Sementara makanan yang mengandung Fe sangat sangat sedikit. Pada penelitian ini terjadinya kekurangan Fe diakibatkan Fe yang diperoleh dari makanan tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal ini dikarenakan pola komsumsi makan setiap hari tidak sesuai dengan kebutuhan asupanan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Adanya program Departemen kesehatan dalam pemberian suplemen Fe dengan petunjuk suplemen Fe terhadap anak sekolah, apabila kadar Hb 12 grdl
atau anak yang anemia pemberiannya 3 kali setengah tablet atau 3x30 mg besi 2 kali seminggu selama tiga bulan. Sedangkan dalam penelitian ini anak diberikan suplemen
10 mg besi yang diberikan sekali seminggu, dengan demikian pemberian suplemen Fe satu kali seminggu lebih praktis, tidak terlalu banyak menyita petugas
untuk memberikan obat. Hellen Keller International 1997 juga merekomendasikan suplementasi Fe pada anak sekolah 60 mg besi satu kali seminggu.
Perlu sosialisasi terhadap orang tua murid dan masyarakat terhadap pemanfaatan Fe melalui penyuluhan dan demonstrasi cara pengolahan makananan
oleh petugas kesehatan. Kerjasama antara dinas kesehatan dengan dinas pendidikan sangat dibutuhkan terhadap program suplementasi yang telah ada, sehingga kegiatan
suplementasi Fe dapat berlangsung secara berkesinambungan.
5.2. Pengaruh Suplementasi Fe terhadap Prestasi Belajar
Berdasarkan uji independent t-test pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara prestasi belajar awal antara kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol dengan nilai t
hitung
= 0,363 p=0,718 p0,05, pada prestasi belajar akhir antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol ada perbedaan
yang bermakna dengan nilai t
hitung
= 2,010 p=0,049 p0,05. Hal ini berarti
Universitas Sumatera Utara
pemberian suplemen Fe pada anak sekolah dalam kelompok perlakuan terdapat peningkatan prestasi belajar murid. Dalam penelitian ini kelompok perlakuan yang
diberi suplemen Fe dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan suplemen Fe mempunyai pengaruh yang tidak sama yaitu adanya perbedaan yang
bermakna dalam pemberian suplemen Fe terhadap peningkatan prestasi belajar. Berdasarkan hal tersebut menggambarkan bahwa pemberian suplemen Fe dapat
membantu meningkatkan kadar hemoglobin darah, dan peningkatan kadar hemoglobin darah dapat meningkatkan nilai rata-rata prestasi belajar.
Hal ini sesuai menurut Wirakusumah 1999, kekurangan zat besi berpengaruh terhadap kemampuan untuk berkonsentrasi, prestasi belajar dan
intelegensi anak. Pengujian terhadap mental dan motorik anak menunjukkan bahwa anak yang menderita anemi gizi besi lebih rendah skornya dibandingkan dengan
anak yang normal. Di Indonesia telah dilakukan uji kognitif untuk melihat pengaruh defisiensi terhadap kecerdasan. Pada awalnya anak yang menderita anemi gizi
mempunyai skor kognitif lebih rendah dibandingkan anak yang normal. Setelah diberikan suplementasi besi status gizi anak yang tadinya defisiensi menjadi normal
dan terdapat kenaikan skor kognitif yang cukup berarti. Hal di atas tidak sesuai menurut Macker dan Yogman dalam Almatsier
2002, pengaruh anemi zat besi dalam proses belajar ternyata tidak semata-mata disebabkan oleh terbatasnya kemampuan untuk mengangkut oksigen karena Hb
rendah, akan tetapi lebih banyak disebabkan oleh berkurangnya ikatan seluler yang
Universitas Sumatera Utara
mengandung zat besi dan perubahan struktur yang terjadi pada mitokondria. Dalam hal ini perubahan fungsi mental mungkin saja terjadi sebagai akibat perubahan
metabolisme oleh karena berkurangnya enzim yang mengandung zat besi dalam jaringan otak. Kemungkinan keterlibatan zat besi dalam proses belajar adalah
pengaruh enzim-enzim oksidasi yang ada kaitannya dengan zat besi terhadap metabolisme pembawa ransangan saraf. Hal yang sama dikemukakan Morgan 1979,
Banyak ikatan kimia telah diketahui bekerja sebagai transmisi saraf pada sinapsis dalam sistim saraf dan pada titik pertemuan antara saraf dan otot, seperti
norepinephrine NE dan serotinin. Enzim-enzim oksidase yang terlibat antara lain
monoamine oksidase MAO , aldehida dehidrogenase serta aldehida oksidase,
Sourkess 1982 yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan metabolisme zat besi. Bagaimana tepatnya hubungan belum diketahui dengan pasti, mungkin sebagai
kofaktor atau sebagai sintesisnya. Pendapat lain juga mengatakan seperti menurut Yaudim 1982, melalui penelitiannya pada tikus, menduga bahwa perubahan prilaku
anak anak yang anemi zat gizi besi merupakan manifestasi perubahan fungsi reseptor yang berkaitan dengan metabolisme transmisi saraf dopamin. Walaupun masih
banyak berupa dugaan dari hasil-hasil penelitian yang ditemukan diatas dapat disimpulkan bahwa menurunnya kemampuan kognitif yang terjadi anak anak yang
anemi zat gizi besi besar kemungkinan disebabkan berkurangnya enzim yang mengandung zat besi sebagai kofaktor untuk pemecahan atau metabolisme transmisi
saraf yang telah digunakan oleh reseptor informasi, agar dapat memberi kesempatan
Universitas Sumatera Utara
pada transmisi saraf lain untuk menyampaikan informasi. Dengan terganggunya mekanisme ini, maka proses belajar awal sangat penting, yaitu proses pemusatan
perhatian dan pemilihan informasi akan terganggu, dan hal ini akan terlihat pada kekurangpekaan anak terhadap stimuli lingkungan dan kurangnya motivasi untuk
menghadapi hal-hal yang bersifat menantang. Hal senada juga dikatakan Pollit dalam Almatsier, 2002 mengatakan bahwa pengaruh negatif anemia gizi besi terhadap
proses kognitif sangat mungkin terjadi pada tahap pemasukan informasi, yang mengganggu perhatian, memori jangka pendek, organisasi, persepsi dan belajar
konseptual. Pada penelitian ini ada faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar anak
selain dari faktor suplementasi Fe. Pola disiplin, motivasi dan dukungan dari lingkungan sekitar juga mempengaruhi diri anak untuk berprestasi dalam belajar.
5.3. Pengaruh Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar