Perampasan Tanah Petani Persil IV

4.2. Perampasan Tanah Petani Persil IV

Tumbangnya Pemerintahan Orde Lama Berganti dengan Orde Baru adalah awal perampasan tanah petani persil IV dimana pada masa itu pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto dikenal dengan kepemimpinan Otoriter mulai menghalalkan segala cara untuk dalam menjalankan program-program pemerintah. Perampasan tanah petani Persil IV sudah dimulai semenjak tahun 1970 dimana pihak PTPN II melakukan penyerobotan terhadap lahan petani dengan meratakan segala jenis tanaman petani yang berada diatasnya dengan mengunakan alat-alat berat. Akibat dari aksi penyerobotan tersebut petani tidak sempat menikmati hasil pertanian mereka yang sudah mendekati masa panen. Menurut Pak Ismail O 72 penyerobotan dan pemusnahan terhadap lahan pertanian tersebut dilakukan secara tiba-tiba dan tidak ada pemberitahuan sebelumnya kepada warga sehingga pada saat kejadian penyerobotan tersebut mereka tidak sempat mengkonsolidasikan diri untuk mencegah perbuatan tersebut. Setelah mengetahui bahwa pihak pekebunan telah mengambi paksa tanah dan meratakan tanaman petani barulah mereka melakukan konsolidasi dan melakukan pendudukan lahan secara bersama-sama untuk mencegah tindakan yang lebih jauh karena menurut petani tanah tersebut dulunya adalah kawasan hutan yang mereka usahai sendiri menjadi lahan pertanian serta mereka diberika surat izin garap oleh pemerintah pada tahun 1956. Universitas Sumatera Utara Berikut ini hasil wawancara dengan Pak Ismail O 72 Tahun : “Tanah Persil IV yang dijadikan warga disini jadi lahan pertanian. Jelas-jelas dulunya adalah hutan rimba atau hutan tua yang di bukak warga sendiri. Kemudian tahun 1956 diberikan pemerintah surat Izin garap sebagai tanah suguhan Persil IV. Bukan bekas perkebunan Belanda atau eks HGU yang diserobot warga Seperti banyak terjadi ditempat-tempat lain ” Hasil wawancara dengan Pak Ismail O Tanggal 24 Mei 2014 Perlawanan dan pendudukan petani tersebut membuat pihak perkebunan menghentikan aktifitasnya untuk menguasai lahan tersebut. Setelah pihak perkebunan tidak lagi melanjutkan aktifitasnya para petani kembali melakukan aktifitas bercocok tanam kembali barulah setelah dua tahun berikutnya pihak perkebuan kembali melakukan aksinya. Setelah gagal melakukan aksinya pada dua tahun sebelumnya tepatnya pada tahun 1972 barulah pihak kembali melakukan aksinya kali ini dengan memanpaatkan warga setempat utntuk mau menyerahkan tanahnya. Pihak perkebunan memanfaatkan penghulu yang ada ditiap-tiap dusun untuk membujuk warga. Penghulu masing-masing dusun mengadakan rapat dengan seluruh petani Persil IV dan meminta kepada petani untuk menyerahkan surat kepemilikan tanah mereka dan menjanjikan akan memindahkan ke tempat lain serta mengganti segala jenis tanaman yang berada diatasnya karena akan tanah tersebut akan digunakan pemerintah sebagai perkebunan .adanya tawaran dari pihak perkebunan tersebut tidak langsung membuat para petani langsung percaya mereka sepakat untuk melihat terlebih dahulu lokasi yang dijanjikan pihak perkebunan sebagai tempat tinggal yang baru di daerah Lau Siberas. Setelah diadakan rapat tersebut perwakilan dari petani melakukan pengecekan langsung lokasi tersebut ternyata desa lau siberas yang dijanjikan sebagai tempat tinggal baru telah ada pemukiman warga lain. Universitas Sumatera Utara Menurut salah seorang warga Dusun Limau Mungkur Bibik Esron 65 ketidakjelasan janji yang ditawarkan oleh pihak perkebunan ditambah lagi ganti rugi terhadap tanaman petani yang tidak layak membuat sebagian besar petani persil IV menolak menyerahkan surat bukti kepemilikan tanah tersebut dan dibawah ancaman dan tuduhan sebagai antek-antek komunis membuat sebagian petani menyerahkan surat bukti kepemilikan tanah dan menerima ganti rugi tanaman. Berikut hasil wawancara dengan Bibik Esron 66 Tahun dari dusun Limau Mungkur berikut ini : “Masih ingat aku waktu itu datang penghulu ke rumah ngajak pertemuan. Pas waktu rapat itulah dibilangnya masyarakat disuruh ngumpul surat tanah. Katanya mau dipindahkan ke desa Lau Siberas Daerah Galang. Setelah beberapa perwakilan warga tengok kesana ternyata udah penuh warganya, gak maulah kami Trus dibilangnya sapa yang gk kasih dibilang PKI. Kalau penghulu itu setelah pertemuan itu beli bangku barulah,rumah baru pokoknya senanglah kutengok dia. ” Hasil wawancara dengan Bibik Esron Tanggal 25 maret 2014 Penolakan oleh Petani Persil IV untuk menyerahkan tanahnya mendapat reaksi keras dari pihak perkebunan dengan menuduh kepada siapa saja petani yang tidak mau menyerahkan tanahnya dituduh sebagai komunis ataupun antek- antek PKI. tidak samapai disitu saja perkebunan mulai melakukan pengambilan paksa terhadap tanah petani dengan cara mengerahkan berbagai alat berat serta dikawal oleh pihak kepolisian dan TNI untuk melakukan pemusnahan terhadap tanaman petani.Kondisi pada saat itu dibawah kepemimpinan Soeharto yang terkenal Otoriter dan tidak segan-segan mengunakan segala cara untuk meredam kepada sapa saja yang melakukan perlawanan terhadap Negara membuat petani hanya bisa berdiam diri melihat tanahnya dirampas.Setelah tanah petani dikuasai dan tanaman yang berada diatasnya dimusnahkan pihak perkebunan mulai Universitas Sumatera Utara menanami tanaman baru yang dibutuhkan oleh dunia industri yaitu sawit dan karet.semenjak kejadian tersebut banyak warga yang kehilangan mata pencarian dan mau tidak mau harus beralih profesi dari petani menjadi pedagang,buruh dan bagi sebagian warga ada juga yang melakukan migrasi ke daerah lain. Perampasan tanah yang dilakukan perkebunan tersebut membuat petani kehilangan akan alat produksinya tanah sebagi tempat mereka melakukan aktifitas bercocok tanam untuk membutuhi kebutuhan keluaganya.kehilangan akan tanah yang dialami petani membuat mereka menempuh berbagai metode dan strategi mulai dari jalur-jalur formal sampai kepada aksi pedudukan lahan akan mewarnai sejarah gerakan yang dilakukan petani persil IV. Setidaknya dalam setiap catatan perjalanan gerakan perjuangan agraria metode yang dilakukan petani untuk dapat memenangkan perjuangan agraria terdapat tiga tipologi gerakan perjuangn agraria pertama gerakan sosial bermakna lebih bersifat demonstratife, terbuka tidak kompromi,ekstraparlementer dan sosialrevolutif. Kedua gerakan politik sebagai gerakan yang bercirikan memanfaatkan ruang- ruang politik formal seperti partai politik dan jalur-jalur legal sebagai kanal instrument untuk mencapai keadilan selain itu gerakan politik biasanya bersifat kompromis dengan Negara. Ketiga gerakan Lingkungan merupakan gerakan yang hadir pasca meluasnya kejahatan-kejahatan korporasi dan Negara yang telah memporak-porandakan struktur lingkungan produktif, dimana pada masa awalnya lingkungan dianggap sebagai sumber-sumber kehidupan pokok bagi petani ataupun masyarakat secara luas yang di acu dalam kebijakan,konflik,dan perjuangan agraria abad 21 2012:153. Universitas Sumatera Utara Kondisi pada saat Orde Baru yang otoriter dan sentralistik yang tidak memungkinkan untuk melakukan gerakan secara terbuka dan terang-terangan membuat petani cukup lama tidak melakukan gerakan untuk mendapatkan kembali tanahnya barulah pada tahun 1996 petani mulai memperjuangkan kembali dengan mengirimkan surat Tromol Pos 5000 kepada wakil presiden saat itu yang ditanda tangani oleh perwakilan dari tiap-tiap dusun untuk menyelesaikan permasalahan penyerobotan lahan yang dilakukan pihak PTPN II. Surat pengaduan yang dilayangkan tersebut mendapat respon dengan menyarankan agar petani mengadukan permasalahan tersebut kepada Bupati Deli Serdang. Setelah petani menerima balasan atas surat yang dikirim kepada pemerintah pusat kemudian mereka melakukan hal yang sama dengan mengadukan permasalahan tersebut kepada Bupati Deli Serdang, pengaduan permasalahan tersebut mendapat jawaban dengan nomor surat .59315RHS tertanggal 21 februari 1997 agar menyelesaikan permasalahan petani dengan PTPN II melalui jalur Hukum. Setahun setelah mengadukan permasalahan mereka ke pada Bupati Deli Serdang tepat pada 27 Oktober 1998 mengadakan rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Tk. II Kabupaten Deli Serdang yang pada saat itu dihadiri oleh Kepala Kantor Pertanahan DS., ADM PTPN II Persero Kebun Limau Mungkur, Camat Kec. STM. Hilir, Kades. Tadukan Raga, Kades. Limau Mungkur, dan Kades. Lau Barus Baru dan menghasilkan point bahwa tanah seluas 922 Ha berada diluar HGU PTPN II. Sebagaimana diketahui PTPN II mengklaim bahwa mereka mempunyai HGU 2.322 Ha di dalamnya termasuk juga wilayah Persil IV. padahal berdasarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri melalui SK No : 13HGUDA1975 tanggal 10 Maret 1975 diperkuat kembali oleh surat yang Universitas Sumatera Utara dibuat oleh Badan Pertanahan Nasional BPN No: 1450081993 yang menyatakan bahwa PTPN II kebun Limau Mungkur hanya memiliki HGU seluas 1400 Ha. Dalih pihak PTPN II yang menyatakan bahwa tanah yang berada di wilayah Persil IV termasuk dalam HGU kebun limau Mungkur terbantahkan dengan keluarnya surat keputusan tersebut. Seiring dengan keluarnya keputusan tersebut yang menyatakan bahwa tanah seluas 922 Ha termasuk di dalamnya tanah Persil IV diluar HGU PTPN II Limau Mungkur dan tidak lama setelah keputusan tersebut tepatnya pada tahun 1999 pihak perkebunan melakukan reflanting atau pergantian terhadap tanaman yang baru dikarenakan sudah tidak produktif lagi dalam berproduksi ditambah lagi kondisi politik dalam negeri tidak stabil dimana terjadinya gerakan penolakan besar-besaran dari berbagi kelompok masyarakat atau lebih dikenal dengan gerakan reformasi dan akhirnya berhasil memaksa soeharto untuk meletakan jabatanya sebagia presiden. Momen ini dimanfaatkan Oleh petani persil IV untuk mengambil kembali tanah mereka dengan cara melakukan menanami kembali tanah mereka dengan berbagai jenis tanaman untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. Belum sempat para petani menikmati hasil dari yang mereka tanam kira-kira hanya beberapa bulan ditahun yang sama pihak PTPN II kembali melakukan pembabatan berbagai jenis tanaman para petani dengan mengunakan berbagai jenis alat berat untuk meratakan semua tanaman yang berada di kawasan Persil IV. Petani Persil IV tidak banyak bisa berbuat apa-apa ketika tanaman mereka yang akan memasuki masa panen diratakan dengan tanah sebab proses pembabatan tersebut juga dikawal oleh pihak kepolisian dan TNI yang sudah Universitas Sumatera Utara dipersiapkan jika ada perlawanan dari petani. Menurut salah satu warga dusun Tungkusan Pak Rajali 65 tanggal 25 Mei 2014 pada saat terjadinya pembabatan oleh pihak perkebunan ditanah tersebut dia menanam tanaman jagung dan padi kira-kira sebulan lagi akan panen karena adanya rencana pembabatan tersebut memaksanya untuk melakukan pemanenan lebih awal terhadap jagung sedangkan tanaman padi tersebut tidak bisa di bisa dimanpaatkan untuk dipanen sebelum masanya. Berikut hasil wawancara dengan warga dusun Tungkusan Pak Rajali 62 Tahun: ‗‘Pada saat itu saya masing ingat setelah rapat dengar pendapat dengan Pihak pemerintah dan mengatakan bahwa tanah persil IV berada diluar HGU, kami bersama warga pada awal-awal masa reformasi sepakat untuk masuk ke lahan untuk menanam,saya pada saat itu menanam jagung dan padi tapi kira-kira masih dua bulan kami menanam tiba-tiba dengar kabar pihak kebun mau masuk lagi dan membabat tanaman kami. Mau tidak mau kami panenlah yang bisa dip anen” Hasil wawancara dengan Pak Rajali 25 Mei 2014 Setelah terjadinya pemusanahan tanaman petani oleh pihak PTPN II menjadi pukulan telak bagi mereka untuk kembali memulai melakukan aktifitas bercocok di lahan tersebut putusan dari hasil rapat dengar pendapat dengan pihak pemerintah yang menyatakan bahwa lahan persil IV bukan berada di areal HGU kebun Limau Mungkur hanya menjadi senjata kosong ketika mereka masuk ke lahan bahkan pihak aparat kepolisianpun terkesan diam ketika tanaman mereka di musnahkan bahkan ikut membela pihak PTPN II. Karena aktifitas penguasaan lahan dengan cara menanami tanaman di atas tanah tersebut telah gagal dan pihak perkebunan telah memulai aktifitasnya kembali Petani Persil IV mencari strategi baru untuk tetap dapat menguasai kembali tanah mereka. Universitas Sumatera Utara Untuk dapat menguasai lahan tersebut pada tahun 1999 petani melakukan gugatan ke pengadilan Negri Lubuk Pakam dengan menggunakan koperasi Juma Matombak. Dalam koperasi Juma Matombak tersebut terdapat juga kelompok Petani Persil V termasuk dalam wilayah Kebun Limau Mungkur yang berkonflik. Konflik Petani Persil V juga termasuk dalam wilayah PTPN II kebun Limau Mungkur yang berdekatan dengan dengan lokasi Petani Persil IV. Karena memiliki masalah dan musuh yang sama maka kedua kelompok Petani Persil IV dan V sepakat untuk menyatukan perjuangan dengan membentuk kepengurusan bersama di mana Petani Persil V diwakili oleh Supendi untuk lebih memudahkan dalam mengkosolidasikan dan menyampaikan informasi terhadap masing-masing kelompok.Dalam gugatan yang diajukan Koperasi Uju Matombak tersebut petani mendapat kemenangan dengan keluarnya putusan pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan Nomor.61.Pdt.G1999 yang menyatakan pihak Pihak PTPN II harus mengembalikan tanah petani seluas 922 Hapersil IV V dan menganti rugi peminjaman 2,5 milyar semenjak tahun 1953 serta membayar 500 milyar karena telah melanggar Hak Azasi Manusia selama terjadinya sengketa. Kemenangan di tingkat pengadilan disambut gembira oleh para petani dan membangkitkan kembali semangat mereka untuk dapat bercocok tanam kembali di tanah mereka yang selama ini dirampas oleh pihak perkebunan.Dengan keluarnya keputusan tersebut pihak perkebunan menghentikan sementara aktifitas produksinya di lahan. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh para petani untuk masuk ke lahan tapi agak berbeda dengan pendudukan lahan sebelumnya para petani bukan hanya sekedar ingin melakukan aktifitas bercocok tanam tapi juga melakukan aktifitas pemanenan terhadap buah kelapa sawit untuk menutupi Universitas Sumatera Utara biayaya selama dilakukan proses gugatan dipengadilan. Iuran dari para petani selama konflik terjadi tidak bisa menutupi biayaya selama proses gugatan terjadi membuat mereka menyepakati untuk melakukan pengambilan buah kelapa sawit. Aktifitas pemanenan tersebut dilakukan secara diam-diam untuk menghindari kriminalisasi yang kerap dilakukan oleh pihak perkebunan melalui aparat kepolisian dan semua aktifitas tersebut di kordinir oleh perwakilan masing-masing dusun serta hasilnya dikembalikan ke pada kelompok untuk biaya perjuangan para petani. Dengan keluarnya putusan pengadilan Negri Lubuk Pakam yang memenangkan petani ditambah lagi adanya aktifitas pengambilan buah kelapa sawit membuat pihak PTPN II mengajukan banding ke tingkat pengadilan tinggi hingga eksekusi terhadap putusan pengadilan sebelumnya batal dilakukan. Upaya banding yang dilakukan pihak PTPN II ditingkat pengadilan Tinggi tersebut dengan putusan Nomor:320.pdt2000 menolak permohonan PTPN II serta memutuskan untuk mengembalikan tanah seluas 922 Ha kepada pihak pengugat petani dan ganti rugi sebesar 49 Milyar kepada petani. Kekalahan di tingkat pengadilan Tinggi membuat pihak PTPN II melakukan upaya hukum kembali yaitu mengajuka kasas ke Mahkamah Agung atas putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Tepatnya tahun 2004 Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi PTPN II dengan Nomor.161.KPdt2004 dan otomatis menguatkan keputusan sebelumnya yang memerintahkan agar tanah seluas 952 Ha tersebut dikembalikan kepada petani. Penolakan terhadap kasasi PTPN II membuat Pengadilan Negeri Lubuk Pakam membuat surat penetapan eksekusi dengan Nomor.14Eks200461pdt99 PN-LP. Universitas Sumatera Utara Dalam surat keputusan tersebut selambat-lambatnya eksekusi dilakukan 8 hari semenjak surat keputusan tersebut dikeluarkan. Kekalahan di jalur hukum untuk yang ke tiga kalinya tidak juga membuat pihak PTPN II begitu saja menerimanya mereka kembali melakukan upaya hukum pada tahun 2005 dengan mengajukan peninjauan Kembali PK ke Mahkamah Agung terhadap putusan Kasasi dengan dalih bahwa tanaman yang berada di atas tanah adalah milik PTPN II. Upaya Kasasi dilakakukan oleh PTPN II tersebut dikabulkan ditingkat Mahkamah Agung dengan dengan demikian ekseskusi terhadap putusan sebelumnya yang dimenangkan petani gagal dilakukan. Dengan dikabulkanya putusan tersebut membuat petani semakin kecewa dan menimbulkan perpecahan di kelompok tani itu sendiri dikarenakan menurut petani telah terjadinya persekongkolan antara oknum pengurus dengan Pihak PTPN II. Kondisi tersebut membuat Petani Persil IV semakin yakin bahwa telah terjadinya pengkhianatan terhadap perjuangan mereka dan petani Petani Persil IV pun mulai mendesak kepada perwakilan pengurus untuk secepatnya mengambil keputusan terhadap pengkhianatan pengurus Persil V tersebut. Karena adanya desakan yang cukup besar dan dianggap sebagai penyakit dalam organisasi Petani Persil IV pada Tahun 2005 memutuskan untuk keluar dari Koperasi Juma Matombak. Setelah beberapa kali menempuh jalur hukum dalam memperjuangkan untuk mendapatkan tanah serta keluarnya keluarnya keputusan-keputusan ditingkat pengadilan yang memerintahkan agar tanah dikembalikan kepada petani tidak jadi dilaksanakan dikarenakan adanya upaya Peninjauan Kembali di tingkat Mahkamah Agung oleh pihak PTPN II membuat petani semakin tidak sabar dan Universitas Sumatera Utara mengunakan caranya sendiri untuk dapat menguasai tanah dengan melakukan pendudukan lahan seperti sebelum-sebelumya yang pernah mereka lakukan. Aksi pendudukan lahan petani Persil IV dilakukan dengan pendirian posko-posko di lahan serta pemagaran-pemagaran sebagai simbol perlawanan petani dan untuk mengganggu aktifitas yang dilakukan oleh pihak PTPN II. Aksi pendudukan lahan tersebut ternyata membuat pihak perkebunan resah mereka mulai mengunakan pihak ke tiga untuk mengamankan aktifitas produksi mereka di lahan dengan mengadakan perjanjian kerja sama dalam bentuk Kerja Sama Operasional KSO. Perjanjian kerja sama tersebut dilakukan dengan CV.Bintang Meriah dan koperasi Pengusaha kecil nuansa baru yang dipimpin oleh M. Said Ginting dan Yusron Harahap. Dalam perjanjian kerja sama tersebut pihak ke tigalah yang mengakomodir segala aktifitas pemanenan serta pengamanan terhadap asset PTPN II di Perkebunan Limau Mungkur Persil IV. Terbangunnya kerja sama antara PTPN II dengan pihak ketiga adalah sebagai salah satu cara pihak perkebunan untuk memecah belah perjuangan petani dengan memanfaatkan pihak ketiga yang juga termasuk dari salah satu warga dari dusun Limau Mungkur. Dalam aktifitasnya pihak ketiga menggunakan preman-preman bayaran untuk menakut-nakuti petani serta membujuk warga supaya mau menjual surat alas hak kepemilikan tanah mereka.Cara-cara yang dilakukan oleh pihak ketiga tersebut membuat beberapa orang petani terpaksa menganti rugi alas haknya dengan keadan terpaksa dikarenakan adanya intimidasi bagi siapa yang tidak mau menyerahkan akan dilaporkan ke pihak kepolisian karena telah menguasai asset PTPN II. Kondisi tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap psikologi petani Universitas Sumatera Utara untuk tetap melakukan aksi pendudukan lahan karena tidak jarang mereka mendapatkan intimidasi ketika coba menghalang-halangi aktifitas yang dilakukan pihak ke tiga bahkan pihak aparat kepolisianpun ikut mengintimidasi dengan cara melakukan penembakan-penembakan ke udara untuk menghalau petani. Menurut salah seorang petani dari dusun Tungkusan Mas agus 45 wawancara tanggal 25 Mei 2014 mengatakan : mereka telah melaporkan tindakan oknum aparat yang berada di lahan kepada Pihak POLDASU atas aktifitas kepolisian yang berada dil ahan yang melakukan intimidasi terhadap petani supaya dilakukan pemanggilan dan penarikan anggota kepolisian dari lokasi tersebut. Tapi usaha yang dilakukan petani juga tidak berjalan sebagaimana yang mereka harapkan. Setelah pelaporan tersebut tetap saja aparat kepolisian berada dilahan dan melakukan intimidasi terhadap petani. Pihak ketiga juga melakukan pengerusakan terhadap posko- posko serta portal-portal yang dibuat petani untuk menghalangi aktifitas pemanenan di lahan. Perjanjian kersama yang dilakukan pihak perkebunan dengan CV. Bintang Meriah dan Koperasi Nuansa Baru yang dipimpin oleh M.said Ginting dan Yusron Harahap juga tidak berlangsung lama hanya dilakukan selama enam bulan. Setelah kerja sama dengan pihak Said Ginting dan Yusron Harahap berakhir pihak perkebunan kembali melakukan kerjasama dengan kelompok preman pinmpinan Lingga yang juga menjadi pimpinan dari organisasi Pemuda Panca Marga Deli Serdang. Dalam melakukan pengamanan terhadap lahan Persil IV Pihak Lingga Cs merekrut preman-preman bayaran yang mayoritas Bersuku Karo dari Daerah Pancur Batu. Dalam melakukan pengamanan terhadap asset kebun Limau Mungkur pihak Lingga Cs lebih berani dan tidak pandang bulu Universitas Sumatera Utara dalam mengintimadasi siapa saja yang berani menguasai lahan Persil IV. Pihak Lingga Cs adalah kelompok ketiga yang cukup lama melakukan kerja sama dengan pihak perkebunan selama tiga tahun mereka berhasil mempertahankan kerja sama tersebut. Barulah pada tahun 2010 pihak perkebunan tidak lagi memperpanjang kerja sama dengan lingga Cs dikarenakan pohon kelapa sawit berkurangnya produksi. berkurangnya produksi hasil yang didapatkan oleh pihak perkebunan selain karena matinya sawit yang diracuni oleh petani secara diam- diam juga dikarenakan dari pihak lingga sendiri melakukan penjualan sendiri terhadap buah kelapa sawit tanpa melaporkanya terhadap pihak perkebunan. Berakhirnya kerja sama pihak Lingga Cs dengan pihak perkebunan tersebut tidak begitu saja membuat kelompok preman meningalkan lahan Persil IV. Mereka coba memanfaatkan petani untuk menguatkan legitimasi mereka di lahan, merangkul petani dengan mengajak bekerjasama yang mereka lakukan sebagai upaya untuk tetap bisa bertahan dilahan untuk dapat melakukan aktifitas pemanenan terhadap buah kelapa sawit. Lingga Cs mengajak petani untuk melakukan aktifitas dilahan serta melakukan pemusnahan terhadap pohon kelapa sawit yang berada diatas lahan persil IV. Ajakan kerja sama tersebut jelas ditolak para petani karena mereka bukanlah bagian dari Petani Persil IV serta mereka juga khwatir jika sewaktu-waktu kelompok Lingga ketika berhasil menguasai lahan kembali akan melakukan intimidasi seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Karena kerja sama yang ditawarkan kepada petani ditolak kelompok Lingga tetap berusaha mempengaruhi petani untuk meyakinkan bahwa mereka betul-betul berada dipihak petani. Berikut ini hasil wawancara dengan petani Bibik Esron 66 Tahun: Universitas Sumatera Utara “Mau dirangkul si lingga masyarakat, dibilangnya “kami pro masyrakat ” waktu itu Rapat kami di 58 disalaminya aku “ mami bukak ladang kam ”, “Sudah “,kubilang, “gak”, katanya, “sudah”, kubilang. Jadi ada anggaotanya empat orang disitu duduk. “Ini anggotamu satu kaleng satu orang udah ada diminumya airku ”. Makanya udah bersih kubuat sekitar gubuk Tapi anggotanya tunduk sem ua satupun orang gk ada bicara” Hasil Wawancara dengan Bibik Esron Tanggal 25 Maret 2014 . Upaya yang dilakukan kelompok Lingga untuk meyakinkan petani mengalami kegagalan tidak membuat mereka untuk meninggalkan lahan persil IV tersebut. Tetap bertahannya Lingga dilahan Persil IV ternyata membuat pihak perkebunan memikirkan strategi untuk dapat mengusir mereka dari lahan tersebut. Pihak perkebunan menggunakan salah satu pimpinan organisiasi Pemuda Panca Sila Tanjung Morawa untuk dapat mengusir kelompok Lingga dari lahan. Masuknya kelompok Pemuda Pancasila mendapatkan perlawanan dari kelompok Lingga hingga terjadinya bentrok fisik dilahan yang mengakibatkan tewasnya satu orang dari kelompok Pemuda Pancasila. Semenjak terjadinya bentrokan tersebut yang memakan korban membuat kelompok Lingga semakin leluasa dalam melakukan aktifitasnya dilahan. Kejadian tersebut dimanfaatkan perkebuanan untuk mengusir kelompok Lingga dengan melaporkan ke Kepolisian Deli Serdang atas tewasnya salah seorang dari pihak Pemuda Pancasila. Laporan tersebut direspon kepolisian dengan menangkap Lingga dan pihak pengadilan menjatuhkan hukuman selama enam tahun penjara. Semenjak terjadinya penangkapan tersebut membuat anggota preman pimpinan Lingga ketakutan dan mulai meningalkan lahan Persil IV tersebut. Strategi dan taktik yang dilakukan pihak perkebunan untuk dapat meredam perlawanan dari petani dengan mengunakan pihak ketiga dalam hal ini kelompok- kelompok preman ternyata efektif dibandingkan dengan mengunakan institusi Universitas Sumatera Utara pemerintahan maupun jalur-jalur formal. Menggunakan pihak ketiga dalam meredam perlawanan petani untuk menguasai tanah yang dilakukan pihak perkebunan tersebut dapat dilihat pertama sebagai upaya untuk menghindari permasalahan secara langsung dan menjaga nama baik institusi pemerintahan maupun institusi perekebunan. Kedua kelompok preman dalam melakukan tindakan tentunya tidak ada terbebani dengan institusi yang menaungi mereka, karena memang kegiatan pengamanan dan tindakan yang mereka lakukan tersebut sudah menjadi pekerjaan pokok mereka sehari-hari. Berbeda dan aparat kepolisian dan TNI d6alam aktifitas pengamanan di lahan tersebut bukan menjadi pekerjaan utama mereka dan bila mereka mengunakan cara-cara kekerasan untuk meredam perlawanan petani ada institusi mereka yang harus mereka jaga nama baiknya serta pekerjaan mereka sebagai aparat harus dijaga bila sewaktu-waktu mereka melakukan tindakan kekerasan bisa saja membuat mereka akan dicopot dari tugasnya sebagai aparat yang otomatis akan kehilangan akan pekerjaan mereka. Ketiga menghadapi kelompok preman tentunya berpengaruh besar terhadap psikologi petani dibandingkan dengan aparat. Kelompok preman tidak akan segan-segan melakukan tindakan kekerasan dan tidak jarang memakan korban secara langsung dipihak petani kejadian dan aparat kepolisian terkesan melindungi dengan mepersulit setiap pelaporan atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok preman terhadap petani hal tersebut menjadi sangat berpengaruh terhadap psikologi dan perlawanan petani. Ketiga alasan tersebutlah yang mungkin menjadi penyebabkan pihak perkebunan kerap menggunakan pihak ketiga atau kelompok preman untuk meredam setiap gerakan perlawanan dari petani Persil IV. Universitas Sumatera Utara Setelah masuknya pihak ketiga dalam hal ini adalah kelompok-kelompok preman yang melakukan kerja sama dengan pihak perkebunan untuk mengamankan lahan dari pendudukan petani, strategi yang digunakan oleh pihak perkebunan menggunakan preman-preman tersebut ternyata lebih efektif untuk melemahkan gerakan yang dibangun para petani Persil IV. Para petani mulai merasakan kejenuhan dan trauma diakibatkan oleh benturan-benturan yang mereka rasakan langsung dengan pihak preman dan tidak jarang memakan korban. Sementara itu pihak keamananan dalam hal ini kepolisian pun terkesan tutup mata ketika masyarakat melaporkan tindak kekerasan yang mereka dapatkan. Kondisi tersebut sangat berdampak besar terhadap semangat mereka, terlihat dari keterlibatan petani dalam setiap kegiatan-kegiatan yang mereka buat yang mau mengalami penurunan baik kualitas maupun kuantitasnya. Melemahnya semangat para petani dikarenakan petani sudah mulai merasakan kejenuhan dan sudah mengunakan berbagai cara baik itu melalui jalur hukum maupun pendudukan untuk dapat menguasai tanahnya ditambah lagi intimidasi fisik oleh preman mereka rasakan langsung, belum lagi tuntutan ekonomi yag harus dipenuhi dalam kehidupan keluarga. Pendampingan yang dilakukan Oleh SMAPUR berawal dari mulai menurunnya semangat petani dan mulai kehabisan cara dalam merumuskan strategi dan taktik dalam memperjuangkan kembali tanah mereka diakibatkan oleh intimidasi serta benturan langsung yang mereka dapatkan dari aparat maupun preman-preman suruhan pihak PTPN II. Menurut salah satu perwakilan petani dari Tungkusan Mas Agus 43 berawal dari informasi yang didapatkan dari seorang teman tentang adanya organisasi mahasiswa yang sering terlibat dalam Universitas Sumatera Utara pendampingan terhadap permasalahan-permasalah masyarakat marjinal. Informasi yang didapatkan tersebut ditindaklanjutinya dengan menjumpai Organisasi Mahasiswa Formadas Forum Mahasiswa Anti Penindasan. Formadas adalah organisasi massa mahasiswa berdiri sejak tahun 2000 dan memiliki kader di empat kampus di Kota Medan dan beberapa kali pernah terlibat dalam pendampingan terhadap permasalahan-permasalahan masyarakat seperti kasus Pendampingan pengungsi Aceh 2001, Pengungsi Banjir Bandang Bahorok 2004, Pengadaan Irigasi di Batu Bara 2007 dan lain-lain. Di mana dalam pertemuan tersebut Mas Agus coba mendiskusikan tentang permasalahan konflik yang dialami petani dengan PTPN II dan meminta solidaritas untuk terlibat dalam pejuangan Petani Persil IV. Setelah terjadinya pembicaraan dengan salah satu perwakilan Petani Persil IV dengan Formadas disepakati untuk melakukan pendataan dan mempelajari kasus yang terjadi dengan memanfaatkan organisasi internal kampus melalui Program Pengabdian Mahasiswa Untuk Masyarakat-Universitas Islam Sumatera Utara PM2P-UISU. Kegiatan tersebut dilakukan menurut salah seorang anggota Formadas, selain untuk mempelajari kasus dan membangkitkan kembali semangat petani juga sebagai strategi untuk menghindari kecurigaan lebih awal dari pihak PTPN II tentang aktifitas pengadvokasian yang akan mereka lakukan. Setelah dilakukan investegasi selama satu bulan terhadap kasus tersebut disepakati untuk melakukan advokasi dengan mengirim perwakilan sebanyak 8 orang untuk terjun langsung dan tinggal bersama petani ke daerah Persil IV yang terbagi ke dalam 5 dusun. Setelah mengetahui kondisi di lapangan dan berdiskusi dengan beberapa perwakilan petani disepakatilah untuk melakukan Rembuk Akbar pada tanggal 26 Universitas Sumatera Utara Agustus 2007 dengan seluruh petani Persil IV serta mengundang berbagai media cetak maupun elektronik sebagai salah satu strategi untuk mengkampanyekan permasalahan yang dialami oleh petani di Dusun Tungkusan. Dalam pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain membuat sebuah wadah bersama sebagai media belajar dan sebagai alat perjuangan bersama dengan membentuk Organisasi Perjuangan petani persil IV dengan nama Gerakan Tani Persil IV GTP-IV dengan menunjuk 5 orang perwakilan per dusun untuk mempermudah penyebaran informasi dan mengkonsolidasikan seluruh Petani Persil IV dalam setiap kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Selain itu juga disepakati kepada setiap anggota GTP-IV untuk tetap konsisten memperjuangkan tanah dan tidak melakukan pengambilan terhadap buah sawit yang ada di lahan karena berangkat dari pengalaman sering kali menjadi alat bagi pihak PTPN II untuk mengkriminalisasikan petani dengan tuduhan pencurian walaupun itu belum tentu dilakukan oleh petani, dan tetap fokus terhadap perjuangan untuk memenangkan tanah. Sementara itu Formadas yang akan membantu juga dalam hal mengkampanyekan permasalahan petani dan memperluas gerakan solidaritas dari kelompok-kelompok lain yang ada di kota Medan dengan membentuk Aliansi Solidaritas Mahasiswa Dan Pemuda Untuk Rakyat SMAPUR yang terdiri dari berbagai kampus di kota Medan. Semenjak terlibatnya mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam SMAPUR serta terbentuknya aliansi di tingkatan kota antusias serta keberanian petani mulai bangkit kembali dalam setiap melakukan kegiatan-kegiatan dalam memperjuangkan untuk mendapatkan tanah. Sebelum terlibatnya SMAPUR dalam advokasi di sebagian para petani mengalami kejenuhan dan ketakutan ketika Universitas Sumatera Utara mereka melakukan aktifitas yang menyangkut tentang pembebasan tanah dikarenakan intimidasi dan benturan-benturan langsung yang mereka dapatkan dari preman-preman suruhan pihak perkebunan dan tidak jarang memakan korban serta kriminalisasi yang berujung penangkapan terhadap petani oleh pihak kepolisian yang telah bekerjasama dengan pihak perkebunan. Kepercayaan dan keberanian petani juga semakin kuat semenjak terlibatnya SMAPUR dalam pendudukan lahan yang dilakukan oleh petani.Berikut ini hasil wawancara dengan Bibik Esron 66 Tahun: ―kami lebih merasa aman masuk ke lahan dan kalo ada mahasiswa disini. Ketimbang kami sendiri, kami juga kurang mengerti hukum, kalian kan sekolah Pasti lebih mengerti dibandingan kayak kami, SD pun tidak tamat ” Hasil wawancara dengan Bibik Esron tanggal 25 Maret 2014 Setelah pertemuan Akbar tersebut pertemuan-pertemuan rutinitas setiap seminggu sekalipun dilakukan di tiap-tiap dusun yang di damping oleh perwakilan SMAPUR untuk membahas setiap issu yang berkembang serta strategi kedepan yang dilakukan. Setelah dilakukan serangkaian pertemuan tiap minggu salah satunya menghasilkan kesepakatan untuk melakukan aksi demonstrasi besar- besaran pada tanggal 10 September 2007 dengan tujuan ke kantor DPRD-SU untuk mendesak kepada pihak-pihak terkait agar segera dilakukanya rapat dengar pendapat mengenai permasalahan Sengketa konflik Agraria antara Petani Persil IV dan pihak kepolisian agar tidak melakukan penangkapan dan intimidasi terhadap petani. Dalam aksi tersebut pihak DPRD-SU sepakat akan melakukan pemanggilan untuk melakukan rapat dengar pendapat dengan pihak Gubernur Sumatera Utara, Polda-SU, BPN-SU, Bupati Deli Serdang, PTPN II dan Gerakan Tani Persil IV. Pemangilan dan pembentukan tim penyelesaian kasus Tanah Universitas Sumatera Utara Petani Persil IV dipertegas dengan surat yang ditanda tangani langsung oleh Ketua DPRD-SU dengan No:552718sekr282007. Aksi petani Persil IV yang mendesak agar segera dilakukanya pembentukan tim penyelelesaian sengketa tanah tersebut membuat Pihak PTPN II semakin gelisah dan coba meredam perlawanan petani dengan cara melaporkan beberapa perwakilan petani ke pada pihak kepolisian dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan serta mnguasai tanah tanpa izin yang berhak. salah seorang petani yang diadukan pihak kepolisian dari Dusun Limau Mungkur Reda Tarigan 56 pemanggilan oleh pihak kepolisian dari Polres Deli Serdang pada saat itu terhadap beberapa perwakilan petani dari tiap-tiap dusun adalah bentuk intimidasi untuk meredam gerakan petani dan alasan pelaporan tersebut terkesan dipaksakan sebab mereka memiliki bukti yang sah atas kepemilikan tanah tersebut. Berikut hasil wawancara dari Reda Tarigan 56 Tahun : “Dalam surat pemangilan tersebut kami dituduh melakukan perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman kekerasan dan menguasai tanah tanpa izin, padahal kami tidak ada mengancam orang. Lagian kami memiliki surat tanah tersebut punyak kami. Sementara itu preman-preman yang jelas-jelas udah mengancam sama membabat tanaman kami gk pernahnya dipanggil polis i” Hasil wawancara Tanggal 25 Mei 2014. Pemanggilan terhadap petani oleh Polres Deli Serdang tersebut disepakati oleh seluruh oleh petani melalui rapat yang mereka lakukan untuk tidak memenuhi pangilan tersebut dengan cara melayangkan surat balasan kepada pihak kepolisian Deli Serdang dengan menjelaskan alasan ketidaksediaan petani untuk memenuhi panggilan yang mengada-ada dan tidak pernah mengenal pelapor serta mengancam seseorang. Dan mengenai penguasan tanah menurut petani mereka Universitas Sumatera Utara memiliki surat yang sah dan mereka juga melampirkankan surat dari pihak DPRD-SU yang akan segera melakukan rapat dengar pendapat mengenai penyelesaian konflik pertanahan tersebut sebagai salah bukti untuk menguatkan bahwa tanah tersebut adalah milik petani. Sementara itu rapat dengar Pendapat yang dijanjikan pada tanggal 19 September ditunda menjadi tanggal 24 Oktober 2007. Dalam Rapat dengar Pendapat tersebut disepakati akan segera membentuk tim penyelesaian Kasus Sengketa Tanah Petani Persil IV. Setelah pertemuan tersebut janji akan di bentuknya tim penyelesaian kasus terkesan tidak dijalankan terbukti dengan tidak pernahnya dipanggilnya kembali lagi petani hal tersebut membuat Petani Persil IV semakin marah dengan melakukan aksi ke kantor Gubernur Sumatera Utara Pada 8 November tahun 2007 untuk mempertanyakan tindak lanjut dari pembentukan tim penyelesai kasus konflik agraria Petani Persil IV. Dalam aksi tersebut petani merasa kecewa dengan jawaban dari pihak Gubernur-SU yang mengatakan pembentukan tim belum sempat dilakukan karena pihak-pihak pembuat keputusan yang dipanggil belum sempat hadir dan akan akan berjanji akan segera secepatnya melakukan pembentukan tim jika pihak-pihak terkait hadir. Lambatnya proses pembentukan tim penyelesaian kasus sengketa tanah Petani Persil IV kembali melakukan aksi Demonstrasi pada tanggal 10 Desember 2007 bertepatan dengan peringatan hari Hak Azasi Manusia internasional HAM dengan mendatangi kantor DPRD-SU. Dalam aksinya petani Persil IV mendesak kembali agara secepatnya dilakukan pembentukan tim penyelesaian kasus sengketa tanah petani persil IV serta menghentikan segala bentuk intimidasi dan penagkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap petani. Aksi yang Universitas Sumatera Utara dilakukan di kantor DPRD-SU berujung bentrok dengan tertangkapnya 2 orang mahasiswa perwakilan SMAPUR dan hasil rapat perwakilan petani dengan pihak DPRD-SU menghasilkan sebuah pernyataan yang dikuatkan dengan surat resmi dari pimpinan DPRD bahwa tanah di daerah Persil IV adalah milik masyarakat serta tanaman yang berada diatasnya adalah milik PTPN II maka kedua belah pihak diharap menahan diri serta pihak kepolisian menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani sampai ada keputusan sah secara hukum serta secepatnya pihak DPRD akan mengadakan rapat dengar pendapat dengan unsur pemerintah untuk membicarakan konflik petani Persil IV dengan PTPN II. Setelah aksi dilakukan pada tanggal 10 Desember 2007 dan mengantongi surat pernyataan resmi dari DPRD-SU petani bersama SMAPUR melakukan diskusi dan menyepakati untuk melakukan aksi pendudukan lahan secara besar- besaran dengan mendirikan Posko Perjuangan petani sebagai tempat untuk mendiskusikan tentang permasalahan-permasalahan yang berkembang. Dengan adanya surat pernyataan dari pihak DPRD-SU serta kampanye dan tekanan politik yang dilakukan ditingkatan kota secara tidak langsung mengurangi tekanan yang diberikan PTPN II melalui preman-preman bayaran maupun pihak aparat dalam mengintimidasi Petani persil IV. Selama melakukan pendampingan dan berhasil dalam memperoleh kemenangan-kemenangan kecil tidak bisa dipungkiri juga mengalami berbagi macam kendala dan persoalan dalam individu-individu yang tergabung dalam SMAPUR setelah selama 3 tahun melakukan pendampingan dimulai dari tahun 2007 mengalami penurunan intesitas pendampingan secara lembaga dikarenakan Universitas Sumatera Utara orang-orang yang terlibat didalamnya adalah mahasiswa dan hakekatnya adalah kelas sementara serta tidak bisa dipungkiri mempunyai tuntutan secara pribadi dalam hal ini untuk mengakhir kelasnya sebagai mahasiswa dalam dunia kampus. Tanggung jawab yang harus diselesaikan secara pribadi oleh beberapa orang yang selama ini aktif dalam melakukan pendampingan langsung di basis petani persil IV menjadi persoalan tersendiri di dalam SMAPUR dalam melakukan pendampingan. Setelah melakukan perdiskusian bersama dengan orang-orang yang tergabung di dalam SMAPUR diputuskan pada tahun 2010 untuk tidak menempatkan perwakilan lagi untuk menetap bersama Petani di basis konflik untuk menghindari benturan kepentingan akademik dan pendampingan serta ada pandangan dari SMAPUR untuk menguji kemandirian para petani dalam memperjuangkan kembali tanah mereka. Walupun diputuskan tidak lagi menetap tinggal bersama petani Persil IV tetapi tetap melakukan komunikasi dan pendampingan dengan perwakilan tiap-tiap dusun dalam momen-momen tertentu Sedikit banyaknya setelah SMAPUR memutuskan untuk tidak menetap lagi di basis mempengaruhi dinamika gerak perjuangan Persil IV dan menjadi permasalahan tersendiri. Karena selama ini ada dari sebagian dari petani yang terlalu berharap banyak terhadap SMAPUR akan mampu menyelesaikan permasalahan mereka. Universitas Sumatera Utara

4.3. Analisis Peranan Perempuan dalam Konflik Agraria