juridiction kepada Indonesia. Pasalnya, untuk membuka informasi pajak dan bank tersebut dibutuhkan revisi Undang-Undang yang mengaturnya.
Pada dasarnya kita setuju semua,cuma kita minta fleksibilitas waktu karena misalnya anti money laundring di kita sudah punya Undang-Undang, tetapi
memang kita masih perlu perbaikan. Perbaikannya itu sekarang masalah di DPR. Kemudian masalah kerahasiaan bank, itu juga harus mengubah UU perbankan
tentang bank umum. Jadi kita minta fleksibilitas waktu gitulah, ujarnya. Untuk menyelesaikan perbaikan UU tersebut, Hekinus menyatakan
Menteri Keuangan Agus Martowardojo akan segera membentuk working group.Pak Menteri sudah menekankan bahwa kita perlu working group yang
lebih intensif menanggapi topik-topik yang dibahas di G20 dan saya kira arahan Pak Menteri itu mudah-mudahan kita lakukan segera karena ini bukan hanya
Kemenkeu kan, artinya harus mengajak banyak pihak,masyarakatnya. Kalau anti money laundring sudah di sana DPR. Nah kerjasama BI, PPATK, dan Polri.
Kalau yang kerahasiaan bank itu pasti BI dan kemenkeu. Nanti akan ada pertemuan persiapan, tukasnya.
D. Solusi Yang Ditawarkan Pihak Bank Danamon Dalam Penerapan Rahasia Bank.
Bank Danamon dalam penerapan ketentuan-ketentuan rahasia bank juga menawarkan beberapa solusi.Solusi-solusi yang di tawarkan Bank Danamon
seluruhnya mengacu pada ketentuan undang-undang perbankan.
Universitas Sumatera Utara
Kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan rahasia Bank, sehingga kalau kita menjadi nasabah Bank, kita akan mengetahui secara pasti apa-apa yang
boleh dan tidak boleh diberikan pada pihak luar oleh Bank. Dalam dunia modern sekarang ini, hampir setiap orang yang telah cukup umur berhubungan dengan
Bank, entah sekedar menyimpan uang, ataupun mengirim uang melalui transfer, meminjam uang dan sebagainya.
Dasar Hukum ketentuan rahasia bank di Indonesia, mula-mula adalah Undang-undang no.7 tahun 1992 tentang Perbankan, tetapi kemudian diubah
dengan Undang-undang no.101998. Sesuai pasal 1 ayat 28 Undang-undang no.101998, berbunyi sebagai berikut:Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya.
Lingkup Rahasia Bank
Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul adalah: Apakah yang harus dirahasiakan ini hanya terbatas kepada keuangan nasabah penyimpan dana saja?
Apakah juga menyangkut keadaan keuangan nasabah debitur? Apakah lingkup rahasia Bank hanya menyangkut pasiva liabilities bank berupa dana nasabah
bank, ataukah juga meliputi aktiva assets bank berupa kredit Bank kepada nasabah. Apakah juga menyangkut penggunaan jasa-jasa bank yang lain, selain
jasa penyimpanan dana dan jasa pemberian kredit? Dari rumusan pasal 40 Undang-undang No.101998, secara eksplisit
disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah bukan saja menyangkut simpanan nasabah, tetapi juga identitas nasabah penyimpan yang memiliki simpanan
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Bahkan dalam rumusan pasal 40, “Nasabah Penyimpan” disebut lebih dahulu daripada “Simpanannya”. Di beberapa negara, lingkup dari rahasia bank
tidak ditentukan hanya terbatas kepada keadaan keuangan nasabah, tetapi meliputi juga identitas nasabah yang bersangkutan.
Informasi mengenai mantan nasabah
Di dalam praktek perbankan atau praktek bisnis, sangat lazim seorang nasabah berpindah-pindah atau berganti-ganti bank, seperti juga adalah lazim
seorang nasabah mempunyai simpanan pada beberapa bank. Timbul pertanyaan, apakah bank masih terikat terhadap kewajiban rahasia bank setelah nasabahnya
tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan? Hal ini ternyata tidak diatur atau ditentukan oleh undang-undang, baik oleh undang-undang no.71992 maupun
undang-undang no.101998. Mengingat tujuan dari diadakannya ketentuan mengenai kewajiban rahasia
bank, sebaiknya undang-undang perbankan Indonesia menentukan kewajiban rahasia bank tetap diberlakukan sekalipun nasabah yang bersangkutan telah tidak
lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan. Menurut pasal 47 ayat 2 Undang-undang no.101998, yang berkewajiban
memegang teguh rahasia bank adalah: 1.
Anggota Dewan Komisaris Bank 2.
Anggota Direksi Bank 3.
Pegawai Bank 4.
Pihak terafiliasi lainnya dari Bank
Universitas Sumatera Utara
Menurut penjelasan pasal 47 ayat 2 yang dimaksudkan “pegawai bank” adalah “semua pejabat dan karyawan bank”. Lingkup sasaran tindak pidana
rahasia bank menurut pasal tsb terlalu luas, karena berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja yang menjadi pegawai bank, sekalipun pegawai bank tersebut tidak
mempunyai akses atau tak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpan dan simpanannya, seperti: pramubakti, satpam, pengemudi, pegawai di
unit yang mengurusi kendaraan dan masih banyak lagi. Seorang pegawai bank, ada kemungkinan tak selamanya menjadi pegawai
bank tersebut, bisa karena telah tiba masa pensiun, keluar dan menjadi pegawai di perusahaan lain, meninggal dan sebagainya. Pada krisis moneter, banyak pegawai
bank yang terkena PHK karena bank nya terkena likuidasi. Pertanyaan yang muncul, apakah mantan pegawai bank masih tetap
terkena oleh kewajiban memegang teguh rahasia bank yang menjadi kewajibannya sewaktu yang bersangkutan masih menjadi pegawai aktif di bank
yang bersangkutan? Ternyata Undang-undang no.71992 maupun Undang-undang no.101998 tak mengaturnya.
Beberapa negara menentukan bahwa mantan pengurus dan pegawai bank terikat oleh kewajiban rahasia bank. Ada yang menentukan keterikatannya itu
berakhir setelah beberapa tahun sejak saat yang bersangkutan berhenti sebagai pengurus atau pegawai bank, ada pula yang menentukan kewajiban tersebut
melekat terus sampai seumur hidup. Sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 ayat 22 Undang-undang
no.101998, yang dimaksud pihak terafiliasi adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau
karyawan bank. 2.
Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.
Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain: akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya.
4. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia, turut serta mempengaruhi
pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.
Undang-undang No.101998 memberikan pengecualian dalam 7 tujuh hal. Pengecualian tersebut tidak bersifat limitatif, artinya di luar 7 tujuh hal yang
telah dikecualikan itu tidak terdapat pengecualian yang lain. Pengecualian itu adalah:
1. Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat
pajak berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan pasal 41.
2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara, dapat diberikan pengecualian kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
NegaraPUPN atas izin Pimpinan Bank Indonesia pasal 41A. 3.
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pimpinan Bank
Indonesia pasal 42.
Universitas Sumatera Utara
4. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan
pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia pasal 43.
5. Dalam rangka tukar menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat
diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia pasal 44.
6. Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari nasabah penyimpan secara
tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia pasal 44A ayat 1
7. Atas permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dana yang telah
meninggal dunia pasal 44A ayat 2 Sehubungan dengan pengecualian yang bersifat limitatif tersebut, apabila
ada pihak-pihak lain selain yang telah ditentukan sebagai pihak-pihak yang boleh memperoleh pengecualian meminta penjelasan mengenai keadaan keuangan
suatu nasabah dari suatu bank, jelas jawabannya adalah “tidak boleh”.Sifat limitatif dari pengecualian itu bukan tidak dapat diperluas, asal perluasannya
ditentukan oleh undang-undang. Apabila pengecualian di dalam undang-undang perlu ditambah, maka penambahan dapat dilakukan dengan:
1. Mengubah Undang-undang no.101998, atau
2. Memberikan tambahannya dengan mencantumkannya dalam undang-undang
tersendiri. Dari ulasan di atas terlihat, bahwa Bank merupakan lembaga yang harus
beroperasi secara prudent. Mengapa? Bank adalah bagian dari sistim keuangan
Universitas Sumatera Utara
dan sistim pembayaran suatu negara. Kepentingan masyarakat untuk menjaga eksistensi bank sangat penting, karena ambruknya bank dapat mengakibatkan
domino effect, yaitu menular kepada bank-bank lain, yang akan mengganggu fungsi sistim keuangan dan sistim pembayaran negara yang bersangkutan.
Bank adalah lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung pada kepercayaan para nasabahnya, yang mempercayakan dana dan jasa-jasa lain, yang
dilakukan nasabah melalui bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan
dananya, maupun yang telah atau akan menggunakan jasa-jasa bank lainnya, terpelihara dengan baik. Salah satu faktor untuk memelihara kepercayaan
masyarakat terhadap suatu bank, adalah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah disahkan dan diundangkan
pada tanggal 10 Nopember 1998. Dalam kerangka perbaikan dan pengukuhan perekonomian nasional, walaupun Undang-undang No. 10 Tahun 1998 untuk
selanjutnya disingkat ‘UUP1998 ′ hanya m erupakan revisi, bukan mengganti
keseluruhan pasal-pasal Undang-undang Perbankan lama, namun dilihat dari pokok-pokok ketentuannya, perubahannya mencakup penyehatan secara
menyeluruh sistem Perbankan, tidak hanya penyehatan bank secara individual. Oleh karenanya issue-issue yang ditanggapinya pun cukup luas, yang dapat
mempengaruhi secara mendasar arah perkembangan perbankan nasional.
Universitas Sumatera Utara
Di antara issue-issue yang berusaha ditanggapi dalam ketentuan UUP1998 tersebut adalah kemandirian Bank Indonesia dalam pembinaan dan
pengawasan perbankan, lingkungan hidup, aspirasi dan kebutuhan masyarakat akan penyelenggaraan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, peningkatan
fungsi social control terhadap institusi perbankan, perlindungan nasabah, pembukaan akses pasar dan perlakuan non diskriminatif terhadap pihak asing,
liberalisasi serta issue-issue lain sebagai akibat adanya perubahan beberapa ketentuan dalam perundang-undangan baru bidang ekonomi dan bisnis. Responsi
terhadap issue-issue tersebut, telah dikonkritkan dalam UUP1998 dengan pembentukan pengertian, jenis kegiatan usaha, syarat dan prosedur, serta institusi-
institusi baru sebagai penunjang kegiatan usaha perbankan. Sebagai contoh, diantaranya adalah pengertian baru rahasia bank, kegiatan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, pengalihan tugas dan wewenang dari Menteri Keuangan kepada Pimpinan Bank Indonesia, serta pembentukan lembaga jaminan
simpanan, lembaga penyehatan perbankan.
Ketentuan Baru Rahasia Bank
Sebagaimana telah disinggung di bagian pendahuluan, salah satu perubahan yang terdapat dalam UUP1998, adalah ketentuan mengenai rahasia
bank. Dilihat dari paragraf ke-8 Penjelasan Umum, perubahan ketentuan mengenai rahasia bank dihubungkan dengan upaya peningkatan fungsi kontrol
sosial terhadap lembaga perbankan. Inti perubahan rahasia bank menurut UUP1998, bila dibandingkan dengan ketentuan yang lama adalah perlunya
Universitas Sumatera Utara
peninjauan ulang atas sifat ketentuan rahasia bank yang selama ini sangat kaku dan tertutup. Jadi walaupun rahasia bank merupakan salah satu unsur yang harus
dimiliki oleh setiap bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang mengelola dana masyarakat, namun UUP1998 menetapkan untuk tidak
merahasiakan seluruh aspek yang ditatausahakan oleh bank. Berangkat dari dasar pemikiran tersebut, bilamana dibandingkan dengan
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 UUP1992, perubahan ketentuan rahasia bank meliputi pengertian dan obyek rahasia bank, perluasan mengenai pihak dan
kepentingan yang dapat mengecualikan ketentuan rahasia bank, pengalihan instansi yang berwenang memberi perintah atau izin pengecualian, dan ketentuan
pidana berkenaan dengan rahasia bank. Pembahasan berikut ini mencoba menjelaskan satu persatu dari perubahan-perubahan tersebut.
Pertama, UUP1992 memberi pengertian atas rahasia bank sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank
yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Berkenaan dengan pengertian tersebut, UUP1992 menjelaskan bahwa yang menurut kelaziman
dunia perbankan wajib dirahasiakan adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan
badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Dengan demikian pengertian rahasia bank sebagaimana ditetapkan UUP1992 sangat luas, baik
menyangkut obyek maupun kedudukan nasabahnya. Hal ini berbeda dengan pengertian yang dianut UUP1998, yang mengartikan rahasia bank sebagai segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
Universitas Sumatera Utara
Simpanannya. Pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya memang tidak ada
penjelasannya secara rinci, namun pengertian rahasia bank sebagaimana ditetapkan UUP1998 secara tegas membatasi kedudukan nasabah yang wajib
dirahasiakan keterangannya, yakni hanya Nasabah Penyimpan. Dalam penjelasan Pasal 40 ditegaskan, bilamana nasabah bank adalah Nasabah Penyimpan yang
sekaligus juga sebagai Nasabah Debitur, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpan.
Keterangan mengenai nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan.
Kedua, sebagaimana menjadi ketetapan dalam UUP1992, UUP1998 juga memberi pengecualian kepada pihak-pihak serta untuk kepentingan tertentu
mendapatkan keterangan yang wajib dirahasiakan mengenai nasabah bank. Bahkan UUP1998 memperluas pihak dan kepentingan tersebut, sehingga secara
keseluruhan adalah sebagai berikut: 1.
bagi pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan; 2.
bagi pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara BUPLNPUPN untuk penyelesaian piutang bank yang sudah
diserahkan kepada BUPLNPUPN; 3.
bagi polisi, jaksa atau hakim untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana;
4. bagi pengadilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;
5. bagi bank lain dalam rangka tukar menukar informasi antar bank;
Universitas Sumatera Utara
6. bagi pihak lain yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan atas permintaan,
persetujuan atau kuasa Nasabah Penyimpan; 7.
bagi ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia.
Disamping tujuh pihak tersebut di atas, masih terdapat pihak-pihak lain yang dapat dikecualikan dari ketentuan rahasia bank, yakni Badan Pemeriksa
Keuangan BPK, Akuntan Publik, dan Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam. Namun karena adanya kondisi khusus pengaturan bagi pengecualian terhadap
pihak-pihak tersebut, terutama berkenaan dengan BPK dan Bapepam, maka akan dibahas tersendiri dalam bagian ‘Pengecualian Bagi BPK dan Bapepam’.
Ketiga, bagi pengecualian sebagaimana disebutkan di atas perlu dipenuhi syarat-syarat dan prosedur tertentu bilamana pihak-pihak ingin mendapatkan
keterangan yang wajib dirahasiakan. UUP1992 menetapkan bahwa perintah atau izin tertulis bagi pengecualian ada pada Menteri Keuangan, sedangkan UUP1998
yang mempunyai semangat kemandirian Bank Indonesia, telah menetapkan bahwa perintah tertulis atau izin pengecualian tersebut ada pada Pimpinan Bank
Indonesia. Menurut Pasal 1 butir 21 jo butir 20 UUP1998, yang dimaksud Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan Bank Sentral Republik Indonesia.
Sedangkan dalam perkara perdata yang terjadi antara bank dengan nasabahnya, serta dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, tidak ada perbedaan
antara UUP1992 dengan UUP1998, dimana keduanya mengizinkan direksi bank untuk menginformasikan keterangan mengenai nasabahnya.
Universitas Sumatera Utara
Keempat, disamping memperberat ancaman pidana perbuatan yang telah dikenal dalam UUP1992, yakni perbuatan yang dengan sengaja memaksa bank
atau pihak terafiliasi memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan tanpa membawa perintah tertulis atau izin; dan perbuatan yang dengan sengaja
memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan, UUP1998 menambah satu jenis perbuatan pidana baru yang tidak dikenal dalam UUP1992. Yakni perbuatan
pidana yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A. Dengan adanya
ketentuan ini berarti bank dan pihak terafiliasi bukan saja bertanggung jawab untuk tidak mengungkapkan rahasia bank kepada pihak-pihak yang tidak
berwenang, melainkan juga bertanggung jawab untuk memberikan keterangan mengenai rahasia bank bilamana telah dipenuhi syarat-syarat dan prosedur
pengecualian sebagaimana diatur UUP1998. Selain bagi tujuh pihak dan kepentingan sebagaimana telah diterangkan di
atas, UUP1998 juga menyiratkan pengecualian rahasia bank bagi Badan Pemeriksa Keuangan berkenaan dengan keuangan negara yang dikelola oleh suatu
bank, Akuntan Publik dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap bank untuk dan atas nama Bank Indonesia, serta kepentingan di bidang pasar modal bagi bank
yang melakukan kegiatan sebagai lembaga penunjang pasar modal. Selain bagi Akuntan Publik, pengaturan pengecualian terhadap ketentuan
mengenai rahasia bank tersebut hanya terdapat dalam bagian Penjelasan UUP1998, sedangkan bunyi pasalnya sendiri tidak menyinggung sama sekali
mengenai pengecualian tersebut. Pengaturan tersebut dapat kita lihat dalam
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan Pasal 31 Paragraf kedua dan Penjelasan Pasal 40 Paragraf ketiga dari UUP1998, dan oleh karena itu dapat menjadi permasalahan, apakah pengecualian
bagi kedua pihak dan kepentingan tersebut, yang timbul dari memori penjelasan berlaku dan mengikat? Hal ini penting untuk didiskusikan berkenaan dengan
adanya pendapat bahwa Memori Penjelasan suatu undang-undang tidak boleh bertentangan dengan dan tidak boleh memberikan ketentuan tambahan di luar
pasal-pasal dari undang-undang yang dijelaskannya. Pendapat seperti ini dianut oleh Sutan Remy Sjahdeini, Pakar Hukum
Perbankan, yang juga menambahkan bahwa hal-hal yang dikemukakan di dalam Memori Penjelasan suatu Undang-undang tidak mengikat secara hukum, karena
suatu undang-undang tetap berlaku dan mengikat sekalipun seandainya dikeluarkan tanpa diikuti Memori Penjelasan. Sebaliknya, suatu Memori
penjelasan dari suatu undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum tanpa adanya Undang-undang yang dijelaskan oleh Memori Penjelasan tersebut.
Ketidaktegasan mengenai pengecualian bagi BPK dan Bapepam ini, dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kesempurnaan UUP1998, karena ternyata
UUP1998 tidak berusaha sepenuhnya memasukkan kemungkinan yang diberikan perundang-undangan yang ada berkaitan dengan pengecualian pengungkapan
rahasia bank. Padahal Pasal 101 Undang-undang Pasar Modal memberi kemungkinan bahwa dalam rangka pelaksanaan penyidikan, Bapepam dengan
permohonan izin dari Menteri Keuangan dapat memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang perbankan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Pasal 4 Undang-undang No. 5 tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, sehubungan dengan penunaian tugasnya, BPK
berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badaninstansi pemerintah atau badan swasta, sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-undang. Ketidaktegasan tersebut juga dapat dilihat dari tidak adanya ketentuan
yang mewajibkan bank untuk memberikan keterangan mengenai nasabah kepada BPK dan Bapepam, sebagaimana diwajibkan bagi kepentingan perpajakan,
BUPLNPUPN, peradilan perkara pidana Pasal 42A dan pihak yang ditunjuk Nasabah Penyimpan Pasal 44A. Sehingga atas kesengajaan tidak memberikan
keterangan mengenai nasabah kepada BPK dan Bapepam tidak ada sanksi yang dapat diancamkan. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan ketentuan Pasal 47A
UUP1998, yang menetapkan bahwa kesengajaan tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud Pasal 42A dan Pasal 44A merupakan
perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara serta denda. Permasalahan lain yang perlu dibahas lebih lanjut berkenaan dengan
ketentuan rahasia bank menurut UUP1998 adalah bagaimana status kerahasian keterangan mengenai Nasabah Debitur. Apakah secara a contrario dapat
ditafsirkan bahwa karena Pasal 40 UUP1998 hanya mewajibkan Bank dan Pihak Terafiliasi menjaga kerahasiaan Nasabah Penyimpan dan Simpanannya, dan
ditegaskan dalam Penjelasannya bahwa keterangan mengenai Nasabah selain dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpan bukan keterangan yang wajib
dirahasiakan, menyebabkan keterangan mengenai Nasabah Debitur menjadi terbuka bagi siapa saja dan untuk kepentingan apapun?
Universitas Sumatera Utara
Bila diperhatikan pengaturan mengenai rahasia bank di berbagai negara, maka terdapat penggolongan pengaturan sebagai berikut:
1. Yang memasukkan rahasia bank sebagai ketentuan pidana, dalam arti rahasia
bank sebagai kewajiban publik, sebagaimana banyak dianut oleh negara yang menggunakan sistem hukum kodifikasi.
2. Yang memasukkan rahasia bank sebagai ketentuan perdata, dalam arti rahasia
bank sebagai kewajiban yang timbul dari hubungan kontraktual, sebagaimana banyak dianut oleh sebagian besar negara yang menggunakan sistem
Common Law. 3.
Yang memasukkan sebagian pengaturan rahasia bank sebagai ketentuan pidana, namun di sebagian lain sebagai ketentuan perdata
kombinasicampuran, sebagaimana dianut oleh negara Amerika Serikat. Menurut penggolongan tersebut, UUP1992 dapat digolongkan yang
memasukkan rahasia bank sebagai ketentuan pidana. Hal ini dapat dilihat dalam keterangan Sutan Remy Sjahdeini sebagai berikut:
“… ketentuan atau kewajiban rahasia bank…, di Indonesia ditentukan sebagai ketentuan pidana oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan.”
Dibandingkan dengan ketentuan UUP1992, dalam UUP1998 sebagaimana dapat dilihat dari ketentuan Pasal 40 ayat 1 jo. Pasal 47 UUP1998,
hanya memasukkan kewajiban menjaga keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya sebagai rahasia bank yang bersifat publik.
Sedangkan keterangan mengenai Nasabah Debitur, secara letterlijk dikecualikan sebagai rahasia bank yang bersifat publik. Hal ini bisa dilihat dari penjelasan Pasal
40 ayat 1 paragraf ke-2 UUP1998 yang berbunyi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
“Keterangan mengenai Nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan Bank.”
Ketentuan ini berbeda dengan obyek rahasia bank sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UUP1992 yang tidak membedakan apakah nasabah tersebut
sebagai Nasabah Penyimpan atau Nasabah Debitur. Segala keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah
merupakan rahasia bank. Meskipun keterangan mengenai Nasabah Debitur tidak diatur secara tegas
dalam UUP1998 sebagai rahasia bank, sebagaimana ketentuan rahasia bank menurut UUP1992, namun perubahan ini hanya merupakan satu bentuk apa yang
dikenal dalam ilmu hukum pidana sebagai depenalisasi. Depenalisasi di sini mempunyai pengertian bahwa perbuatan yang semula diancam dengan pidana,
ancaman pidananya dihilangkan, akan tetapi masih dimungkinkan adanya tuntutan dengan cara lain, misalnya dengan melalui hukum perdata atau hukum
administrasi. Artinya bahwa pengungkapan keterangan mengenai Nasabah Debitur yang dalam UUP1992 ditentukan sebagai perbuatan yang diancam
dengan pidana, dengan UUP1998 ini dihilangkan ancaman pidananya, akan tetapi tidak menghilangkan sama sekali kemungkinan untuk dituntut secara perdata
maupun administratif. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa tidak masuknya lagi keterangan mengenai Nasabah Debitur menjadi keterangan yang wajib
dirahasiakan oleh Bank dan Pihak Terafiliasi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 40 UUP1998, bukan menghilangkan sifat wajib dirahasiakannya keterangan
tersebut, namun hanya mengalihkan kewajiban tersebut yang tadinya merupakan kewajiban yang bersifat pidana termasuk ketentuan yang bersifat publik menjadi
kewajiban yang bersifat perdata.
Universitas Sumatera Utara
Alasan penulis mengenai hal tersebut adalah bahwa kewajiban merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Debitur merupakan kewajiban yang
bersifat perdata, serta pengungkapan keterangan mengenai Nasabah Debitur dapat dituntut secara perdata adalah: Pertama, hubungan antara bank dengan nasabah
debitur merupakan fiduciary relation dan confidential relation, sehingga kepercayaan serta kerahasiaan hubungan keduanya merupakan moral obligation
kepatutan. Sejalan dengan hal tersebut dapat dikutip pernyataan M. Sholehuddin dalam bukunya yang berjudul ‘Tindak Pidana Perbankan’ sebagai berikut:
“Keharusan bagi bank untuk memegang teguh rahasia bank adalah implementasi dari hubungan hukum antara bank dengan nasabahnya yang
dilandasi oleh asas kerahasiaan konfidensialitas. Oleh karenanya, maka hubungan antara bank dengan nasabah, baik nasabah penyimpan dana
maupun nasabah debitur adalah hubungan kerahasiaan confidential relation.”
Khususnya di bidang kredit, dapat ditambahkan pula di sini pendapat Sutan Remy Sjahdeini yang menyatakan bahwa:
“Bank hanya bersedia memberikan kredit kepada nasabah debitur atas dasar kepercayaan bahwa nasabah debitur mampu dan mau membayar
kembali kredit tersebut, maka juga hubungan antara bank dan nasabah debitur, yaitu hubungan perjanjian kredit, bukanlah sekedar hubungan
kontraktual biasa antara kreditur dan debitur tetapi juga hubungan kepercayaan fiduciary relation.”
Kedua, hubungan hukum antara Bank dengan Nasabah Debitur adalah berdasarkan perjanjian yang diadakan antara Bank dengan Nasabah Debitur. Hal
ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 butir 18 UUP1998 sebagai berikut: “Nasabah Debitur adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian Bank dengan Nasabah yang bersangkutan.”
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan prinsip hubungan kerahasiaan, hubungan kontraktual antara Bank dengan Nasabah Debitur mengandung syarat yang tersirat implied term
bahwa Bank dianggap mempunyai kewajiban untuk merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Debitur. Dalam hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal
1339 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa: “persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-
undang.”
Ketiga, adanya kemungkinan Bank digugat melakukan perbuatan melanggar hukum oleh Nasabah Debitur, bilamana dengan pengungkapan
keterangan mengenai Nasabah Debitur dipandang oleh Nasabah Debitur merugikan dirinya. Hal ini dimungkinkan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata,
yang secara tegas mengatur: “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Di samping dapat digugat melakukan perbuatan melanggar hukum, Bank juga dimungkinkan diancam pidana dengan menggunakan delik lain, yakni
pengungkapan keterangan mengenai nasabah Debitur dapat dipersangkakan sebagai kejahatan rahasia jabatan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 322
KUHP, yang lengkapnya berbunyi: 1.
Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah.
Universitas Sumatera Utara
2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya
dapat dituntut atas pengaduan orang itu. Dari dasar-dasar dan alasan sebagaimana dibahas di muka, maka
keterangan mengenai Nasabah Debitur juga merupakan keterangan yang harus dirahasiakan, dimana kewajibannya timbul dari hubungan kontraktual antara Bank
dengan Nasabah Debitur. Dengan demikian karena sifat kerahasiaan keterangan mengenai Nasabah Debitur lahir dari perjanjian implied term, Pasal 1339
KUHPerdata, pengungkapannya haruslah memenuhi kualifikasi-kualifikasi tertentu pula yang disepakati antara Nasabah Debitur dan bank.
Sedangkan alasan lain yang memperkuat bahwa keterangan mengenai Nasabah Debitur merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan adalah tidak
adanya ketentuan UUP1998 yang secara tegas mewajibkan Bank untuk memberikan keterangan mengenai Nasabah Debitur kepada siapapun dan untuk
kepentingan apapun. Dengan demikian keterangan mengenai Nasabah Debitur bukanlah keterangan yang terbuka bagi siapa saja dan untuk kepentingan apapun,
sehingga terdapat syarat dan kondisi yang membatasi bank untuk memberikan keterangan mengenai Nasabah Debitur dan Pinjamannya. Persoalannya kini
adalah syarat dan kondisi apa yang membolehkan pengungkapan tersebut? Untuk membahas pertanyaan tersebut, karena sejalan dengan pemikiran
sistem hukum Common Law, di mana kewajiban merahasiakan timbul sebagai implied term dari perjanjian kewajiban yang bersifat perdata, maka tidak ada
salahnya untuk mempertimbangkan penggunaan kerangka berpikir sistem hukum Common Law dalam hal pengungkapan keterangan mengenai Nasabah Debitur
Universitas Sumatera Utara
ini. Dalam yurisprudensi Inggris, terdapat satu kasus klasik yang dipakai sebagai standar kualifikasi bagi pengungkapan keterangan mengenai nasabah, bahkan
yurisprudensi ini pun pada akhirnya menjadi standar pula bagi hampir semua Negara Persemakmuran Commonwealth, yakni putusan perkara Tournier v.
National Provincial and Union Bank of England, 1924 yang dikenal juga dengan sebutan Tournier’s Case. Dari putusan Tournier’s Case dapat diklasifikasikan
bahwa Bank berhak untuk mengungkapkan keterangan mengenai nasabahnya bilamana memenuhi salah satu dari empat syaratkondisi sebagai berikut:
1. Where disclosure is under compulsion by law.
2. Where there is a duty to the public to disclose.
3. Where the interest of the bank require disclosure.
4. Where the disclosure is made with the express or implied consent of the
customer. Penjelasan dari keempat syaratkondisi tersebut, beserta contohnya adalah:
Pertama, bilamana pengungkapan tersebut diharuskan oleh hukum, misalnya dalam hal Bank dimintai bukti dalam pemeriksaan pengadilan, atau untuk
kepentingan penyidikan. Dalam hal penyidikan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 6 ayat 1 KUHAP, Bank dapat mengungkapkan keterangan mengenai
Nasabah Debitur kepada penyidik sebagai berikut: 1.
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia; 2.
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, yakni di antaranya: i Pejabat PNS tertentu di lingkungan
Direktorat jenderal Pajak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
Universitas Sumatera Utara
perpajakan Pasal 44 1 UU No. 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan; iin Pejabat PNS tertentu di lingkungan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan Pasal 112 1 UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; iii
Pejabat PNS tertentu di lingkungan Bapepam untuk melakukan penyidikan tidak pidana di bidang Pasar Modal Pasal 101 ayat 2 Undang-undang No. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Kedua, bilamana bank berkewajiban untuk melakukan pengungkapan
kepada masyarakatpublik, misalnya dalam hal dengar pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat DPR di mana Bank mengungkapkan keterangan mengenai
Nasabah Debitur tertentu dan pinjamannya untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai adanya dugaan terjadinya penyelewengan kredit oleh Bank terhadap
Nasabah Debitur tertentu. Ketiga, bilamana pengungkapan dikehendaki demi kepentingan Bank
Where the interest of the bank require disclosure, misalnya Bank demi kepentingan sendiri dapat mengungkapkan kepada pengadilan dalam pemeriksaan
sengketa antara bank dengan seorang penjamin guarantor Nasabah Debitur. Keempat, bilamana nasabah memberikan persetujuannya Where the
disclosure is made with the express or implied consent of the customer, misalnya dalam hal Nasabah memberikan referensi-referensi bank kepada pihak lain, atau
Nasabah memberikan kewenangan kepada bank untuk mengungkapkan urusan- urusannya dalam rangka membantu akuntannya.
Universitas Sumatera Utara
Kesimpulan,sebagai perwujudan gagasan untuk meningkatkan fungsi kontrol sosial terhadap institusi perbankan, pembentuk undang-undang telah
melakukan pembaruan dalam UUP1998 terhadap ketentuan mengenai rahasia bank. Pembaruan tersebut meliputi pengertian dan obyek rahasia bank, perluasan
mengenai pihak dan kepentingan yang mengecualikan ketentuan rahasia bank, pengalihan wewenang pemberian perintah dan izin pengecualian, serta
memperberat ancaman pidana dan penambahan delik rahasia bank. Khusus dalam pengaturan pengecualian ketentuan mengenai rahasia bank
menurut UUP1998, bagi BPK dan Bapepam, dikarenakan terdapat kondisi khusus, maka status pengecualiannya menjadi tidak jelas. Kondisi khusus tersebut
adalah bahwa secara redaksional pengecualian bagi BPK dan Bapepam tidak disebutkan dalam pasal-pasal UUP1998, hanya disebutkan dalam bagian
penjelasan. Disamping itu tidak ada ketentuan dalam UUP1998 yang mewajibkan bank untuk memberikan keterangan kepada BPK dan Bapepam, sedangkan di sisi
lain terdapat peraturan perundangan yang memberikan wewenang bagi kedua pihak tersebut untuk mendapatkan keterangan mengenai nasabah bank.
Berkenaan dengan keterangan mengenai Nasabah Debitur, walaupun UUP1998 tidak memasukkannya sebagai rahasia bank, namun pihak bank
maupun pihak terafiliasi tetap mempunyai kewajiban untuk menjaga dan merahasiakannya. Kewajiban tersebut timbul dari sifat kontraktual antara bank
dan nasabah debitur. Oleh karena itu menurut pendapat penulis, setiap pengungkapan keterangan mengenai Nasabah Debitur pun tidak dapat dilakukan
tanpa memenuhi kualifikasi-kualifikasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan