2.1.2. Perkembangan Gerakan Perempuan Indonesia
Membicarakan tentang perkembangan gerakan kaum perempuan di Indonesia tidak terlepas dari rentetan sejarah panjang perempuan itu sendiri. Jauh
sebelum adanya gerakan perempuan seperti saat ini, sebelumnya kedudukan kaum perempuan dalam kehidupan sosial diatur oleh tradisi masyarakat di setiap daerah.
Penempatan kaum perempuan telah diatur sebagai sebuah aturan yang sah di dalam norma-norma adat istiadat setempat. Selain itu, hak dan kewajiban
perempuan telah menempati posisi kedua setelah laki-laki bahkan dipandang lebih rendah. Secara umum hal in terjadi hampir merata diseluruh daerah Indonesia.
Pada dasarnya gerakan kaum perempuan telah ada jauh sebelum munculnya penjajah di negeri ini. Beberapa catatan tentang perempuan dibeberapa daerah
menyebutkan gerakan perempuan telah ada namun belum dilakukan secara terang- terangan.
Secara umum, hampir semua bentuk gerakan rakyat Indonesia yang muncul pada masa colonial Belanda bermula pada kritik seorang warga Belanda
yaitu C. Th. Van Deventer 1901 yang mengkritik pemerintahan kolonial Belanda di tanah jajahannya. Kritikan van Deventer dituangkan dalam sebuah
tulisan yang berjudul Hutang Kehormatan. Kritikan inilah yang kemudian menjadi sebuah gerbang pencerahan bagi segenap masyarakat Indonesia pada
saat itu. Kritik ini kemudian dikenal dengan istilah politik etis yang berisikan edukasi pendidikan, trasmigrasi perpindahan penduduk dan irigasi.
Setelah munculnya pendidikan sebagai sebuah pencerahan bagi masyarakat pribumi saat itu, baik langsung maupun tidak langsung memberikan
ruang gerak bagi perempuan pribumi untuk mengecap pendidikan. Memang
Universitas Sumatera Utara
dalam kenyataanya tidak semua perempuan secara merata di seluruh daerah Indonesia mendapat pendidikan formal. Akan tetapi dengan adanya sedikit ruang
bagi kaum perempuan untuk mengecap pendidikan formal maupun nonformal memberikan sumbangan yang cukup baik bagi awal pergerakan perempuan pada
saat itu. Pelopor gerakan feminis pada masa ini adalah Kartini 1879-1904. Secara umum, nama Kartini seorang perempuan Jawa putri Bupati Jepara selalu
dikaitkan sebagai tonggak awal bagi gerakan feminis di Indonesia. Setelah wafatnya Kartini tulisan-tulisan serta surat-suratnya kepada sahabat penanya di
Belanda di terbitkan dengan judul Door duisternist tot licht Habis Gelap Terbitlah Terang. Kontribusi Kartini dalam awal mula gerakan feminis adalah
sebagai salah seorang yang mengobarkan semangat diantara kaum muda Indonesia dan timbulnya gerakan feminis itu sendiri.
Selain Kartini, terdapat Dewi Sartika 1884-1947 yang menjadi seorang pejuang pergerakan kaum perempuan. Jauh sebelum adanya gerakan feminis
mengemuka dan terorganisir Dewi Sartika telah banyak ketidakadilan pembagian upah buruh antara laki-laki dengan perempuan dimana perempuan mendapat upah
lebih rendah dari laki-laki dalam pekerjaan yang sama beratnya mereka kerjakan dalam buku yang berjudul Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian
dituliskan oleh Cora Vreede-De Strures 2008:75. Kedua perempuan diatas, dianggap sebagai salah satu pelopor adanya gerakan feminis di Indonesia. Namun,
masih banyak perempuan lain yang tidak pernah dikenal telah memberikan sumbangan dalam kebangkitan gerakan kaum perempuan ini.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan perjuangan untuk meraih emansipasi perempuan muncullah beberapa kelompok atau organisassi perempuan yang terorganisir
dengan baik. Pada tahun 1912 berdiri organisasi Putri Mardika di Jakarta. Organisasi ini berdiri memberikan bantuan kepada kaum perempuan agar dapat
bersekolah dan melanjutkan sekolahnya serta memberikan semangat dan rasa percaya diri untuk berperan aktif di dalam masyarakat. Selain itu muncul pula
beberapa organsasi perempuan dibeberapa daerah lain seperti Putri Budi Sedjati di Surabaya, Keutamaan Istri di Sunda, Kerajinan Amai Setia pada tahun 1914 di
Kota Gadang Sumatera Barat dan lain sebagainya. Pada masa ini berdirnya sebuah organsasi perempuan bertujuan meningkatkan martabat perempuan dengan
memberikan pendidikan di bidang rumah tangga, jahit-menjahit, kursus tentang cara merawat dan mendidik anak dan lan-lain yang di acu oleh Cora Vreede-De
Strures 2008:87. Selain lembaga tersebut beberapa organisasi berbasis agama pun turut serta memberikan sumbangan bagi bangkitnya gerakan perempuan. Dua
organisasi berbasis agama tersebut adalah Muhammadiyah yang didirkan oleh H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 dan Sarikat Islam.
Pada masa kolonial ini pencapaian gerakan perempuan sangatlah baik, banyaknya muncul organisasi perempuan diberbagai daerah kemudian melahirkan
kongres perempuan. Kongres perempuan pertama diselenggarakan di Yogyakarta pada tahun 1928. Kongres ini dihadiri oleh hampir tiga puluh perkumpulan
perempuan dari berbadai daerah. Dalam kongres tersebut pembicaraan mengenai masalah politik dibatasi, kongres lebih mengutamakan masalah pendidikan dan
perkawinan. Hasil terpenting dari adanya kongres ini adalah pendirian Perikatan Perempuan Indonesia PPI yang berniat mengembangkan posisi sosial
Universitas Sumatera Utara
perempuan dan kehidupan keluarga. Beberapa hasil dari kesepakatan di dalam PPI mengajukan permintaan jumlah sekolah untuk perempuan harus ditingkatkan,
penjelasan resmi mengenai taklik diberikan kepada calon mempelai perempuan dan peraturan yang menolong para janda dan anak yatim piatu dari pegawai negeri
sipil harus dibuat. Selanjutnya tanggal 22 Desember adalah tanggal diadakannya kongres perempuan pertama dan dikukuhkan sebagai Hari Ibu di Indonesia.
Selanjutnya kongres perempuan rutin diadakan setiap tahun. Namun, pergerakan perempuan pada masa pendudukan Jepang di
Indonesia hanya mendapat sedikit peluang untuk berkembang. Satu-satunya organisasi yang diizinkan berdiri adalah Funjikai perkumpulan perempuan.
Perkumpulan ini berdiri dengan tujuan memerangi buta huruf dan ikut serta dalam aktivitas sosial. Dengan adanya aktivitas tersebut berbagai kalangan perempuan
dapat berbaur dan lebih dekat. Selanjutnya pasca kemerdekaan Indonesia kaum perempuan mempunyai peran yang penting dimana mereka bersatu untuk
membantu para pejuang digaris terdepan. Di bentuknya Palang Merah Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia berperan penting membentuk tim perawat yang
sangat dibutuhkan pada masa itu. Selain PMI perkumpulan yang populer pada masa ini adalah Perwani Persatuan Wanita Negara Indonesia dan Gerwani
Gerakan Wanita Indonesia. Terlepas dari sejarah panjang kaum perempuan dalam berbagai kelompok
yang terorganisir atau tidak dari masa ke masa memberikan sedikit gambaran bahwa gerakan feminis telah ada di Indonesia sejak dulu. Namun, perlu pula
dianalisis bahwa gerakan perempuan yang ada dari masa ke masa tentu saja mempunyai tuntutan yang berbeda disetiap generasinya. Walaupun pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
semua gelombang gerakan perempuan itu menuntut kesejahteraan bagi kaum mereka. Pada saat ini, gelombang gerakan perempuan telah mempunyai
kebebasan dalam menyuarakan tuntutan mereka. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin maju, saat ini banyak pula perempuan yang tidak
sepenuhnya terkait budaya kuno yang menempatkan posisi mereka berada dibawah laki-laki. Perempuan tidak lagi berada dibalik bayang-bayang laki-laki
ketika mereka berada dalam kelompok masyarakat. Diberbagai aspek kehidupan,
perempuan mulai berdiri sendiri secara mandiri mengelola kehidupan mereka.
Terkait dengan gerakan perempuan pada saat ini, tentu saja tuntutan kaum perempuan berbeda dengan masa sebelumnya. Beberapa gerakan perempuan
terfokus pada tuntutan mereka tentang anti diskriminasi, kesetaraan gender, kebebasan dalam berpolitik dan beberapa tuntutan lainnya. Perkembangan
gerakan kaum perempuan saat ini telah menjadi sebuah gerakan yang mampu memberikan sebuah kekuatan baru dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Secara umum, perempuan mulai berpolitik, berkarir secara mandiri dalam bidang ekonomi tanpa ketergantungan terhadap laki-laki, berani untuk menyuarakan
argumen mereka bahkan mampu berdiri sejajar dengan barisan laki-laki. Dalam panjangnya catatan perkembangan gerakan feminis di Indonesia,
wacana perempuan dalam gerakan memperjuangkan hak mereka yang rampas banyak pula dibicarakan. Seorang perempuan telah mempunyai kewajiban
layaknya seorang laki-laki dalam berbagai gerakan yang menyangkut diskriminasi dalam masyarakat. Seperti halnya wacana konflik agraria yang akan dibahas
selanjutnya, perempuan pun harus mampu mengambil bagian di dalamnya. Sebuah gerakan perempuan memang tidak selalu akan menjadi sebuah gerakan
Universitas Sumatera Utara
feminis seperti apa yang telah ada sebelumnya. Namun, adanya sebuah kesadaran terhadap perampasan hak mereka merupakan sebuah tujuan dari feminism yang
menginginkan adanya kesadaran setiap perempuan dalam memperjuangkan hak mereka.
2.2. Teori Konflik
Sebelum mengurai tentang teori konflik, terlebih dahulu kita mengurai arti konflik tersebut. Konflik berasal dari kata kerja Latin yaitu configere yang
mengandung arti saling memukul. Sementara secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih, dimana satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Selanjutnya, Gunawan wiradi yang di acu dalam catatan ringkas
Ridha Wahyuni Penelitian Mengenai Konflik Agraria 2013:1 berpendapat bahwa konflik selalu menjadi pusat perhatian dalam ilmu-ilmu sosial, berskala
luas dan dampaknya juga luas. Dilihat dari dampak konflik yang terjadi, para ahli telah mengemukakan
jenis-jenis konflik yang timbul dalam masyarakat. Salah satunya menurut Wirawan 2010 yang di acu oleh Yumi dkk 2012:8 mengemukakan beberapa
jenis konflik ditinjau dari berbagai aspek: 1.
Aspek subyek yang terlibat dalam konflik a.
Konflik personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang karena harus memilih dari sejumlah alternatif pilihan;
Universitas Sumatera Utara