Amanat Unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk

sakral tetapi tidak lupa memasukan seruan-seruan cabul seperti pada kutipan berikut: “Konon semasa hidupnya Ki Secamenggala sangat menyukai lagu Sari Gunung. Maka dalam rangkaian upacara mempermandikan Srintil itu lagu Sari Gunung-lah yang pertama kali dinyanyikan oleh Srintil, secara berulang-ulang. Seperti pada awal upacara di rumah Kartareja, pentas di pekuburan itu meniadakan lagu-lagu cabul, Sakum diam. Tetapi menjelang babak ketiga terjadi kegaduhan…. Semua terkesima. Calung berhenti. Srintil menghentikan tariannya. Sampai di tengah arena laki-laki tua bangka itu mulai menari sambil bertembang irama gandrung .” Seorang penari dapat menari untuk upacara sehingga fungsi tari yang ditarikan oleh Srintil termasuk ke dalam fungsi tarian sebagai upacara ritual. Tarian ini ditarikan dengan sakral dan penuh dengan unsur magis. Selain berfungsi sebagai upacara ritual. Fungsi tari juga dapat digunakan sebagai pertunjukkan. Fungsi tari sebagai pertunjukkan digambarkan ketika Srintil menari pada acara tujuh belasan untuk menyambut kemerdekaan Indonesia. Pertunjukan tari yang disajikan menjadi sebuah tari yang memiliki konsep meski tetap tidak terlepas dari kesan cabul. Fungsi tari sebagai pertunjukan ini untuk menjamu tamu- tamu penting atau tamu pejabat, dan untuk festival seni. Seperti pada kutipan berikut: “…. Hampir semua warganya keluar menggiring Srintil yang hendak meronggeng pada malam perayaan Agustusan di Dawuan. Inilah penampilan pertama ronggeng Dukuh Paruk pada sebuah arena resmi; suatu hal baru yang membawa kebanggaan istimewa.” Kutipan di atas, menggambarkan fungsi tari sebagai pertunjukkan. Sebagai seni pertunjukkan tarian yang dibawakan bersemangat, dan memberikan kesan kepada penontonnya. Di dalam pertunjukan tidak hanya menampilkan penari ronggeng tetapi juga menampilkan seni yang lain, misalnya keroncong, yang memiliki tujuan yang sama menarik perhatian penonton dengan penampilan seni yang ditampilkan. Selain memiliki fungsi sebagai pertujukan, tari juga memiliki fungsi sebagai hiburan. Dalam hal ini tari ditarikan sebagai hiburan yang disajikan untuk kepentingan menghibur masyarakat. Seni tari yang dalam acara hiburan digambarkan sebagai ungkapan rasa senang atau rasa bersyukur yang diharapkan dapat memberikan hiburan kepada orang lain. Tari yang dibawakan biasanya merupakan tarian yang memberikan semangat gembira kepada panonton atau masyarakat yang hadir. Seperti yang digambarkan dalam novel ini, tarian ronggeng sebagai hiburan juga dijelaskan ketika Srintil sebagai ronggeng diminta untuk menari dalam rangka merayakan ulang tahun Waras yang ke tujuh belas dan rasa syukur keluarganya karena Waras masih tetap waras di usianya yang ke tujuh belas. Seperti pada kutipan berikut: “Rumah Sentika terang-benderang oleh tiga buah lampu pompa. Berandanya yang luas dan berlantai ubin batu telah disiapkan sebagai arena ronggeng. Meja-meja ditata di bagian tepi. Bagian tengah kira-kira dua puluh meter persegi dibiarkan kosong. Tikar pandan yang halus digelar di sana. Penonton yang pertama datang adalah kaum perempuan bersama anak-anak mereka. Sentika sudah sering menggelar pentas ronggeng. Bahkan bisa dikatakan setiap punya hajat, orang paling kaya di Alaswangkal itu nanggap ronggeng. Tetapi baru sekali inilah ronggeng yang datang bernama Srintil dari Dukuh Paruk; sebuah nama yang ketenarannya jauh menembus batas wilayah Dawuan.” 59 Kutipan di atas menggambarkan fungsi tari sebagai hiburan. Di mana penonton yang datang menonton untuk mendapatkan kesenangan dan hiburan. Tentu tarian yang dibawakan bernuansa semangat dan tetap tidak terlepas dari kesan erotik laiknya tarian ronggeng. Orang yang menyelenggarakan tarian ronggeng atau nanggap ronggeng biasanya sebagai bentuk rasa bersyukur ketika panennya berhasil atau ketika tercapainya hajat yang diinginkan. Hal inilah yang dilakukan Sentika ketika nanggap ronggeng maka tarian yang dibawakan berfungsi sebagai hiburan bagi penonton. 59 Ibid., h. 212.

Dokumen yang terkait

Konflik batin tokoh utama dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari serta implikasinya terhadap pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di MTS Al-Mansuriyah, Kec Pinang, Kota Tangerang

4 44 99

Ronggeng dalam kebudayaan Banyumas dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA

9 242 140

PENANDA KOHESI SUBSTITUSI DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

0 32 311

TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI (Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan)

0 6 16

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI

3 14 178

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastr

0 2 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 14

KONFLIK BATIN TOKOH SRINTIL DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 2 21

REPRESENTASI DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM NOVEL “RONGGENG DUKUH PARUK” (Studi Semiologi Tentang Representasi Diskriminasi Perempuan Dalam Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” Karya Ahmad Tohari).

2 7 121

View of DIKSI SEKSUALITAS DALAM NOVEL TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI

0 0 10