Pemeriksaan Narkotika Melalui Urine Menggunakan Alat Multi Drugs Dengan Metode Rapid Test

(1)

PEMERIKSAAN NARKOTIKA MELALUI URINE

MENGGUNAKAN ALAT MULTI DRUGS

DENGAN METODE RAPID TEST

TUGAS AKHIR

OLEH :

GABRIELA ANGELINA PASARIBU

NIM :122410069

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan anugerah-Nya yang masih memberikan kesehatan, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan Tugas Akhir (TA) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Penyusunan dan penyelesaian tugas akhir ini tidaklah semudah yang dibayangkan sebelumnya, namun berkat dorongan, semangat dan dukungan dari berbagai pihak menjadi kekuatan yang sangat besar hingga dapat terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada berbagai pihak atas bimbingannya dan bantuannya terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisaputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App. Sc.,Apt., Selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Famasi Dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si. M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan saran dalam penyelesaikan Tugas Akhir ini


(4)

4. Ibu Dra. Ernawati., Apt selaku dosen pembimbing di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

5. Seluruh pegawai dan staff di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses pengerjaan Tugas Akhir (TA) di laboratorium.

6. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan saran yang disampaikan

Terkhusus kepada ayah saya Idris Lamhot Marojahan Pasaribu S.E. dan ibu saya Lisbeth Siahaan. S.pd yang telah membimbing dan mendukung saya baik dalam materi dan moral demi terselesaikannya tugas akhir ini.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut dan menerima segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat kontruktif bagi diri penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri, maupun pembaca. Terimakasih.

Medan, 04 Maret 2015 Penulis,

Gabriela Angelina Pasaribu NIM. 122410069


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pengertian Narkotika ... 4

2.2 Penggolongan Narkotika dan Psikotropika ... 6

2.3 Jenis-Jenis Narkotika dan Psikotropika yang Sering Disalah gunakan ... 9

2.3.1 Opioida ... 9

2.3.2 Kanabis (Ganja) ... 9

2.3.3 Amfetamin ... 11

2.4 Tanda-Tanda dan Gejala Penggunaan Narkotika dan Psikotropika ... 11

2.4.1 Tanda-Tanda dan Gejala Fisik ... 12


(6)

2.4.2.1 Tanda-Tanda dan Gejala Non-Fisik yang

Biasa Ditampakkan di Rumah ... 12

2.4.2.2 Tanda-Tanda dan Gejala Non-Fisik yang Biasa Ditampakkan di Sekolah ... 13

2.5 Mekanisme Penggunaan Narkotika Dalam Tubuh ... 13

2.6 Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA ... 14

2.7 Pengertian Urine ... 16

2.8 Komposisi Urine ... 17

2.9 Test Urine ... 17

2.10 Penyakit Yang Dapat Dideteksi Oleh Tes Urine ... 17

2.11 Mekanisme Pemeriksaan Urine ... 18

2.12 Perumusan Pidana dan Jenis Sanksi Pidana Dalam UU No. 35/2009 ... 18

BAB III METODE PERCOBAAN ... 22

3.1 Tempat ... 22

3.2 Sampel, Alat, dan Bahan ... 22

3.2.1 Sampel ... 22

3.2.2 Alat ... 22

3.2.3 Bahan ... 22

3.3 Prosedur Pengujian ... 22

3.3.1 Penyimpanan dan Stabilitas ... 22

3.3.2 Pengumpulan Spesimen dan Penyiapan ... 23

3.3.3 Penyimpanan Spesimen ... 23

3.3.4 Cara Penggunaan Alat Multi-Drug ... 23


(7)

3.3.6 Defenisi Operasional ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil Analisis ... 26

4.2 Pembahasan ... 27

4.2.1 Pembacaan S.V.T/ Adulteran ... 28

4.2.2 Kualiti Kontrol ... 30

4.2.3 Keterbatasan Alat Drug Test ... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 34


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1Klasifikasi zat narkotika dan psikotropika menurut UU RI

no. 5/1997 dan 22/1997 ... 6 Tabel 2.2 Perumusan Pidana dan Jenis Sanksi Pidana dalam

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Syarat Kualitas

Air Minum ... 18 Tabel 2.3 Ancaman Pidana bagi Orang Tua/Wali dari Pencandu


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Daun Ganja ... 10 Gambar 2.2 Alat-Alat yang Dibutuhkan Untuk Menghirup

Shabu-Sabu ... 11 Gambar 4.1 Hasil Tes Urine Pasien ... 26


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Semakin maraknya peredaran narkotika dan obat terlarang di kota Medan menjadi permasalahan yang sangat kompleks dan pelik seperti banyaknya anak-anak muda yang menggunakan narkotika dan banyaknya peredaran narkoba di kota Medan. Masalah ini bukan saja bagi aparat kepolisian tetapi juga bagi seluruh warga masyarakat kota Medan. Hal ini dikarenakan dapat mengganggu ketentraman dan keamanan warga. Permasalahan ini merupakan salah satu dampak sosial yang negatif dari kota Medan sebagai kota pariwisata.

Narkotika adalah zat yang biasa menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan ditemukan dalam dunia medis bertujuan untuk manfaat pengobatan dan kepentingan manusia, seperti di bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-lain. Namun kemudian diketahui pula bahwa zat-zat narkotika memiliki daya pencanduan yang bisa menimbulkan si pemakai bergantung hidupnya kepada obat-obat narkotika (Dirdjosisworo, 1987).

Penyalahgunaan zat aditif lebih merupakan masalah sosial. Pencegahannya harus ditangani secara terpadu, khususnya antara aspek tatanan kehidupan sosial, hukum dan penegakannya, administrasi dan pengawasan obat, pendidikan serta terapi dan rehabilitasi korban ketergantungan zat adiktif tersebut. Dengan


(11)

demikian aspek terapi dan rehabilitasi sebenarnya, sekali lagi, hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan ikhtisar penanggulangan, meskipun saat ini merupakan hal yang ramai dipermasalahkan ( Tjokronegoro dan Hendra utama, 2002).

Ketergantungan zat adiktif adalah penyakit yang dibuat oleh manusia sendiri. Terapi dan rehabilitasi bergantung kepada manusia itu sendiri pula. Berbeda dengan masalah penanggulangan masalah zat adiktif yang lebih merupakan masalah sosial, masalah penanganan pasien ketergantungan masalah medikososial. Dengan demikian penanganan tersebut pun bergantung kepada aspek bio-psiko-sosial, memerlukan pendekatan menyeluruh yang didukung oleh suatu tim yang terdiri atas berbagai cabang ilmu kedokteran ( Tjokronegoro dan Hendra utama, 2002).

Hal tersebut bisa dihindarkan apabila pemakaiannya diatur menurut dosis yang dapat dipertanggungjawabkan secara medis dan farmakologis. Untuk itu pemakaian narkotika memerlukan pengawasan dan pengendalian, dinamakan penyalahgunaan narkotika yang akibatnya sangat membahayakan kehidupan manusia baik perorangan maupun masyarakat dan negara. Apabila sifat “menimbulkan ketagihan” itu telah merangsang mereka yang berusaha untuk menggeruk keuntungan dengan melancarkan pengedaran gelap keberbagai negara, rangsangan itu tidak saja karena tujuan ekonomi sebagai pendorong melainkan juga tujuan subversi. Untuk pengawasan dan pengendalian penggunaan narkotika dan pencegahan, pemberantasan dalam rangka penanggulangan diperlukan


(12)

kehadiran hukum yaitu hukum narkotika yang sarat dengan tuntutan perkembangan zaman (Dirdjosisworo, 1987).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apakah urine pasien positif atau negatif mengandung narkotika dengan menggunakan alat Multi Drugs.

2. Mengetahui prinsip kerja yang digunakan pada alat Multi Drugs. 1.3 Manfaat Penelitian

Penulis ingin memberikan informasi tentang bahayanya mengkonsumsi narkotika, cara pemeriksaan narkotika menggunakan alat Multi drug serta metode yang digunakan, dan mekanisme kerja dari alat Multi drug. Sehingga masyarakat paham mengenai narkotika serta bahaya yang diciptakan dari narkotika tersebut.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Narkotika

Narkotika tidak terlepas dengan istilah NAPZA. NAPZA adalah singkatan dari narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lain. Narkotika menurut farmakologi adalah zat yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan membius (opiat). Narkotika menurut UU RI no. 22 tahun 1997 adalah opiat, ganja dan kokain. Zat adiktif adalah zat yang bila digunakan secara teratur, sering, dalam jumlah yang cukup banyak, dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi). Adiksi adalah suatu keadaan ketika seseorang yang bila mengurangi atau menghentikan penggunaan NAPZA tertentu secara teratur, sering dan cukup banyak, ia akan mengalami sejumlah gejala fisik maupu mental, sesuai dengan jenis NAPZA yang biasa dugunakannya. Sekarang, pengertian adiksi hanya dimaksudkan sebagai ketergantungan fisik saja (Sumiati, 2009).

Menurut smith kline dan french clinical staff (1968) membuat defenisi narkotika adalah zat-zat (obat) yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral ( Sasangka, 2003).

Sedangakan defenisi dari biro bea dan cukai amerika serikat antara lain: Narkotika ialah candu, ganja, cocain, zat-zat bahan mentahnya diambil dari benda-benda tersebut yakni morphine, heroin, codein, hashish, cocaine. Dan termasuk juga narkotika sintesis yang menghasilkan zat-zat, obat0obat yang tergolong dalam hallucinogen, depressant dan stimulant ( Sasangka, 2003).


(14)

Dari kedua defenisi tersebut, M.RIDHA MA’ROEF menyimpulkan: a. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alami dan sintesis. Yang

termasuk narkotika alami adalah berbagai jenis candu, morphine, heroin, ganja, hashish, codein dan cocain. Narkotika alam ini termasuk dalam pengertian narkotika sempit. Sedang narkotika sintesis adalah termasuk dalam pengertian narkotika secara luas. Narkotika sintesis yang termasuk didalamnya zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obat yaitu: hallucinogen, depressant dan stimulant.

b. Bahwa narkotika itu bekerja mempengaruhi sususan syaraf sentral yang akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Berbahaya apabila disalahgunakan.

c. Bahwa narkotika dalam pengertian di sini adalah mencakup obat-obat bius dan obat-obat berbahaya atau narcotic and dangerous drugs ( Sasangka, 2003).

Narkotika menurut Undang-undang RI no. 2 Tahun 1997 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan takanan baik sintesis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Sumiati, 2009).

Ketergantungan dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila sesworang mengurangi atau menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia akan


(15)

mengalami gejala putus zat (NAPZA). Selain ditandaia dengan gejala putus zat (NAPZA), ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan toleransi.

b. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak mengalami gejala fisik (Sumiati, 2009).

Psikotropika menurut Undang-undang RI no. 5 Tahun 1997 adalah zat atau obbat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku (Sumiati, 2009).

Zat adiktif lainnya adalah bahan atau zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut narkotika dan psikotropika, yang meliputi : alkohol, inhalansia, tembakau, dan kafein (Sumiati, 2009).

2.2 Penggolongan Narkotika dan Psikotropika

Penggolongan narkotika dan psikotropika dapat di lihat menurut UU RI No. 5/1997 dan 22/1997, yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi zat narkotika dan psikotropika menurut UU RI no. 5/1997 dan 22/1997

Golongan Karakteristik Contoh

Narkotika I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengemba ngan ilmu pengetahuan dan tidak

Heroin, kokain, dan ganja


(16)

digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan

II Narkotika yang berkhasiat peng-obatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan Dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi menimbulkan ketergantungan.

Morfin, petidin

, serta turunannya

III Narkotika yang berkhasiat peng-obatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi menimbulkan ketergantungan. Kodein, dan garam-garam narkotika dalam golongan tertentu

Psikotropika I Psikotopika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat menimbulkan sindroma ketergantungan.

MDMA, Ekstasi, LSD, STP


(17)

II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi kuat mengaki batkan sindroma ketergantungan.

Amfetamin, fensiklidin, sekorbarbital, metakualon, metil- fenidat (ritalin).

III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergan tungan.

Fenobarbital, Flunitrazepam

IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan menimbulkan sindroma ketergan- tungan. Diazepam, klobazam, bromazepam, klonazepam, Klordiazepoksi da, nitrazepam, (BK, DUM, MG)


(18)

2.3. Jenis Narkotika dan Psikotropika yang Sering Disalahgunakan

Jenis-jenis Narkotika dan psikotropika antara lain ialah :

2.3.1 Opioida

Opioida dihasilkan dari getah opium poppy yang diolah menjadi morfin, kemudian dengan proses tertentu menghasilkan putau, dimana putau mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin. Opioid sintetik mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin. Opioida atau opiate biasanya digunakan dokter sebagai analgetika kuat berupa peptidin, methadone, talwin, codein, dan lain-lain (Sumiati, 2009).

Opiate disalahgunakan dengan cara disuntik atau dihisap, dengan nama jalananya adalah putau, ptw, black heroin, brown sugar. Opiate dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu :

1.Opiate alamiah : morfin, opium, codein

2. Piate semi sintetik : heroin/ putau, hidromorfin 3.Piate sintetik : meperidin, propoksipen, metadon.

(Sumiati, 2009). Masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan opiate dapat berupa jangka pendek ataupun jangka panjang, seperti gagal nafas, koma, kematian, trauma, atau kecelakaan pada saat mencari zat, AIDS, dan hepatitis, infeksi lokal dan sistemik, serta konvulsi (Sumiati, 2009).

2.3.2 Kanabis (Ganja)

Kanabis (ganja) mengandung delta-9 tetra-hidrokanabinol (THC). Ganja yang dibentuk seperti rokok merupakan tanaman yang sudah dikeringkan dan


(19)

sudah dirajang. Kemudian dilinting seperti tembakau. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sindrom amotivasional, yaitu sekumpulan gejala yang timbul karena penggunaan ganja dalam jangka waktu yang lama dan dalam jumlah yang banyak sehingga mengakibatkan kemampuan bicara, baca, hitung akan menurun, kemampuan dan keterampilan sosial terhambat, menghindari persoalan bukan menyelesaikannya, gerak anggota badan lambat, perhatian terhadap lingkungan sekitar berkurang sampai tidak bereaksi sama sekali ketika dipanggil, mudah percaya mistik, kurang bersemangat dalam bersaing, dan kurang memikirkan masa depan. Perubahan fisik juga terjadi seperti mulut kering, sakit tenggorokan, peningkatan denyut jantung, hipotensi ortostatik, bronhitis, immunosupresi, penurunan testosterone dan sperma, gangguan menstruasi dan ovulasi, cemas, paranoid dan panik, kesulitan pengambilan keputusan, gangguan tidur, halusinasi dan delusi (Sumiati, 2009).


(20)

2.3.3 Amfetamin

Nama generik amfetamin adalah D-pseudo efinefrine, yang digunakan sebagai dekongestan. Amfetamin terdiri dari 2 jenis yaitu MDMA ( Methilene dioxy methamphetamine)/ ekstasi dan metamfetamin (sabu-sabu). Penggunaanya melalui oral dan dalam bentuk pil, kristal yang dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong) atau kristal yang dilarutkan disuntikkan melalui intravena.Komplikasi kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah meningkatkan denyut jantung dan pernapasan, detak jantung irregular, penurunan fisik, demam tinggi gangguan kardiovaskular dan cardiac arrest, psikosis (Sumiati, 2009).

Gambar 2.2 : Alat-alat yang dibutuhkan untuk menghirup shabu-sabu

2.4. Tanda- Tanda dan Gejala Pengunaan Narkotika dan Psikotropika

Tanda- tanda dan gejala pengunaan narkotika dan psikotropika terdiri atas 2 bagian yaitu :


(21)

2.4.1 Tanda-Tanda dan Gejala Fisik

Tanda-tanda dan gejala ini dapat berupa : 1. Gangguan kesadaran

2. Batuk-batuk 3. Batuk darah

4. Demam/ menggigil 5. Sakit dada

6. Sesak napas

( Tjokronegoro dan Hendra utama, 2002)

2.4.2 Tanda-Tanda dan Gejala Non-Fisik

Tanda-tanda dan gejala non-fisik dapat dibagi 2 tempat yaitu :

2.4.2.1 Tanda-Tanda dan Gejala Non-Fisik yang Biasa Ditampakkan di Rumah

Tanda-tanda dan gejala ini dapat berupa :

1. Membangkang terhadap teguran orang tua. 2. Malas mengurus diri.

3. Sering tersinggung dan mudah marah. 4. Sering berbohong.

5. Pola tidur berubah : pagi susah dibangunkan dan malam suka bergadang.

6. Sering mencuri uang dan barang-barang yang berharga dirumah, dan ini sering tidak ketahuan.


(22)

2.4.2.2 Tanda-Tanda dan Gejala Non-Fisik yang Biasa Ditampakkan di Sekolah

Tanda-tanda dan gejala ini dapat berupa : 1. Prestasi disekolah tiba-tiba menurun. 2. Membolos sekolah, dan tidak disiplin. 3. Sering berbohong.

4. Mudah tersinggung dan cepat marah.

5. Sekali-kali di jumpai dalam keadaan mabuk. bicara pelo (cadel) dan jalan sempoyongan.

6. Mulai bergaul sama anak-anak yang tidak beres disekolah.

(Sumiati, 2009)

2.5. Mekanisme Penggunaan Narkotika Dalam Tubuh

Seseorang dapat mengonsumsi zat dengan berbagai cara, misalnya dengan cara meminumnya, menelan, menghirup, menghisap dan menyuntikkan satu atau lebih zat, sehingga zat tersebut akan masuk ke dalam peredaran darah dan menggangu sinyal penghantar syaraf (neorotransmitter) sel-sel syaraf pusat (otak). Mekanisme kerja obat dalam tubuh merupakan suatu keadaan dimana obat tersebut merangsang susunan saraf pusat untuk bekerja sesuai dengan karakteristik zat yang digunakan. Zat yang masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi sinyal penghantar saraf yang dapat menggangu fungsi-fungsi antara lain kognitif (pikiran, memori), afektif (alam sadar), dan psikomotor perilaku (Sumiati, 2009).


(23)

2.6 Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada seseorang. Berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat, faktor-faktor penyebab timbulnya penyalahgunaan NAPZA terdiri dari :

1. Faktor Zat

Tidak semua zay yang digunakan akan memberi pengaruh yang sama bagi pemakai. Dalam hal ini hanya obat dengan pengaruh farmakologi tertentu yang akan menimbulkan gangguan panyalahgunaan NAPZA, baik yang menimbulkan ketergantungan dan yang tidak menimbulkan ketergantungan.

2. Faktor Individu

Tiap individu memiliki perbedaan tingkat resiko untuk menyalahgunakan NAPZA. Faktor yang mempengaruhi individu terdiri dari faktor kepribadian dan faktor konstitusi. Di bawah ini merupakan beberapa alasan yang berasa dari diri sendiri.

a. Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir panjang mengenai akibatnya

b. Keinginan untuk bersenang-senang

c. Keinginan untuk mengikiti trend dan gaya


(24)

e. Tidak mampu menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan NAPZA

3. Faktor Lingkungan Sosial

Faktor lingkungan sosial adalah faktor dimana individu melakukan interaksi dengan orang-orang yang ada disekitarnya. Faktor ini mencakup faktor keluarga dan faktor sosial lainnya, misalnya pada keluarga yang kurang harmonis, lingkungan pergaulan individu, komunikasi orang tua dan anak yang kurang baik, orang tua yang bercerai atau kawin lagi, orang tua yang terlalu sibuk, orang tua yang acuh dan otoriter, kurangnya orang yang menjadi teladan dalam hidupnya dan kurangnya kehidupan beragama (Sumiati, 2009).

Dari sekian sebab-sebab penggunaan narkotik secara tidak legal yang dilakukan oleh para remaja dapat dikelompokkan dalam tiga keinginan, yaitu: 1. Mereka yang ingin mengalami ( the experience seekers) yaitu yang ingin

memperoleh pengalaman baru dan sensasi dari akibat pemakaian narkotik. 2. Mereka yang bermaksud menjauhi atau mengelakkan realita hidup (the

oblivion seekers) yaitu mereka yang menganggap keadaan terbius sebagai tempat pelarian terindah dan ternyaman.

3. Mereka yang ingin merubah kepribadiaanya (personality change) yaitu mereka yang beranggapan menggunaka narkotika dapat merubah kepribadian, seperti untuk menjadi berani, untuk menghilangkan rasa malu, menjadi tidak kaku dalam pergaulan dan lain-lain (Sasangka, 2003).


(25)

Dikalangan orang-orang dewasa dan yang telah lanjut usia menggunakan narkotika dengan sebab-sebab antara lain sebagai berikut:

1. Menghilangakan rasa sakit dan penyakit kronis seperti asma, TBC dan lain-lain.

2. Menjadi kebiasaan (akibat penyembuhan da menghilangkan rasa sakit tersebut)

3. Pelariaan dan frustasi

4. Meningkatkan kesanggupan untuk berprestasi (biasanya zat perangsang) (Sasangka, 2003).

2.7 Pengertian Urine

Urinalisa adalah suatu metoda analisa untuk mendapatkan bahan - bahan atau zat - zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk melihat adanya kelainan pada urine (Simanjuntak, 1997).

Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul - molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin (Simanjuntak, 1997).

Urine Sewaktu adalah urine yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urine sewaktu ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus (Simanjuntak, 1997).


(26)

2.8 Komposisi Urine

Komposisi zat - zat dalam urine bervariasi tergantung jenis makanan serta air yang diminumnya. Urine normal berwarna jernih transparan, sedang warna urine kuning muda urine berasal dari zat warna empedu (bilirubin dan biliverdin). Urin normal pada manusia terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida, garam - garam terutama garam dapur, dan zat - zat yang berlebihan di dalam darah misalnya vitamin C dan obat - obatan. Semua cairan dan materi pembentuk urine tersebut berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urine berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa (Simanjuntak, 1997).

2.9 Tes Urine

Tes urine biasanya digunakan perusahaan bagi para karyawan baru untuk menjalani prosedur penerimaan karyawan baru.Pada umumnya, tes urine meliputi deteksi keberadaan zat - zat yang seharusnya tidak terdapat dalam urine, misalnya,protein zat gula, bakteri, kristal - kristal tertentudalam jumlah yang besar. Tes urine juga digunakan untuk mendeteksi kehamilan serta zat - zat narkoba (Simanjuntak, 1997).

2.10 Penyakit Yang Dapat Dideteksi Oleh Tes Urine

Penyakit yang dapat dideteksi melalui tes urine cukup banya, antara lain penyakit ginjal,diabetes (kencing manis), gangguan hati (lever), eklampsia (pada wanita hamil), dan beberapa lagi lainnya. Pada penyakit - penyakit tersebut, tes urine tetap harus didampingi dengan pemeriksaan fisik. Sebab, tes urine hanyalah


(27)

pelengkap atau penguat dugaan adanya penyakit dalam tubuh (Simanjuntak, 1997).

2.11 Mekanisme Pemeriksaan Urine

Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal dengan melalui glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai Bowman, berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali Zat - zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter (Simanjuntak, 1997).

2.12 Perumusan Pidana dan Jenis Sanksi Pidana dalam UU No. 35/2009.

Perumusan pidana dan jenis pidana saat mengkonsumsi narkotika diatur oleh UU No. 35/ 2009, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Perumusan Pidana dan Jenis Sanksi Pidana dalam UU No.35/2009

Perbuatan Melwan Hukum Jenis Pidana KATAGORI I KATAGORI II KATAGORI

III KATAGORI IV Pidana Penjara Narkotika Gol. I 4-12 tahun 5-20 tahun 4-12 tahun 5-20 tahun 5-15 tahun 5-20 tahun 5-15 tahun 5-20 tahun Narkotika Gol. II

 3-10 tahun

5-15 tahun 4-12 tahun 5-20 tahun 4-12 tahun 5-15 tahun Narkotika Gol. III

 2-7 tahun

5-20 tahun

3-10 tahun 5-15 tahun

3-10 tahun 5-15 tahun


(28)

PenjaraSeumur Hidup/ Mati

Narkotika Gol. I

Berat lebih 1 Kg/lebih 5 btg pohon

Berat melebihi

5 gram

Mengakibatkan orang lain mati/ cacat permanen

Mengakibatkan orang lain mati/ cacat permanen Narkotika Gol.

II

  Berat melebihi

5 gram  Narkotika Gol. III     Pidana Denda Narkotika Gol. I Denda

800 JT – 8 M

Denda 800JT - 8 M

Denda max +1/3

Denda 1-10 M Denda max + 1/3

Denda 1-10 M Denda max + 1/3

Narkotika Gol. II

Denda 600 JT - 5 M

Denda Max + 1/3

Denda 800 JT - 8 M

Denda Max + 1/3

Denda 800 JT - 6 M

Narkotika Gol. III

Denda 400 JT - 3 M

Denda Max + 1/3

Denda 600 JT - 5 M

Denda Max + 1/3

Denda 600 JT - 5 M

Denda Max + 1/3


(29)

Keterangan :

Jenis-jenis perbuatan tanpa hak dan melawan hukum yang diatur dalam tindak pidana narkotika, dibedakan dalam 4 (empat) katagori, yaitu :

Katagori I : menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan.

Katagori II : memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan.

Katagori III : menawarkan untuk dijual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan.

Katagori IV : menggunakan, memberikan untuk digunakan orang lain.

(Siswanto, 2012).

Tabel 2.3 Ancaman Pidana bagi Orang Tua/Wali dari Pencandu Narkotika yang Belum Cukup Umur

Pasal Perbuatan Melawan

Hukum

Kaitan Pasal Ancaman Pidana

Ancaman Denda

Pasal 128 Ayat 1

Orang tua/ wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur yang sengaja tidak melapor

Pasal 55 Ayat (1)

Pidana

Kurungan paling lama 6 bulan

Pidana denda paling

banyak 1 (satu) juta rupiah


(30)

Ayat 2

Ayat 3

Ayat 4

Pecandu narkotika yang telah cukup umur

Pasal 55 Ayat (1)

Pasal 55 Ayat (1)

Rumah sakit dan/ atau rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan Menteri

Pecandu

narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya tidak dituntut pidana


(31)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Tempat

Pemeriksaan narkotika melalui urine menggunakan alat Multi Drug

dengan metode Rapid Test dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Jl. Williem Iskandar Pasar V Barat I No.4 Medan-Estate, tepatnya pada bagian devisi toksikologi.

3.2. Sampel, Alat, dan Bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam pemeriksaan adalah ± 50 ml urine pasien.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan dalam pemeriksaan adalah: –Pot plastik sedang,

–Alat Test drug ( Multi-drug) –Penghitung waktu/ Stopwatch 3.2.3 Bahan

3.3. Prosedur Pengujian

3.3.1 Penyimpanan dan Stabilitas Panel

1. Disimpan dalam wadah tersegel baik pada suhu kamar(2-30 C). 2. Panel tes harus stabil hingga batas kadaluarsa yang tertera pada wadah. 3. Panel tes harus tetap berada dalam wadah tersegel hingga digunakan.


(32)

Kadaluarsa.

3.3.2 Pengumpulan Spesimen dan Penyiapan

1. Urine harus dikumpulkan dengan kontainer yang bersih dan kering. 2. Urine dapat dikumpulkan pada waktu yang sama pada saat digunakan. 3. Urine yang terdapat partikel visibel harus disentrifugasi, disaring atau

diperbolehkan untuk mengambil supernatan jernih untuk diuji 3.3.3 Penyimpanan spesimen

1. Spesimen urine dapat disimpan pada suhu 2-8 OC sampai 48 jam hingga pada waktu pengujian.

2. Untuk memperpanjang penyimpanan, spesimen dapat dibekukan dan disimpan dibawah suhu -20OC.

3. Spesimen yang sudah dibekukan harus dicairkan sebelum pengujian. Ketika pengujian termasuk S.V.T, penyimpanan spesimen urin tidak boleh melebihi 2 jam pada suhu kamar atau 4 jam pada suhu dingin. Untuk hasil yang terbaik, lakukan tes segera setelah pengambilan spesimen urine.

3.3.4 Cara Penggunaan Alat Multi-Drug

Sebelum dilakukan pemeriksaan atau pengujian biarkan panel tes, spesimen urine dan/ atau kontrol agar menyamai suhu kamar (15-30 C). Setelah itu lakukan pemeriksaan sesuai langkah berikut :

1. Buka alat test card dari wadah tersegel dan gunakan secepat mungkin. Buka penutup dari test card. Dengan panah penunjuk terhadap spesimen urine, benamkan strip pada test card secara vertikal dalam spesimen


(33)

urine selama kurang lebih 10-15 detik. Benamkan strip setidaknya pada tingkat garis yang melengkung tetapi jangan diatas tanda panah pada test card.

2. Tutup dan letakkan test card pada permukaan rata yang non-absorben, mulai perhitungan waktu dan tunggu hingga garis berwarna muncul. 3. Baca strip adulterasi antara waktu 3 dan 5 menit dengan membandingkan

warna pada strip adulterasi pada chart berwarna. Jika hasil menunjukkan adanya adulterasi jangan langsung menafsirkan hasil tes, tetapi coba uji lagi urine tersebut atau ambil spesimen lain.

4. Baca hasil strip pada selang waktu 5 menit.

3.3.5 Pembacaan Hasil Panel

Negatif : Terdapat garis berwarna pada bagian kontrol garis (C) dan garis berwarna pada bagian (T) yang menunjukkan hasil negatif terhadap drug tersebut. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi obat pada spesimen urine berada dibawah kontrol drug tersebut

Catatan: hasil berwarna pada bagian test (T) bisa saja beragam, namun hasil tetap dianggap negatif walaupun hanya muncul garis berwarna buram.

Positif : Terdapat garis berwarna pada bagian kontrol garis (C) tetapi tidak terdapat garis berwarna pada bagian (T) terhadap drug tersebut yang mengindikasikan hasil tes positif. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi obat pada spesimen urine melebihi kontrol drug tersebut.


(34)

Invalid : Garis kontrol tidak muncul. Ketidak cukupan volume spesimen atau prosedur pelaksanaan yang salah merupakan peyebab pada umumnya hingga garis kontrol tidak muncul. Kaji ulang prosedur dan ulangi pengujian menggunakan panel test yang baru. Jika masalah tetap terjadi, jangan lanjutkan pengujian dan segera hubungi distribusi lokal anda.

`3.3.6 Defenisi Operasional

1. Adulterasi adalah perusakan spesimen urine dengan tujuan memberikan hasil palsu dengan merubah hasil tes. Penggunaan adulteran menyebabkan hasil negatif yang palsu pada drug test dengan merusak skrining test dan menghancurkan keberadaan narkotika pada urine. 2. Dilusi adalah salah satu cara untuk memalsukan hasil drug test dengan

ada atau tidaknya mikroorganisme yang terdapat pada urine. 3. Drug adalah obat narkotika.

4. S..V.T/ penandaan warna adulteran

5. GLP adalah singkatan dari Good Laboratory Practice mengacu pada kualitas sistem pengendalian menajemen untuk penelitian laboratorium dan organisasi untuk mencoba memastikan keseragaman, konsistensi,reliabilitas, reproduktifitas, kualitas, dan dan integritas kimia (termasuk obat-obatan) tes keamanan non-klinis melalui uji toksisitas kronis.


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Hasil yang didapat setelah dilakukan pemeriksaan terhadap urine pasien adalah pasien negatif menggunakan narkotika. Dapat dilihat pada gambar 4.1 di bawah ini :


(36)

4.2 Pembahasan

Cara pembacaan alat drug test Negatif jika terdapat garis berwarna pada bagian kontrol garis (C) dan garis berwarna pada bagian (T) yang menunjukkan hasil negatif terhadap drug tersebut. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi obat pada spesimen urin berada dibawah kontrol drug tersebut. Tetapi jika hasil berwarna pada bagian test (T) bisa saja beragam, namun hasil tetap dianggap negatif walaupun hanya muncul garis berwarna buram.

Positif jika terdapat garis berwarna pada bagian kontrol garis (C) tetapi tidak terdapat garis berwarna pada bagian (T) terhadap drug tersebut yang mengindikasikan hasil tes positif. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi obat pada spesimen urin melebihi kontrol drug tersebut.

Invalid jika garis kontrol tidak muncul. Ketidak cukupan volume spesimen atau prosedur pelaksanaan yang salah merupakan peyebab pada umumnya hingga garis kontrol tidak muncul. Kaji ulang prosedur dan ulangi pengujian menggunakan panel test yang baru. Jika masalah tetap terjadi, jangan lanjutkan pengujian dan segera hubungi distribusi lokal anda.

Multi-Drug satu langkah Screen Test Panel (Urine) adalah immunoassay berdasarkan pada prinsip kompetitif mengikat. Obat yang mungkin ada dalam spesimen urin bersaing konjugasi obat masing-masing untuk situs di antibodi spesifik mereka mengikat. Selama pengujian, spesimen urin bermigrasi ke atas oleh aksi kapiler, obat A, jika hadir dalam spesimen urin bawah konsentrasi cut-off-nya, tidak akan jenuh situs pengikatan antibodi spesifik dilapisi partikel. Partikel antibodi dilapisi kemudian akan ditangkap oleh konjugasi obat


(37)

Imobilisasi dan garis berwarna terlihat akan muncul di wilayah garis uji strip obat tertentu. Garis berwarna tidak akan terbentuk di wilayah garis uji jika tingkat obat di atas konsentrasi cut-off karena itu akan jenuh semua situs pengikatan antibodi dilapisi partikel. Obat-positif spesimen urin tidak akan menghasilkan garis berwarna di wilayah tertentu garis uji strip karena persaingan obat, sementara spesimen urin obat-negatif atau spesimen yang mengandung konsentrasi obat kurang dari cut-off akan menghasilkan garis Di wilayah garis uji. Untuk melayani sebagai kontrol prosedural, garis berwarna akan selalu muncul di ragion garis kontrol Menunjukkan volume tepat dari spesimen telah ditambahkan membran akhir wicking telah terjadi.

4.2.1 Pembacaan SVT/ Adulteran

Pembacaan SVT/ Adulteran adalah dengan hasil semi-kuantitatif yang diperoleh dengan membandingkan secara visual warna yang bereaksi pada strip dengan warna tang tercetak pada chart berwarna. Tidak ada peralatan yang dibutuhkan.

Adulterasi merupakan perusakan spesimen urine dengan tujuan untuk mengubah hasil tes. Penggunaan adulteran dapat menyebabkan hasil negatif yang palsu pada drug test dengan cara merusak skrining test dan menghancurkan kebaradaan narkotika dalam urine. Dilusi juga merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memalsukan hasil drug test.

Salah satu cara terbaik untuk menguji adanya adulterasi dan dilusi adalah dengan menentukan karakterisasi kandungan urin seperti pH dan berat spesifik


(38)

serta untuk mendeteksi adanya zat oksidan / PCC, gaya berat spesifik, pH, nitrit, glutaraldehid dan kreatinin pada urine.

Test pH untuk menguji keberadaan adulteran asam atau alkali dalam urine. pH normal harus berada pada kisaran 4.0 hingga 9.0 . Nilai diluar kisaran tersebut mengindikasikan bahwa sampel telah dirusak.

Berat spesifik digunakan untuk menguji dilusi. Kisaran normalnya adalah 1.003 hingga 1.030. Angka yang berada diluar kisaran tersebut menunjukkan adanya adulterasi dan dilusi.

Oxidan / PCC test dilakukan untuk menentukan adanya agen oksidan seperti bleach dan hidrogen peroksida. Piridinium Klorokromat merupakan adulterant yang umum digunakan. Urine manusia normal tidak mengandung oksidan atau PCC.

Tes Nitrit digunakan untuk menguji adulteran yang pada umumnya digunakan secara komersial seperti Klear dan Whizzies. Keduanya bekerja dengan cara mengoksidasi metabolit kanabinoid THC-COOH. Urine normal seharusnya tidak mengandung sisa nitrit. Hasil yang positif pada tes ini umumnya menunjukkan terjadina adulterasi

Tes Glutaraldehid untuk menguji keberadaan aldehid. Adulteran seperti Urin Aid dan Clear Choice mengandung glutaraldehid yang dapat menyebabkan hasil negatif yang palsu pada hasil skrining dengan cara mengacaukan enzim yang digunakan untuk beberapa tes imunoassay. Glutaraldehid secara normal tidak ditemukan pada urine; oleh karena itu deteksi adanya glutaraldehid pada spesimen urine merupakan indikator umum pada adulterasi


(39)

Kreatinin merupakan produk sisa dari kreatin, sebuah asam amino yang terdapat pada jaringan otot dan ditemukan pada urine. Seseorang bisa saja mencoba untuk mengelabui tes dengan cara meminum air secara berlebihan atau diuretik seperti teh herbal untuk mengelabui sistem. Kreatinin dan berat spesifik adalah dua cara untuk menguji adanya dilusi, yang merupakan mekanisme umum yang digunakan untuk mengecoh drug test. Ketiadaan kreatinin (<5 mg/dL) menunjukkan spesimen tidak konsisten pada urine manusia

Hasil semi-kuantitatif diperoleh dengan membandingkan secara visual warna yang bereaksi pada strip dengan warna tang tercetak pada chart berwarna. Tidak ada peralatan yang dibutuhkan

4.2.2 Kualiti Kontrol

Kualiti Kontrol merupakan kontrol prosedural juga termasuk ke dalam pengujian. Garis berwarna muncul pada bagian kontrol garis (C) dianggap sebagai konrol prosedural internal. Itu memastikan jumlah volume spesimen, membran wicking, teknik prosedural yang benar.

Kontrol standard tidak tersedia dalam paket, namun disarankan bahwa kontrol positif dan negatif juga diuji secara GLP untuk memastikan bahwa prosedur pengujian dan memastikan perlakuan yang benar.

4.2.3 Keterbatasan Alat Drug Test

Alat drug test juga memiliki keterbatasan, diantaranya adalah :

• Panel Tes Multi Drug One Step Screen hanya dapat memberikan hasil preliminasi analitik. Metode pengujian kimia secara lebih spesifik harus


(40)

digunakan untuk memperoleh hasil yang lebih pasti. Metode GC/MS lebih disarankan sebagai metode pemastian.

• Bisa saja terdapat kesalahan teknik atau prosedur serta gangguan keberadaan senyawa lain yang terdapat pada spesimen urin yang memberikan hasil error.

• Adulteran, seperti bleach dan alum, dalam spesimen urin bisa saja memberikan hasil yang error tergantung pada metode analitik yang digunakan. Jika memang diduga terjadi adulterasi, pengujian harus diulang dengan spesimen urin lain.

• Hasil positif pada tes menunjukkan keberadaan drug atau metabolitnya tetapi tidak menunjukkan tingkat intoksikasi, jalur penyaluran atau konsentrasinya dalam urine.

• Hasil yang negatif belum tentu menunjukkan bahwa urin free drug. Hasil negatif bisa diperoleh ketika keberadaan obat berada dibawah tingkat yang bisa dibaca pada pengujian.

• Pengujian tidak dapat membedakan keberadaan obat yang disalah gunakan atau perawatan medis tertentu.

• Hasil yang positif bisa saja didapat dari makanan atau suplemen makanan tertentu.

Lain lagi keterbatasan S.V.T Adulterasiyang dimiliki alat ini, diantaranya:

• Tes adulterasi yang termasuk kedalam produk ini dimaksudkan untuk membantu dalam penentuan spesimen abnormal. Selain untuk pengujian


(41)

dalam ilmu pengetahuan, uji ini tidak dimaksudkan sebagai tes inklusif untuk menentukan kemungkinan adulterasi.

• Oksidan / PCC : urine manusia normal seharusnya tidak mengandung oksidan atau PCC. Keberadaan antioksidan dalam tingkat yang tinggi dalam spesimen seperti asam ascorbat, dapat memberikan hasil negatif yang palsu terhadap oksidan atau PCC.

• Berat Gravitasi spesifik: Peningkatan jumlah protein dalam urin dapat menyebabkan nilai gravitasi spesifik yang tinggi.

• Nitrit: Nitrit bukan merupakan komponen yang normal dalam urine manusia. Namun nitrit yang ditemukan dalam urine bisa saja mengindikasikan infeksi dalam jalur perkemihan atau infeksi bakteri. Tingkat nitrit > 20 mg/dL dapat menghasilkan hasil positif palsu terhadap glutaraldehid.

• Glutaraldehid : Tidak normal ditemukan dalam urine. Namun abnormalitas metabolit tertentu seperti ketoasid (puasa, diabetes tidak terkontrol atau diet protein tinggi) dapat mempengaruhi hasil tes.

• Kreatinin: kreatinin normal berada pada tingkat 20 dan 350 mg/dL. Dalam kondisi langka penyakit ginjal dapat menunjukkan dilusi pada urine.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Setelah dilakukan pemeriksaan urine pasien menunjukan hasil negatif, dimana pasien tidak menggunakan narkotika.

2. Prinsip kerja yang digunakan pada alat Multi-Drug satu langkah screen test panel (urine) adalah immunoassay berdasarkan pada prinsip kompetitif mengikat. Obat yang mungkin ada dalam spesimen urin bersaing konjugasi obat masing-masing untuk situs di antibodi spesifik mereka mengikat.

5.2 Saran

1. Disarankan kepada masyarakat agar menjauhi narkotika karena berbahaya bagi diri sendiri dan masyrakat sekitarnya.

2. Sebaiknya dalam pemeriksaan narkotika dapat juga dilakukan melalui pemeriksaan darah agar hasil yang didapat lebih akurat.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Dirdjosisworo, S. (1987). Hukum Narkotika Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. Halaman 3 – 4.

Sasangka, H. (2003). Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Halaman 6 - 7, 33 – 34.

Simanjuntak, B. (1997). Pengertian Kriminologi Dan Patologi Sosial. Bandung: Tarsito.

Siswanto, H. (2012). Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Halaman 259 - 261.

Sumiati dan Dinarti (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Jakarta: Penerbit Trans Info Media. Halaman 7 – 9, 11 - 12, 14 – 16, 19 – 21, 25 -27

Tjokronegoro, A dan Hendra Utama. (2002). Opiat, Masalah Medis dan Penatalaksanaannya. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1 - 3, 70.


(1)

serta untuk mendeteksi adanya zat oksidan / PCC, gaya berat spesifik, pH, nitrit, glutaraldehid dan kreatinin pada urine.

Test pH untuk menguji keberadaan adulteran asam atau alkali dalam urine. pH normal harus berada pada kisaran 4.0 hingga 9.0 . Nilai diluar kisaran tersebut mengindikasikan bahwa sampel telah dirusak.

Berat spesifik digunakan untuk menguji dilusi. Kisaran normalnya adalah 1.003 hingga 1.030. Angka yang berada diluar kisaran tersebut menunjukkan adanya adulterasi dan dilusi.

Oxidan / PCC test dilakukan untuk menentukan adanya agen oksidan seperti bleach dan hidrogen peroksida. Piridinium Klorokromat merupakan adulterant yang umum digunakan. Urine manusia normal tidak mengandung oksidan atau PCC.

Tes Nitrit digunakan untuk menguji adulteran yang pada umumnya digunakan secara komersial seperti Klear dan Whizzies. Keduanya bekerja dengan cara mengoksidasi metabolit kanabinoid THC-COOH. Urine normal seharusnya tidak mengandung sisa nitrit. Hasil yang positif pada tes ini umumnya menunjukkan terjadina adulterasi

Tes Glutaraldehid untuk menguji keberadaan aldehid. Adulteran seperti Urin Aid dan Clear Choice mengandung glutaraldehid yang dapat menyebabkan hasil negatif yang palsu pada hasil skrining dengan cara mengacaukan enzim yang digunakan untuk beberapa tes imunoassay. Glutaraldehid secara normal tidak ditemukan pada urine; oleh karena itu deteksi adanya glutaraldehid pada spesimen urine merupakan indikator umum pada adulterasi


(2)

Kreatinin merupakan produk sisa dari kreatin, sebuah asam amino yang terdapat pada jaringan otot dan ditemukan pada urine. Seseorang bisa saja mencoba untuk mengelabui tes dengan cara meminum air secara berlebihan atau diuretik seperti teh herbal untuk mengelabui sistem. Kreatinin dan berat spesifik adalah dua cara untuk menguji adanya dilusi, yang merupakan mekanisme umum yang digunakan untuk mengecoh drug test. Ketiadaan kreatinin (<5 mg/dL) menunjukkan spesimen tidak konsisten pada urine manusia

Hasil semi-kuantitatif diperoleh dengan membandingkan secara visual warna yang bereaksi pada strip dengan warna tang tercetak pada chart berwarna. Tidak ada peralatan yang dibutuhkan

4.2.2 Kualiti Kontrol

Kualiti Kontrol merupakan kontrol prosedural juga termasuk ke dalam pengujian. Garis berwarna muncul pada bagian kontrol garis (C) dianggap sebagai konrol prosedural internal. Itu memastikan jumlah volume spesimen, membran wicking, teknik prosedural yang benar.

Kontrol standard tidak tersedia dalam paket, namun disarankan bahwa kontrol positif dan negatif juga diuji secara GLP untuk memastikan bahwa prosedur pengujian dan memastikan perlakuan yang benar.

4.2.3 Keterbatasan Alat Drug Test

Alat drug test juga memiliki keterbatasan, diantaranya adalah :

• Panel Tes Multi Drug One Step Screen hanya dapat memberikan hasil preliminasi analitik. Metode pengujian kimia secara lebih spesifik harus


(3)

digunakan untuk memperoleh hasil yang lebih pasti. Metode GC/MS lebih disarankan sebagai metode pemastian.

• Bisa saja terdapat kesalahan teknik atau prosedur serta gangguan keberadaan senyawa lain yang terdapat pada spesimen urin yang memberikan hasil error.

• Adulteran, seperti bleach dan alum, dalam spesimen urin bisa saja memberikan hasil yang error tergantung pada metode analitik yang digunakan. Jika memang diduga terjadi adulterasi, pengujian harus diulang dengan spesimen urin lain.

• Hasil positif pada tes menunjukkan keberadaan drug atau metabolitnya tetapi tidak menunjukkan tingkat intoksikasi, jalur penyaluran atau konsentrasinya dalam urine.

• Hasil yang negatif belum tentu menunjukkan bahwa urin free drug. Hasil negatif bisa diperoleh ketika keberadaan obat berada dibawah tingkat yang bisa dibaca pada pengujian.

• Pengujian tidak dapat membedakan keberadaan obat yang disalah gunakan atau perawatan medis tertentu.

• Hasil yang positif bisa saja didapat dari makanan atau suplemen makanan tertentu.

Lain lagi keterbatasan S.V.T Adulterasi yang dimiliki alat ini, diantaranya: • Tes adulterasi yang termasuk kedalam produk ini dimaksudkan untuk


(4)

dalam ilmu pengetahuan, uji ini tidak dimaksudkan sebagai tes inklusif untuk menentukan kemungkinan adulterasi.

• Oksidan / PCC : urine manusia normal seharusnya tidak mengandung oksidan atau PCC. Keberadaan antioksidan dalam tingkat yang tinggi dalam spesimen seperti asam ascorbat, dapat memberikan hasil negatif yang palsu terhadap oksidan atau PCC.

• Berat Gravitasi spesifik: Peningkatan jumlah protein dalam urin dapat menyebabkan nilai gravitasi spesifik yang tinggi.

• Nitrit: Nitrit bukan merupakan komponen yang normal dalam urine manusia. Namun nitrit yang ditemukan dalam urine bisa saja mengindikasikan infeksi dalam jalur perkemihan atau infeksi bakteri. Tingkat nitrit > 20 mg/dL dapat menghasilkan hasil positif palsu terhadap glutaraldehid.

• Glutaraldehid : Tidak normal ditemukan dalam urine. Namun abnormalitas metabolit tertentu seperti ketoasid (puasa, diabetes tidak terkontrol atau diet protein tinggi) dapat mempengaruhi hasil tes.

• Kreatinin: kreatinin normal berada pada tingkat 20 dan 350 mg/dL. Dalam kondisi langka penyakit ginjal dapat menunjukkan dilusi pada urine.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Setelah dilakukan pemeriksaan urine pasien menunjukan hasil negatif, dimana pasien tidak menggunakan narkotika.

2. Prinsip kerja yang digunakan pada alat Multi-Drug satu langkah screen test panel (urine) adalah immunoassay berdasarkan pada prinsip kompetitif mengikat. Obat yang mungkin ada dalam spesimen urin bersaing konjugasi obat masing-masing untuk situs di antibodi spesifik mereka mengikat.

5.2 Saran

1. Disarankan kepada masyarakat agar menjauhi narkotika karena berbahaya bagi diri sendiri dan masyrakat sekitarnya.

2. Sebaiknya dalam pemeriksaan narkotika dapat juga dilakukan melalui pemeriksaan darah agar hasil yang didapat lebih akurat.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Dirdjosisworo, S. (1987). Hukum Narkotika Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. Halaman 3 – 4.

Sasangka, H. (2003). Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Halaman 6 - 7, 33 – 34.

Simanjuntak, B. (1997). Pengertian Kriminologi Dan Patologi Sosial. Bandung: Tarsito.

Siswanto, H. (2012). Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Halaman 259 - 261.

Sumiati dan Dinarti (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Jakarta: Penerbit Trans Info Media. Halaman 7 – 9, 11 - 12, 14 – 16, 19 – 21, 25 -27

Tjokronegoro, A dan Hendra Utama. (2002). Opiat, Masalah Medis dan Penatalaksanaannya. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1 - 3, 70.