Dampak Terhadap Dimensi Politik
Kesulitan untuk memperoleh akses ke wilayah pedalaman serta keterbelakangan ekonomi yang dirasakan oleh penduduk
setempat, menjadikan wilayah tersebut oleh para menjadi tempat yang ideal bagi berkembangnya produksi obat-
obatan terlarang tanpa mendapat pengawasan yang berarti dari aparat pemerintahan. Ketidak mampuan pemerintah pusat pun
daerah secara efektif menangani masalah produksi obat
-
obatan terlarang serta penerapan prosedur hukum yang berlaku ah
menyebabkan semakin menurunya kreadibilitas dan legitimasi politik pemeri
ntahan pusat.
Rendahnya kinerja dari pemerintah pusat di negara
-
negara yang menyangkut masalah narkoba tersebut untuk memerangi
produksi obat
-
obatan terlarang selalu dihadapkan pada kegagalan. Keadaan ini terkait dengan besarnya pengaruh kekuatan finansial
dan aparat bersenjata yang dimiliki oleh para produsen dan pengedar obat-obatan terlarang. Sejumlah besar uang dari
keuntungan hasil penjualan obat
-
obatan terlarang tersebut digunakan untuk melakukan infiltrasi dan menciptakan budaya
korupsi dalam instit
usi
-institusi publik pada semua tingkat dengan cara menyuap para pejabat politik, aparat penegak hukum seperti
polisi dan jaksa agung, bahkan hal tersebut juga disinyalir melibatkan aparat militer. Budaya korupsi yang tercipta tersebut
sulit untuk dihapuskan, karena rendahnya tingkat penghasilan dari drugs traffickers
para pejabat negara termasuk para aparat penegak hukum antara lain juga lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah.
Dalam dimensi ekonomi, produksi dan peredaran
obat-
obatan terlarang dapat juga menciptakan ancaman. Pertama, terciptanya
ketergantungan yang sangat besar dari aspek perekonomian negara- negara produsen terhadap penghasilan ekspor dan pendapatan
devisa yang diperoleh dari penjualan obat
-
obatan terlarang. Kedua, bisnis obat
-
obatan terlarang tersebut dapat menciptakan distorsi
dalam perekonomian negara-negara produsen itu sendiri.
Perkembangan perdagangan regional bukan saja hanya memicu perdagangan obat
-
obatan terlarang, kenyataanya krisis ekonomi pun telah memicu hal yang sama. Salah satu dampak dari
Krisis ekonomi adalah meningkatnya jumlah angka pengangguran, dan hal ini telah membuka kesempatan kepada para produsen obat-
obatan terlarang untuk mempekerjakan para pengangguran ini sebagai tenaga pengedarn
ya.
Di Indonesia sendiri misalnya berdasarkan studi tentang biaya ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba yaitu jumlah
penyalahgunaan sebesar 1,5 dari populasi 3,2 juta orang, dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 juta orang, yang terdiri dari 6 kelompk
teratur pemakai dan 31 kelompok pecandu. Dari para kelompok teratur pemakai ini terdiri dari penyalahgunan ganja 71, shabu