Hakikat Penari Hakikat Penari Ronggeng

Tari pertunjukan atau disebut juga tari tontonan pelaksanaannya disajikan khusus untuk dinikmati. Tari yang berfungsi sebagai pertunjukan ini dapat diamati pada pertunjukan tari untuk kemasan pariwisata, untuk penyambutan tamu-tamu penting atau tamu pejabat, dan untuk festival seni. Pertunjukan tari yang digunakan pada acara-acara tersebut penggarapannya sudah dikemas dan dipersiapkan menjadi sebuah tari bentuk yang telah melewati suatu proses penataan, baik gerak tarinya maupun musik iringannya sesuai dengan kaidah- kaidah artistiknya. Berikut contoh tarian pertunjukan: 1 Tari Panji, tari Rumyang, tari Samba, tari Tumenggung dan tari Klana, tari Kupu Tarung, dan tari Topeng Kencana Wungu. Tari- tarian ini termasuk ke dalam rumpun tari Topeng Cirebon dan Topeng Priyangan. 2 Tari Subandra, tari Srikandi, tari Arjuna, tari Gatotkaca, tari Jayengrana, tari Gandamanah, tari Badaya, tari Srimpi dan banyak lagi yang lainnya. Kelompok tarian ini dari rumpun tari wayang. 3 Tari Merak, tari Sulintang, tari Sekarputri, tari Ratu Graeni, tari Anjasmara, tari Kandagan, tari Kupu-Kupu, tari Topeng Koncaran, dan lain-lain. Tari-tarian ini adalah karya-karya R. Tjetje Somantri. 4 Tari Lanyepan, tari Kawitan, tari Gawil, tari Ngalana, tari Gunungsari, Kastawa ialah rumpun tari Keurseus. 5 Tari Wayang Wong, Dramatari Arja, tari Janger, tari Pendet dan lain sebagainya adalah tari-tarian yang ada di Bali.

2. Hakikat Ronggeng

a. Definisi Ronggeng

Tari-tarian Jawa dapat digolongkan di antara bentuk kesenian yang tinggi dan halus dan yang sesuai dengan watak serta suasana Jawa. Kata-kata lain yang digunakan untuk membedakan konteks, bagaimana tari-tarian Jawa dipertunjukkan: apabila beksa untuk menunjukkan koreografi klasik yang sangat distilisasi, maka kata kerja nandhak dipakai untuk menyebut tari-tarian yang tanpa persiapan atau sedikit banyak spontan. Kata benda thandak sering digunakan sebagai ekuivalen untuk kata talèdhèk atau ronggèng, yaitu perempuan penari bayaran yang berkelana bersama rombongan kecil pemain musik, bermain di tempat-tempat terbuka, di pinggir-pinggir jalan, atau sebagai pertunjukan hiburan bagi tamu laki-laki dalam pesta tayuban. Corak tari-tarian demikian dihubungkan dengan suasana gairah asmara, biasanya ditarikan berdua-dua oleh perempuan penari dengan laki-laki pasangannya. Tari-tarian yang dihubungkan dengan kata thandak dan tayuban itu didasarkan kepada gerak-gerik yang termasuk tarian Jawa, tetapi diperagakan dengan sifat spontan, dan semaunya, yang tidak mungkin atau tidak diterima oleh koreografi klasik. 36 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menjelaskan terdapat tiga kata yang memiliki makna yang sama dengan ronggeng, yaitu: 1 ronggeng dari bahasa Jawa yang sama artinya dengan tandak yaitu penari perempuan yang diiringi gamelan —meronggeng berarti menandak atau menari; 2 joget yang berarti: a tari, b tandak atau ronggeng, c berjoget berarti menari; 3 tandak berarti: a tari Jawa yang dilakukan oleh perempuan, b tandak berarti penari perempuan atau ronggeng, dan c bertandak, menandak, berarti menari. 37 Sebuah tarian hiburan yang ditarikan berpasangan oleh pria dan wanita dewasa. Dalam tarian ini penari wanita mengajak penontontamu pria untuk menari bersama dengan jalan menyerahkan selendangnya kepada salah seorang tamu. Pria yang kemudian menari bersama ronggeng tersebut disebut ngibing. Bila akan berhenti menari tamu pria tersebut harus memberikan sumbangan uang kepada penari wanita yang mengajaknya menari dan menyerahkan kembali selendangnya. Demikian terjadi berganti-ganti pasangan. 38 Taledhek 36 Clara Brekel dan Papenhuyzen, Seni Tari Jawa: Tradisi Surakarta dan Peristilahannya, Jakarta: ILDEP-RUL, 1991, h. 12-15. 37 Ibid., h. 31. 38 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ensiklopedi Tari Indonesia Seri P-T, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, 1986, h. 41. penari atau tari wanita pada pertunjukan tayuban , juga masih banyak di desa-desa, meskipun sudah jarang yang menjajakan tarian di pasar atau di pinggir jalan. Di beberapa daerah penari ini disebut pula ronggeng atau tandak. Di daerah Banyumas tari jenis tayuban disebut lengger. 39 Dalam daerah kebudayaan Bagelen, yaitu di Kedu maupun di Bagelen, para penari taledhek disebut ronggeng. Seorang penari ronggeng sudah mulai menari sejak berusia antara delapan sampai sepuluh tahun. Seorang penari anak-anak seperti itu biasanya anak gadis ketua rombongan tersebut. Menarikan tarian taledhek serta menyanyikan nyanyian anak-anak dolanan lare. Rakyat di daerah itu menyebut penari ronggeng yang masih anak-anak itu lengger. Seorang lengger belum tentu menjadi seorang ronggeng bila sudah menjadi dewasa, akan tetapi sebaliknya seorang ronggeng biasanya berasal dari lengger. 40 Sebagaimana diketahui secara luas bahwa pada umumnya kehidupan sebagai taledhek atau ronggeng diidentikan dengan kehidupan wanita sebagai pelacur, yang setiap saat menjual diri untuk kaum lelaki yang menginginkannya. Meskipun tidak semuanya demikian, namun telah menjadi pengertian umum di masyarakat, sehingga penilaian terhadap taledhek atau ronggeng menjadi turun, dan lebih jauh lagi terhadap tari yang dibawakannya. 41

b. Proses Menjadi Ronggeng

Seorang penari ronggeng atau lengger ketika menari harus mempunyai indhang. Indhang adalah roh halus yang dapat merasuki orang dan memberikan kekuatan tertentu kepada orang tersebut. Ia dapat mencapai suatu tindakan yang melebihi kemampuan 39 Soedarsono, Kesenian, Bahasa, dan Foklor Jawa, Yogyakarta: Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara Javanologi Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986, h. 87. 40 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, h. 221. 41 Ben Suharto, Tayub: Pertunjukan dan Ritus Kesuburan, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia arti.line, 1999, h. 74-75. manusiawinya. Adanya indhang dalam kesenian ini merupakan mitos masyarakat Banyumas. Mitos merupakan sebuah keyakinan, kepercayaan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan sebagai hasil kebudayaan yang menjadi tradisi sejak zaman dahulu sampai sekarang. Masyarakat Banyumas mayoritas memeluk agama Islam, namun tidak meninggalkan tradisi leluhur seperti ziarah ke makam yang dianggap leluhur. Mereka berdoa dan memohon kepada Tuhan agar yang meninggal dapat diampuni segala dosa-dosanya, diberikan tempat hidup yaitu surga, serta memohon sesuatu untuk dirinya. Untuk itu, mereka membawa bunga tabur kembang sebagai tanda bahwa bunga dapat menjadi media agar doanya dapat sampai kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan atau kepercayaan masyarakat Banyumas terhadap fenomena indhang masih tinggi terutama bagi mereka yang menggeluti seni pertunjukan atau kesenian rakyat. Tanpa kehadiran indhang pertunjukan tersebut tidak seru, artinya kurang greget, bahkan tidak menarik untuk ditonton. Sehingga banyak kelompok seni yang berusaha untuk dapat menghadirkan indhang sebagai salah satu syarat mutlak apabila mereka mengadakan pementasan. 42 Pada saat pementasan agar indhang secara cepat dapat merasuki penari, maka ritus yang harus dilaksanakan yakni menyediakan sesaji sebelum pentas, melantunkan syair tembang khusus disebut “mantra”. Dalam beberapa waktu kemudian penari akan merasakan kekuatan yang begitu hebat merasukinya. Indhang yang datang adalah indhang yang baik. Wajah penari seketika menjadi lebih cantik dan memiliki kekuatan yang sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan cara penari menyanyi dan menari selama berjam- jam. Penari yang sudah dirasuki indhang juga memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang yang sedang sakit dengan cara mencium 42 Wien Pudji Priyanto , Jurnal “Representasi Indhang dalam Kesenian Lengger di Banyumas ”, Jurusan Pend. Seni Tari FBS-UNY.

Dokumen yang terkait

Konflik batin tokoh utama dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari serta implikasinya terhadap pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di MTS Al-Mansuriyah, Kec Pinang, Kota Tangerang

4 44 99

Ronggeng dalam kebudayaan Banyumas dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA

9 242 140

PENANDA KOHESI SUBSTITUSI DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

0 32 311

TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI (Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan)

0 6 16

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI

3 14 178

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastr

0 2 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 14

KONFLIK BATIN TOKOH SRINTIL DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 2 21

REPRESENTASI DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM NOVEL “RONGGENG DUKUH PARUK” (Studi Semiologi Tentang Representasi Diskriminasi Perempuan Dalam Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” Karya Ahmad Tohari).

2 7 121

View of DIKSI SEKSUALITAS DALAM NOVEL TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI

0 0 10