masyarakat Banyumas yang hidup di daerah pedesaan. Masyarakat pedesaan Banyumas merupakan basis kehidupan dialek Banyumasan yang bersifat
demokratis karena tidak megenal tingkatan atau strata bahasa. Masyarakat Banyumas amat menghargai kesepadanan di antara para penuturnya, terbuka
terhadap pengaruh budaya
lain, dan
memiliki kebebasan
dalam mengapresiasikan budaya Banyumas yang selaras dengan wataknya.
Keegaliteran masyarakat Banyumas merupakan hasil didikan bahasa dialeknya selama berates-ratus tahun yang lalu. Roh keegaliteran kesepadanan inilah
yang membedakan dialek Banyumasan dengan dialek lainnya.
50
Kehidupan sosial masyarakat Banyumas masih akrab dengan foklor
yang sangat dipengaruhi oleh ajaran dinamisme-animesme dan perkembangan
islam abangan. Kepercayaan terhadap takhayul, kekuatan-kekuatan supranatural yang melingkupi hidup manusia dan kepercayaan tentang
ketuhanan menggambarkan pencampuran sistem kepercayaan dan ajaran agama. Hal ini yang merupakan gambaran kehidupan religi masyarakat
Banyumas.
D. Hakikat Pembelajaran Sastra
Pendididikan tentang sastra adalah pendidikan yang membahas hal ihwal
tentang sastra.
Pendidikan semacam
ini bertujuan
untuk mengembangkan kompetensi sastra. Pendidikan sastra adalah pendidikan yang
mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif sastra. Kompetensi apresiasi yang diasah dalam pendidikan ini
adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Dengan pendidikan semacam ini, peserta didik diajak untuk langsung membaca,
memahami, menganalisis, menikmati karya sastra secara langsung. Mereka berkenalan dengan sastra tidak melalui hafalan nama-nama judul karya
sastranya atau sinopsisnya saja, tetapi langsung berhadapan dengan karya sastranya. Mereka memahami dan menikmati unsur-unsur karya sastra bukan
melalui hafalan pengertiannya, tetapi langsung dapat memahami sendiri
50
Sugeng Priyadi, “Fenomena Kebudayaan yang Tercermin dalam Dialek Banyumasan”, Humaniora No.12000, h. 121.
melalui berhadapan dan membaca langsung karya sastranya. Saat mereka membahas unsur ekstrinsik karya sastra, mereka bisa langsung berhadapan
dan berbicara langsung dengan sastrawan. Mereka juga bisa langsung diajak untuk mengamati kenyataan sosial budaya yang diceritakan di dalam karya
sastra.
51
Ajip Rosidi mengatakan bahwa tugas yang utama pengajar sastra adalah menanamkan, menumbuhkan dan memelihara apresiasi sastra anak
didiknya. Jika ia telah berhasil membuat anak didiknya mempunyai apresiasi terhadap dan mencintai karya-karya sastra, maka untuk sebagian besar
kewajibannya telah terlaksana. Kegemaran membaca tanpa pengarahan yang jelas, tanpa penumbuhan apresiasi, mungkin hanya akan menyebabkan anak
didik memilih bacaan yang akan menyenangkan hatinya saja, yang memberikan hiburan belaka. Di sinilah beratnya tugas pengajar sastra. Dia
harus dapat menumbuhkan apresiasi anak didiknya terhadap sastra.
52
Pembelajaran novel dalam kompetensi dasar diharuskan peserta didik memahami unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel. Novel juga diharapkan
dapat membantu membentuk karakter peserta didik sesuai dengan kurikulum 2013, yakni guru diharuskan menanamkan nilai-nilai karakter dalam setiap
pembelajaran di kelas. “Jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar
untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat.
53
Berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dijabarkan, diharapkan “pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara
utuh yang meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan
menunjang pembentukan watak. “ Seperti pada penjelasan berikut ini:
51
Siswanto, Op. Cit, h. 167-169.
52
L.T. Muliana, Pembinaan minat Baca, Bahasa dan Sastera: Kumpulan Karangan Ajip
Rosidi. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset Surabaya, 1983, cet. 1, h. 226-227.
53
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kanisius, 1992, h. 15.
1. Membantu Keterampilan Berbahasa
Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan membantu peserta didik berlatih keterampilan membaca, menyimak,
berbicara, dan menulis. 2.
Meningkatkan Pengetahuan Budaya Sastra berkaitan dengan semua aspek manusia dan alam secara
keseluruhan. Setiap karya sastra menghadirkan „sesuatu’ dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar akan semakin
menambah pengetahuan. Pengajaran sastra, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengantarkan peserta didik berkenalan dengan pribadi-pribadi dan
pemikir-pemikir besar di dunia serta pemikiran-pemikiran utama dari zaman ke zaman.
3. Mengembangkan Cipta dan Rasa
Dalam pembelajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra; yang bersifat penalaran; yang
bersifat afektif; dan yang bersifat sosial, serta yang bersifat religius.
54
4. Menunjang Pembentukan Watak
Dalam pembelajaran sastra, ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan pembentukan watak. Pertama,
pembelajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam dan mampu mengantarkan siswa untuk mengenal rangkaian
kehidupan. Kedua, pembelajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian
peserta didik agar menjadi manusia yang berkarakter. Penelitian yang difokuskan pada hakikat ronggeng dalam novel
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Dengan penelitian ini, diharapkan mampu memberikan contoh yang baik, sehingga mampu
membimbing peserta didik membentuk karakter dan tingkah laku yang saling menghormati orang lain,bertanggung jawab, dan bertingkah laku baik
54
Ibid., h. 16-19.
terhadap orang lain. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengaruh positif untuk membentuk peserta didik, sehingga menjadi manusia yang
berkarakter.
E. Penelitian Relevan
Dalam penelitian ini, objek penelitian yang penulis pilih adalah novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Novel ini ditulis oleh seorang
sastrawan yang berlatar belakang Jawa-Banyumas. Novel ini sarat akan makna dan pengetahuan tentang kehidupan seorang penari yang berlatar belakang
dari daerah Jawa Banyumas. Kehidupan yang diangkat mulai dari proses untuk menjadi seorang penari, fungsi ronggeng, syarat menjadi seorang
ronggeng dalam kebudayaan Banyumas, fungsi ronggeng di masyarakat, dan pandangan masyarakat terhadap ronggeng. Untuk mendukung penelitian ini
maka perlu penelitian yang relevan seperti penelitian-penelitian yang di bawah ini:
Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Inung Setyami, Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada Yogyakarta, tahun
2012. Tesis Inung Setyami berjudul “Repertoire dalam Novel Ronggeng
Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Kajian Estetik Wolfgang Iser”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perwujudan repertoire dalam Novel Ronggeng
Dukuh Paruk yang dijadikan background penciptaan sehingga foreground yang dituju pengarang dapat diungkapkan. Penelitian ini menggunakan teori
Repertoire Wolfgang Iser, penenlitian menggunakan keseluruhan teks yang dapat dikenali dalam novel
Ronggeng Dukuh Paruk sebagai objek kajian. Selanjutnya, objek kajian tersebut dikaitkan dengan segala sesuatu yang
melandasi penciptaan, meliputi norma sosial, norma historis, dan keseluruhan budaya yang dimunculkandalam teks.
Penelitian yang selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ali Imron Al-
Ma’ruf. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, tahun 2010. Penelitian ini berjudul
“Kearifan