Ketidakadilan Gender yang Berupa Stereotip

Perbedaan gender telah melahirkan perbedaan peranan sosial antara laki-laki dan perempuan, perempuan kerap menjadi subordinasi laki-laki, seperti dalam karir. Karir perempuan tergantung pada laki-laki, izin dari suami diperlukan untuk menduduki jabatan atau mengemban tugas tertentu. Sebaliknya hampir tidak ditemukan ketentuan yang dikenakan pada suami untuk minta izin dari istrinya ketika akan menduduki jabatan tertentu. Perbedaan gender sesunguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender gender inequalities. Namun, yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan. Fakih 2004 : 12-13 menyatakan bahwa : untuk memahami bagaimana perbedaan gender menyebabkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui pelbagai manifestasi ketidakadilan yang ada, yakni : marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negati, kekerasan violence, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak burden, serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. Dari beberapa bentuk ketidakadilan tersebut, hanya dijumpai empat bentuk ketidakadilan yang dialami tokoh Mira, yaitu:

1. Ketidakadilan Gender yang Berupa Stereotip

Salah satu pangkal ketidakadilan terhadap perempuan bermuara dari stereotipe yang cenderung merendahkan perempuan. Pandangan ini sering berpangkal dan mendapat pembenaran dari tradisi budaya dan pemahaman keagamaan yang ada dalam masyarakat. Menurut Fakih 2004 : 16 : “Secara umum stereotip merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu dan biasanya pelabelan ini selalu berakibat pada ketidakadilan”. Misalnya, penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan Universitas Sumatera Utara atau pelecehan seksual yang menimpa perempuan, masyarakat cenderung menyalahkan korbannya. Tokoh Mira dalam novel ini adalah tokoh yang mengalami ketidakadilan gender yang berupa stereotip. Dalam novel ini Mira diperlakukan secara semena- mena, baik di dalam hukum maupun dalam keluarga. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut : “O, begitu?” Julia membelalak, “Pelakunya tidak diusut dulu? Biar dihukum” “Bikin repot Urusannya panjang dengan polisi dan pengadilan. Kita banyak pekerjaan yang mesti kita selesaikan. Kita bukan pengangguran,” sahut Ian Camarro WSV : 130-131. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Mira dianggap tidak penting, keberadaan Mira hanya membuat repot keluarga Ian Camarro. Mira dianggap tidak penting, bahkan Ian Camarro menyuruh melepaskan pelaku yang menganiaya Sumirah. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut : “Yang kudengar begitu. Tapi, tadi pagi aku mendengar yang diurus Nico itu justru lain. Ia mencari lelaki yang menganiaya Mira itu. Padahal aku sudah bilang, itu tidak penting. Bikin repot. Bikin susah. Cuma buang-buang energi dan waktu. Lebih baik, pulangkan saja dia itu. Tentu you setuju…” WSV : 200. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan Mira tidak penting bahkan merepotkan. Kasus Mira dianggap Ian Camarro tidak penting dan segera membatalkan menuntut Mulder ke pengadilan. Keberadaan Mira juga dianggap merepotkan dan membuat kacau rumah tangga orang, terdapat pada kutipan berikut : “Mira apa siapa, apa dari Java, apa dari neraka…aku tidak peduli. Yang jelas, kehadiran perempuan itu membuat rumah tanggaku kacau, Ian Camarro memukul meja WSV : 196. Kutipan tersebut menunjukkan ketidaksukaan Ian Camarro atas kehadiran Mira di rumahnya. Kehadiran Mira dianggap hanya membuat kacau rumah tangganya. Universitas Sumatera Utara Ketidaksukaan Ian Camarro kepada Mira juga terdapat pada kutipan berikut : “Carla rupanya you termakan oleh cerita rekaan Mira,” sindir Ian Camarro, “Mira bilang bahwa Mulder bukan suaminya, karena ia perempuan tidak waras. Dari pengamatanku, selama di rumahku, ia memang tidak menunjukkan sebagai perempuan yang waras. Kerjanya Cuma nangis, termenung, matanya kosong, sakit-sakitan. Ya yang paling tepat ya disebut gila. Anehnya, semua orang menganggapnya waras…” WSV : 208-209. Kutipan tersebut juga menunjukkan ketidaksukaan Ian Camarro kepada Mira. Ian Camarro menganggap Mira perempuan yang tidak waras, kerjanya hanya menangis, termenung, dan sakit-sakitan yang akan menambah beban dan membuat repot dirinya. Kebencian Ian Camarro kepada Sumirah semakin dalam, bahkan ia sempat mengusir Mira dari rumahnya. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut : “Apalah kata you, terserah. Itu mauku. Kalau you tidak setuju, bawa itu perempuan yang namanya Mira keluar dari rumah kita. Aku tidak mau melihat lagi perempuan itu dari rumah kita, apalagi menjelang Natal. Rumah kita hanya boleh dihuni oleh orang-orang yang kita kenal, bukan untuk orang asing, apalagi perempuan yang bernama Mira” WSV :215. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Ian Camarro benar-benar tidak suka terhadap kehadiran Mira karena Mira hanya merepotkan keluarganya saja, maka ia mengusir Mira dari rumahnya. Ian Camarro juga menganggap bahwa yang salah dalam kasus Mira tersebut adalah Mira sendiri, karena Ian menganggap bahwa Mira tak ada bedanya dengan pelacur yang suka pada uang dan kemewahan, seperti pada kutipan berikut: “Maksudku, ee… si Mira atau perempuan mana pun, menjadi begitu katakanlah korban penipuan laki-laki ya…karena kesalahannya sendiri. Mudah dirayu. Mata duitan, berfantasi jadi nyonya gedongan, mudah dibujuk dengan janji-janji palsu. Ya pokoknya salah sendiri… “Goblok. Tolol. Sundal”, umpat Ian Camarro tiba-tiba WSV : 201. Secara umum kutipan-kutipan tersebut menunjukkan bahwa Mira adalah seorang wanita yang dianggap mempunyai sifat lembut dan tidak bisa bekerja, Mira dianggap tidak penting dan hanya membuat repot orang lain saja. Universitas Sumatera Utara Perbedaan gender yang dialami Mira mengakibatkan ketidakadilan gender yang berupa stereotip perempuan dalam lingkungan masyarakat, perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah lembut, tidak berdaya sehingga dianggap hanya bisa merepotkan orang lain saja.

2. Ketidakadilan Gender yang Berupa Marginalisasi