Analisis Kesediaan Membayar dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Obyek Wisata Tirta Jangari, Waduk Cirata, Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur

(1)

1.1. Latar Belakang

Keragaman kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti potensi alam, keindahan alam, flora dan fauna memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Daya tarik ini mendorong pemerintah untuk mengembangkan industri pariwisata. Para pakar ekonomi memperkirakan sektor pariwisata akan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting pada abad ke-21 (Pendit, 2006).

Peran sektor pariwisata akan melebihi sektor migas (minyak bumi dan gas alam) serta industri lainnya bila dikembangkan secara terpadu. Dengan demikian, sektor pariwisata akan berfungsi sebagai katalisator pembangunan sekaligus akan mempercepat proses pembangunan khususnya peranan dalam meningkatkan perolehan devisa negara, memperluas dan mempercepat proses kesempatan berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang cukup berperan dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pada tahun 1960-an sampai dengan 1970-an pariwisata mulai berperan sebagai salah satu sumber penerimaan devisa. Pada tahun 1980-an sampai dengan 1990-an pariwisata mulai menjadi perhatian karena dampak positifnya dalam perekonomian baik langsung maupun tidak langsung terhadap pemerintah, pendapatan nasional, dan tenaga kerja1. Gambar 1 menunjukkan penerimaan devisa pariwisata tahun 2005-2009.


(2)

Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)

Gambar 1. Penerimaan Devisa Pariwisata Tahun 2005-2009

Gambar 1 menunjukkan bahwa penerimaan devisa negara yang berasal dari industri pariwisata berfluktuatif. Pada tahun 2009, penerimaan dari wisatawan mancanegara mencapai US$ 6.297,99 juta atau mengalami penurunan 14,29% dibanding tahun sebelumnya. Meskipun jumlah wisatawan mancanegara yang datang pada tahun 2009 lebih tinggi, namun rata-rata pengeluaran mereka jauh lebih rendah dibanding tahun 2008. Hal tersebut mengakibatkan penerimaan dari wisatawan mancanegara mengalami penurunan pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik, 2009).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kabupaten Cianjur termasuk salah satu andalan Kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) dengan pertanian dan pariwisata sebagai sektor unggulan. Karakteristik kawasan wisata Kabupaten Cianjur yang memiliki daya tarik alam seperti perkebunan, pegunungan, cagar alam, flora fauna, pemandangan alam danau/waduk, dan tanaman padi merupakan suatu potensi wisata yang memerlukan perhatian dari pemerintah dalam

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

2005 2006 2007 2008 2009

4.521,9 4.447,98

5.345,98

7.347,6

6.297,99

Juta

U

S$


(3)

pembangunan, pengembangan, maupun pengelolaannya sehingga tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

Salah satu potensi kawasan wisata di Kabupaten Cianjur adalah obyek wisata Tirta Jangari yang terletak di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Menurut Darmardjati (2001), wisata tirta adalah wisata air, pemanfaatan dari segi pariwisata atas kawasan air sehingga pengembangannya secara lengkap dan profesional dapat menjadikannya sebagai obyek dan tujuan wisata yang menarik. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan di obyek wisata Tirta Jangari antara lain melihat pemandangan genangan air waduk (sight seeing),

berperahu melayari waduk, dan memancing.

Sebagai obyek wisata alam, obyek wisata Tirta Jangari belum terkelola dengan baik. Pengelolaan yang kurang baik menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Kondisi waduk yang dipenuhi oleh keramba jaring apung menyebabkan perairan waduk sebagai daya tarik utama tertutup peralatan dan bangunan budidaya ikan yang kurang ditata dengan baik, disamping kualitas air yang tidak jernih (kecokelatan) akibat endapan sisa-sisa makanan ikan, endapan kotoran ikan, dan sisa-sisa buangan aktivitas manusia. Selain itu, belum optimalnya kinerja petugas kebersihan untuk menjaga kebersihan lingkungan serta kurangnya kesadaran masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung dalam menjaga kebersihan berdampak negatif pada kelestarian obyek wisata Tirta Jangari. Dengan demikian, pemahaman tentang kesediaan membayar (Willingness to Pay/WTP) dalam rangka pelestarian lingkungan oleh masyarakat sekitar obyek wisata maupun pengunjung obyek wisata perlu dikaji. Diharapkan dengan


(4)

diketahuinya kesediaan membayar tersebut maka dapat diambil langkah-langkah dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

1.2. Perumusan Masalah

Pada awalnya, tujuan pembangunan Waduk Cirata adalah sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), namun untuk mengurangi biaya sosial

(social cost), maka sebagian genangan waduk (1%) dimanfaatkan/difungsikan sebagai media budidaya ikan pada jaring apung (Machbub, 2010). Kondisi alam tersebut akhirnya dimanfaatkan masyarakat sebagai daya tarik wisata berbasis air atau wisata tirta.

Kecenderungan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan obyek wisata Tirta Jangari mengindikasikan bahwa wilayah ini berpotensi menjadi tempat wisata yang bernilai lebih. Saat ini pengelola telah memiliki rencana pengembangan obyek wisata Tirta Jangari, namun pengembangannya masih terhambat oleh beberapa kendala. Tabel 1 menunjukkan jumlah kunjungan ke obyek wisata Tirta Jangari, Waduk Cirata, Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur.

Tabel 1. Jumlah Kunjungan ke Obyek Wisata Tirta Jangari Tahun 2005-2010

Tahun Jumlah (orang)

2005 12.460

2006 15.550

2007 14.012

2008 14.787

2009 20.802

2010 16.412

Sumber : Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur (2010)

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah kunjungan ke obyek wisata Tirta Jangari dari tahun 2005 hingga tahun 2010 cukup berfluktuatif. Adapun angka kunjungan terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu sebanyak 20.802 pengunjung.


(5)

Menurut Aksomo (2007), jumlah kunjungan wisata ke obyek wisata Tirta Jangari tiap tahunnya berfluktuatif dikarenakan banyaknya obyek wisata lain di Kabupaten Cianjur yang lebih menarik pengunjung seperti Kebun Raya Cibodas, Istana Kepresidenan Cipanas, serta Puncak.

Obyek wisata Tirta Jangari merupakan salah satu bentuk barang publik. Berdasarkan ciri-cirinya, barang publik memiliki dua sifat dominan antara lain

non rivalry (tidak ada ketersaingan) dan non-excludable (tidak ada larangan) (Fauzi, 2006). Sifat non rivalry dan non-excludable dalam pemanfaatan sumberdaya menjadikan setiap orang dapat memanfaatkannya tanpa batasan apapun, sehingga dapat menjadi ancaman tersendiri bagi kondisi serta keadaan alam dan lingkungan obyek wisata Tirta Jangari, seperti berkurangnya luas waduk dan pengotoran air waduk. Dalam rangka mempertahankan fungsi konservasi serta menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan berwawasan lingkungan dalam pengelolaan dan pengembangan obyek wisata Tirta Jangari maka diperlukan suatu koordinasi dan kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta partisipasi aktif dari masyarakat dan pengunjung obyek wisata.

Pelaksanaan upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 07 Tahun 2010 tentang retribusi tempat rekreasi dan olahraga, harga retribusi tiket masuk obyek wisata Tirta Jangari adalah sebesar Rp 2.000/orang dengan besaran yang bervariasi untuk kendaraan. Harga retribusi tiket masuk tersebut dirasa belum cukup untuk dapat membiayai upaya pelestarian lingkungan disamping belum adanya penarikan retribusi kebersihan bagi


(6)

masyarakat yang melakukan aktivitas usaha wisata di sekitar obyek wisata. Partisipasi dari seluruh pihak terutama masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung sangat diharapkan. Oleh karenanya, kesediaan membayar masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung yang memanfaatkan barang dan jasa lingkungan yang sama perlu diketahui sehingga pengelolaan obyek wisata Tirta Jangari tetap mempertahankan fungsi ekologi dari Waduk Cirata. Berdasarkan uraian diatas, beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi serta persepsi masyarakat sekitar

obyek wisata dan pengunjung terhadap kondisi lingkungan obyek wisata Tirta Jangari?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesediaan masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung untuk membayar dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari?

3. Berapa nilai WTP masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari?

4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi nilai WTP masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi serta persepsi masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung terhadap kondisi lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.


(7)

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung untuk membayar dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

3. Mengestimasi besarnya nilai WTP yang diberikan oleh masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Bagi pihak institusi pendidikan bermanfaat sebagai bahan referensi untuk kajian penelitian yang berhubungan dengan kesediaan membayar dan besarnya nilai WTP dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

2. Bagi pihak terkait seperti Badan Pengelola Waduk Cirata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, pengusaha pariwisata, serta masyarakat setempat berguna sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan dan pengembangan obyek wisata Tirta Jangari yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Wilayah penelitian ini adalah kawasan obyek wisata Tirta Jangari, Waduk Cirata, Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Responden dalam


(8)

penelitian ini terdiri dari responden masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung.

Penelitian ini difokuskan pada analisis kesediaan membayar masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung obyek wisata dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari, Waduk Cirata, Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Metode yang digunakan untuk menganalisis kesediaan membayar adalah Contingent Valuation Method (CVM).

Contingent Valuation Method (CVM) adalah metode teknik survei untuk menanyakan kepada seseorang tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki nilai pasar seperti barang lingkungan. Kesediaan membayar (Willingness to Pay/WTP) merupakan sejumlah uang yang ingin diberikan seseorang untuk memperoleh peningkatan kondisi lingkungan sehingga terciptanya kelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.


(9)

2.1. Waduk

Menurut Notohadiprawiro et al (2006), waduk menurut pengertian umum merupakan tempat pada muka lahan untuk menampung air hujan secukupnya pada musim basah, sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering atau langka air. Air yang disimpan dalam waduk terutama berasal dari aliran permukaan dan ditambah dengan yang berasal dari air hujan langsung. Waduk menurut Krisanti (2006) adalah tempat menampung air yang umumnya dibentuk dari sungai atau rawa dengan tujuan tertentu, waduk sebenarnya juga sebuah danau dalam pengertian benda tersebut merupakan suatu volume massa air yang mempunyai komposisi khusus yang berisi berbagai bentuk kehidupan.

Menurut Naryanto et al (2009), waduk memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologi dan fungsi sosial, ekonomi, dan budaya. Fungsi ekologi waduk adalah sebagai pengatur tata air, pengendali banjir, habitat kehidupan liar atau spesies yang dilindungi atau endemik serta penambat sedimen, unsur hara, dan bahan pencemar. Fungsi sosial, ekonomi, dan budaya waduk adalah untuk memenuhi keperluan hidup manusia, antara lain untuk air minum dan kebutuhan hidup sehari-hari, sarana transportasi, keperluan pertanian, tempat sumber protein, pembangkit tenaga listrik, estetika, olahraga, heritage, religi, tradisi, dan industri pariwisata.

Dalam pemanfaatannya, waduk cenderung mengalami degradasi karena kurangnya kepedulian dan profesionalisme dalam pengelolaannya. Saat ini kondisi waduk di beberapa daerah di Indonesia telah mengalami penurunan fungsi baik kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor,


(10)

antara lain penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan di daerah tangkapan air yang mengakibatkan erosi dan sedimentasi. Sedimentasi dapat dengan cepat mendangkalkan situ, danau, dan waduk, menurunkan kualitas air dan merusak habitat, dan menurunkan kapasitas cadangan air (Naryanto et al, 2009).

2.2. Pariwisata

Menurut Pendit (2006), dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), pariwisata dapat diartikan sebagai hal yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi, pelancongan, dan turisme. Pengertian pariwisata menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

2.3. Penilaian Ekonomi

Menurut Fauzi (2006), penilaian ekonomi atau economic valuation adalah sebuah upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumberdaya alam dan lingkungan terlepas dari apakah nilai pasar tersedia bagi barang dan jasa tersebut. Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang tidak memiliki nilai pasar (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi


(11)

yang mengandalkan harga implisit dimana Willingness to Pay (WTP) terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP. Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini adalah Travel Cost Method, Hedonic Pricing, dan teknik

Random Utility Model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang popular dalam dalam kelompok ini adalah yang disebut dengan

Contingent Valuation Method (CVM) dan Discrete Choice Method (Fauzi, 2006). Secara skematis, teknik valuasi non-market tersebut dapat dilihat pada tampilan berikut :

Sumber : Fauzi (2006)

Gambar 2. Klasifikasi Valuasi Non-market

2.4. Contingent Valuation Method (CVM)

Menurut FAO (2000) dalam Adrianto et al (2004), penilaian berdasarkan preferensi (Contingent Valuation Method) adalah sebuah metode yang digunakan untuk melihat atau mengukur seberapa besar nilai suatu barang berdasarkan estimasi seseorang. Contingent Valuation Method (CVM) juga dapat diumpamakan sebagai suatu pendekatan untuk mengetahui seberapa besar nilai

Valuasi non-market

Langsung (Survei) (Expressed WTP)

Hedonic Price, Travel Cos Method, Random Utility Model

Tidak Langsung (Revealed WTP)

Contingent Valuation Method, Discrete Choice Method


(12)

yang diberikan seseorang untuk memperoleh suatu barang (Willingness to Pay)

dan seberapa besar nilai yang diinginkan untuk melepaskan suatu barang

(Willingness to Accept). Menurut Fauzi (2006), pendekatan ini disebut contingent

(tergantung) karena pada praktiknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun. Pendekatan CVM ini secara taktis dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan dan cara kedua, dengan teknik survei. Pendekatan pertama lebih banyak dilakukan melalui simulasi komputer sehingga penggunaannya di lapangan sangat sedikit.

Terdapat beberapa tahap dalam penerapan analisis CVM (Hanley dan Spash, 1993), antara lain :

1. Membangun Pasar Hipotetik

Tahap awal dalam menjalankan CVM adalah membuat pasar hipotetik dan pertanyaan mengenai nilai barang/jasa lingkungan. Pasar hipotetik tersebut membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar terhadap barang/jasa lingkungan tersebut. Dalam pasar hipotetik harus menggambarkan bagaimana mekanisme pembayaran yang dilakukan.

2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP

Tahap berikutnya dalam melakukan CVM adalah mendapatkan penawaran besarnya nilai WTP. Ini dilakukan dengan melakukan survei, baik melalui survei langsung dengan kuesioner, wawancara melalui telepon, maupun lewat surat. Dari ketiga cara tersebut survei langsung akan memperoleh hasil yang lebih baik. Tujuan dari survei ini adalah untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari responden terhadap suatu proyek, misalnya perbaikan


(13)

lingkungan. Nilai lelang ini bisa dilakukan dengan teknik antara lain permainan lelang, pertanyaan terbuka, payment cards, dan model referendum.

3. Menghitung Dugaan Rata-rata Nilai WTP

Setelah survei dilaksanakan, tahap berikutnya adalah menghitung dugaan rata-rata nilai WTP setiap individu. Nilai ini dihitung berdasarkan nilai lelang

(bid) yang diperoleh dari tahap dua. Perhitungan ini biasanya didasarkan pada nilai rataan (mean) dan nilai tengah (median). Pada tahap ini harus diperhatikan kemungkinan timbulnya outlier (nilai yang sangat jauh menyimpang dari rata-rata). Dalam perhitungan statistika biasanya nilai outlier tidak dimasukkan ke dalam perhitungan. Perlu juga diketahui bahwa perhitungan nilai rataan WTP lebih mudah dilakukan untuk survei yang menggunakan pertanyaan yang berstruktur daripada pertanyaan bermodel referendum (ya atau tidak).

4. Menduga Kurva WTP

Kurva WTP diperoleh dengan, misalnya, meregresikan WTP sebagai variabel terikat dengan beberapa variabel bebas.

dimana Y adalah tingkat pendapatan, E adalah tingkat pendidikan, K adalah tingkat pengetahuan, A adalah tingkat umur, dan Q adalah beberapa variabel yang mengukur kualitas lingkungan.

5. Menjumlahkan Data

Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah menjumlahkan rataan lelang yang diperoleh pada tahap tiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi ini adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi.


(14)

2.4.1. Kelebihan Contingent Valuation Method

Penggunaan CVM dalam memperkirakan nilai ekonomi suatu lingkungan memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut (Hanley dan Spash, 1993) :

1. Dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua hal penting yaitu seringkali menjadi satu-satunya teknik untuk mengestimasi manfaat dan dapat diaplikasikan pada berbagai konteks kebijakan lingkungan. 2. Dapat digunakan dalam berbagai macam penilaian barang-barang

lingkungan di sekitar masyarakat.

3. CVM memiliki kemampuan untuk mengestimasi nilai non-pengguna. Dengan CVM, seseorang mungkin dapat mengukur utilitas dari penggunaan barang lingkungan bahkan jika tidak digunakan secara langsung.

4. Meskipun teknik dalam CVM membutuhkan analisis yang kompeten, namun hasil dari penelitian menggunakan metode ini tidak sulit untuk dianalisis dan dijabarkan.

2.4.2. Kelemahan Contingent Valuation Method

Meskipun CVM diakui sebagai pendekatan yang cukup baik untuk mengukur WTP, namun ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya. Kelemahan yang utama adalah timbulnya bias. Bias ini terjadi jika timbul nilai yang overstate maupun understate secara sistematis dari nilai yang sebenarnya. Sumber-sumber bias terutama ditimbulkan oleh dua hal yang utama (Fauzi, 2006) :

1. Bias yang timbul dari strategi yang keliru. Ini terjadi misalnya jika dalam melakukan wawancara dinyatakan bahwa responden akan


(15)

dipungut fee untuk perbaikan lingkungan, sehingga akan timbul kecenderungan pada responden untuk memberi nilai undersate dari nilai fee tersebut. Sebaliknya, jika dinyatakan bahwa wawancara semata-mata hanya hipotesis belaka, maka akan timbul kecenderungan responden untuk memberikan nilai oversate dari nilai yang sebenarnya.

2. Bias yang ditimbulkan oleh rancangan penelitian (design bias). Bias ini bisa terjadi jika informasi yang diberikan pada responden mengandung hal-hal yang kontroversial. Misalnya, responden ditawari bahwa untuk melindungi kawasan wisata alam dari pencemaran limbah oleh pengunjung, karcis masuk harus dinaikkan. Tentu saja responden akan memberikan nilai WTP yang lebih rendah daripada jika alat pembayaran dilakukan dengan cara lain (misalnya melalu yayasan,

trust fund, dan sebagainya).

Selain beberapa kelemahan diatas, Carson et al (2001) dalam Fauzi (2006) menyatakan bahwa realibilitas pengukuran CVM sampai saat ini masih menjadi perdebatan, sehingga memerlukan desain yang sangat cermat.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian untuk mengukur nilai atau manfaat ekonomi barang dan jasa lingkungan yang tidak memiliki nilai pasar sudah cukup banyak dilakukan sebelumnya. Namun, penelitian untuk mengukur nilai atau manfaat ekonomi obyek wisata Tirta Jangari berdasarkan preferensi dari dua kelompok responden yang berbeda yaitu masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung belum banyak dilakukan. Beberapa penelitian dengan menggunakan Contingent


(16)

Valuation Method dilakukan oleh Han dan Lee (2002), Pervito (2009), dan Syakya (2005) yang hampir seluruhnya menghitung kesediaan membayar.

Penelitian mengenai Contingent Valuation Method dilakukan oleh Han dan Lee (2002) di Korea Selatan dengan judul Estimating the Use and Preservation Values of National Parks Tourism Resources using Contingent Valuation Method. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung nilai guna (use value) dan nilai kelestarian (preservation value) dari sumberdaya alam dan atau budaya di lima taman nasional antara lain Soraksan National Park,

Hallyo-Haesang, Mount Kayasan, Mount Pukhansan, dan Taean-Haean dengan menggunakan metode Dichotomous Choice Contingent Valuation Method. Hasil penelitian menunjukkan bahwa retribusi tiket masuk yang diperoleh dari penelitian lebih tinggi dibandingkan retribusi tiket masuk yang telah ditetapkan pengelola yaitu sebesar KRW 1000/orang dan biaya pemeliharaan sebesar KRW 3700/orang, sehingga pengelola taman nasional dapat meningkatkan retribusi tiket masuk untuk menjaga kualitas lingkungan dan menghindari terjadinya penurunan kualitas lingkungan taman nasional.

Penelitian yang dilakukan oleh Pervito (2009) mengenai Analisis Permintaan dan Nilai Ekonomi Taman Wisata Waduk Selorejo dengan Metode Biaya Perjalanan menunjukkan bahwa nilai WTP pengunjung yang diukur menggunakan teknik pengukuran langsung (direct) melalui pendekatan

Contingent Valuation Method yaitu sebesar Rp 12.190. Nilai tersebut merupakan nilai rata-rata WTP pengunjung yang mencerminkan kemampuan responden untuk membayar peningkatan kualitas lingkungan lokasi wisata, dimana nilai


(17)

Willingness to Pay (WTP) lebih besar dari harga tiket berlaku (harga yang benar-benar dibayar responden).

Syakya (2005), melakukan penelitian tentang Analisis Willingness to Pay

(WTP) dan Strategi Pengembangan Obyek Wisata Pantai Lampuk di Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai retribusi yang akan dibayar pengunjung rata-rata sebesar Rp 1.719,203. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi secara nyata terhadap kesediaan responden untuk membayar antara lain tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, frekuensi kunjungan, transportasi, fasilitas, kondisi keamanan, dan kondisi lingkungan.


(18)

Obyek wisata Tirta Jangari memiliki potensi daya tarik yang tak kalah dari kawasan wisata alam lain khususnya yang ada di Kabupaten Cianjur. Namun, dengan pengelolaannya yang kurang baik seperti saat ini menyebabkan potensi-potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Pengelolaan yang kurang baik juga menyebabkan punurunan kondisi lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

Obyek wisata Tirta Jangari merupakan salah satu bentuk barang dan jasa lingkungan. Barang dan jasa lingkungan tersebut memiliki sifat barang publik dimana pada umumnya pengguna barang dan jasa lingkungan tersebut hanya ingin memanfaatkannya saja tanpa peduli akan kelestariannya. Hal ini dapat menjadi ancaman tersendiri bagi kondisi serta keadaan lingkungan obyek wisata Tirta Jangari. Persepsi seseorang akan barang dan jasa lingkungan yang tidak memiliki nilai pasar yang pasti yang dapat dikuantifikasi atau dinilai dalam nilai moneter (uang) menyebabkan seseorang tidak peduli dengan kelestarian alam dan lingkungan.

Pelaksanaan upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Salah satu sumber dana tersebut berasal dari retribusi tiket masuk untuk pengunjung dan retribusi kebersihan untuk masyarakat yang melakukan aktivitas usaha wisata di sekitar obyek wisata, namun retribusi tiket masuk saat ini dirasa belum cukup untuk dapat membiayai hal tersebut disamping belum adanya penarikan retribusi kebersihan untuk masyarakat sekitar obyek wisata. Oleh karenanya, kesediaan masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung untuk membayar sejumlah uang yang selanjutnya akan dimanfaatkan untuk pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari perlu


(19)

diketahui. Biaya yang dikeluarkan tersebut akan dialokasikan sebagai dana operasional antara lain perbaikan dan pengadaan prasarana dan sarana yang mendukung aktivitas wisata dan pengeluaran gaji karyawan sebagai petugas kebersihan agar dapat memantau kebersihan lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

Penetapan retribusi tersebut tidak dapat diputuskan begitu saja tanpa pertimbangan ilmiah. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis kesediaan membayar sehingga besarnya retribusi memiliki dasar yang kuat. Diharapkan dengan diketahuinya nilai kesediaan membayar dalam upaya pelestarian lingkungan dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan pengembangan obyek wisata Tirta Jangari sehingga fungsi utama waduk tetap terjaga. Secara ringkas kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 3.


(20)

Keterangan :

: Bukan Ruang Lingkup Penelitian Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran

Pemanfaatan Waduk Cirata sebagai Barang Publik

PLTA Obyek Wisata Tirta Jangari

Perikanan Jaring Apung

Permasalahan : - Prasarana dan sarana belum memadai - Pengelolaan yang belum optimal - Penurunan kualitas lingkungan

- Kurangnya dana bagi upaya pelestarian lingkungan obyek wisata

Masyarakat sekitar obyek wisata Pengunjung

Karakteristik serta persepsi responden

Nilai WTP responden

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP

Besarnya Nilai Kesediaan Membayar (Willingness to Pay/WTP)

Upaya Pelestarian Lingkungan Obyek Wisata Tirta Jangari Faktor-faktor

yang

mempengaruhi kesediaan membayar

Analisis Deskriptif

Regresi Logit


(21)

4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di obyek wisata Tirta Jangari, Waduk Cirata, Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek wisata tirta. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama yaitu pra penelitian. Pra penelitian merupakan proses pengamatan masalah di lapangan, perumusan masalah, pengembangan kerangka berpikir, hingga penyusunan proposal. Tahapan ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 hingga Maret 2011. Tahapan selanjutnya dilanjutkan dengan proses pengambilan data. Pengambilan data dilaksanakan selama bulan April 2011 hingga Mei 2011.

Tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan dan analisis data serta penyusunan skripsi. Tahapan ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan September 2011.

4.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Metode penelitian survei merupakan suatu cara melakukan pengamatan dimana indikator mengenai variabel adalah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan kepada responden baik secara lisan maupun tertulis2. Adapun

2http://www.scribd.com/doc/22885644/6067757-Metode-Penelitian-Survei. 2010. Metodologi Penelitian Survei. 09


(22)

instrumen pengumpul data dalam penelitian survei adalah kuesioner atau daftar pertanyaan.

4.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Menurut Hasan (2002), data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden melalui kuesioner. Data tersebut meliputi:

1. Karakteristik masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung seperti jenis kelamin, tingkat usia, status perkawinan, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan.

2. Respon dari masyarakat sekitar obyek wisata terhadap penarikan retribusi kebersihan dan respon dari pengunjung terhadap peningkatan retribusi tiket masuk serta nilai nominal yang bersedia dibayarkan dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi yang berhubungan dengan pengelolaan obyek wisata Tirta Jangari antara lain Kantor Desa Bobojong, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten Cianjur, serta Badan Pengelola Waduk Cirata. Data sekunder juga diperoleh dari literatur-literatur yang relevan dengan topik penelitian ini.

4.5. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel masyarakat sekitar obyek wisata dilakukan secara purposive sampling dimana metode ini digunakan apabila peneliti


(23)

mempunyai pertimbangan tertentu dalam menetapkan sampel sesuai dengan tujuan penelitiannya. Sedangkan metode pengambilan sampel pengunjung yang digunakan pada penelitian ini adalah metode accidental sampling yaitu mengambil sampel pengunjung yang kebetulan ditemui.

Jumlah sampel masyarakat sekitar obyek wisata yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 orang, sedangkan jumlah sampel pengunjung yang digunakan adalah sebanyak 60 orang. Penetapan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kaidah pengambilan sampel sosial secara statistika minimal sebanyak 30 data/sampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal (Sudjana, 1991).

4.6. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2. Adapun pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak antara lain Microsoft Office Excel dan


(24)

Tabel 2. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1. Mengidentifikasi

karakteristik serta persepsi responden terhadap

kondisi lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

Data primer berupa wawancara

menggunakan kuisioner dengan responden dalam penelitian ini.

Analisis deskriptif

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan responden untuk membayar.

Data primer berupa wawancara

menggunakan kuisioner dengan responden dalam penelitian ini.

Analisis regresi logit

3. Mengestimasi besarnya nilai WTP responden dalam upaya pelestarian lingkungan.

Data primer berupa wawancara dengan responden dalam penelitian ini. Pendekatan Contingent Valuation Method

dan Willingness to Pay

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP responden dalam upaya pelestarian lingkungan.

Data primer berupa wawancara dengan responden dalam penelitian ini.

Analisis regresi berganda

4.6.1. Identifikasi Karakteristik dan Persepsi Responden

Identifikasi karakteristik responden seperti jenis kelamin, usia, status perkawinan, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu (Hasan, 2002). Metode deskriptif juga digunakan untuk mengidentifikasi persepsi responden terhadap obyek wisata Tirta Jangari. Persepsi yang akan diidentifikasi terkait dengan kondisi alam dan lingkungan obyek wisata Tirta Jangari serta kondisi prasarana dan sarana yang menunjang aktivitas wisata pada obyek wisata tersebut.


(25)

4.6.2. Analisis Kesediaan Membayar (Willingness to Pay/WTP) dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Obyek Wisata Tirta Jangari

Analisis kesediaan membayar dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logit. Menurut Pujianti (2008), regresi logistik terdiri dari regresi logistik biner dan logistik multinominal. Regresi logistik biner digunakan saat variabel terikat merupakan variabel dikotomus (kategorik dengan 2 macam kategori), sedangkan regresi logistik multinominal digunakan saat variabel terikat adalah variabel kategorik dengan lebih dari 2 kategori. Regresi logistik tidak memodelkan secara langsung variabel terikat (Y) dengan variabel bebas (χ), melainkan melalui transformasi variabel dependen ke variabel logit yang merupakan natural log dari

odds ratio.

Transformasi tersebut diformulasikan sebagai persamaan :

Li= Ln = β0 + β1χ1i + β 2χ2i + … β nχni + εi

Dimana Li sering disebut sebagai indeks model logistik, yang nilainya sama dengan ln ; dan

adalah odd yaitu nilai rasio kemungkinan terjadinya suatu peristiwa dengan kemungkinan tidak terjadinya peristiwa. Parameter model estimasi logit harus diestimasi dengan metode Maximum Likelihood (ML).

Dalam penelitian ini, regresi logit digunakan untuk menganalisis peluang kejadian kesediaan responden untuk membayar dengan model logitnya dijelaskan sebagai berikut.


(26)

4.6.2.1. Analisis Kesediaan Membayar Masyarakat Sekitar Obyek Wisata Model regresi logit yang digunakan untuk menganalisis peluang kejadian kesediaan masyarakat sekitar obyek wisata untuk membayar dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari adalah :

= β0 + β1JKi + β2TGGi + β3PNDDKNi + β4LAMAUSAHAi + β5PMi +

β 6PNDPTNi+ εi

dimana :

= Peluang responden masyarakat sekitar obyek wisata untuk bersedia membayar (bernilai 1 untuk setuju bernilai 0 untuk tidak setuju)

β0 = Intersep

β1.., β6 = Koefisien regresi

JK = Jenis kelamin (bernilai 1 untuk pria dan 0 untuk wanita) TGG = Jumlah tanggungan (orang)

PNDDKN = Tingkat pendidikan (kategori 1 untuk SD, kategori 2 untuk SMP, kategori 3 untuk SLTA, kategori 4 untuk Akademi/diploma, kategori 5 untuk Perguruan Tinggi, kategori 6 untuk Pascasarjana)

LAMAUSAHA = Lama usaha (tahun)

PM = Pengetahuan tentang fungsi waduk dan kerusakan waduk (bernilai 1 untuk tahu dan 0 untuk tidak tahu)

PNDPTN = Tingkat pendapatan (kategori 1 untuk tingkat pendapatan < Rp 1.000.000, kategori 2 untuk tingkat pendapatan Rp 1.000.000 - Rp 2.000.000, kategori 3 untuk tingkat pendapatan > Rp 2.000.000)

i = Responden ke-i (i= 1,2,…, n) ε = Galat atau Error

Variabel jenis kelamin, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, lama usaha, pengetahuan tentang fungsi waduk dan kerusakan waduk serta tingkat pendapatan diduga merupakan variabel yang mempengaruhi kesediaan membayar masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari. Variabel-variabel tersebut dipilih berdasarkan literatur-literatur dan penelitian terdahulu.


(27)

4.6.2.2. Analisis Kesediaan Membayar Pengunjung

Model regresi logit yang digunakan untuk menganalisis peluang kejadian kesediaan pengunjung untuk membayar dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari adalah :

= β0 + β1JKi + β2USIAi + β3STATUSi + β4PNDDKNi + β5PNDPTNi+

β6JARAKi + β 7FREKi + β8PMi+ β9BIAYAi + εi

dimana :

= Peluang responden pengunjung bersedia untuk membayar (bernilai 1 untuk setuju bernilai 0 untuk tidak setuju)

β0 = Intersep

β1.., β9 = Koefisien regresi

JK = Jenis kelamin (bernilai 1 untuk pria dan 0 untuk wanita) USIA = Usia (tahun)

STATUS = Status pernikahan (bernilai 1 untuk belum menikah dan 0 untuk menikah)

PNDDKN = Tingkat pendidikan (kategori 1 untuk SD, kategori 2 untuk SMP, kategori 3 untuk SLTA, kategori 4 untuk Akademi/diploma, kategori 5 untuk Perguruan Tinggi, kategori 6 untuk Pascasarjana)

PNDPTN = Tingkat pendapatan (kategori 1 untuk tingkat pendapatan < Rp 1.000.000, kategori 2 untuk tingkat pendapatan Rp 1000.000 - Rp 3.000.000, kategori 3 untuk tingkat pendapatan > Rp 3.000.000)

JARAK = Jarak tempat tinggal ke obyek wisata (kategori 1 untuk < 10 km, kategori 2 untuk 10 km - 30 km, kategori 3 untuk 31 km - 50 km, kategori 4 untuk > 50 km)

FREK = Frekuensi kunjungan (kali)

PM = Pengetahuan tentang fungsi waduk dan kerusakan waduk (bernilai 1 untuk tahu dan 0 untuk tidak tahu)

BIAYA = Biaya kunjungan (kategori 1 untuk biaya kunjungan ≤ Rp 100.000, kategori 2 untuk biaya kunjungan Rp 100.001 - Rp 200.000, kategori 3 untuk > Rp 200.000)

i = Responden ke-i (i= 1,2,…, n) ε = Galat atau Error

Variabel jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, jarak, tingkat pendapatan, frekuensi kunjungan, biaya kunjungan, dan pengetahuan tentang fungsi waduk dan kerusakan waduk diduga merupakan variabel yang mempengaruhi kesediaan membayar pengunjung dalam upaya pelestarian


(28)

lingkungan obyek wisata Tirta Jangari. Variabel-variabel tersebut dipilih berdasarkan literatur-literatur dan penelitian terdahulu.

4.6.3. Analisis Nilai WTP dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Obyek Wisata Tirta Jangari

Menurut Hanley dan Spash (1993), tahapan dalam penerapan analisis CVM dalam menentukan nilai kesediaan membayar, antara lain :

1. Membuat Pasar Hipotetik

Dalam membuat pasar hipotetik, terlebih dahulu responden diminta untuk mendengarkan pernyataan mengenai kondisi lingkungan obyek wisata Tirta Jangari saat ini. Selanjutnya responden diminta mendengarkan suatu pernyataan mengenai rencana upaya pelestarian lingkungan sehingga fungsi utama waduk tetap terjaga. Namun, saat ini pengelola masih memiliki kendala dana untuk upaya pelestarian lingkungan tersebut, oleh karena itu pengelola mengajak masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung untuk berpartisipasi dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari. Biaya yang didapatkan dari partisipasi tersebut selanjutnya digunakan sebagai salah satu sumber dana bagi rencana upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari. Selanjutnya responden diberi pertanyaan mengenai kesediaannya membayar retribusi dan besarnya retribusi yang sanggup dibayarkan.

Alat survei yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang memberikan deskripsi mengapa seluruh responden seharusnya membayar dan bagaimana mekanisme pembayaran tersebut dilakukan. Informasi yang diberikan kepada responden meliputi keseluruhan aspek dari pasar hipotetik.


(29)

2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP

Penawaran besarnya nilai WTP dilakukan melalui wawancara dengan responden dengan bantuan kuesioner. Nilai WTP ditentukan melalui metode

bidding game yaitu metode tawar-menawar dimana responden ditawarkan sebuah nilai tawaran dimulai dari nilai terkecil hingga nilai terbesar hingga mencapai nilai WTP maksimum yang sanggup dibayarkan oleh responden. Dalam penelitian ini, besarnya nilai tawaran yang diajukan kepada responden ditetapkan berdasarkan wawancara dengan pengelola obyek wisata. Adapun besarnya nilai yang ditawarkan adalah :

a. Rp 3.000 c. Rp 7.000 e. Rp 10.000 b. Rp 5.000 d. Rp 9.000 f. Rp 15.000 3. Memperkirakan Nilai Rata-rata WTP

WTPi dapat diduga dengan menggunakan nilai rata-rata dari penjumlahan

keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Dugaan Rataan WTP dihitung dengan rumus :

dimana :

EWTP = Dugaan rataan WTP

Wi = Nilai WTP ke-i n = Jumlah responden

i = Responden ke-i yang bersedia membayar (i= 1,2,.., n) 4. Menduga Kurva WTP

Kurva WTP responden dibentuk menggunakan jumlah kumulatif dari jumlah individu yang bersedia memilih suatu nilai WTP tertentu. Asumsinya


(30)

adalah individu yang bersedia membayar suatu nilai WTP tertentu jumlahnya akan semakin sedikit sejajar dengan peningkatan nilai WTP.

5. Menjumlahkan Data

Setelah menduga nilai tengah WTP maka selanjutnya diduga nilai total WTP dari responden dengan menggunakan rumus :

dimana :

TWTP = Total WTP

WTPi = WTP individu sampel ke-i

ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP

N = Jumlah sampel

P = Jumlah populasi

i = Responden ke-i yang bersedia membayar (i= 1,2,…, n)

6. Evaluasi Penggunaan CVM

Pada tahap ini dilakukan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah berhasil diaplikasikan. Evaluasi penggunaan CVM dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien determinasi (R2) dari analisis regresi. Dengan melihat besarnya nilai R2 tingkat reabilitas dari penggunaan CVM dapat terlihat.

4.6.4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Obyek Wisata Tirta Jangari Berdasarkan penelitian terdahulu dan studi literatur, persamaan regresi besarnya nilai WTP masyarakat sekitar obyek wisata dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

= β0 + β1JKi + β2TGGi + β3PNDDKNi + β4LAMAUSAHAi +


(31)

dimana :

= Nilai WTP responden masyarakat sekitar obyek wisata (Rp)

β0 = Intersep

β1.., β6 = Koefisien regresi

JK = Jenis kelamin (bernilai 1 untuk pria dan 0 untuk wanita) TGG = Jumlah tanggungan (orang)

PNDDKN = Tingkat pendidikan (kategori 1 untuk SD, kategori 2 untuk SMP, kategori 3 untuk SLTA, kategori 4 untuk Akademi/diploma, kategori 5 untuk Perguruan Tinggi, kategori 6 untuk Pascasarjana)

LAMAUSAHA = Lama usaha (tahun)

PM = Pengetahuan tentang fungsi waduk dan kerusakan waduk (bernilai 1 untuk tahu dan 0 untuk tidak tahu)

PNDPTN = Tingkat pendapatan (kategori 1 untuk tingkat pendapatan < Rp 1.000.000, kategori 2 untuk tingkat pendapatan Rp 1.000.000 - Rp 2.000.000, kategori 3 untuk tingkat pendapatan > Rp 2.000.000)

i = Responden ke-i (i= 1,2,…, n) ε = Galat atau Error

Persamaan regresi besarnya nilai WTP pengunjung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

= β0 + β1JKi + β2USIAi + β3STATUSi + β4PNDDKNi +

β5PNDPTNi+ β6JARAKi+ β 7FREKi+ β8PMi+ β9BIAYAi+ εi

dimana :

= Nilai WTP responden pengunjung (Rp) β0 = Intersep

β1.., β9 = Koefisien regresi

JK = Jenis kelamin (bernilai 1 untuk pria dan 0 untuk wanita) USIA = Usia (tahun)

STATUS = Status pernikahan (bernilai 1 untuk belum menikah dan 0 untuk menikah)

PNDDKN = Tingkat pendidikan (kategori 1 untuk SD, kategori 2 untuk SMP, kategori 3 untuk SLTA, kategori 4 untuk Akademi/diploma, kategori 5 untuk Perguruan Tinggi, kategori 6 untuk Pascasarjana)

PNDPTN = Tingkat pendapatan (kategori 1 untuk tingkat pendapatan < Rp 1.000.000, kategori 2 untuk tingkat pendapatan Rp 1000.000 - Rp 3.000.000, kategori 3 untuk tingkat pendapatan > Rp 3.000.000)

JARAK = Jarak tempat tinggal ke obyek wisata (kategori 1 untuk < 10 km, kategori 2 untuk 10 km - 30 km, kategori 3 untuk 31 km - 50 km, kategori 4 untuk > 50 km)


(32)

FREK = Frekuensi kunjungan (kali)

PM = Pengetahuan tentang fungsi waduk dan kerusakan waduk (bernilai 1 untuk tahu dan 0 untuk tidak tahu)

BIAYA = Biaya kunjungan (kategori 1 untuk biaya kunjungan ≤ Rp 100.000, kategori 2 untuk biaya kunjungan Rp 100.001 - Rp 200.000, kategori 3 untuk > Rp 200.000)

i = Responden ke-i (i= 1,2,…, n) ε = Galat atau Error

Variabel-variabel tersebut diduga mempengaruhi nilai WTP dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

4.7. Pengujian Parameter 4.7.1. Odds Ratio

Odds Ratio merupakan rasio peluang terjadi pilihan-1 terhadap peluang terjadi pilihan-0 (Juanda, 2009). Koefisien yang bertanda positif menunjukkan nilai odds ratio yang lebih besar dari satu, hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang kejadian sukses lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Sedangkan koefisien yang bertanda negatif mengindikasikan bahwa peluang kejadian tidak sukses lebih besar dari peluang kejadian sukses.

4.7.2. Likelihood Ratio

Likelihood ratio merupakan rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test)

yang digunakan untuk menguji peranan variabel bebas secara serentak. Rumus umum untuk uji G adalah (Hosmer dan Lemeshow, 1989):

( ) dimana :

lo = nilai likelihood tanpa variabel penjelas li = nilai likelihood model penuh


(33)

Pengujian terhadap hipotesis pada uji G responden pengunjung dan masyarakat obyek wisata Tirta Jangari adalah sebagai berikut:

H0: β1= β2= .... = βk = 0

H1: minimal ada satu βi tidak sama dengan nol, dimana i = 1,2,...,n

Statistik G akan mengikuti sebaran χ2 dengan derajat bebas α. Kriteria

keputusan yang diambil adalah jika G > χ2

α, k-1, maka hipotesis nol (H0) ditolak

(Juanda, 2009). Uji G juga dapat digunakan untuk memeriksa apakah nilai yang diduga dengan peubah di dalam model lebih baik jika dibandingkan dengan model tereduksi (Hosmer dan Lemeshow, 1989).

4.7.3. Uji Wald

Uji Wald digunakan untuk menguji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial (Juanda, 2009). Statistik uji yang digunakan adalah :

̂ ̂ ( ̂ ) H0 : ̂ = 0

H1 : ̂ ≠ 0

dimana :

̂ = Vektor koefisien dihubungkan dengan penduga (koefisien x) ̂E( ̂ ) = Galat kesalahan dari ̂

Uji Wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak H0 jika > Zα/2 (Hosmer dan Lemeshow, 1989).

4.7.4. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas muncul jika dua atau lebih peubah (atau kombinasi peubah) bebas berkolerasi tinggi antara peubah yang satu dengan yang lainnya. Cara yang paling mudah untuk mengungkapkan apakah multikolinieritas


(34)

menyebabkan masalah adalah dengan mengkaji simpangan baku koefisiennya. Jika beberapa koefisien mempunyai simpangan baku yang tinggi, dan kemudian mengeluarkan satu atau lebih peubah bebas dari model menyebabkan simpangan bakunya rendah, maka biasanya sumber masalahnya adalah multikolinieritas.

Pengujian terhadap ada tidaknya multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan uji VIF (Gujarati, 2003). Jika suatu variabel bebas memiliki VIF<10, maka variabel bebas tersebut tidak mengalami multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya.

4.7.5. Uji Statistik F

Uji statistik F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara menyeluruh. Nilai statistik F digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Prosedur pengujiannya adalah :

Fhit =

⁄ dimana :

JKK : Jumlah Kuadrat untuk Nilai Tengah Kolom JKG : Jumlah Kuadrat Galat

k : Jumlah Peubah n : Jumlah Sampel Hipotesisnya :

H0: β1 = β2 = .... = βn = 0

H1: Paling sedikit ada satu nilai βi yang tidak sama dengan nol

Jika Fhit < Ftabel maka terima H0, artinya variabel bebasnya (Xi) secara


(35)

Ftabel maka tolak H0 atau terima H1, artinya variabel bebasnya (Xi) secara serentak

berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya (Yi).

4.7.6. Uji Statistik t

Pengujian ini menunjukkan apakah peubah-peubah yang digunakan secara satu per satu berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas. Pengujian koefisien regresi secara individual dilakukan untuk membuktikan bahwa koefisien regresi suatu model regresi tersebut secara statistik signifikan atau tidak. Prosedur pengujiannya adalah :

Hipotesisnya :

H0: βi = 0

H1 : βi > 0 atau βi < 0 ; i = 1,2,3....,n

Jika thit (n-k) < t maka terima H0, artinya variabel bebasnya (Xi) tidak berpengaruh

nyata terhadap variabel tak bebasnya (Yi). Jika thit (n-k) > t maka tolak H0,

artinya variabel bebasnya (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya

(Yi).

4.7.7. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).


(36)

Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji heteroskedastisitas (Ghozali, 2006) :

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedatisitas. 4.7.8. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) mengukur tingkat ketepatan/kecocokan

(goodness of fit) dari regresi linier (Firdaus, 2004). Ciri-ciri dari R2 adalah bahwa R2 merupakan fungsi yang menaik (non decreasing function) dari variabel-variabel bebas yang tercakup dalam persamaan regresi linier berganda. Setiap penambahan variabel bebas dalam model akan memperbesar nilai R2. Dalam Hanley dan Spash (1993), Mitchell dan Carson (1989) merekomendasikan 15% atau 0,15 sebagai batas minimum R2 yang reliabel. Apabila nilai R2 yang diperoleh lebih kecil dari 0,15 maka penggunaan CVM ini tidak reliabel, sedangkan nilai R2 yang lebih tinggi atau lebih besar dari 0,15 menunjukkan tingkat reabilitas yang baik dalam penggunaan CVM.

4.7.9. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi diantara faktor gangguan. Ada beberapa prosedur atau cara untuk mengetahui adanya masalah autokorelasi pada suatu model regresi. Tetapi uji ada tidaknya autokorelasi yang paling banyak digunakan adalah Uji Durbin-Watson


(37)

(Uji D-W). Uji ini dapat digunakan bagi sembarang sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linier order pertama, artinya faktor pengganggu et berpengaruh

kepada faktor pengganggu et-1. Untuk melihat ada tidaknya autokerelasi, dapat

digunakan ketentuan sebagai berikut (Firdaus, 2004). Tabel 3. Uji Autokorelasi (Firdaus, 2004)

D-W Kesimpulan

Kurang dari 1,10 Ada Autokorelasi 1,10 dan 1,54 Tanpa Kesimpulan 1,55 dan 2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46 dan 2,90 Tanpa kesimpulan Lebih dari 2,91 Ada autokorelasi

4.8. Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini meliputi beberapa hal, antara lain :

1. Masyarakat sekitar obyek wisata merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur yang melakukan aktivitas usaha wisata di sekitar obyek wisata Tirta Jangari seperti pemilik rumah makan, pemilik perahu sewa, pemilik warung alat pancing, dan pemilik lahan parkir.

2. Pengunjung merupakan orang-orang yang mengunjungi obyek wisata Tirta Jangari.

3. Persepsi responden terhadap kualitas lingkungan dan pelayanan atribut wisata dianggap sama walaupun mereka berada di tempat yang berbeda dalam lokasi obyek wisata.

4. Lingkungan obyek wisata Tirta Jangari adalah keseluruhan dari keadaan-keadaan di sekitar obyek wisata yang menjadi daya tarik obyek wisata tersebut.


(38)

5. Alat pembayaran yang digunakan untuk mengetahui kesediaan membayar masyarakat sekitar obyek wisata adalah retribusi kebersihan, sedangkan alat pembayaran yang digunakan untuk mengetahui kesediaan membayar pengunjung adalah retribusi tiket masuk.


(39)

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Obyek wisata Tirta Jangari terletak di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Berjarak 17 km dari pusat kota Cianjur dengan luas 15 hektar. Pengelolaan obyek wisata Tirta Jangari berada di bawah naungan Badan Pengelola Waduk Cirata bekerja sama dengan Dinas Perikanan dan Peternakan dan Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur. Obyek wisata Tirta Jangari memiliki daya tarik utama berupa alam danau yang dimanfaatkan sebagai media budidaya ikan dengan menggunakan keramba jaring apung.

Fasilitas wisata di obyek wisata ini antara lain gerbang pintu masuk, masjid, menara pandang, perahu motor yang disewakan, toilet, warung terapung atau lesehan ikan bakar, dan lahan parkir yang cukup luas. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan pengunjung yaitu berperahu melayari waduk, melihat pemandangan genangan air waduk (sight seeing), dan memancing. Atraksi yang dapat dinikmati oleh pengunjung pada saat berperahu melayari waduk adalah melihat keramba jaring apung dan budidaya ikan sambil menikmati hidangan berupa ikan bakar/goreng yang disediakan oleh rumah makan apung yang terdapat di lokasi tersebut. Kegiatan berperahu mengelilingi waduk dikenakan tarif sebesar Rp 10.000/orang. Kondisi jalan menuju obyek wisata Tirta Jangari sudah cukup baik, dengan kualitas jalan sebagian beraspal. Adapun sarana transportasi umum berupa angkutan kota dan ojeg. Berikut ini merupakan gambaran obyek wisata Tirta Jangari yang ditampilkan pada Gambar 4.


(40)

Sumber : Dokumentasi Penelitian (2011)

Gambar 4. Obyek Wisata Tirta Jangari

Pengelolaan obyek wisata Tirta Jangari belum tertata dengan baik sebagai tempat wisata. Fasilitas yang disediakan seperti lahan parkir yang cukup luas tidak didukung dengan penataan ruang yang baik, ini terlihat pada saat hari libur dimana pengunjung ramai mengunjungi obyek wisata ini, dengan jumlah pengunjung yang ramai ruang parkir menjadi tidak teratur. Fasilitas toilet yang disediakan kondisinya pun kurang bersih. Adanya warung-warung liar yang dibangun di tepian waduk berdampak pada berkurangnya luas waduk dan pengotoran air waduk. Kondisi waduk yang dipenuhi keramba jaring apung dan tempat tinggal nelayan menyebabkan perairan waduk sebagai daya tarik utama tertutup peralatan dan bangunan budidaya ikan disamping kualitas air yang tidak jernih (kecokelatan). Pemanfaatan waduk sebagai aktivitas peternakan ikan yang disertai dengan keterbatasan fasilitas dan aktivitas wisata menjadikan kawasan ini


(41)

tidak menarik untuk dikunjungi. Selain itu, adanya sengketa lahan dalam proses HGU (Hak Guna Usaha) oleh PT. Cikencreng dalam pengusahaan lahan untuk perkebunan karet, sehingga model pengelolaan dan pengembangan obyek wisata Tirta Jangari hasil kerjasama dengan pihak konsultan pariwisata terbengkalai dan tidak dapat diimplementasikan.

5.2. Kondisi Lingkungan Obyek Wisata Tirta Jangari

Berdasarkan Laporan Pemantauan Lingkungan Triwulan I 2010 PT. Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Cirata, status mutu air Waduk

Cirata selama pemantauan triwulan I 2010 termasuk kategori buruk bagi peruntukan bahan baku air minum (Golongan B). Parameter yang umumnya tidak memenuhi syarat bagi peruntukan golongan B adalah Sulfida (H2S), DO, BOD,

COD, E. Coli, dan Coliform. Berkategori buruk untuk perikanan (Golongan C). Kualitas air yang tidak memenuhi syarat bagi peruntukan Golongan C terutama Sulfida (H2S), Amoniak (NH3),Nitrit (NO2), Klorin bebas (Cl2), DO, BOD, COD,

Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan Timbal (Pb). Sedangkan bagi peruntukan PLTA (Golongan D) memiliki status baik sekali, tidak ada parameter yang tidak memenuhi syarat peruntukan.

Hasil observasi lapang menunjukkan bahwa saat ini kondisi lingkungan obyek wisata Tirta Jangari relatif kotor akibat banyaknya sampah yang berserakan baik di lingkungan darat maupun perairannya antara lain serpihan busa

styrofoam, limbah keramba jaring apung, gulma air berupa eceng gondok, maupun sampah yang dihasilkan dari masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung. Kondisi tersebut diperparah ketika musim penghujan tiba dimana sampah yang mengendap di dasar waduk teraduk ke atas (upwelling), selain itu


(42)

sebagian jalan yang belum beraspal menjadi tergenang oleh air hujan sehingga mengurangi keindahan obyek wisata ini. Adanya warung dan bangunan liar di tepian waduk dikhawatirkan akan berdampak negatif pada eksistensi waduk seperti berkurangnya luas waduk dan pengotoran air waduk. Kondisi obyek wisata Tirta Jangari pada saat penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.


(43)

6.1. Karakteristik Sosial Ekonomi dan Persepsi Responden Obyek Wisata Tirta Jangari

Karakteristik sosial ekonomi responden masyarakat sekitar obyek wisata dapat dijelaskan berdasarkan beberapa kriteria antara lain jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pernikahan, jumlah tanggungan, tingkat pendapatan, dan lama usaha, sedangkan karakteristik sosial ekonomi responden pengunjung dapat dijelaskan berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, dan jarak tempat tinggal ke obyek wisata. Secara rinci data responden masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung ditampilkan pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.

Persepsi responden terhadap obyek wisata Tirta Jangari terbagi menjadi dua jenis persepsi antara lain persepsi responden terhadap kualitas lingkungan dan persepsi responden terhadap atribut wisata. Persepsi responden terhadap obyek wisata Tirta Jangari merupakan langkah awal yang dapat dilakukan dalam rangka upaya pelestarian lingkungan. Adapun karakteristik sosial ekonomi dan persepsi responden terhadap obyek wisata Tirta Jangari dijelaskan sebagai berikut. 6.1.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Masyarakat Sekitar Obyek

Wisata

Responden masyarakat sekitar obyek wisata dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur yang melakukan aktivitas usaha wisata di sekitar obyek wisata Tirta Jangari. Jumlah masyarakat sekitar obyek wisata yang dijadikan sebagai responden adalah 40 orang yang terdiri dari 85% pria dan 15% wanita dengan


(44)

status sudah menikah sebanyak 97% dan sisanya sebanyak 3% memiliki status belum menikah.

Sebanyak 48% responden memiliki jumlah tanggungan lebih dari tiga orang, 18% responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak tiga orang, 27% responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak dua orang, 5% responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak satu orang dan sisanya sebanyak 2% responden tidak memiliki tanggungan selain dirinya sendiri. Sebanyak 22% responden berusia antara 23-32 tahun, responden yang berusia antara 33-42 tahun sebanyak 25%, usia antara 43-52 tahun sebanyak 40%, sedangkan sisanya sebanyak 13% responden berusia lebih dari atau sama dengan 53 tahun.

Mayoritas masyarakat sekitar obyek wisata hanya menerima pendidikan hingga tingkat SD yaitu sebanyak 52%, sebanyak 22% responden menerima pendidikan hingga tingkat SLTP, responden yang menerima tingkat pendidikan hingga tingkat SLTA sebanyak 23%, sedangkan sisanya sebanyak 3% rsponden telah menerima pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Karakteristik sosial ekonomi responden masyarakat sekitar obyek wisata dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4, sebanyak 67% responden masyarakat sekitar obyek wisata memiliki pendapatan pada selang Rp 1.000.000 - Rp 2.000.000/bulan. Sebanyak 18% responden memiliki tingkat pendapatan lebih besar dari Rp 2.000.000/bulan, dan sisanya sebanyak 15% responden memiliki pendapatan kurang dari Rp 1.000.000/bulan.


(45)

Tabel 4. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Obyek Wisata

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Pria 34 85

Wanita 6 15

Jumlah 40 100

Usia Frekuensi Persentase (%)

23-32 9 22

33-42 10 25

43-52 16 40

≥ 53 5 13

Jumlah 40 100

Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase (%)

SD 21 52

SLTP 9 22

SLTA 9 23

Perguruan Tinggi 1 3

Jumlah 40 100

Status Pernikahan Frekuensi Presentase (%)

Menikah 39 97

Belum Menikah 1 3

Jumlah 40 100

Jumlah Tanggungan Frekuensi Presentase (%)

Tidak ada 1 2

1 2 5

2 11 27

3 7 18

>3 19 48

Jumlah 40 100

Pendapatan Frekuensi Presentase (%)

<1.000.000 6 15

1.000.000-2.000.000 27 67

>2.000.000 7 18

Jumlah 40 100

Lama Usaha Frekuensi Presentase (%)

< 1 tahun - 5 tahun 12 30

6 tahun - 11 tahun 13 32

> 11 tahun 15 38

Jumlah 40 100

Sumber: Data Primer, Diolah (2011)

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat sekitar obyek wisata yaitu sebanyak 38% sudah memiliki usaha selama lebih dari sebelas tahun. Sementara untuk masyarakat yang telah memiliki usaha selama


(46)

kurang dari satu tahun hingga lima tahun sebanyak 30% sedangkan sisanya sebanyak 32% memiliki lama usaha selama enam tahun hingga sebelas tahun. Lama usaha diduga akan mempengaruhi besarnya kesediaan membayar dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

6.1.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Pengunjung

Karakteristik sosial ekonomi responden pengunjung obyek wisata Tirta Jangari dapat dijelaskan berdasarkan kriteria tertentu berikut ini.

6.1.2.1. Jenis Kelamin

Pada umumnya kedatangan pengunjung ke obyek wisata Tirta Jangari sebagian besar bersama keluarga, hal ini menunjukkan bahwa obyek wisata ini banyak diminati pengunjung untuk berkumpul bersama keluarga. Pengunjung yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 60 orang. Responden terdiri dari 88% pria dan sisanya sebanyak 12% berjenis kelamin wanita. Banyaknya responden pria dibandingkan wanita dalam penelitian ini disebabkan karena pemimpin dan pengambil keputusan di dalam keluarga adalah kepala keluarga (pria) sehingga kepala keluarga (pria) sangat berperan dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan penelitian ini. Perbandingan responden pengunjung pria dan wanita dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Responden Pengunjung Pria dan Wanita

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Pria 53 88

Wanita 7 12

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer, Diolah (2011)

6.1.2.2. Usia

Usia responden cukup bervariasi dengan selang usia antara 20-57 tahun. Responden yang mengunjungi obyek wisata Tirta Jangari sebagian besar sudah


(47)

termasuk dewasa dalam segi usia. Sebanyak 15% responden berusia antara 20-29 tahun. Sebanyak 25% responden berusia antara 30-39 tahun. Sebanyak 47% responden berusia antara 40-49 tahun sedangkan sisanya sebanyak 13% responden berusia lebih dari atau sama dengan lima puluh tahun. Adapun sebaran kelompok usia responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sebaran Kelompok Usia Responden Pengunjung

Tingkat Usia (tahun) Frekuensi Persentase (%)

20-29 9 15

30-39 15 25

40-49 28 47

≥ 50 8 13

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer, Diolah (2011)

6.1.2.3. Status Pernikahan

Sebagian besar responden yaitu sebanyak 92% memiliki status menikah. Sedangkan sisanya, sebanyak 8% responden memiliki status belum menikah. Perbandingan persentase status pernikahan responden pengunjung obyek wisata Tirta Jangari dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan Status Pernikahan Responden Pengunjung

Status Pernikahan Frekuensi Persentase (%)

Menikah 55 92

Belum Menikah 5 8

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer, Diolah (2011)

6.1.3.4. Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup keluarga inti (anak dan istri/suami) serta tambahan tanggungan bukan keluarga inti yang tinggal di rumah responden maupun tidak tetapi kebutuhannya dibiayai responden. Perbandingan jumlah tanggungan responden pengunjung disajikan pada Tabel 8.


(48)

Tabel 8. Perbandingan Jumlah Tanggungan Responden Pengunjung

Jumlah Tanggungan Frekuensi Persentase (%)

Tidak Ada 4 6

1 4 7

2 21 35

3 18 30

> 3 13 22

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer, Diolah (2011)

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa sebanyak 22% responden memiliki jumlah tanggungan lebih dari tiga orang. Selanjutnya sebanyak 30% responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak tiga orang. Sebanyak 35% responden memiliki tanggungan dua orang. Sebanyak 7% responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak satu orang. Responden yang tidak memiliki tanggungan selain dirinya sendiri sebanyak 6%.

6.1.2.5. Tingkat Pendidikan

Responden yang datang ke obyek wisata Tirta Jangari mayoritas adalah berpendidikan SLTA (42%) dan responden yang paling sedikit jumlahnya adalah yang berpendidikan Pascasarjana (2%). Selanjutnya responden dengan jenjang pendidikan akhir Perguruan Tinggi, Akademi/diploma, SLTP, dan SD secara berturut-turut sebanyak 25%, 3%, 18%, dan 10%. Perbandingan tingkat pendidikan responden disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden Pengunjung

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

SD 6 10

SMP 11 18

SLTA 25 42

Akademi/Diploma 2 3

Perguruan Tinggi 15 25

Pascasarjana 1 2

Jumlah 60 100


(49)

6.1.2.6. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan responden obyek wisata Tirta Jangari sebagian besar berprofesi sebagai wirausaha yaitu sebanyak 32%. Responden yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 28%, pegawai swasta sebanyak 18%, ibu rumah tangga sebanyak 7%, dan pelajar/mahasiswa sebanyak 2%. Sisanya sebanyak 13% responden berprofesi sebagai pengemudi dan tidak bekerja. Perbandingan jenis pekerjaan responden ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10. Perbandingan Jenis Pekerjaan Responden Pengunjung

Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Pelajar/mahasiswa 1 2

PNS 17 28

Pegawai Swasta 11 18

Wirausaha 19 32

Ibu Rumah Tangga 4 7

Lainnya 8 13

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer, Diolah (2011)

6.1.2.7. Tingkat Pendapatan

Sebanyak 27% responden memiliki tingkat pendapatan kurang dari sama dengan Rp 1.000.000/bulan. Sebanyak 41% responden memiliki pendapatan pada selang Rp 1.000.001 - Rp 3.000.000/bulan sedangkan sisanya sebanyak 32% reponden memiliki tingkat pendapatan lebih dari Rp 3.000.000/bulan. Perbandingan tingkat pendapatan responden ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Perbandingan Tingkat Pendapatan Responden Pengunjung

Tingkat Pendapatan (Rp) Frekuensi Persentase (%)

≤ 1.000.000 16 27

1.000.001 - 3.000.000 25 41

> 3.000.000 19 32

Jumlah 60 100


(50)

6.1.2.8. Jarak Tempat Tinggal ke Obyek Wisata

Hasil survei pada responden diketahui bahwa sebanyak 12% responden memiliki domisili yang jaraknya kurang dari 10 km ke obyek wisata, sebanyak 38% responden memiliki domisili yang jaraknya 10 km - 30 km ke obyek wisata, 27% responden memiliki domisili yang jaraknya 31 km - 50 km ke obyek wisata, dan sisanya sebanyak 23% pengunjung memiliki domisili yang jaraknya lebih dari 50 km ke obyek wisata. Perbandingan jarak tempat tinggal ke obyek wisata responden ditampilkan pada Tabel 12.

Tabel 12. Perbandingan Jarak Tempat Tinggal ke Obyek Wisata

Jarak Tempat Tinggal Frekuensi Persentase (%)

< 10 km 7 12

10 km - 30 km 23 38

31 km - 50 km 16 27

> 50 km 14 23

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer, Diolah (2011)

6.1.3. Persepsi Responden terhadap Kualitas Lingkungan a. Kondisi Lingkungan

Persepsi terhadap kondisi lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi responden terhadap alam dan lingkungan obyek wisata Tirta Jangari yang menjadi daya tarik obyek wisata tersebut. Berdasarkan Tabel 13, sebanyak 45% responden masyarakat sekitar obyek wisata menyatakan kondisi lingkungan obyek wisata Tirta Jangari saat ini tergolong baik, sedangkan 55% responden lainnya menyatakan kondisinya kurang baik. Responden masyarakat sekitar obyek wisata menyatakan bahwa penataan letak keramba jaring apung serta fasilitas umum dan fasilitas rekreasi yang tidak teratur sehingga terkesan kumuh dapat menurunkan minat pengunjung dalam mengunjungi obyek wisata


(51)

Tirta Jangari. Adapun persepsi responden masyarakat sekitar obyek wisata terhadap kondisi lingkungan ditampilkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Persepsi Responden Masyarakat Sekitar Obyek Wisata terhadap Kondisi Lingkungan

Parameter Frekuensi Persentase (%)

Sangat Baik 0 0

Baik 18 45

Kurang Baik 22 55

Tidak Baik 0 0

Jumlah 40 100

Sumber : Data Primer, Diolah (2011)

Sama halnya dengan responden masyarakat sekitar obyek wisata, sebanyak 45% responden pengunjung menyatakan bahwa kondisi lingkungan obyek wisata Tirta Jangari saat ini tergolong baik, seperti pemandangan alam waduk yang indah yang menjadi daya tarik obyek wisata tersebut. Sebanyak 55% responden pengunjung menyatakan saat ini kondisi lingkungan obyek wisata Tirta Jangari kurang baik akibat banyaknya bangunan dan warung-warung liar yang dibangun di pinggiran waduk, penataan letak fasilitas wisata dan fasilitas umum yang tidak teratur sehingga terkesan kumuh, dan jumlah keramba jaring apung yang melebihi batas membuat mereka merasa tidak nyaman dalam menikmati atraksi wisata di obyek wisata tersebut. Persepsi responden pengunjung terhadap kondisi lingkungan ditampilkan pada Tabel 14.

Tabel 14. Persepsi Responden Pengunjung terhadap Kondisi Lingkungan

Parameter Frekuensi Persentase (%)

Sangat Baik 0 0

Baik 27 45

Kurang Baik 33 55

Tidak Baik 0 0

Jumlah 60 100


(52)

b. Kebersihan Lingkungan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 70% (28 orang) responden masyarakat sekitar obyek wisata menyatakan bahwa kebersihan lingkungan obyek wisata Tirta Jangari kurang baik, sedangkan sisanya sebanyak 30% (12 orang) menyatakan baik. Responden masyarakat sekitar obyek wisata menyatakan bahwa kurangnya kontrol dari pengelola dalam hal kebersihan membuat mereka membuang sampah ke waduk, hal ini tentu saja dapat mengancam keberadaan waduk jika dibiarkan terus menerus. Persepsi responden masyarakat sekitar obyek wisata terhadap kebersihan lingkungan obyek wisata Tirta Jangari ditampilkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Persepsi Responden Masyarakat Sekitar Obyek Wisata terhadap Kebersihan Lingkungan

Parameter Frekuensi Persentase (%)

Sangat Baik 0 0

Baik 12 30

Kurang Baik 28 70

Tidak Baik 0 0

Jumlah 40 100

Sumber : Data Primer, Diolah (2011)

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas responden pengunjung atau sebanyak 87% (52 orang) menyatakan kebersihan lingkungan obyek wisata Tirta Jangari kurang baik, sedangkan sisanya sebanyak 13% (8 orang) menyatakan baik. Responden pengunjung beranggapan bahwa kurangnya fasilitas kebersihan seperti tempat sampah dan banyaknya sampah yang berserakan membuat responden pengunjung merasa tidak puas akan kebersihan lingkungan obyek wisata Tirta Jangari. Persepsi responden pengunjung terhadap kebersihan lingkungan obyek wisata Tirta Jangari ditampilkan pada Tabel 16.


(1)

Lampiran 6. Hasil Regresi Logit Pengunjung

Binary Logistic Regression: Y versus JK; USIA; ... Link Function: Logit

Response Information Variable Value Count

Y 1 46 (Event) 0 14

Total 60 Logistic Regression Table

Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant 12,2424 10497,6 0,00 0,999

JK

2 1,37635 1,83756 0,75 0,454 3,96 0,11 145,18 USIA 0,0077033 0,0980121 0,08 0,937 1,01 0,83 1,22 STATUS

2 -25,1923 10497,6 -0,00 0,998 0,00 0,00 * PNDDKN 1,29613 0,587417 2,21 0,027 3,66 1,16 11,56 JARAK -0,160368 0,698913 -0,23 0,819 0,85 0,22 3,35 PNDPTN 1,08082 1,08752 0,99 0,320 2,95 0,35 24,84 FREK 1,85477 0,771025 2,41 0,016 6,39 1,41 28,96 BIAYA 0,623399 0,829973 0,75 0,453 1,87 0,37 9,49 PM

1 2,62133 2,09898 1,25 0,212 13,75 0,22 841,62 Log-Likelihood = -11,388

Test that all slopes are zero: G = 42,416, DF = 9, P-Value = 0,000 Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 43,8107 49 0,683 Deviance 22,7762 49 1,000 Hosmer-Lemeshow 9,3914 8 0,310 Table of Observed and Expected Frequencies:

(See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Group

Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total 1

Obs 0 1 4 6 6 5 6 6 6 6 46 Exp 0,1 1,3 4,0 5,1 5,7 5,9 6,0 6,0 6,0 6,0

0

Obs 6 5 2 0 0 1 0 0 0 0 14 Exp 5,9 4,7 2,0 0,9 0,3 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0

Total 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 60 Measures of Association:

(Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures

Concordant 619 96,1 Somers' D 0,93 Discordant 23 3,6 Goodman-Kruskal Gamma 0,93 Ties 2 0,3 Kendall's Tau-a 0,34 Total 644 100,0


(2)

108

Lampiran 7. Hasil Regresi Berganda Masyarakat Sekitar Obyek Wisata

Residual P e rc e n t 5000 2500 0 -2500 -5000 99 90 50 10 1 Fitted Value R e s id u a l 8000 6000 4000 2000 0 5000 2500 0 -2500 -5000 Residual F re q u e n c y 6000 3000 0 -3000 -6000 12 9 6 3 0 Observation Order R e s id u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 5000 2500 0 -2500 -5000

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

Residual Plots for WTP

RESI1 P e rc e n t 7500 5000 2500 0 -2500 -5000 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean >0,150 2,273737E-12 StDev 2716 N 40 KS 0,092 P-Value

Probability Plot of RESI1


(3)

Lampiran 8. Hasil Regresi Berganda Pengunjung Residual P e rc e n t 8000 4000 0 -4000 -8000 99,9 99 90 50 10 1 0,1 Fitted Value R e s id u a l 12000 9000 6000 3000 0 8000 4000 0 -4000 -8000 Residual F re q u e n c y 6000 3000 0 -3000 -6000 16 12 8 4 0 Observation Order R e s id u a l 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 8000 4000 0 -4000 -8000

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

Residual Plots for WTP

RESI1 P e rc e n t 8000 6000 4000 2000 0 -2000 -4000 -6000 -8000 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 Mean >0,150 -4,83927E-12 StDev 2469 N 60 KS 0,075 P-Value

Probability Plot of RESI1


(4)

110

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Juli 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Moch. Syafrie dan Eka Nurlela.

Penulis memulai pendidikan di TK Wirawati Catur Panca pada tahun 1994, kemudian pada tahun 1995 penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Harapan Jaya III Bekasi. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 5 Bekasi dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Bekasi pada tahun 2004. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan yaitu Staf Biro Kemitraan dan Perusahaan Kabinet Sahabat Ksatria BEM FEM IPB 2008/2009, Bendahara Departemen Budaya dan Seni Kabinet Orange Beraksi BEM FEM IPB 2009/2010, dan terakhir sebagai anggota COAST Paduan Suara FEM IPB.


(5)

FRIZKA AMALIA. Analisis Kesediaan Membayar dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Obyek Wisata Tirta Jangari, Waduk Cirata, Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh TRIDOYO

KUSUMASTANTO dan BENNY OSTA NABABAN.

Obyek wisata Tirta Jangari terletak di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Sebagai obyek wisata alam, obyek wisata Tirta Jangari belum terkelola dengan baik. Pengelolaan yang kurang baik menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Kondisi waduk yang dipenuhi oleh keramba jaring apung menyebabkan perairan waduk sebagai daya tarik utama tertutup peralatan dan bangunan budidaya ikan yang kurang ditata dengan baik, disamping kualitas air yang tidak jernih (kecokelatan) akibat endapan sisa-sisa makanan ikan, endapan kotoran ikan, dan sisa-sisa buangan aktivitas manusia. Selain itu, belum optimalnya kinerja petugas kebersihan untuk menjaga kebersihan lingkungan, serta kurangnya kesadaran masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung dalam menjaga kebersihan berdampak negatif pada kelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari.

Pelaksanaan upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 07 Tahun 2010 tentang retribusi tempat rekreasi dan olahraga, harga retribusi tiket masuk obyek wisata Tirta Jangari adalah sebesar Rp 2.000/orang dengan besaran yang bervariasi untuk kendaraan. Harga retribusi tiket masuk tersebut dirasa belum cukup untuk dapat membiayai upaya pelestarian lingkungan disamping belum adanya penarikan retribusi kebersihan untuk masyarakat yang melakukan aktivitas usaha wisata di sekitar obyek wisata Tirta Jangari.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa karakteristik masyarakat sekitar obyek wisata dan pengunjung dapat dijelaskan berdasarkan beberapa kriteria. Karakteristik masyarakat yang melakukan aktivitas usaha wisata di sekitar obyek wisata Tirta Jangari berusia antara 43-52 tahun dengan status sudah menikah. Jumlah tanggungan yang mereka miliki yaitu lebih dari tiga orang. Pendidikan terakhir masyarakat sekitar obyek wisata adalah SD. Mayoritas masyarakat sekitar obyek wisata sudah memiliki usaha selama lebih dari sebelas tahun dengan tingkat pendapatan sebesar Rp 1.000.000 - Rp 2.000.000/bulan. Sedangkan karakteristik pengunjung obyek wisata Tirta Jangari antara lain mayoritas berjenis kelamin pria dengan status sudah menikah. Usia pengunjung antara 40-49 tahun dan jumlah tanggungan sebanyak dua orang. Pendidikan terakhir pengunjung yaitu SLTA dan mayoritas berprofesi sebagai wirausaha.

Tingkat pendapatan pengunjung berada pada selang Rp 1.000.001 - Rp 3.000.000/bulan.

Responden menyatakan kondisi lingkungan dan kebersihan obyek wisata Tirta Jangari kurang baik. Responden juga menyatakan bahwa terjadi sedikit masalah terhadap pencemaran air di obyek wisata Tirta Jangari. Rata-rata responden telah mengetahui tentang fungsi waduk dan kerusakan waduk.


(6)

iii

Responden menyatakan bahwa penyediaan fasilitas wisata dan fasilitas umum di obyek wisata Tirta Jangari masih kurang memadai.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 70% responden masyarakat sekitar obyek wisata bersedia untuk membayar dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar masyarakat sekitar obyek wisata adalah variabel jenis kelamin dan lama usaha. Nilai rata-rata WTP masyarakat sekitar obyek wisata yaitu sebesar Rp 5.357,14/unit usaha/bulan dengan nilai total WTP (TWTP) Rp 16.200.000/tahun. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP masyarakat sekitar obyek wisata antara lain tingkat pendidikan, lama usaha, dan pengetahuan tentang fungsi waduk dan kerusakan waduk.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 77% responden pengunjung bersedia untuk membayar dalam upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Tirta Jangari. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar pengunjung antara lain variabel tingkat pendidikan dan frekuensi kunjungan. Nilai rata-rata WTP pengunjung yaitu sebesar Rp 7.413,04/orang dengan nilai total WTP (TWTP) sebesar Rp 124.435.289,40/tahun. Nilai ini diketahui melalui pendekatan Contingent Valuation Method. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP pengunjung antara lain status pernikahan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, frekuensi kunjungan, dan biaya kunjungan.

Kata kunci : Kesediaan Membayar, Obyek Wisata Tirta Jangari, Contingent