BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang
Penciptaan sebuah karya sastra pada umumnya bersumber dari kenyataan- kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Lebih lanjut Jabrohim 2001:167
mengatakan bahwa: Karya sastra adalah hasil pikiran pengarang yang menceritakan segala
permasalahan yang ada di masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Pengarang mengungkapkan permasalahan itu karena pengarang berada dalam ruang dan
waktu. Di dalam ruang dan waktu tersebut pengarang senantiasa terlibat dengan beraneka ragam permasalahan. Dalam bentuknya yang paling nyata,
ruang dan waktu tertentu itu adalah masyarakat atau sebuah kondisi sosial, tempat berbagai pranata di dalamnya berinteraksi.
Dalam karya sastra hal-hal yang digambarkan tentang masyarakat dapat berupa struktur sosial masyarakat, fungsi, dan peran masing-masing anggota
masyarakat, maupun interaksi yang terjalin diantara seluruh anggotanya. Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa karya sastra menggambarkan unsur-unsur
masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Interaksi yang terjalin diantara keduanya merupakan hal yang menarik untuk dikaji sebab menyangkut hubungan
antara dua jenis kelamin yang berbeda yang membentuk tatanan kehidupan masyarakat, baik secara sosial maupun budaya. Hubungan antara laki-laki dan
perempuan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk dan pola perilaku yang memcerminkan penerimaan dari pihak laki-laki atau perempuan terhadap kedudukan
tiap-tiap jenis kelamin. Proses ini dikuatkan oleh banyak kebudayaan bahwa posisi laki-laki berada lebih tinggi secara struktural dibandingkan dengan perempuan. Hal
ini membuktikan bahwa interaksi yang terjalin menuntun adanya satu jenis kelamin yang lebih unggul dibandingkan dengan yang lain. Pihak laki-laki merupakan
Universitas Sumatera Utara
pemenang, memiliki kekuasaan yang lebih besar dan peran yang lebih menentukan dalam berbagai proses sosial dibandingkan dengan perempuan, bahkan pada lingkup
pergaulan sosial yang lebih luas seperti kelompok masyarakat. Proses pengambilan keputusan dalam sebuah keluarga dengan demikian juga tidak terlepas dari kontrol
kekuasan laki-laki yang dianggap lebih berwenang. Hal ini terjadi dan seolah-olah dilegalkan oleh konstruksi kebudayaan.
Proses yang berulang akhirnya banyak membentuk pandangan negatif tentang kaum perempuan yang diantaranya meliputi fungsi, peran, dan kedudukan mereka
dalam kehidupan bernasyarakat. Salah satunya ialah pandangan bahwa perempuan merupakan kaum yang lemah sedangkan laki-laki ialah kaum yang kuat. Berdasarkan
hal ini, perempuan memiliki kecenderungan yang kuat untuk bergantung kepada laki- laki. Sebaliknya laki-laki memiliki kekuasaan untuk mengontrol perempuan dalam
berbagai hal seperti reproduksi, seksualitas, dan sistem pembagian kerja sehingga yang terjadi kemudian adalah bahwa laki-laki lebih berkuasa atas perempuan. dampak
dari hal ini salah satunya ialah perlakuan yang tidak adil terhadap perempuan. Ketika membahas masalah perempuan, satu konsep penting yang tidak boleh
dilupakan ialah konsep gender. Hal ini menjadi masalah yang penting karena stereotip yang dibentuk oleh gender dalam aplikasinya memiliki kecenderungan
menguntungkan jenis kelamin tertentu yaitu laki-laki. Keuntungan tersebut dilihat dari berbagai bentuk tatanan sosial dan budaya yang berlaku pada masyarakat yang
menganut budaya patriarki, namun di lain pihak yaitu perempuan stereotip yang dibentuk tersebut malah sangat merugikan dan menimbulkan berbagai macam
ketidakadilan. Menurut Fakih 2004:12 : Perbedaan gender menyebabkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui
pelbagai manifestasi ketidakadilan yang ada, yakni marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam
keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif,
Universitas Sumatera Utara
kekerasan violence, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak, serta sosialisasi ideologi nilai peran gender.
Definisi perlakuan tidak adil terhadap perempuan dapat bermacam-macam. Hal yang paling didasarkan atas bentuk perlakuan tidak adil tersebut misalnya
kekerasan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005:550 kata kekerasan adalah
“perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain”. Perbuatan
tersebut merupakan sebuah pola atau bentuk kejahatan tingkah laku yang diarahkan pada penindasan dan mempertahankan kekuatan terhadap seseorang. Hampir pada
semua kasus, seorang pelaku tindak kekerasan bertujuan untuk mengerahkan tenaga dan mengontrol atas seorang korban yang biasanya atau sering kali adalah orang yang
kurang mendapat pertolongan atau orang yang lemah, sehingga dapat menyebabkan kerusakan fisik, mental, bahkan kematian bagi si korban, dalam hal ini adalah
perempuan. Novel karya Naning Pranoto ini merupakan salah satu novel yang mengangkat
tema mengenai ketimpangan gender yang berakhir pada kekerasan pada objeknya khususnya perempuan. Cerita ini diangkat dari pengakuan langsung dari seorang
perempuan kepada Naning. Perempuan tersebut mengutarakan niatnya untuk hidup tanpa vagina karena vagina hanya membuat hidupnya hancur. Berangkat dari
pengakuan perempuan tersebut, Naning pun menuangkan cerita mengenai nasib perempuan yang kerap mengalami kekerasan maupun penyiksaan yang dilakukan oleh
kaum pria. Seperti yang dialami tokoh utama Mira yang mendapat ketidakadilan yang berujung pada kekerasan yang dilakukan oleh teman hidupnya Mulder, sehingga Mira
Universitas Sumatera Utara
kehilangan haknya sebagai manusia yang memiliki martabat dan memiliki nilai kemanusiaan yang harus dihargai dan dihormati.
Novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto adalah sebuah novel yang mengangkat tema tentang ketimpangan gender akibat dominasi kaum lelaki. Novel ini
bukanlah sebuah novel picisan yang hanya ingin menjual cerita vulgar untuk menarik perhatian para konsumen, seperti anggapan banyak orang yang hanya membaca
judulnya sudah mengkategorikan bahwa novel tersebut adalah novel vulgar. Oleh karena itu, novel karya Naning ini pernah menuai kritikan keras karena dianggap
sebagai novel ‘lendir’ yang hanya mengumbar nafsu syahwat para pembaca atau dengan kata lain novel Naning ini hanyalah novel vulgar yang tak layak edar. Gugatan
yang dialamatkan pada Naning ini terjadi saat salah seorang mahasiswa yang menjadi peserta dalam acara bedah buku Naning yang mempertanyakan tujuan Naning
mengarang novelnya tersebut. Masih dalam kasus yang sama menurut laporan dari Galang Press selaku penerbitnya, sebagian toko buku menolak untuk memasarkannya
sebab novel Naning tersebut dinilai terlalu vulgar untuk khalayak. Namun jika ditelusuri lebih jauh sebenarnya novel ini jauh dari kesan vulgar. Teks-teks yang ada
dalam novel ini tidak menjual teks-teks yang mengundang libido pembacanya. Naning menggunakan kata vagina pada judul novelnya hanya sebatas simbolis dari fenomena
tentang kekerasan yang terus-menerus dilakonkan laki-laki terhadap kaum perempuan. Dalam novelnya tersebut, Naning ingin memberi gambaran bagaimana
tak berdayanya kaum perempuan terhadap kaum pria dimana perempuan selalu dianggap sebagai kaum yang lemah, miskin, bodoh, tertindas, dan termarginalkan
sehingga para lelaki dengan seenaknya menjadikan perempuan sebagai objek kekerasan mereka, baik secara fisik, psikologis, maupun seksualitas. Dan perempuan
pun semakin kehilangan hak atas tubuh dan hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
Analisis terhadap novel Wajah Sebuah Vagina sangat menarik karena novel ini membahas ketimpangan gender pada pria dan wanita yang menyebabkan adanya
tindakan kekerasan dari pria yang menganggap bahwa mereka adalah kaum yang lebih kuat dan berkuasa daripada wanita, seperti yang dialami tokoh Mira. Atas dasar
inilah, novel Wajah Sebuah Vagina menjadi objek penelitian penulis.
1.1.2 Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: a.
Bentuk-bentuk ketidakadilan gender apakah yang dialami tokoh utama dalam novel Wajah Sebuah Vagina?
b. Jenis-jenis kekerasan apakah yang dialami tokoh utama dalam novel Wajah
Sebuah Vagina?
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian