Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

bahwa pengujian hipotesis 6 enam menghasilkan nilai z statistic sebesar -0.126 dengan signifikansi 0.900 lebih besar daripada α = 0.05. Dengan demikian hipotesis ditolak, yang artinya bahwa rasio alokasi belanja modal daerah incumbent pada saat pemilukada lebih kecil daripada rasio alokasi belanja modal non-incumbent pada saat pelaksanaan pemilukada.

5.2 Pembahasan

Hasil pengolahan data diperoleh bahwa alokasi belanja hibah dan alokasi belanja modal merupakan jenis alokasi belanja yang terindikasi kuat digunakan oleh calon incumbent. Kepala daerah yang maju kembali sebagai calon pada pemilukada memiliki banyak peluang untuk memanfaatkan alokasi belanja hibah dan belanja modal untuk kepentingannya. Belanja hibah dan belanja modal dapat dipakai oleh calon incumbent untuk memikat hati masyarakat pemilih untuk mendapat dukungan suara dalam pemilukada. Hasil penelitian alokasi belanja hibah ini mendukung keseluruhan dari penelitian terdahulu, demikian juga mengenai alokasi belanja modal yang mendukung hasil penelitian terdahulu Yustianto. Besarnya kewenangan kepala daerah dalam proses penyusunan anggaran sebagai perencana sekaligus pelaksana kebijakan pemerintah daerah membuka ruang bagi kepala daerah untuk merealisasikan kepentingan pribadinya dengan memprioritaskan preferensinya dalam penganggaran yang mengandung lucrative opportunistic peluang yang menguntungkan dan memiliki dampak politik jangka panjang pada saat kembali mencalonkan diri. Rasio alokasi belanja hibah diindikasi kuat digunakan oleh incumbent untuk kepentingan politik pribadi dan kelompoknya. Sesuai dengan pasal 1 ayat 1 Universitas Sumatera Utara permendagri nomor 32 tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD disebutkan bahwa kepala daerah menetapkan daftar penerima hibah beserta besaran uang atau jenis barang atau jasa yang akan dihibahkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan perda tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Pada pasal 6 ayat 4 dan 5 dapat diketahui bahwa penerima hibah itu cakupannya lebih luas kelompok masyarakat dalam bidang perekonomian, kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, keolahragaan non – profesional, dan organisasi kemasyarakatan. Dari sisi pelaporan dan pertanggungjawaban hibah sesuai dengan pasal 16 ayat 1 dan 2, peran kepala daerah sangat dominan dimana penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui pejabat pengelola keuangan daerah PPKD dengan tembusan satuan kerja perangkat daerah SKPD terkait, demikian juga penerima hibah berupa barang atau jasa menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait, maka incumbent mempunyai ruang yang cukup untuk memanfaatkan rasio alokasi belanja hibah tersebut untuk kepentingan politiknya. Incumbent cenderung akan mengalokasikan belanja hibah tersebut kepada masyarakat khususnya untuk daerah yang termasuk penyumbang suara terbanyak pada pemilukada sebelumnya. Sehingga pemberian hibah tidak sesuai lagi dengan tujuan yang seharusnya untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat. Rasio alokasi belanja modal BM dimanfaatkan oleh incumbent dalam menjaring simpati masyarakat karena belanja modal bersifat multiplier effect Universitas Sumatera Utara dalam menggerakkan perekonomian daerah yang langsung menyentuh masyarakat. Secara umum, semakin tinggi rasio alokasi belanja modal, akan semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi demikian juga sebaliknya. Celah ini kemudian dimanfaatkan oleh incumbent untuk pencitraan ditengah masyarakat, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka kualitas kepemimpinan kepala daerah juga semakin baik. Dampak buruk yang ditimbulkan dari praktek pemanfaatan rasio alokasi belanja tersebut diatas adalah asas pembangunan adil dan merata tidak tercapai karena ada kecenderungan pembangunan hanya terasa pada daerah basis pendukung incumbent sehingga terjadi penyelewengan kekuasaan atas alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. Penyelewengan ini merugikan keuangan daerahnegara karena tujuan pembangunan tidak tepat sasaran. Pada penelitian ini yang menarik adalah rasio alokasi belanja bantuan sosial BBS lebih rendah pada saat pelaksanaan pemilukada incumbent. Hasil ini tidak sama dengan seluruh penelitian terdahulu karena hasil penelitian terdahulu menyimpulkan sebaliknya bahwa rasio alokasi BBS lebih tinggi pada saat pelaksanaan pemilukada incumbent. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh banyaknya temuan – temuan pelanggaran penyaluran BBS yang terekspos ke masyarakat yang menyebabkan kepala daerah tersandung dalam kasus hukum. Sesuai dengan temuan KPK bahwa dalam rentang waktu tahun anggaran T.A 2007 sampai dengan T.A 2011 terdapat beberapa daerah yang tersandung tindak pidana korupsi berhubungan dengan masalah penyimpangan dana BBS antara lain: Pemko Bandung, Pemko Pematang Siantar, Pemkab Kepulauan Anambas, Pemkab Sumedang, Pemko Gorontalo, Pemko Depok, Pemkab Bantul, Pemkab Universitas Sumatera Utara Kota Baru. Ini menjadi suatu pembelajaran bagi kepala daerah supaya lebih berhati – hati dalam pengalokasian dan pengelolaan belanja bantuan sosial. BBS juga rentan terhadap isu politik yang seringkali membuat dispute antara eksekutif dan legislatif sehingga memperkecil peluang incumbent memanfaatkan rasio alokasi BBS untuk kepentingan politiknya. Optimalisasi pendampingan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah mulai dari pemerintah daerah melalui inspektorat hingga tingkat pemerintah pusat melalui badan pemeriksa keuangan BPK mulai dari penetapan anggaran, penatausahaan keuangan, dan pertanggungjawaban keuangan diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan kerugian negara yang dilakukan oleh kepala daerah. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Rasio alokasi belanja bantuan sosial BBS daerah incumbent pada saat pemilukada lebih kecil daripada rasio alokasi BBS daerah incumbent sebelum pelaksanaan pemilukada. Artinya Lucrative Opportunistic peluang yang menguntungkan Incumbent terpilih kembali atas Rasio alokasi BBS pada saat pemilukada lebih kecil daripada sebelum pelaksanaan pemilukada. 2. Rasio alokasi belanja hibah BH daerah incumbent pada saat pemilukada lebih besar daripada rasio alokasi BH daerah incumbent sebelum pelaksanaan pemilukada. Artinya Lucrative Opportunistic peluang yang menguntungkan Incumbent terpilih kembali atas BH pada saat pemilukada lebih besar daripada sebelum pelaksanaan pemilukada. 3. Rasio alokasi belanja modal BM daerah incumbent pada saat pemilukada lebih besar daripada rasio alokasi BM daerah incumbent sebelum pelaksanaan pemilukada. Artinya Lucrative Opportunistic peluang yang menguntungkan Incumbent terpilih kembali atas Rasio alokasi belanja modal BM pada saat pemilukada lebih besar daripada sebelum pelaksanaan pemilukada. 4. Rasio alokasi belanja bantuan sosial BBS daerah incumbent pada saat pemilukada lebih kecil daripada rasio alokasi BBS daerah non – incumbent pada pemilukada. Non-incumbent cenderung memanfaatkan peluang lebih besar atas rasio alokasi belanja bantuan sosial untuk mencapai sasaran Universitas Sumatera Utara