dipandang sebagai masalah kesehatan umum di Indonesia adalah : defisiensi Iodium, Vitamin A dan zat besi Wirakusumah,1998.
Salah satu indikator status gizi masyarakat adalah prevalensi anemi gizi, anemi gizi umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah akan mengakibatkan kadar hemoglobin menjadi rendah. Hallberg et all 2003 dalam Isniati 2007, kadar hemoglobin yang kurang
dapat digunakan sebagai salah satu indicator anemia defesiensi besi.
2.1 Pengertian Zat Besi Fe
Zat besi Fe adalah unsur mineral yang paling penting dibutuhkan oleh tubuh karena perannya pada pembentukan hemoglobin. Senyawa ini bertindak sebagai
pembawa oksigen dalam darah, dan juga berperan dalam transfer CO2 dan H positif pada rangkaian trasport elektron yang diatur oleh fosfat organik Soeida, 2008.
Menurut Bothwell, et,al.,1979 dan Commision of European Communities CEC, 1993 cit Gillespie, 1998, Besi Fe merupakan mikronutrien yang esensial
dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, mengangkut electron dalam sel, dan dalam mensintesa
enzim yang mengandung besi yang dibutuhkan untuk menggunakan oksigen selama memproduksi energi selluler.
Menurut Almatsier 2004, Besi merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 2-3 gram di dalam tubuh
manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh :
Universitas Sumatera Utara
sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam
jaringan tubuh. Menurut Soekirman 2000, Besi adalah salah satu zat gizi penting yang
terdapat pada sel hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun sel hewan. Dalam tubuh,zat besi sebahagian besar terdapat dalam darah sebagai protein yang bernama
hemoglobin Hb berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Zat besi mempunyai pengaruh terhadap kognisi, aktivitas mental seperti mendapatkan,
menyimpan, mengeluarkan, dan memakai informasi dan pengetahuan Rachmawati, 2007.
Menurut Dallman et al 1980 cit Gillespie, 1998 dalam Nasution 2004, keseimbangan besi ditentukan oleh simpanan besi didalam tubuh, absorsi besi dan
besi yang hilang. Sedikitnya 23 besi di dalam tubuh merupakan besi yang bersifat fungsional, kebanyakan dalam bentuk hemoglobin. selama masa sirkulasi sel darah
merah, beberapa bagian mioglobin di dalam sel otot dan sebagian ada di dalam enzim yang mengandung besi. Paling banyak sisa besi di dalam tubuh di simpan dalam
bentuk cadangan besi bentuk ferritin dan hemosiderin yang berfungsi sebagai simpanan yang dapat digunakan bila dibutuhkan. Anak anak mempunyai simpanan
besi yang rendah disebabkan karena besi digunakan untuk pertumbuhan dan volume darah.
Francin, dkk 2005 mengemukakan bentuk-bentuk konyugasi Fe adalah : 1.
Hb mengandung ferro. Fungsi hemoglobin sebagai pertukaran CO2 dan O2 dari paru-paru ke sel-sel jaringan. Hemoglobin terdapat dalam eritrosit.
Universitas Sumatera Utara
2. Mioglobin terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung fe bentuk ferro. Fungsinya
untuk proses kontraksi otot. 3.
Transferin, mengandung Fe bentuk ferro. Berfungsi mentranspor Fe tersebut di dalam plasma darah dari tempat penimbunan ke jaringan sel yang diperlukan.
4. Feritin adalah simpanan Fe mengandung bentuk ferri. Kalau Fe feritin diberikan
pada transfer untuk di ubah menjadi ferro yang berasal dari penyerapan usus, kemudian ditimbun.
5. Hemosiderin adalah konjugat protein dengan ferri dan merupakan bentuk
simpanan zat besi. Jumlah simpanan zat besi di dalam tubuh orang dewasa terdapat sekitar 3,5
gram dimana 70 terdapat dalam hemoglobin, 25 merupakan cadangan besi yang terdiri dari feritin dan hemosiderin terdapat dalam hati, limpa dan sum sum tulang
Suhardjo dkk, 2006.
2.1.1 Sumber Zat Besi Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Sumber baik zat besi adalah
makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Disamping jumlah
besi, perlu diperhatikan kualitas besi didalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologik bioavailbility. Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan
mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayuran,
terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai
Universitas Sumatera Utara
ketersediaan biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari- hari, yang terdiri atas campuran sumber zat besi berasal dari hewan dan tumbuh-
tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu absorbsi. Menu makanan di Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi, daging, ayam, ikan, kacang-kacangan, serta
sayuran dan buah-buahan yang kaya akan vitamin C. Kandungan besi beberapa bahan makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1. Nilai Besi Berbagai Bahan Makanan mg100gram
Bahan Makanan Nilai Fe
Bahan Makanan Nilai Fe
Tempe Kacang Kedelai Murni 10,0
Biskuit 2,7
Kacang kedelai,kering 8,0
Jagung kuning,pipil lama 2,4
Kacang hijau 6,7
Roti putih 1,5
Kacang merah 5,0
Beras setengah giling 1,2
Kelapa tua,daging 2,0
Kentang 0,7
Udang segar 8,0
Daun kacang panjang 6,2
Hati Sapi 6,6
Bayam 3,9
Daging Sapi 2,8
Sawi 2,9
Telur Bebek 2,8
Daun katuk 2,7
Telur Ayam 2,7
Kangkung 2,5
Ikan segar 2,0
Daun singkong 2,0
Ayam 1,5
Pisang ambon 0,5
Gula Kepala 2,8
Keju 1,5
Sumber :
Daftar Komposisi Bahan Makanan, Depkes 1979
.
Zat besi yang terdapat dalam tubuh orang dewasa sehari berjumlah + 4 g. Zat besi tersebut berada dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin + 2,5 g Myoglobin
150 mg, phorphyryn enzim intraselular cytocrome dan hati, limpa sumsum tulang +200-1.500 mg. Ada dua bagian zat besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang
dipakai untuk keperluan metabolik, dan bagian yang merupakan cadangan reserva. Hemoglobin, myoglobin,cytocrome serta enzim hem dan nonhem adalah bentuk zat
Universitas Sumatera Utara
besi yang fungsional dan berjumlah antara 5-25 mgkg berat badan. Feritin dan hemosiderin adalah bentuk zat besi reserva yang biasanya terdapat dalam hati, limpa
dan sumsum tulang Wirakusumah, 1999. Keseimbangan besi dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh tidak
mengalami anemia. Artinya jumlah zat besi yang diperoleh tubuh lewat makanan. Zat besi dalam bentuk reserva berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan
homeostatis tubuh. Feritin dan hemosiderin akan membantu mempertahankan pembentukan hemoglobin, bila zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak
mencukupi.jumlah zat besi yang harus diserap oleh tubuh untuk mempertahankan zat besi akibat eksresi cukup kecil, yaitu sebesar 1 mg Wirakusumah,1999.
Secara garis besar metabolisme zat besi dalam tubuh terdiri dari proses penyerapan, pengangkutan dan pemanfaatan, penyimpanan, dan pengeluaran. Zat besi
dari makanan di serap ke usus halus kemudian masuk kedalam plasma darah, selain itu ada sejumlah zat besi yang keluar dari tubuh melalui tinja. Didalam plasma
berlangsung proses turn over, yaitu sel-sel darah yang lama di ganti dengan sel-sel yang baru. Jumlah zat besi yang mengalami turn over setiap hari berkisar hanya kira-
kira 35 mg berasal dari makanan, hemoglobin, dan sel-sel darah merah yang sudah tua dan diproses oleh tubuh agar dapat di pergunakan lagi Wirakusumah,1999.
2.1.2 Angka Kecukupan Besi yang Diajurkan
Menurut Widya karya Pangan dan Gizi tahun 1998 menetapkan angka kecukupan besi untuk Indonesia sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
• Bayi : 3 – 5 mg
• Balita : 8 – 9 mg
• Anak sekolah : 10 mg
• Remaja laki-laki : 14 – 17 mg
• Remaja Perempuan : 14 – 25 mg
• Dewasa laki-laki : 13 mg
• Dewasa Perempuan : 14 – 26 mg
• Ibu hamil : + 20 mg
• Ibu menyusui : + 2 mg
2.1.3 Konsumsi Besi Fe
Anemia kurang besi dan juga anemia kurang asam folat sebenarnya tidak perlu terjadi bila makanan sehari hari cukup mengandung besi dan asam folat. Namun
umumnya makanan kaya besi terdapat pada protein hewani seperti hati, ikan dan daging yang harganya mahal dan belum sepenuhnya terjangkau oleh kebanyakan
masyarakat Indonesia Depkes RI,1995. Walaupun terdapat sumber makanan nabati yang kaya besi, seperti daun
singkong, kangkung dan sayuran berwarna lainnya, namun Fe dalam makanan tersebut lebih sulit penyerapannya.
Dibutuhkan porsi besar sumber nabati tersebut, untuk mencukupi kebutuhan besi dalam sehari, yang jumlah tersebut tak mungkin terpenuhi konsumsinya.
Sehingga dalam kondisi kebutuhan besi tidak terpenuhi dari makanan, maka pilihan
Universitas Sumatera Utara
untuk memberi Suplementasi Fe guna mencegah dan menanggulangi anemia menjadi sangat efektif dan efesien Depkes RI,1995.
Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup mengandung zat besi atau absorbsinya rendah, maka ketersediaan zat besi dalam tubuh tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan akan zat besi. Hal ini terutama dapat terjadi pada orang yang mengkonsumsi makanan yang kurang beragam, seperti menu makanan yang
hanya terdiri dari nasi dan kacang kacangan. Tetapi apabila dalam menu terdapat bahan-bahan makanan yang tinggi absorbsi zat besi seperti : ayam, daging, ikan dan
vitamin C, maka ketersediaan zat besi yang ada dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan zat besi dapat terpenuhi Husaini, 1989.
Pemberian makanan saja tanpa disertai pemberian pil besi pada hasil penelitian anak sekolah di Kabupaten Bogor belum dapat meningkatkan kadar
Hemoglobin Hb dan status beri secara bermakna. Tetapi penelitian Saidin dkk, 1999 membuktikan pemberian pil besi 1 kali seminggu terbukti dapat
meningkatkan kadar Hb secara nyata Saidin dkk, 1999. 2.1.4
Metabolisme Fe
Besi yang ada pada bahan makanan adalah besi elemen. Hanya Fe
++
ini yang diabsorbsi usus halus. Untuk mengatur masuknya besi dalam tubuh maka tubuh
memiliki suatu cara yang tepat guna. Besi hanya dapat masuk ke dalam mukosa apabila ia dapat bersenyawa dengan apoferritin. Jumlah apoferritin yang ada dalam
Universitas Sumatera Utara
mukosa usus tergantung pada kadar besi tubuh. Bila besi dalam tubuh sudah cukup maka semua apoferritin yang ada dalam mukosa usus terikat oleh Fe menjadi Ferritin.
Dengan demikian tidak ada lagi apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi yang dapat masuk ke dalam mukosa. Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat
masuk ke dalam darah bila ia berikatan dengan β-globulin yang ada dalam plasma.
Gabungan Fe dengan β-globulin disebut ferritin.
Apabila semua β-globulin dalam plasma sudah terikat Fe” menjadi feritin
maka Fe
++
yang terdapat dalam mukosa usus tidak dapat masuk ke dalam plasma dan turut lepas ke dalam lumen usus sel mukosa usus lepas dan diganti dengan sel baru.
Hanya Fe
++
yang terdapat dalam transferrin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel eritoblas dalam sum-sum tulang hanya memiliki reseptor untuk ferritin.
Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sum-sum tulang sebagai ferritin. Besi yang terikat pada
β-globulin selain berasal dari mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua masuk ke dalam jaringan
limpa untuk kemudian terikat pada β-globulin menjadi transferin dan kemudian ikut
aliran darah ke sum-sum tulang untuk digunakan eritoblas membentuk hemoglobin. Hemoglobin berfungsi sebagai pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, oleh
karena itu apabila terjadi kekurangan hemoglobin mengakibatkan anemi sehingga aktivitas tubuh terutama daya berpikir akan menurun Kuntarti, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Lambung + HCl :
Fe
x
Æ Fe
+++
Duodenum usus halus
Fe
+++
Fe
++
Sel mukosa Fe
++
+ Apoferritin Ferritin
Destruksi SDM Ferritin Fe+++
Hemosideria Fe+++
Plasma Fe
+++
β-globulin
Transferritin
Sum-sum Tulang Fe
++
+ Protoposfirrin Æ heme Heme + Globulin Æ Hb
Hb Fe
++
Makanan terutama protein hewani
Gambar 2.1. Metabolisme Fe
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Proses Penyerapan dan Penyimpanan Zat Besi
Sebahagian besar transperin darah membawa besi ke sum-sum tulang dan bagian tubuh lain. Di dalam sum-sum tulang besi digunakan untuk membuat
haemoglobinm yang bagian sel darah merah. Sisanya di bawa ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Kelebihan besi yang bisa mencapai 200 hingga 1500 mg. disimpan
sebagai protein feritin dan hemosiderin di dalam hati 30. sum-sum tulang belakang 30 dan selebihnya dalam limfa dan otot. Dari simpanan besi tersebut
hingga 50 mg sehari dapat dimobilisasi untuk keperluan tubuh seperti pembentukan hemoglobin. Feritin yang bersirkulasi didalam darah mencerminkan simpanan besi
didalam tubuh. Pengukuran feritin di dalam serum merupakan indikator penting dalam menilai status besi.
Menggunakan suplemen besi dosis tinggi untuk jangka waktu panjang atau sering mendapat transpusi dapat menimbulkan penimbunan besi secara berlebihan di
dalam hati Almatsier, 2002. penyerapan zat besi ada tiga faktor utama yang mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh, yaitu ketersediaan zat besi dalam
tubuh, bioavailabilitas zat besi, dan adanya faktor penghambat penyerapan zat besi. Apabila jumlah zat besi yang berada dalam tubuh menurun maka penyerapan zat besi
akan meningkat. Pada laki-laki penyerapan zat besi akan meningkat setelah pertumbuhan terhenti dan akan memasuki masa dewasa. Sebaliknya pada wanita
justru setelah masa manopouse cadangan zat besi dalam tubuh meningkat dan penyerapan justru menurun karena tidak mengalami mentruasi lagi
Wirakusumah,1999.
Universitas Sumatera Utara
Tubuh yang kekurangan zat besi akan mengatur agar kebutuhan zat besi untuk pembentukan sel-sel darah merah tetap dapat terpenuhi. Oleh karena itu,sumsum
tulang bekerja lebih aktif serta semua kegiatan pencernaan dan absorbsi berlangsung lebih efisien. Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan berasal dari hewan
maupun tumbuhan. Zat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya serap antara 1-6, lebih rendah di banding zat besi yang berasal dari hewan yang
mempunyai daya serap 7-22 Wirakusumah,1999. Jumlah zat besi dalam tubuh terutama diatur oleh penyerapan yang bervariasi.
Apabila penyerapan zat besi dalam tubuh berkurang maka penyerapan akan meningkat. Mekanisme kompensasi haemoestatic ini merupakan proteksi terhadap
kemungkinan berkembangnya kurang Fe karena konsumsi makanan yang berkurang mengandung Fe. Kemungkinan kurangnya zat besi karena rendahnya zat besi dalam
makanan, infestasi parasit dan mentruasi pada wanita Suhardjo,1992. Anemia kurang besi terjadi atas beberapa tingkatan, dimana masing-masing
tingkatan berkaitan dengan ketidaknormalan indikator hematologis tertentu. Dimana banyaknya cadangan besi Iron Stores berkurang di bawah normal namun besi dalam
sel darah merah dan jaringan masih tetap normal. Tingkat kedua anemia kurang besi dini Early Iron Defisiency Anemi dimana
penurunan besi cadangan terus berlangsung sampai habis atau hampir habis, tetapi besi dalam sel darah merah dan jaringan masih tetap belum berkurang.
Tingkat ketiga anemia kurang besi lanjut Late Iron Defisiency Anemi merupakan perkembangan lanjut dari anemia kurang besi dini, dimana besi dalam sel
Universitas Sumatera Utara
darah merah sudah mengalami penurunan, namun besi dalam jaringan belum berkurang.
Tingkat keempat kurang besi jaringan Iron tissue defisiency terjadi setelah besi dalam jaringan berkurang. Dengan demikian pada tingkatan ini semua komponen
besi dalam tubuh telah terganggu Dallman dalam Suhardjo, 1992. Defisiensi besi terjadi karena : 1 Konsumsi Sumber zat besi yang berasal
dari makanan yang tingkat absorbsinya rendah dan adanya penghambat inhibitor. 2 Asupan makanan sumber zat besi kurang. 3 Meningkatnya kebutuhan zat besi
misalnya pada keadaan hamil dan pada saat pertumbuhan cepat terutama pada anak- anak. 4 Kehilangan darah misalnya, menstrusi, adanya parasit kecacingan
Depkes RI, 1996. Status besi tergantung keseimbangan besi dari konsumsi dan eksresinya pada
waktu yang lama konsumsi zat besi dapat berasal dari makanan atau melalui fortifikasi atau suplementasi. Ketidakseimbangan Fe dipengaruhi oleh hilangnya besi
melalui mukosa usus yaitu adanya menstruasi, kehamilan haemorrhoid, diare, kehilangan darah yang lain Howston dkk,1998.
Anak yang kurang besi mengalami penurunan kemampuan intelektual, seperti kemampuan verbal, mengingat berkonsentrasi, berfikir analog dan sistimatis, serta
prestasi belajar yang rendah. Dari hasil penelitian imunologi menunjukkan adanya penurunan kekebalan tubuh seperti umumnya jumlah T-lymphocyte, kelainan pada
cell-mediated dan kekurangan gramilocyte myelopenox idase, yang mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan tubuh membunuh bakteri menjadi rendah. Hasil penelitian ini, memberikan petunjuk bahwa kualitas sumber daya manusia menjadi rendah jika
dijumpai banyak penduduk yang menderita anemi kurang besi Husaini,1989. Di negara berkembang dengan adanya sumber daya yang terbatas sebagai
ukuran anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hemotocrit Gillespie,1998. Batas ambang tingkat hemoglobin dan hemotokrit sebagai berikut :
Tabel 2.2. Batas Ambang Kadar Hemoglobin dan Hemotokrit
Kelompok umurstatus physiologis Hemoglobin g dl
Haemotocrit 6 Bulan - 5 tahun
11,0 33,0
6 Tahun - 12 tahun 12,0
34,0 12 Tahun - 13 tahun
12,0 36,0
Laki-laki 13,0
39,0 Perempuan
- Tidak hamil 12,0
36,0 - hamil
11,0 33,0
Sumber : WHO UNICEF UNU 2.1.6 Akibat Kekurangan Zat Besi
Defisiensi Zat besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terdapat, baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Defisiensi besi terutama
menyerang golongan rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah, secara klasik defisiensi besi dikaitkan dengan anemia
gizi besi. Namun sejak 25 tahun terakhir banyak bukti menunjukkan bahwa defisiensi
Universitas Sumatera Utara
besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia, yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja.
Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau gangguan absorbsi besi. Di samping itu kekurangan besi dapat terjadi
karena perdarahan akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit-penyakit yang mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal.
Kekurangan gizi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan
kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Disamping itu kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak-anak kekurangan zat besi
menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar Almatsier, 2002.
2.1.7 Akibat Kelebihan Zat Besi
Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah rasa nek, muntah, diare, denyut jantung meningkat,
sakit kepala, menggigau, dan pingsan Almatsier, 2002. Adapun penilaian status gizi secara langsung yang lain adalah pemeriksaan
biokimia, yang memberikan hasil yang tepat dan obyektif. Berdasarkan pendapat Supariasa dkk 2002 dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan biokimia yang sering
digunakan adalah pengukuran kadar berbagai zat gizi dan subtansi kimia yang lain dalam darah dan urine, misalnya pemeriksaan hemoglobin dalam darah. Hemoglobin
dapat diukur secara kimia dalam jumlah Hb100 ml darah dapat digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hasil pengukuran kadar hemoglobin tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan. Hemoglobin
secara luas digunakan sebagai parameter untuk menetapkan prevalensi anemia. Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin atau hematokrit
nilai ambang batas referensi yang disebabkan rendahnya produksi sel darah merah eritrosit dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit haemolisis atau kehilangan
darah yang berlebihan. Defisiensi Fe berperan besar dalam kejadian anemia. Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorsi tidak memadai untuk kebutuhan
tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya intake Fe, penurunan bioavailabilitas Fe dalam tubuh, peningkatan kebutuhan Fe karena perubahan fisiologi seperti kehamilan
dan proses pertumbuhan FKM UI, 2007.
2.2 Konsumsi Makanan