dianggap sebagi salah satu
upaya untuk meningkatkan kualitas perempuan yang berdaya saing serta meningkatkan kedudukan mereka di mata masyarakat. Dengan adanya kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat, pembangunan yang dianggap sebagi salah satu upaya peningkatan taraf hidup masyarakat didalam
suatu negara akan semakin meningkat pula. pembangunan Gerakan petani dalam konflik agraria sering kali mengabaikan peranan perempuan sehingga perempuan
dalam konflik agraria berada dalam bayang-bayang budaya patriarki maka diperlukan kesetaraan gender sebagai penyeimbang dalam sebuah konflik agraria
yang melibatkan peranan perempuan.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Gerakan Sosial 2.6.1. Pengertian Gerakan Sosial