Teori Agensi Tinjauan Pustaka

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Agensi

Dalam rangka memahami tentang corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan sebagai dasar pemikiran. Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer agent dengan pemilik principal, dan agar hubungan kontraktual ini dapat berjalan dengan baik, maka principal akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada agent. Hubungan inilah yang disebut dengan teori keagenan. Agency theory mengasumsikan bahwa manajer akan bertindak secara oportunistik dengan mengambil keuntungan pribadi sebelum memenuhi kepentingan pemegang saham. Teori Agensi ini timbul karena adanya perkembangan ilmu manajemen modern yang menggeser teori klasik, yaitu adanya aturan yang memisahkan pemilik perusahaan principal dengan para pengelola perusahaan agent. Ketika perusahaan berkembang menjadi besar, apalagi pemegang saham semakin tersebar, semakin banyak agency cost yang terjadi dan pemilik semakin tidak dapat melakukan kontrol yang efektif terhadap manajer yang mengelola perusahaan Prasetyo, 2009. Dalam hubungan antara agen dan prinsipal, akan timbul masalah jika terdapat informasi yang asimetri information asymetry. Scott 1997 menyatakan bahwa apabila beberapa pihak dalam bisnis memiliki informasi yang lebih Universitas Sumatera Utara 10 daripada pihak lainnya, maka kondisi tersebut dikatakan sebagai asimetri informasi. Hal ini menyebabkan agen cenderung melakukan perilaku yang tidak semestinya, salah satunya yang dilakukan oleh agen adalah pemanipulasian data dalam laporan keuangan agar sesuai dengan harapan prinsipal, walaupun laporan tersebut tidak menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Pemanipulasian data dalam laporan keuangan tersebut dapat berupa praktek manajemen laba. Manajemen laba sebenarnya merupakan permasalahan agensi yang muncul dari penyerahan penegelolaan perusahaaan. Hal ini dilakukan sejalan dengan semakin membesar, melebar, dan meluasanya hubungan bisnis yang dijalin perusahaan. Perkembangan inilah yang membuat perlunya keterlibatan orang luar yang diberi wewenang untuk mengelola perusahaan secara penuh. Pemilik tidak lagi harus mengoperasikan perusahaan secara langsung, namun cukup menyerahkan hak dan kewenangan pengelolaan pada pihak lain yang dinilai lebih mampu. Pemilik hanya bertugas mengawasi, mengendalikan, dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan orang itu. Inilah awal berkembangnya teori agensi dalam dunia usaha Sulistyanto, 2008. Didalam sebuah perusahaan ada tiga pihak utama yang memiliki kepentingan yang berbeda yaitu manajemen, pemegang saham sebagai pemilik, dan tenaga kerja. Prinsip pengambilan keputusan yang diambil oleh manajer adalah bahwa manajer harus memilih tindakan-tindakan yang dapat memaksimalkan kekayaan pemegang saham, atau dengan kata lain, pengambilan keputusan tidak dilakukan berdasarkan atas kepentingan manajemen tetapi harus mengacu pada kepentingan pemegang saham. Namun kenyataan yang terjadi Universitas Sumatera Utara 11 dibanyak perusahaan adalah manajer lebih cenderung memilih tindakan-tindakan yang menguntungkan kepentingannya sendiri, misalnya yang dapat memaksimalkan kekayaannya daripada menguntungkan para pemegang saham. Dalam menerapkan teori agensi masih ditemukan banyak kendala sehingga diperlukan suatu konsep yang dapat melindungi para pihak yang terkait dengan kepemilikan dan operasional perusahaan stakeholder, terutama yang menyangkut masalah kepentingan dan biaya agensi agency cost yang dapat timbul, dan berkembanglah suatu konsep baru yang lebih memperhatikan dan mengatur kepentingan-kepentingan para stakeholders yang dikenal dengan konsep corporate governance. Menurut Zehnder 2000 dalam Aji 2012 dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance. Dewan komisaris bertugas untuk memonitor dewan direksi terkait dengan pelaksanaan utama dewan direksi dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Dewan komisaris bertindak untuk menyelaraskan pendapat agar tidak terjadi perselisihan antar manajer dan tentunya mengontrol pelaporan keuangan dan dipastikan tidak ada monopoli sehingga tidak menimbulkan manajemen laba.

2.1.2 Corporate Governance

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 102 87

Pengaruh Implementasi Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 29 101

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 67 73

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA Pengaruh corporate governance terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 0 15

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 14

PENDAHULUAN PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 7

Pengaruh Corporate Governance dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah - Pengaruh Corporate Governance dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 3 8

Pengaruh Corporate Governance dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 11

Pengaruh Implementasi Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 12