24
w. Selera risiko risk appetite adalah jumlah dan jenis risiko yang siap ditangani atau
diterima oleh organisasi. ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.7.1.2;
x. Toleransi risiko risk tolerance adalah kesiapan organisasi atau pemangku
kepentingan 3.2.1.1 untuk menanggung risiko 1.1 setelah perlakuan risiko 3.8.1 dalam upaya mencapai sasaran. ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.7.1.3.
catatan: Toleransi risiko dapat dipengaruhi oleh persyaratan hukum dan peraturan perundangan.
y. Struktur tata kelola risiko Risk governance structure struktur organisasi dalam
pengelolaan manajemen risiko perusahaan,
z. Risk Champion adalah karyawan pada masing-masing bagian yang ditunjuk menjadi
fasilitator dalam penerapan manajemen risiko pada bagian tersebut.
25
BAB II ASPEK STRUKTURAL
1.
Pengantar
Sebagaimana telah diuraikan pada Bab I, Aspek Struktural merupakan aspek yang memastikan struktur organisasi penerapan, arah penerapan, dan akuntabilitas pelaksanaan
manajemen risiko dalam organisasi, serta penyediaan sumber daya. Ini berarti bahwa aspek ini akan menjadi fondasi bagi penerapan manajemen risiko pada suatu organisasi. Hal-hal
yang dibahas dalam aspek ini adalah bagaimana tata kelola risiko risk governance termasuk didalamnya kejelasan akuntabilitas para pemangku risiko risk owner.
Selanjutnya dibahas mengenai pedoman penerapan manajemen risiko yang berupa prinsip- prinsip yang harus diacu untuk memastikan dan sekaligus memfasilitasi terjadinya budaya
sadar risiko, sehingga meningkatkan daya tahan dan keliatan resilience organisasi dalam menghadapi tantangan perubahan yang mengandung risiko.
Pelaksanaan tata kelola manajemen risiko tidak dapat dilakukan secara terpisah dengan struktur organisasi entitas. Padahal struktur organisasi suatu entitas sangat tergantung pada
sistem hukum yang dianut dalam negara dimana entitas tersebut berada dan jenis kegiatan organisasi tersebut. Suatu organisasi swasta tentu akan berbeda dengan suatu organisasi
publik, karena acuan hukum yang dirujuk berbeda. Organisasi yang mengejar laba tentu berbeda juga dengan organisasi nirlaba, karena peraturan perundangan yang digunakan
sebagai acuan juga berbeda. Pedoman ini, walaupun diupayakan untuk bersifat generik, akan tetapi tidak mungkin mencakup seluruh jenis organisasi.
Untuk kepentingan praktis mengenai struktur organisasi entitas, pedoman ini akan mengacu pada Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu Undang-Undang
tentang perusahaan swasta pada umumnya, termasuk juga Badan Usaha Milik Negara BUMN. Alasannya sederhana, karena jenis entitas inilah yang jumlahnya paling banyak dan
juga sekaligus menjadi tumpuan perputaran roda ekonomi sektor riil.