Pengaruh Suplementasi Fe Terhadap Kadar Haemoglobin Dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

(1)

PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN

PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM

T E S I S

 

Oleh 

MUHAMMAD NUR 

077012014/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN

PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

OLEH

MUHAMMAD NUR 077012014/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

Judul Tesis : PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM Nama Mahasiswa : Muhammad Nur

Nomor Induk Mahasiswa : 077012014

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) Ketua

(Dra. Jumirah, Apt, M.Kes) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Dekan

(dr. Ria Masniari Lubis, M.Si )


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes 2. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN

PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2010


(6)

ABSTRAK

Rendahnya kadar hemoglobin pada anak usia sekolah dasar mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransfer ke sel tubuh dan otak. Keadaan ini menimbulkan rasa letih, lelah dan lesu, yang mengakibatkan prestasi belajar menurun. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Peukan Baro ditemukan, 32 anak SD dan 83 anak MIN mengalami gejala anemia di lokasi dua sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi Fe terhadap kadar hemoglobin dan prestasi belajar anak sekolah dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2009.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen quasi dengan rancangan pre-and post test. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie. Populasi adalah anak sekolah dasar kelas V dan VI dari SDN I Dayah Bubue dan MIN Cempala Kuneng. Jumlah sampel penelitian adalah 32 murid perkelompok.

Kadar haemoglobin diukur dengan haemoque test, prestasi belajar diukur berdasarkan nilai ujian prasemester, asupan zat gizi diukur dengan metoda recall 24 jam dilakukan sebanyak 3 kali. Data diambil dengan menggunakan uji t test independent

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan pemberian

suplemen Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin dengan nilai p < 0,05 (p=0,001), dan ada pengaruh signifikan pemberian suplemen Fe terhadap

peningkatan prestasi belajar dengan nilai p<0,05 (p = 0,049).

Disarankan kepada 1) kepala pemerintah Kabupaten Pidie turut serta dalam penyelenggaraan program suplementasi Fe terhadap anak sekolah, 2) Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie menggerakkan program suplementasi Fe secara rutin dan berkelanjutan melalui monitoring terhadap setiap Puskesmas dalam pelaksanaan program suplementasi Fe dan 3) kepala Puskesmas perlu melakukan pemantauan terhadap kegiatan program suplementasi Fe di wilayah kerjanya, dan 4) petugas puskemas perlu melakukan penyuluhan gizi secara rutin terhadap orang tua dan masyarakat.


(7)

ABSTRACT

Low levels of haemoglobin at primary school age children resulted lack of oxygen which is transferred into the body and brain cells. This condition causing fatigue, tired and lethargic, which in turn affects their school performance. Based on the preliminary survey conduated by the researcher survey by the researcher Peukan Baro subdistrict where found 32 children primary school students and 83 children MIN had symptoms of anemia in location of two schools. Intervention iron supplementation was one effective way to increased haemoglobin levels in the blood. Research on the influence of supplementation iron hemoglobin levels and learning achievement of primary school children Peukan Baro subdistrict of Pidie District of Aceh in 2009.

The type of research was a quasi experimental design with pre-and post test. This research was carried out in Peukan Baro subdistrict, Pidie district. Population were elementary school children grade V and VI of the Elementary School I Dayah Bubue and MIN Cempala Kuneng. Study sample size was 32 students each group.

Haemoglobin level was measured by haemoque test, school performance was measured by test scores pra semester, while nutrient intake and nutritional status measured 24 hours recall method by 3 times. Data were analyzed using independent t test.

Result showed that there were significant influence of iron supplementation on haemoglobin and learning achievements levels with a p value < 0.05 (p = 0.001) and p values < 0.05 (p=0.049), respectively.

It is recommended to 1) the head of Pidie district government to participate in the organization of iron supplementation programs for school children, 2) Pidie District of Health to move the program of iron supplementation routinely and sustainable through the monitoring of each health center, 3) the head of Health

Center to monitor the activities of iron supplementation program work area, and 4) health centers officers need to conduct regular nutrition counseling to parents and

the community.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan hidayat-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Sulementasi Fe Terhadap Kadar Hemoglobin dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam” ini.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. dr. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A (K).

Tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk semua itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh dr. Ria Masniari Lubis, M.Si. atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya Utama, M.S dan Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas


(9)

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

Secara khusus saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes sebagai pembimbing atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

Selanjutnya terima kasih juga saya ucapkan kepada :

- Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku tim penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

- Bupati Pemerintah Kabupaten Pidie yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan tugas belajar pada sekolah Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, juga saya ucapkan terima kasih.

- Kepala Rumah Sakit Daerah Sigli, yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada sekolah Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih.

- Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada keluarga besar ibunda Syakd’iah dan ayahanda Ubit Ahmad, keluarga besar ibu mertua Adjirmi dan ayah mertua Rusli Hasyim yang telah memberikan dukungan moril serta doa selama penulis menjalani pendidikan.

Teristimewa buat isteri saya yang tercinta dan tersayang Rosnita serta ananda M. Isman Setiawan dan M. Alief Arsya, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta motivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Kepada seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2010 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Nur, lahir pada tanggal 5 April 1971 di Desa Dayah Tanoh Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie Provinsi NAD, beragama Islam, bertempat tinggal di Desa Mee Kecamatan Peukan Baro Provinsi NAD. Menikah dengan Rosnita pada tanggal 11 Juli 1997 dan dikarunia dua orang putra, yang bernama Isman Setiawan dan Muhammad Alief Arsya.

Pendidikan, SDN No 1 Teupin Raya (1983), SMPN 1 Lueng Putu (1988), Sekolah Perawat Kesehatan (1991), SMA Grong-grong (1993), Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadyah Aceh Banda Aceh (2003).


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... .. i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Pengertian Zat Besi... 9

2.1.1. Sumber Zat Besi... 11

2.1.2. Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan ... … 13

2.1.3. Konsumsi Besi Fe ... … 14

2.1.4. Metabolisme Fe... 15

2.1.5. Proses Penyerapan dan Penyimpanan Zat Besi... … 18

2.1.6. Akibat Kekurangan Zat Besi... … 21

2.1.7. Akibat Kelebihan Zat Besi ... … 22

2.2. Konsumsi Makanan... 23

2.3. Pengertian Anemia ... 25

2.3.1. Penyebab Anemia ... 26

2.4. Program Penanggulangan Anemia ... 27

2.5. Prestasi Belajar ... 28

2.5.1. Pengertian Prestasi Belajar... 28

2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 29

2.6. Hubungan Zat Besi terhadap Tingkat Prestasi Anak Sekolah... 35

2.7. Landasan Teori ... 36


(13)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Jenis Penelitian ... 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... 39

3.3.1. Populasi... 39

3.3.2. Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 44

3.5.1. Definisi Operasional ... 44

3.6. Metode Pengukuran... 44

3.7. Metode Analisis Data ... 45

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 46

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Pidie... 46

4.1.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 47

4.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur... 48

4.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

4.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua ... 49

4.1.5. Gambaran Asupan Kalori, Protein dan Fe Sebelum dan Sesudah Intervensi ... 49

4.1.6. Gambaran Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Intervensi... 51

4.1.7. Gambaran Prestasi Belajar Sebelum dan Sesudah Intervensi... 52

4.1.8. Rata-rata Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Intervensi... 53

4.1.9. Rata-rata Prestasi Belajar Sebelum dan Sesudah Intervensi... 54

4.2. Analisis Bivariat ... 56

4.2.1. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Kalori ... 56

4.2.2. Perbedaan Rata-rata Kadar Hemoglobin Berdasarkan Pemberian Suplementasi Fe... 61

4.2.3. Perbedaan Rata-rata Prestasi Belajar Berdasarkan Pemberian Suplementasi Fe... 63

BAB 5 PEMBAHASAN... 65

5.1. Pengaruh Suplementasi Fe terhadap Kadar Hemoglobin... 65

5.2. Pengaruh Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar ... 67

5.3. Pengaruh Suplementasi Fe terhadap Prestasi Belajar... 70

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1. Kesimpulan... 72

6.2. Saran ... 72


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Nilai Besi Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram)... 12

2.2. Batas Ambang Kadar Hemoglobin dan Hematokrit... 21

4.1 Nama Sekolah Dan Jumlah Murid Lokasi Penelitian ...……….... 47

4.2. Responden Berdasarkan Umur... 48

4.3. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 49

4.4. Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua... 49

4.5. Gambaran Asupan Kalori, Protein dan Fe Sebelum dan Sesudah Intervensi……….…...………... 51

4.6. Distribusi Pada Kadar Haemoglobin Sebelum dan Sesudah Intervensi Kelompok Perlakuan dan Kontrol……...………... 52

4.7. Distribusi Pada Prestasi Belajar Sebelum dan Sesudah Intervensi Kelompok Perlakuan dan Kontrol...………...……... 52

4.8. Rata-rata Kadar Hemoglobin Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi... 54

4.9. Rata-rata Prestasi Belajar Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi... 56

4.10. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Kalori... 58

4.11. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Protein... 59

4.12. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Fe... 61

4.13. Perbedaan Rata-rata Kadar Hemoglobin Berdasarkan Pemberian Suplementasi Fe...…………..…………... 62

4.14. Perbedaan Rata-rata Prestasi Belajar Berdasarkan Pemberian Suplementasi Fe...…………..…………... 64


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Metabolisme Fe ...……... 17 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ...……... 37 3.1. Rancangan Penelitian... 38


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Master Data………... 77 2. Hasil Analisis Independen Sampel T-Test...……… 93 3. Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden...………. 120


(17)

ABSTRAK

Rendahnya kadar hemoglobin pada anak usia sekolah dasar mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransfer ke sel tubuh dan otak. Keadaan ini menimbulkan rasa letih, lelah dan lesu, yang mengakibatkan prestasi belajar menurun. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Peukan Baro ditemukan, 32 anak SD dan 83 anak MIN mengalami gejala anemia di lokasi dua sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi Fe terhadap kadar hemoglobin dan prestasi belajar anak sekolah dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2009.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen quasi dengan rancangan pre-and post test. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie. Populasi adalah anak sekolah dasar kelas V dan VI dari SDN I Dayah Bubue dan MIN Cempala Kuneng. Jumlah sampel penelitian adalah 32 murid perkelompok.

Kadar haemoglobin diukur dengan haemoque test, prestasi belajar diukur berdasarkan nilai ujian prasemester, asupan zat gizi diukur dengan metoda recall 24 jam dilakukan sebanyak 3 kali. Data diambil dengan menggunakan uji t test independent

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan pemberian

suplemen Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin dengan nilai p < 0,05 (p=0,001), dan ada pengaruh signifikan pemberian suplemen Fe terhadap

peningkatan prestasi belajar dengan nilai p<0,05 (p = 0,049).

Disarankan kepada 1) kepala pemerintah Kabupaten Pidie turut serta dalam penyelenggaraan program suplementasi Fe terhadap anak sekolah, 2) Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie menggerakkan program suplementasi Fe secara rutin dan berkelanjutan melalui monitoring terhadap setiap Puskesmas dalam pelaksanaan program suplementasi Fe dan 3) kepala Puskesmas perlu melakukan pemantauan terhadap kegiatan program suplementasi Fe di wilayah kerjanya, dan 4) petugas puskemas perlu melakukan penyuluhan gizi secara rutin terhadap orang tua dan masyarakat.


(18)

ABSTRACT

Low levels of haemoglobin at primary school age children resulted lack of oxygen which is transferred into the body and brain cells. This condition causing fatigue, tired and lethargic, which in turn affects their school performance. Based on the preliminary survey conduated by the researcher survey by the researcher Peukan Baro subdistrict where found 32 children primary school students and 83 children MIN had symptoms of anemia in location of two schools. Intervention iron supplementation was one effective way to increased haemoglobin levels in the blood. Research on the influence of supplementation iron hemoglobin levels and learning achievement of primary school children Peukan Baro subdistrict of Pidie District of Aceh in 2009.

The type of research was a quasi experimental design with pre-and post test. This research was carried out in Peukan Baro subdistrict, Pidie district. Population were elementary school children grade V and VI of the Elementary School I Dayah Bubue and MIN Cempala Kuneng. Study sample size was 32 students each group.

Haemoglobin level was measured by haemoque test, school performance was measured by test scores pra semester, while nutrient intake and nutritional status measured 24 hours recall method by 3 times. Data were analyzed using independent t test.

Result showed that there were significant influence of iron supplementation on haemoglobin and learning achievements levels with a p value < 0.05 (p = 0.001) and p values < 0.05 (p=0.049), respectively.

It is recommended to 1) the head of Pidie district government to participate in the organization of iron supplementation programs for school children, 2) Pidie District of Health to move the program of iron supplementation routinely and sustainable through the monitoring of each health center, 3) the head of Health

Center to monitor the activities of iron supplementation program work area, and 4) health centers officers need to conduct regular nutrition counseling to parents and

the community.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kekurangan zat besi merupakan salah satu masalah gizi utama dan jika terjadi pada anak-anak akan menjadi persoalan serius bangsa. Kekurangan zat besi mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap tingkat kemampuan dan kecerdasan belajar, bila tidak segera diatasi akan terjadi kehilangan sumber daya manusia baru yang berkualitas. Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa dalam menyiapkan sumber daya manusia yang merupakan salah satu kebutuhan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan nasional. Pembangunan kesehatan manusia tidak hanya kesehatan mental maupun fisik tetapi juga kesehatan untuk mencapai kecerdasan khususnya anak sekolah (Soeida, 2008).

Wajib belajar pendidikan 9 tahun merupakan program penting pemerintah yang bertujuan untuk mencapai cita – cita pembangunan nasional yang sejalan dengan Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun ternyata masih ada beberapa hal yang menghambat keberhasilan tersebut antara lain adalah masalah kurang gizi yang dijumpai pada kelompok anak usia sekolah terutama pada keluarga miskin di daerah pedesaan (Depkes RI, 1996).

Pembinaan anak dan remaja merupakan bagian dari upaya meningkatkan sumber daya manusia berkualitas. Salah satu masalah yang dihadapi kelompok anak


(20)

usia sekolah dasar adalah rendahnya tingkat kesehatan dan status gizi terutama pada anak – anak yang berasal dari keluarga miskin. Untuk peningkatkan kecukupan gizi anak Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) pemerintah melakukan program melalui Pembinaan Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah (PMT-AS) guna mengatrol tingkat kecerdasan dan adanya jalinan kerja sama dengan departemen kesehatan dalam rangka pemberian suplemen zat besi berupa tablet FeSO4 500 mg (Ferro Sulfat) kepada kelompok sasaran anak-anak sekolah dasar (Soeida, 2008).

Tingkat kesehatan dan status gizi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kemampuan belajar anak dalam masa pendidikan. Anak yang kurang sehat dan kurang gizi sulit memperoleh prestasi belajar yang memadai, disebabkan anak mengalami letih, lesu, dan berkurangnya pusat konsentrasi belajar sehingga sering tidak hadir mengikuti pelajaran di sekolah dan daya serap terhadap materi pengajaran sangat rendah. Selain peningkatan metode belajar mengajar di sekolah, peningkatan kesehatan untuk keberhasilan proses belajar mengajar perlu di upayakan.

Salah satu aspek pembangunan yang penting adalah pembangunan sumber daya manusia. Meskipun sudah banyak kemajuan yang dicapai, namun masih ditemukan berbagai masalah termasuk masalah gizi pada anak sekolah. Hal ini dikarenakan anak sekolah adalah salah satu kelompok rawan gizi. Terutama rawan gizi terhadap kekurangan zat besi yang mengakibatkan anemi. Anemi muncul akibat penurunan jumlah dan mutu sel darah merah yang antara lain berfungsi sebagai sarana transportasi zat gizi serta oksigen untuk proses fisiologi dan biokimia jaringan


(21)

tubuh. Anemi menimbulkan dampak fisiologis dan psikologis terutama berupa sulit

berkonsentrasi dalam belajar sehingga tidak mampu berprestasi dalam belajar (RAN, 2006).

Menurut Kodiyat (1995) dalam RAN (2006), di Indonesia anemi gizi masih menjadi masalah utama. Data hasil penelitian menunjukan prevalensi anemi gizi besi masih tinggi yaitu pada ibu hamil prevalensinya mencapai 63,5%, balita 55,5%, anak usia sekolah 20% - 40%, wanita dewasa 30% - 40%, pekerja berpenghasilan rendah 30% - 40%, dan pria dewasa 20% - 30%. Penelitian lain oleh Pusponegoro menyebutkan anemi ditemukan pada balita 40,5%, anak usia sekolah 47,2%, remaja puteri 57,1% dan ibu hamil 50,9%. Sementara Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pernah meneliti pada 1000 anak sekolah dasar di 11 propinsi dan hasilnya menunjukan 20%-25% terkena anemi. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001menyebutkan prevalensi anemia pada anak 0-5 tahun 47% anak usia sekolah dan remaja 26,5% dan wanita usia subur 40% (RAN, 2006).

Hal di atas sejalan dengan hasil survei dasar anak –anak Sekolah Dasar (SD) di Sumatera yang dilakukan oleh Mercy Cops tahun 2005. Survei yang dilakukan meliputi empat propinsi yaitu Sumatera Barat, Riau, Bengkulu dan Lampung ditemukan bahwa prevalensi angka kecacingan dikalangan anak SD di Sumatera sebesar 36% dan menderita anemia sebesar 43,31%. Hasil studi yang lebih kecil lingkupnya seperti yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung tahun 2006, ditemukan anak SD 15,3% mengalami kekurangan gizi, kekurangan zat besi 73,5% dan kekurangan konsumsi karbohidrat sebesar 77,2% (Herry, 2008).


(22)

Menurut Supariasa (2002), salah satu penyebab kurangnya asupan zat besi adalah karena pola konsumsi makanan masyarakat Indonesia yang masih didominasi sayuran sebagai sumber zat besi (non heme iron). Sedangkan daging dan protein hewani lainnya (ayam dan ikan) yang diketahui sebagai sumber zat besi yang baik (heme iron), jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat dipedesaan sehingga hal ini menyebabkan rendahnya penggunaan dan penyerapan zat besi. Selain itu, menurut Nasution (2004) penyebab defisiensi zat besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat akibat mengindap penyakit kronis, kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi parasit (kecacingan). Di Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan masalah besar untuk kasus anemi defisiensi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setiap harinya (Isniati, 2007).

Menurut Husaini pemberian zat besi selama empat bulan pada balita anemia dapat meningkatkan kadar Hb secara bermakna. Pemberian Suplemen zat besi berbentuk pil selama 2 kali per minggu dengan dosis 60 mg dapat memberikan dampak yang sama terhadap kenaikan kadar Hb dengan suplementasi zat besi berbentuk pil setiap hari dengan dosis 30 mg (Muljanti dkk, 2000).

Pemberian suplemen besi (ferro sulfat dengan kandungan besi elemental 60 mg) per minggu selama 4,5 bulan dapat menurunkan persentasi anemia gizi dari

60% menjadi 35,9%. Pemberian suplemen zat besi satu kali per minggu selam 4,5 bulan dapat meningkatkan status Hb status secara bermakna (Saidin dkk, 1999).

Pemerintah melalui Departemen kesehatan sejak Repelita enam telah merekomendasikan untuk menurunkan prevalensi anemia gizi pada anak usia sekolah


(23)

melalui suplementasi zat besi. Pemberian dilakukan dalam dua cara yaitu pertama tahap pencegahan, diberikan tanpa pemeriksaan kadar Hb dengan dosis 30 mg kadar besi dan 0,125 asam folat dua kali seminggu. Tahap kedua dengan pemeriksaan kadar Hb terlebih dahulu, dimana anak usia 6-12 tahun dengan kadar Hb < 12 mg/dl diberikan 2 x 30 mg tablet besi seminggu 2x selama tiga bulan (Depkes RI, 1995).

Hasil lokakarya defisiensi zat besi di Indonesia tangga 1-2 April 1997 telah

merekomendasikan bahwa Suplementasi zat besi pada anak sekolah dasar adalah 60 mg setiap minggu melalui program pemberian makanan tambahan anak sekolah

(Helen Keller Internasional, 1997).

Menurut RAN (1989) dalam Nasution tahun 2004, kebutuhan sehari-hari zat besi yang dianjurkan untuk usia 6 bulan sampai 3 tahun adalah 10 mg/hari yang merupakan suatu kadar yang telah dipertimbangkan dapat memenuhi kebutuhan anak pada usia tersebut. Sementara Widya Karya Pangan dan Gizi (1989) dalam Almatsier

tahun 2004, menetapkan angka kecukupan zat besi bagi anak sekolah adalah 10 mg/hari. Namun, menurut RAN-Pangan dan Gizi (2006), bahwa kebutuhan

rata-rata zat besi pada anak sekolah adalah 5 mg/hari dan jika terjadi infeksi jumlah dosis akan bertambah menjadi 10 mg/hari.

Anak yang kekurangan zat besi menunjukan skor motorik dan IQ lebih rendah pada usia 11-14 tahun. Kekurangan zat besi pada anak usia sekolah juga menyebabkan sulit konsentrasi dan gangguan kecerdasan terutama untuk pelajaran matematika. selain hal diatas, kekurangan zat besi juga menyebabkan penurunan nilai tes psikologi, tes konsentrasi, mengurangi kemampuan belajar konsep dan menurunkan daya ingat (Anynomous, 2007).


(24)

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Kecamatan Peukan Baro dan didukung oleh data dari petugas UKS didapatkan, dari 136 siswa SDN I Dayah Bubue terdapat gejala anemia sebanyak 32 siswa dan dari 392 siswa Madrasah Ibtidaiyah terdapat siswa dengan gejala anemia sebanyak 83 siswa. Dari statistik yang ada di kantor Kecamatan Peukan Baro rata-rata penduduk/orang tua siswa tersebut mata pencarian petani dan dapat dikategorikan berpenghasilan menengah kebawah.

Pemberian suplementasi Fe dengan dosis 10 mg pada anak sekolah dasar, didasari oleh; 1) merupakan dosis kebutuhan anak sekolah, 2) dosis yang aman, oleh karena dengan pemberian 10 mg kemungkinan akibat kelebihan pemberian Fe yang mempunyai efek samping mual, dan sebagainya dapat dihindari, 3) anak dengan

gejala anemia yang dimungkinkan adanya penyakit infeksi seperti kecacingan, 4) dalam usia pertumbuhan, memerlukan asupan Fe yang besar dan 5) adanya pola

konsumsi makanan yang tidak cukup gizi.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah suplementasi Fe dengan dosis 10 mg perhari selama tiga bulan berpengaruh terhadap kadar hemoglobin anak sekolah dasar.

2. Apakah suplementasi Fe berpengaruh terhadap prestasi belajar anak sekolah dasar.


(25)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi Fe dengan dosis 10 mg perhari selama tiga bulan terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan prestasi belajar anak Sekolah Dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh suplementasi Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan prestasi belajar anak sekolah dasar di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pengembangan ilmu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat suplementasi Fe terhadap pestasi belajar anak sekolah dasar.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Diharapkan menjadi masukan bagi pengelola gizi dalam merencanakan program penanggulangan anemia bagi anak sekolah dasar di Kabupaten Pidie.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi masyarakat dalam upaya mengetahui akibat dari anak yang anemia gizi.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Almatsier (2002), bahwa pengaruh anemia besi terhadap perilaku dan prestasi belajar anak sekolah dasar serta peranan dalam konsumsi kecukupan zat besi. Menurut Saidin dkk (1999), bahwa pengaruh pemberian tablet besi dengan dosis 60 mg satu kali seminggu terhadap status Hb dan status besi anak sekolah dasar penerima pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) di kota Lampung Selatan dengan pemberian makanan tambahan suplementasi sirup besi dapat meningkatkan kadar hemoglobin terhadap anak sekolah dasar yang mengalami anemia.

Menurut Windiarso (2000), bahwa effektifitas tablet besi dan multivitamin terhadap kadar hemoglobin anak sekolah dasar di Kabupaten Bantaeng Propinsi Sulawesi Selatan untuk anak sekolah dasar yang mengalami anemia dari kelas I-VI dengan pemberian Fe dan multivitamin dapat meningkatkan kadar hemoglobin terhadap anak sekolah dasar.

Upaya pembangunan yang dilaksanakan pada hakikatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai cerminan dari tujuan nasional. Seperti halnya di Negara-negara berkembang lainnya, di Indonesia kekurngan gizi merupakan masalah utama yang diketahui dapat menghambat lajunya pembangunan nasional. Sampai saat ini masih terdapat masalah kekurangan gizi terutama diderita oleh bayi, anak-anak sekolah dan wanita. tiga macam kekurangan gizi yang


(27)

dipandang sebagai masalah kesehatan umum di Indonesia adalah : defisiensi Iodium, Vitamin A dan zat besi (Wirakusumah,1998).

Salah satu indikator status gizi masyarakat adalah prevalensi anemi gizi, anemi gizi umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah akan mengakibatkan kadar hemoglobin menjadi rendah. Hallberg et all (2003) dalam Isniati (2007), kadar hemoglobin yang kurang dapat digunakan sebagai salah satu indicator anemia defesiensi besi.

2.1 Pengertian Zat Besi (Fe)

Zat besi (Fe) adalah unsur mineral yang paling penting dibutuhkan oleh tubuh karena perannya pada pembentukan hemoglobin. Senyawa ini bertindak sebagai pembawa oksigen dalam darah, dan juga berperan dalam transfer CO2 dan H positif pada rangkaian trasport elektron yang diatur oleh fosfat organik (Soeida, 2008).

Menurut Bothwell, et,al.,1979 dan Commision of European Communities

(CEC), 1993 cit Gillespie, (1998), Besi (Fe) merupakan mikronutrien yang esensial dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, mengangkut electron dalam sel, dan dalam mensintesa enzim yang mengandung besi yang dibutuhkan untuk menggunakan oksigen selama memproduksi energi selluler.

Menurut Almatsier (2004), Besi merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 2-3 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh :


(28)

sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh.

Menurut Soekirman (2000), Besi adalah salah satu zat gizi penting yang terdapat pada sel hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun sel hewan. Dalam tubuh,zat besi sebahagian besar terdapat dalam darah sebagai protein yang bernama hemoglobin (Hb) berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Zat besi mempunyai pengaruh terhadap kognisi, aktivitas mental seperti mendapatkan, menyimpan, mengeluarkan, dan memakai informasi dan pengetahuan (Rachmawati, 2007).

Menurut Dallman et al (1980) cit Gillespie, (1998) dalam Nasution 2004, keseimbangan besi ditentukan oleh simpanan besi didalam tubuh, absorsi besi dan besi yang hilang. Sedikitnya 2/3 besi di dalam tubuh merupakan besi yang bersifat fungsional, kebanyakan dalam bentuk hemoglobin. selama masa sirkulasi sel darah merah, beberapa bagian mioglobin di dalam sel otot dan sebagian ada di dalam enzim yang mengandung besi. Paling banyak sisa besi di dalam tubuh di simpan dalam bentuk cadangan besi (bentuk ferritin dan hemosiderin) yang berfungsi sebagai simpanan yang dapat digunakan bila dibutuhkan. Anak anak mempunyai simpanan besi yang rendah disebabkan karena besi digunakan untuk pertumbuhan dan volume darah.

Francin, dkk (2005) mengemukakan bentuk-bentuk konyugasi Fe adalah : 1. Hb mengandung ferro. Fungsi hemoglobin sebagai pertukaran CO2 dan O2 dari


(29)

2. Mioglobin terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung fe bentuk ferro. Fungsinya untuk proses kontraksi otot.

3. Transferin, mengandung Fe bentuk ferro. Berfungsi mentranspor Fe tersebut di dalam plasma darah dari tempat penimbunan ke jaringan sel yang diperlukan.

4. Feritin adalah simpanan Fe mengandung bentuk ferri. Kalau Fe feritin diberikan pada transfer untuk di ubah menjadi ferro yang berasal dari penyerapan usus, kemudian ditimbun.

5. Hemosiderin adalah konjugat protein dengan ferri dan merupakan bentuk simpanan zat besi.

Jumlah simpanan zat besi di dalam tubuh orang dewasa terdapat sekitar 3,5 gram dimana 70 % terdapat dalam hemoglobin, 25 % merupakan cadangan besi yang terdiri dari feritin dan hemosiderin terdapat dalam hati, limpa dan sum sum tulang (Suhardjo dkk, 2006).

2.1.1 Sumber Zat Besi

Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Sumber baik zat besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Disamping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas besi didalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologik (bioavailbility). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai


(30)

ketersediaan biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari, yang terdiri atas campuran sumber zat besi berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu absorbsi. Menu makanan di Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi, daging, ayam, ikan, kacang-kacangan, serta sayuran dan buah-buahan yang kaya akan vitamin C. Kandungan besi beberapa bahan makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1. Nilai Besi Berbagai Bahan Makanan (mg/100gram)

Bahan Makanan Nilai Fe Bahan Makanan Nilai Fe

Tempe Kacang Kedelai Murni 10,0 Biskuit 2,7

Kacang kedelai,kering 8,0 Jagung kuning,pipil lama 2,4

Kacang hijau 6,7 Roti putih 1,5

Kacang merah 5,0 Beras setengah giling 1,2

Kelapa tua,daging 2,0 Kentang 0,7

Udang segar 8,0 Daun kacang panjang 6,2

Hati Sapi 6,6 Bayam 3,9

Daging Sapi 2,8 Sawi 2,9

Telur Bebek 2,8 Daun katuk 2,7

Telur Ayam 2,7 Kangkung 2,5

Ikan segar 2,0 Daun singkong 2,0

Ayam 1,5 Pisang ambon 0,5

Gula Kepala 2,8 Keju 1,5

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, Depkes 1979.

Zat besi yang terdapat dalam tubuh orang dewasa sehari berjumlah + 4 g. Zat besi tersebut berada dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (+ 2,5 g) Myoglobin (150 mg), phorphyryn (enzim intraselular) cytocrome dan hati, limpa sumsum tulang (+200-1.500 mg). Ada dua bagian zat besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik, dan bagian yang merupakan cadangan (reserva). Hemoglobin, myoglobin,cytocrome serta enzim hem dan nonhem adalah bentuk zat


(31)

besi yang fungsional dan berjumlah antara 5-25 mg/kg berat badan. Feritin dan hemosiderin adalah bentuk zat besi reserva yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang (Wirakusumah, 1999).

Keseimbangan besi dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh tidak mengalami anemia. Artinya jumlah zat besi yang diperoleh tubuh lewat makanan. Zat besi dalam bentuk reserva berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan homeostatis tubuh. Feritin dan hemosiderin akan membantu mempertahankan pembentukan hemoglobin, bila zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi.jumlah zat besi yang harus diserap oleh tubuh untuk mempertahankan zat besi akibat eksresi cukup kecil, yaitu sebesar 1 mg (Wirakusumah,1999).

Secara garis besar metabolisme zat besi dalam tubuh terdiri dari proses penyerapan, pengangkutan dan pemanfaatan, penyimpanan, dan pengeluaran. Zat besi dari makanan di serap ke usus halus kemudian masuk kedalam plasma darah, selain itu ada sejumlah zat besi yang keluar dari tubuh melalui tinja. Didalam plasma berlangsung proses turn over, yaitu sel-sel darah yang lama di ganti dengan sel-sel yang baru. Jumlah zat besi yang mengalami turn over setiap hari berkisar hanya kira-kira 35 mg berasal dari makanan, hemoglobin, dan sel-sel darah merah yang sudah tua dan diproses oleh tubuh agar dapat di pergunakan lagi (Wirakusumah,1999).

2.1.2 Angka Kecukupan Besi yang Diajurkan

Menurut Widya karya Pangan dan Gizi tahun 1998 menetapkan angka kecukupan besi untuk Indonesia sebagai berikut :


(32)

• Bayi : 3 – 5 mg

• Balita : 8 – 9 mg

• Anak sekolah : 10 mg

• Remaja laki-laki : 14 – 17 mg

• Remaja Perempuan : 14 – 25 mg

• Dewasa laki-laki : 13 mg

• Dewasa Perempuan : 14 – 26 mg

• Ibu hamil : + 20 mg

• Ibu menyusui : + 2 mg

2.1.3 Konsumsi Besi Fe

Anemia kurang besi dan juga anemia kurang asam folat sebenarnya tidak perlu terjadi bila makanan sehari hari cukup mengandung besi dan asam folat. Namun umumnya makanan kaya besi terdapat pada protein hewani seperti hati, ikan dan daging yang harganya mahal dan belum sepenuhnya terjangkau oleh kebanyakan masyarakat Indonesia (Depkes RI,1995).

Walaupun terdapat sumber makanan nabati yang kaya besi, seperti daun singkong, kangkung dan sayuran berwarna lainnya, namun Fe dalam makanan tersebut lebih sulit penyerapannya.

Dibutuhkan porsi besar sumber nabati tersebut, untuk mencukupi kebutuhan besi dalam sehari, yang jumlah tersebut tak mungkin terpenuhi konsumsinya. Sehingga dalam kondisi kebutuhan besi tidak terpenuhi dari makanan, maka pilihan


(33)

untuk memberi Suplementasi Fe guna mencegah dan menanggulangi anemia menjadi sangat efektif dan efesien (Depkes RI,1995).

Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup mengandung zat besi atau absorbsinya rendah, maka ketersediaan zat besi dalam tubuh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan akan zat besi. Hal ini terutama dapat terjadi pada orang yang mengkonsumsi makanan yang kurang beragam, seperti menu makanan yang hanya terdiri dari nasi dan kacang kacangan. Tetapi apabila dalam menu terdapat bahan-bahan makanan yang tinggi absorbsi zat besi seperti : ayam, daging, ikan dan vitamin C, maka ketersediaan zat besi yang ada dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan zat besi dapat terpenuhi (Husaini, 1989).

Pemberian makanan saja tanpa disertai pemberian pil besi pada hasil penelitian anak sekolah di Kabupaten Bogor belum dapat meningkatkan kadar Hemoglobin (Hb) dan status beri secara bermakna. Tetapi penelitian Saidin dkk, (1999) membuktikan pemberian pil besi 1 kali seminggu terbukti dapat meningkatkan kadar Hb secara nyata (Saidin dkk, 1999).

2.1.4 Metabolisme Fe

Besi yang ada pada bahan makanan adalah besi elemen. Hanya Fe++ ini yang diabsorbsi usus halus. Untuk mengatur masuknya besi dalam tubuh maka tubuh memiliki suatu cara yang tepat guna. Besi hanya dapat masuk ke dalam mukosa apabila ia dapat bersenyawa dengan apoferritin. Jumlah apoferritin yang ada dalam


(34)

mukosa usus tergantung pada kadar besi tubuh. Bila besi dalam tubuh sudah cukup maka semua apoferritin yang ada dalam mukosa usus terikat oleh Fe menjadi Ferritin.

Dengan demikian tidak ada lagi apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi yang dapat masuk ke dalam mukosa. Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat masuk ke dalam darah bila ia berikatan dengan β-globulin yang ada dalam plasma. Gabungan Fe dengan β-globulin disebut ferritin.

Apabila semua β-globulin dalam plasma sudah terikat Fe” (menjadi feritin) maka Fe++ yang terdapat dalam mukosa usus tidak dapat masuk ke dalam plasma dan turut lepas ke dalam lumen usus sel mukosa usus lepas dan diganti dengan sel baru. Hanya Fe++ yang terdapat dalam transferrin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel eritoblas dalam sum-sum tulang hanya memiliki reseptor untuk ferritin.

Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sum-sum tulang sebagai ferritin. Besi yang terikat pada β-globulin selain berasal dari mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua masuk ke dalam jaringan limpa untuk kemudian terikat pada β-globulin (menjadi transferin) dan kemudian ikut aliran darah ke sum-sum tulang untuk digunakan eritoblas membentuk hemoglobin. Hemoglobin berfungsi sebagai pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, oleh karena itu apabila terjadi kekurangan hemoglobin mengakibatkan anemi sehingga aktivitas tubuh terutama daya berpikir akan menurun (Kuntarti, 2009).


(35)

Lambung + HCl : FexÆ Fe+++

Duodenum usus halus Fe+++ Fe++

Sel mukosa Fe+++ Apoferritin

Ferritin

Destruksi

SDM Ferritin Fe+++

Hemosideria Fe+++

Plasma Fe+++β-globulin

Transferritin

Sum-sum Tulang

Fe++ + Protoposfirrin Æ heme

Heme + Globulin Æ Hb

Hb Fe++ Makanan terutama

protein hewani


(36)

2.1.5 Proses Penyerapan dan Penyimpanan Zat Besi

Sebahagian besar transperin darah membawa besi ke sum-sum tulang dan bagian tubuh lain. Di dalam sum-sum tulang besi digunakan untuk membuat haemoglobinm yang bagian sel darah merah. Sisanya di bawa ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Kelebihan besi yang bisa mencapai 200 hingga 1500 mg. disimpan sebagai protein feritin dan hemosiderin di dalam hati (30%). sum-sum tulang belakang (30%) dan selebihnya dalam limfa dan otot. Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg sehari dapat dimobilisasi untuk keperluan tubuh seperti pembentukan hemoglobin. Feritin yang bersirkulasi didalam darah mencerminkan simpanan besi didalam tubuh. Pengukuran feritin di dalam serum merupakan indikator penting dalam menilai status besi.

Menggunakan suplemen besi dosis tinggi untuk jangka waktu panjang atau sering mendapat transpusi dapat menimbulkan penimbunan besi secara berlebihan di dalam hati (Almatsier, 2002). penyerapan zat besi ada tiga faktor utama yang mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh, yaitu ketersediaan zat besi dalam tubuh, bioavailabilitas zat besi, dan adanya faktor penghambat penyerapan zat besi. Apabila jumlah zat besi yang berada dalam tubuh menurun maka penyerapan zat besi akan meningkat. Pada laki-laki penyerapan zat besi akan meningkat setelah pertumbuhan terhenti dan akan memasuki masa dewasa. Sebaliknya pada wanita justru setelah masa manopouse cadangan zat besi dalam tubuh meningkat dan penyerapan justru menurun karena tidak mengalami mentruasi lagi (Wirakusumah,1999).


(37)

Tubuh yang kekurangan zat besi akan mengatur agar kebutuhan zat besi untuk pembentukan sel-sel darah merah tetap dapat terpenuhi. Oleh karena itu,sumsum tulang bekerja lebih aktif serta semua kegiatan pencernaan dan absorbsi berlangsung lebih efisien. Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan berasal dari hewan maupun tumbuhan. Zat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya serap antara 1-6%, lebih rendah di banding zat besi yang berasal dari hewan yang mempunyai daya serap 7-22% (Wirakusumah,1999).

Jumlah zat besi dalam tubuh terutama diatur oleh penyerapan yang bervariasi. Apabila penyerapan zat besi dalam tubuh berkurang maka penyerapan akan meningkat. Mekanisme kompensasi haemoestatic ini merupakan proteksi terhadap kemungkinan berkembangnya kurang Fe karena konsumsi makanan yang berkurang mengandung Fe. Kemungkinan kurangnya zat besi karena rendahnya zat besi dalam makanan, infestasi parasit dan mentruasi pada wanita (Suhardjo,1992).

Anemia kurang besi terjadi atas beberapa tingkatan, dimana masing-masing tingkatan berkaitan dengan ketidaknormalan indikator hematologis tertentu. Dimana banyaknya cadangan besi (Iron Stores) berkurang di bawah normal namun besi dalam sel darah merah dan jaringan masih tetap normal.

Tingkat kedua anemia kurang besi dini (Early Iron Defisiency Anemi) dimana penurunan besi cadangan terus berlangsung sampai habis atau hampir habis, tetapi besi dalam sel darah merah dan jaringan masih tetap belum berkurang.

Tingkat ketiga anemia kurang besi lanjut (Late Iron Defisiency Anemi) merupakan perkembangan lanjut dari anemia kurang besi dini, dimana besi dalam sel


(38)

darah merah sudah mengalami penurunan, namun besi dalam jaringan belum berkurang.

Tingkat keempat kurang besi jaringan (Iron tissue defisiency) terjadi setelah besi dalam jaringan berkurang. Dengan demikian pada tingkatan ini semua komponen besi dalam tubuh telah terganggu (Dallman dalam Suhardjo, 1992).

Defisiensi besi terjadi karena : (1) Konsumsi Sumber zat besi yang berasal

dari makanan yang tingkat absorbsinya rendah dan adanya penghambat /inhibitor. (2) Asupan makanan sumber zat besi kurang. (3) Meningkatnya kebutuhan zat besi

misalnya pada keadaan hamil dan pada saat pertumbuhan cepat terutama pada

anak-anak. (4) Kehilangan darah misalnya, menstrusi, adanya parasit kecacingan (Depkes RI, 1996).

Status besi tergantung keseimbangan besi dari konsumsi dan eksresinya pada waktu yang lama konsumsi zat besi dapat berasal dari makanan atau melalui fortifikasi atau suplementasi. Ketidakseimbangan Fe dipengaruhi oleh hilangnya besi melalui mukosa usus yaitu adanya menstruasi, kehamilan haemorrhoid, diare, kehilangan darah yang lain (Howston dkk,1998).

Anak yang kurang besi mengalami penurunan kemampuan intelektual, seperti kemampuan verbal, mengingat berkonsentrasi, berfikir analog dan sistimatis, serta prestasi belajar yang rendah. Dari hasil penelitian imunologi menunjukkan adanya penurunan kekebalan tubuh seperti umumnya jumlah T-lymphocyte, kelainan pada cell-mediated dan kekurangan gramilocyte myelopenox idase, yang mengakibatkan


(39)

kemampuan tubuh membunuh bakteri menjadi rendah. Hasil penelitian ini, memberikan petunjuk bahwa kualitas sumber daya manusia menjadi rendah jika dijumpai banyak penduduk yang menderita anemi kurang besi (Husaini,1989).

Di negara berkembang dengan adanya sumber daya yang terbatas sebagai ukuran anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hemotocrit (Gillespie,1998). Batas ambang tingkat hemoglobin dan hemotokrit sebagai berikut :

Tabel 2.2. Batas Ambang Kadar Hemoglobin dan Hemotokrit

Kelompok umur/status physiologis Hemoglobin (g/ dl ) Haemotocrit (%)

6 Bulan - 5 tahun 11,0 33,0

6 Tahun - 12 tahun 12,0 34,0

12 Tahun - 13 tahun 12,0 36,0

Laki-laki 13,0 39,0

Perempuan

- Tidak hamil 12,0 36,0

- hamil 11,0 33,0

Sumber : WHO / UNICEF / UNU

2.1.6 Akibat Kekurangan Zat Besi

Defisiensi Zat besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terdapat, baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Defisiensi besi terutama menyerang golongan rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah, secara klasik defisiensi besi dikaitkan dengan anemia gizi besi. Namun sejak 25 tahun terakhir banyak bukti menunjukkan bahwa defisiensi


(40)

besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia, yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja.

Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau gangguan absorbsi besi. Di samping itu kekurangan besi dapat terjadi karena perdarahan akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit-penyakit yang mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal.

Kekurangan gizi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Disamping itu kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak-anak kekurangan zat besi menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar (Almatsier, 2002).

2.1.7 Akibat Kelebihan Zat Besi

Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah rasa nek, muntah, diare, denyut jantung meningkat, sakit kepala, menggigau, dan pingsan (Almatsier, 2002).

Adapun penilaian status gizi secara langsung yang lain adalah pemeriksaan biokimia, yang memberikan hasil yang tepat dan obyektif. Berdasarkan pendapat Supariasa dkk (2002) dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah pengukuran kadar berbagai zat gizi dan subtansi kimia yang lain dalam darah dan urine, misalnya pemeriksaan hemoglobin dalam darah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dalam jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai


(41)

indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hasil pengukuran kadar hemoglobin tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan. Hemoglobin secara luas digunakan sebagai parameter untuk menetapkan prevalensi anemia.

Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin atau hematokrit nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (haemolisis) atau kehilangan darah yang berlebihan. Defisiensi Fe berperan besar dalam kejadian anemia. Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorsi tidak memadai untuk kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya intake Fe, penurunan bioavailabilitas Fe dalam tubuh, peningkatan kebutuhan Fe karena perubahan fisiologi seperti kehamilan dan proses pertumbuhan (FKM UI, 2007).

2.2 Konsumsi Makanan

Manusia membutuhkan makanan untuk memenuhi zat gizi dalam tubuh. Kebutuhan zat gizi seseorang berbeda-beda menurut umur, jenis kelamin. agar kebutuhan gizi dapat terpenuhi, maka harus mengkonsumsi makanan setiap hari sesuai dengan anjuran gizi. makanan yang dikonsumsi seseorang dapat diketahui jumlah dan kandungan gizinya dengan cara melakukan penilaian konsumsi makanan atau survei diet.

Menurut Supariasa dkk (2002) menyatakan bahwa survei konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi seseorang atau kelompok. survei konsumsi makanan bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap


(42)

konsumsi makanan tersebut. Hasil survei konsumsi makanan tidak dapat menemukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung. Namun dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi pada seseorang.

Metoda recall makanan merupakan tehnik yang paling sering digunakan baik secara klinis maupun penelitian. Metoda ini mengharuskan pelaku mengingat semua makanan dan jumlahnya sebaik mungkin dalam waktu tertentu ketika tanya jawab berlangsung. Pengingatan sering dilakukan untuk 1-3 hari.

Menurut Gibson (1999) bahwa informasi yang berkenaan dengan aturan makan pada suatu periode tertentu dapat diperoleh dengan menanyakan individu untuk mengingat kembali banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi pada suatu hari sebelumnya (24 jam yang lalu). Masa ini dipertimbangkan untuk dapat memberikan daya ingat serta informasi yang dapat dipercaya. Adapun bila masa mengingat lebih panjang, maka daya ingat menjadi lebih terbatas. Metoda recall 24 jam merupakan metoda yang secara luas digunakan untuk memperoleh informasi terhadap makanan pada individu. Metoda ini sering digunakan pada survei nasional karena memiliki tingkat tanggapan yang tinggi dan dapat memberikan informasi secara terinci untuk mewakili kelompok populasi yang berbeda.

Menurut Soekirman (2000), bahwa kebutuhan akan zat gizi tidak sama bagi semua orang, tetapi tergantung pada banyak hal antara lain umur, jenis kelamin dan pekerjaan. Keseimbangan jumlah dan jenis zat gizi yang dibutuhkan sebagai kelompok orang ditetapkan dalam suatu daftar yang dikenal sebagai suatu daftar kecukupan gizi yang dianjurkan (DKG) yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan


(43)

Recommended Dietary Allowance (RDA). Di Indonesia DKG ditetapkan setiap lima tahun sekali oleh sekelompok pakar dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi.

Data intake energi, protein dan Fe dilakukan dengan metode recall 24 jam selama 3x awal, pertengahan dan akhir penelitian yaitu hari Senin, Kamis dan sabtu, hari recall dilakukan secara berselang tanpa diketahui oleh responden untuk mencegah adanya perubahan pola makan.

2.3 Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin lebih rendah dari normal, anemia juga berarti suatu kondisi ketika terdapat defisiensi ukuran/jumlah eritrosit atau kandungan hemoglobin. Zat gizi yang paling berperan dalam proses terjadinya anemia gizi adalah besi. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia gizi di bandingkan dengan zat gizi yang lain. Itulah sebabnya anemia gizi sering diidentikkan dengan anemia gizi besi (Wirakusumah, 1999).

Pada dasarnya pengertian anemia dapat dibedakan menjadi : (1) Anemia besi; karena zat gizi besi (Fe) merupakan inti melekul hemoglobin yang merupakan unsur utama dalam sel darah merah, maka kekurangan pasokan zat gizi besi menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin, (2) Anemia vitamin E : mengakibatkan integritas dinding sel darah merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga sangat sensitif terhadap hemolisis (pecahnya sel darah merah), (3) Anemia asam folat : disebut juga anemia megaloblastik atau makrositik; dalam hal ini keadaan sel darah merah penderita tidak normal, (4) Anemia vitamin B12 : disebut juga Pernicious, keadaan


(44)

dan gejalanya mirip dengan anemia gizi asam folat. Namun anemia jenis ini disertai dengan gangguan pada sistem alat pencernaan bagian dalam, (5). Anemia vitamin B6 Anemia ini di sebut juga siderodlastik. Keadaannya mirip dengan anemia gizi besi, namun bila darahnya dites secara laboratoris, serum besinya normal (Harli, 1999).

Kurang besi (Iron Defisiency) sering disamakan dengan anemia gizi besi. Keduanya berbeda tapi sering ditemukan bersamaan. Seseorang dapat menderita kurang gizi besi saja, tetapi dapat juga terjadi sekaligus kurang gizi besi dan anemia gizi besi. Seseorang dikatakan kurang gizi besi saja (tidak disertai anemia gizi besi) apabila cadangan besi dalam hatinya menurun tetapi belum ada tahap parah dan jumlah hemoglobinnya masih normal. Apabila seseorang menderita kurang besi dan juga anemia gizi besi orang ini sudah menderita anemia. Tahap ini terjadi apabila tingkat penurunan cadangan besi dalam hati sangat parah sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Tahap terakhir seseorang dalam keadaan anemia gizi besi apabila tubuh tidak lagi mempunyai cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam pembentukan sel darah yang baru (Soekirman,1999).

2.3.1 Penyebab Anemia

Ada tiga penyebab terjadinya anemi gizi besi yaitu :

1. Produksi sel-sel darah merah yang tidak mencukupi, disebabkan oleh kebutuhan akan zat gizi yang tidak terpenuhi sehingga sel-sel darah merah yang hilang lebih banyak dari sel-sel darah merah yang dibentuk.

2. Jumlah darah yang keluar dari tubuh dalam jumlah yang besar akan menimbulkan anemia yang berat. Salah satunya dapat disebabkan karena infeksi dan investasi


(45)

cacing tambang. Zat besi yang keluar lebih banyak dari zat besi yang masuk, sehingga berat ringannya anemia tergantung dari jumlah cacing tambang yang ada dalam tubuh seseorang dan keadaan gizinya.

3. Kerusakan sel darah yang terjadi dalam tubuh akibat dari penyakit malaria dan thalasemia.

Untuk mengetahui anemia tidaknya seseorang harus dilakukan pengukuran hemoglobin darah kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar baku dari WHO (E.M De Mayer, 1987).

2.4 Program Penanggulangan Anemia

Strategi penanggulangan anemi defisiensi besi pada anak sekolah sebagai berikut: (1) Komunikasi informasi edukasi (KIE) yang dilakukan secara kelompok di sekolah maupun secara massal melalui radio,TV.majalah remaja (2) operasional suplementasi pada anak sekolah usia 6-12 tahun mendapat suplemen 60 mg unsur besi dan 0,125 mg asam folat dosis (1 tablet) 1 kali seminggu selama 3 bulan, pada anak dengan kadar Hb<12gr% pemberian menjadi 1x 60 mg unsur besi dan 0,125 mg asm folat (1x1 tablet)1 kali seminggu selama 3 bulan. Untuk daerah endemis cacing disertai dengan pemberian obat cacing secara berkala.Daerah endemis malaria pemberian disertai dengan anti malaria bagi individu yang di curigai menderita malaria (3) Gerakan penanggulangan anemia dimasukkan dalam kegiatan UKS dan lain-lain (Depkes RI,1996).

Suplementasi besi merupakan salah satu upaya penting dalam pencegahan dan penanggulangan anemia. Anemia terbanyak di indonesia adalah “Anemia gizi besi”.


(46)

Selain itu suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya padat dan dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan asam folat, cara ini efisien, karena tablet besi harganya murah dan dapat terjangkau oleh masyarakat luas serta mudah didapat (Depkes RI,1995).

Strategi perbaikan status besi pada anak sekolah pada jangka pendek dengan suplementasi tablet besi, penanggulangan parasit dan malaria, pemberian obat cacing secara periodik dan pemberian vitamin dan mineral pada program makanan tambahan. Jangka menengah dengan perbaikan hygiene dan sanitasi. Fortifikasi besi dan pada jangka panjang yaitu perbaikan hygiene dan sanitasi, penganekaragaman makanan dan konsumsi makanan (Howston dkk, 1998).

2.5Prestasi Belajar

2.5.1. Pengertian Prestasi belajar

Prestasi adalah kemampuan aktual yang dapat diukur langsung dengan alat ukur yaitu tes prestasi, sehingga prestasi dapat dikatakan sebagai hasil konkrit yang dapat dicapai pada suatu saat, hasil tes dapat dilihat dengan nyata dan dapat dicapai oleh individu pada saat tertentu (Winkel, 1983).

Menurut Purwodarminto (1990) didalam kamus bahasa indonesia mendefenisikan prestasi belajar sebagai hasil yang telah dicapai setelah melakukan kegiatan atau pekerjaan. Maka untuk memperoleh prestasi belajar seseorang anak harus berusaha mencapai terlebih dahulu dengan usaha belajar, karena prestasi belajar yang baik hanya dicapai jika ada usaha belajar yang baik pula. Prestasi belajar siswa


(47)

biasanya dituangkan dalam bentuk skor atau angka dalam bentuk rapor yang diberikan setiap akhir semester atau triwulan sebagai bentuk pengungkapan kemampuan yang telah dimiliki oleh seseorang murid.

2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Suryabrata (2002) faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah: a. Faktor dari individu meliputi kondisi psikologis yang mencakup minat,

kecerdasan dan motivasi serta kondisi fisiologis seperti kesehatan, pendengaran dan penglihatan.

b. Faktor lingkungan yang mencakup lingkungan alami seperti suhu, kelembaban udara dan sosial.

c. Bahan dan hal dipelajari meliputi : belajar, bahasa, rangkaian huruf, dan bahan belajar.

Sumantri (1982) yang mengutip pendapat Watson bahwa stimulus atau dorongan merupakan salah satu syarat agar proses belajar dapat berjalan dengan baik. Konsekuensinya ialah perlu disediakan fasilitas yang memadai dan kesehatan anak. Ini dapat mempengaruhi secara langsung konsentrasi dan prestasi anak dengan mengkonsumsi cukup zat besi dalam usaha memperbaiki anemi kekurangan besi pada kelompok anak yang mengalami anemia dapat meningkatkan prestasi belajar.

Tingkat kesehatan dan status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan belajar anak dalam masa pendidikan. Anak yang kurang sehat dan kurang gizi sulit diharapkan memperoleh prestasi yang memadai, karena


(48)

seringnya absen dan daya serap yang rendah terhadap materi pengajaran. Oleh karena itu disamping peningkatan metoda belajar-mengajar di sekolah, tingkat kesehatan dan status gizi murid perlu ditingkatkan untuk keberhasilan proses belajar mengajar (Zulhaida dan Jumirah, 2000).

Menurut Dalyono (1996), faktor yang mempengaruhi prestasi belajar internal (dari individu) maupun eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya). Selanjutnya faktor keluarga yang dimaksud adalah tinggi rendahnya pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua, jumlah anggota keluarga, perhatian dan bimbingan orang tua dan lain-lain. Jadi faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ada dua hal yaitu faktor didalam dan di luar individu yang saling berinteraksi yang menghasilkan prestasi belajar faktor-faktor internal antara lain :

a. Faktor Kesehatan

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagiannya/bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan dimana seseorang bebas dari penyakit baik jasmani maupun rohani. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Jika kondisi badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan gangguan/kelainan kelainan fungsi alat indera serta tubuh lainnya, maka proses belajar seseorang akan terganggu, selain itu dia juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk.

Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan


(49)

tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi atau ibadah (Slameto, 1995).

b. Absensi Sekolah

Ketidak hadiran anak di sekolah karena alasan seperti sakit, malas, takut, bekerja dan lain-lain, ketidak hadiran yang tidak di laporkan akan tercatat sebagai absensi anak sekolah. Jadi ketidak hadiran salah satu gambaran minat anak untuk turun sekolah selain adanya sakit.

c. Bakat

Bakat merupakan suatu kemampuan untuk belajar, kemampuan itu akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar dan berlatih. Orang yang berbakat mengetik, misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar dibandingkan dengan orang lain yang kurang/tidak berbakat dibidang itu.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil pelajarannya akan lebih baik karena ia senang bekerja dan pastilah ia giat lagi dalam belajarnya itu.

Adapun faktor eksternal antara lain meliputi : a. Metode Belajar

Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Menurut Karo dalam mengajar adalah menyajikan bahan pelajaran dari orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dan mengembangkannya. Di dalam lembaga pendidikan orang lain yang disebutkan di atas adalah disebut dengan murid-murid yang di dalam proses belajar agar dapat


(50)

menerima, menguasai dan lebih-lebih mengembangkan bahan pelajaran itu (Slameto, 1995).

Lebih lanjut dikatakan metode mengajar yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang kurang baik pula. Metode belajar yang kurang baik itu dapat terjadi karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru menyajikannya kurang jelas atau sikap guru terhadap murid atau terhadap mata pelajarannya itu sendiri tidak baik, sehingga murid kurang senang terhadap pelajarannya atau gurunya, akibatnya murid malas untuk belajar.

b. Kurikulum

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada murid. Kegiatan ini sebagian besar adalah menyajikan pelajaran agar murid menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Menjelaskan bahan pelajaran itu mempengaruhi belajar murid. Kurikulum yang kurang baik dan berpengaruh tidak baik terhadap murid.

c. Pendidikan orang tua

Pendidikan adalah hal terpenting dalm kehidupan setiap orang untuk meningkatkan pengetahuan dan pendapat pekerjaan yang sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan. Lebih lanjut dalyono mengatakan, pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar.

Menurut Arneli, dkk (1996) pendidikan orang tua sangat mempengaruhi pola asuh, anak yang mendapat pola asuh yang baik, tingkat intelegensia dan prstasi belajar lebih baik dari anak yang mendapat pola asuh jelek. Menurut Soekirman dan


(51)

Jalal (1990) bahwa pendidikan dan pekerjaan orang tua sangat berpengaruh terhadap pertumbuhn anak termasuk prestasi belajar. Penelitian anak-anak superior banyak ditemukan pada keluarga yang orang tuanya bekerja sebagai dosen pada perguruan tinggi, Wimbarti dalam Dhini (2003).

d. Pekerjaan Orang Tua

Menurut Soekirman dan Jalal (1990) pendidikan dan pekerjaan orang tua sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak termasuk didalamnya prestasi belajar. Adanya hubungan yang kaut antara kemkmuran keluarga dengan keadaan gizi dan pertumbuhan.

Pekerjaan orang tua sangat mempengaruhi pendapatan. Keluarga yang pendapatannya terbatas kurang mampu memenuhi kebutuhan makanan yang diperlukan oleh tubuh, setidak-tidaknya penganekaragaman makanan kurang bisa dipenuhi karena dengan uang yang terbatas tidak akan banyak pilihan dalam mengkonsumsi makanan. Akibat dari itu akan mengakibatkan anak kurang gizi, sehingga akan mengganggu prestasi belajar.

e. Pembimbing Belajar

Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anaknya, dimana komunikasi yang baik akan mendorong anak agar mempunyai motivasi belajar yang baik. Dengan bimbingan, perhatian dan dukungan yang baik akan mendorong anak untuk berprestasi lebih baik.

Menurut Ahmadi, dkk (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari


(52)

dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal), yang tergolong internal adalah :

1. Faktor jasmaniah (fisiologis), misalnya : penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya.

2. Faktor psikologis yang meliputi :

a. Faktor intelektif : faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat, serta faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimilikinya.

b. Faktor nonintelektif yaitu unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.

3. Faktor kematangan fisik maupun psikis, yang tergolong faktor eksternal yaitu : 1. Faktor Sosial : Lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok. 2. Faktor budaya yang terdiri : adat istiadat, ilmu pengetahuan, tehnologi dan

kesenian.

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :

a. Faktor stimuli belajar : Panjangnya bahan pelajaran, kesulitan dan pelajaran, beratnya bahan pelajaran, berat ringannya tugas dan suasana lingkungan eksternal.

b. Faktor metode belajar : Kegiatan berlatih atau praktik. Overlearning dan drill, resitsi selama belajar, pengenalan tentang hasil-hasil belajar, bimbingan dalam belajar, dan kondisi-kondisi insentif.


(53)

c. Faktor individual : sangat besar pengaruhnya terhadap seseorang yang menyangkut hal-hal tersebut adalah :

1. Kematangan : dicapai dari proses pertumbuhan fisiologis, serta perkembangan fungsi otak dan sistim saraf.

2. Faktor usia kronologis.

3. Faktor perbedaan jenis kelamin. 4. Pengalaman sebelumnya

5. Kapasitas mental.

6. Kondisi kesehatan jasmaniah dan rohaniah.

2.6. Hubungan Zat Besi Terhadap Tingkat Prestasi Anak Sekolah

Kecerdasan, selain ditunjang faktor genetik, juga ditunjang oleh faktor nutrisi, salah satunya adalah zat besi. Hal ini dikarenakan sel saraf diatur oleh zat kimia yang disebut neurotransmitter dan kekurangan zat besi bisa menghambat produksinya.

Zat besi turut berperan dalam pembentukan neurotransmitter dopamine. anak yang kekurangan dopamine akan memperlihatkan prilaku hiperaktif, sulit konsentrasi dan menurunkan kecerdasan, sehingga akan menurunkan prestasi belajar (Anynomous, 2007).

2.7. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah berdasarkan Almatsier (2004), bahwa zat besi (Fe) mempunyai pengaruh terhadap kemampuan


(54)

belajar. Kemampuan belajar yang diharapkan adanya prestasi belajar pada anak sekolah terhadap materi pelajaran yang diperoleh. Zat besi mempunyai peran untuk membentuk neurotransmitter dopamine, neurotransmitter adalah zat kimia pada syaraf yang berfungsi mengatur sel syaraf untuk menghantar stimulus.

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang digunakan, maka penelitian menyusun kerangka konsep penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : prestasi belajar dan kadar hb terlebih dahulu di intervensi sebelum dilakukan suplementasi, kemudian pemberian suplementasi Fe. Setelah diberikan diintervensi kembali prestasi belajar dan kadar Hb setelah pemberian Fe, seperti tertera pada gambar dibawah ini :

Kadar Hb sebelum suplementasi

Prestasi belajar Prestasi belajar

Suplementasi Fe

Kadar Hb sesudah suplementasi


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah quasi experimental atau eksperimen semu dengan rancangan non randomized control group pre test-post test (Sugiono, 2007) dengan kerangka rancangan satu kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol. Rancangan penelitiannya seperti pada gambar berikut ini :

01 x 02 03 04

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian

Keterangan :

01 : Perlakuan awal kelompok objek penelitian 02 : Perlakuan akhir kelompok objek penelitian

03 : Perlakuan awal kelompok kontrol objek penelitian 04 : Perlakuan akhir kelompok kontrol objek penelitian X : Perlakuan

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Desa Dayah Bubue dan MIN Cempala Kuneng Desa Mee Lampoih Saka Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pemilihan lokasi ini karena SD dan MIN tersebut di dua


(56)

desa dalam satu kecamatan, sehingga kedua sekolah tersebut kemungkinan mempunyai karakteristik yang sama (murid SD dan MIN) dan pekerjaan orang tua yang relatif sama.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2008 sampai dengan November 2009. Dimulai dari dilakukannya survei awal hingga penelitian ini selesai.

3.3 Populasi dan sampel 3.3.1 Populasi

Penentuan populasi dilakukan secara purposife. Populasi penelitian dilakukan berdasarkan kriteria : 1) berlokasi satu kecamatan, 2) mempunyai angka anemis yang tinggi, 3) karakteristik yang sama pada populasi dan 4) memudahkan pelaksanaan pemberian tablet besi. Hasil penentuan populasi didapat bahwa anak SD Negeri 1 Dayah Bubue sebagai kelompok kontrol dan MIN Cempala Kuneng Kecamatan Peukan Baro sebagai kelompok perlakuan. Dari dua sekolah tersebut dilakukan penginklusian dan pengeklusian terhadap populasi yang akan dijadikan sampel penelitian.

Semua anak sebelum dilakukan skrining sesuai dengan kriteria inklusi berikut : 1. Anak sekolah kelas lima dan kelas enam

Pada penelitian ini tidak ditemukan anak yang telah menstrurasi sehingga kriteria tersebut diabaikan.

2. Anak aktif sekolah

3. Belum pernah mendapatkan suplementasi tablet besi selama tiga bulan terakhir. 4. Bersedia diteliti dengan mengisi informed consent.


(57)

Sedangkan kriteria eksklusi adalah sebagai berikut : 1. Anak yang baru pindah dari sekolah lain

2. Menderita sakit Kronis (seperti TBC, epilepsi dan lain lain) yang ditentukan oleh dokter Puskesmas.

Berdasarkan data yang diperoleh di kedua sekolah tersebut didapatkan populasi sebesar 115 murid.

3.3.2 Sampel

Besar sampel untuk masing-masing kelompok dihitung berdasarkan rumus Lemeshow dkk dalam Bisma Murti (2006). Dengan rumus sebagai berikut :

) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 − − − + − = n n S n S n Sp Keterangan :

Sp : Varian gabungan

n1 : Ukuran sampel awal SDN 1 = 32 murid

n2 : Ukuran sampel awal MIN = 83 murid

S1 : Varian Fe SDN 1 = 2,5 mg

S2 : Varian Fe MIN = 2,2 mg

113 ) 2 , 2 ( ) 1 83 ( ) 5 , 2 ( ) 1 32

( 2 2

2= − + −

Sp = 113 88 , 396 75 , 193 + = 113 63 , 590 = 5,23 = 6


(58)

Kemudian untuk mencari sampel penelitian :

n = 2

2 2

2 /

1 [2 ]

d Z α τ

Keterangan :

n = sampel penelitian

Z1 -α/2 = nilai z pada derajat kemaknaan yang dikehendaki 95% (0,05%) τ = Varian gabungan

d = μ1 - μ2 = 2,95 mg

μ1 = rata-rata Fe studi awal n1 (SDN 1) = 7,01 mg μ2 = rata-rata Fe studi awal n2 (MIN) = 4,06 mg

n = 2

2 2 ) 95 , 2 ( ) ) 6 ( 2 ( ) 96 , 1 ( = 7025 , 8 ) 72 ( ) 9 , 3 ( = 7025 , 8 8 , 280

= 32,26 Æ dibulatkan menjadi 32 orang

Maka besar sampel pada tiap-tiap kelompok perlakuan dan kelompok kontrol masing-masing menjadi 32 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

1. Sebelum dilakukan pengumpulan data dilakukan pengurusan izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie, kemudian disampaikan kepada kepala Puskesmas dan kepela sekolah sekolah Dasar tempat lokasi penelitian. Kemudian dilakukan penentuan sampel penelitian diawali dengan pendataan jumlah murid kelas 5 dan kelas 6 yang menjadi populasi penelitian.


(59)

2 . Pengumpulan data dilakukan dengan bantuan staf Puskesmas, dimana terlebih dahulu diberikan pengarahan oleh peneliti tentang cara pemberian Fe, cara melakukan recall dan menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan. Pelaksanaan pengambilan darah bertempat di SD masing-masing pada hari yang sama pada waktu pagi hari saat jam pelajaran/jam 10.00 Wib. Pemeriksaan darah dilakukan sebanyak dua kali yaitu pertama sebelum pemberian Fe (awal penelitian) dan kedua akhir penelitian.

Data intake energi, protein dan Fe dilakukan dengan metode Recall 24 jam selama tiga kali, awal, pertengahan dan akhir penelitian yaitu hari senin, kamis dan hari Sabtu. Recall dilakukan secara berselang tanpa diketahui oleh responden untuk mencegah adanya perubahan pola makan.

Pemberian Fe dalam bentuk tablet 10 mg dilakukan oleh guru setiap hari pada jam yang sama dan dibawah pengamatan langsung oleh peneliti untuk kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol tidak diberikan Fe, tetapi dilakukan pengamatan pola makan yang dikonsumsi dan dilakukan recall food intake 3 kali selama penelitian berlangsung.

3. Data intake zat gizi digunakan software nutrient survey.

4. Untuk mengetahui pengaruh Suplementasi Fe terhadap peningkatan hemoglobin menggunakan uji t-test independent SPSS.

5. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan hemoglobin (Hb) terhadap prestasi belajar menggunakan uji t-test program SPSS.

6. Prestasi belajar dilihat dengan membandingkan nilai sebelum dan sesudah intervensi Fe berdasarkan daftar nilai yang dihasilkan dari ujian prasemester yang dilaksanakan oleh guru kelas masing-masing.


(60)

7. Karakteristik responden penelitian dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden.

Pada proses pengumpulan data setiap tenaga pengumpul data harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menjelaskan tujuan pelaksanaan penelitian dan kegiatan apa saja yang dilakukan.

2. Meminta kesediaan responden untuk memberikan informasi yang jelas terhadap anak.

3. Mengedit dan mengoreksi kembali informasi yang kurang jelas untuk mengendalikan kualitas data yang dikumpulkan.

4. Pemberian suplementasi Fe dengan dosis 10 mg melalui oral di depan peneliti dan guru kelas dalam bentuk kapsul.

5. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada responden.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel bebas adalah suplementasi Fe

2. Variabel antara adalah kadar hemoglobin dalam darah 3. Variabel terikat adalah prestasi belajar

3.5.1. Definisi Operasional

1. Suplementasi Fe adalah pemberian tablet Fe kepada anak sekolah dengan dosis 10 mg per hari selama tiga bulan kepada kelompok perlakuan.


(61)

2. Kadar hemoglobin adalah keadaan hemoglobin dalam darah sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan terhadap sampel penelitian dengan menggunakan alat Haemoque test.

3. Prestasi belajar adalah peningkatan nilai yang dicapai setelah dilakukan intervensi Fe terhadap anak sekolah setelah mengikuti ulangan prasemester dibandingkan dengan nilai yang diperoleh sebelumnya.

3.6 Metode Pengukuran

1. Daftar nilai untuk mengukur prestasi belajar. Dengan katagori : (Depdikbud, 2005)

- Sangat baik : 80 - 100 - Baik : 60 - 79 - Kurang : 50 - 59

2. Kadar hemoglobin diukur dengan menggunakan Haemoque test, dengan katagori (Azwar, 2002) :

- Normal : ≥ 12 gr/dl - Tidak normal : < 12 gr/dl

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji independent sampel t- test yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dari dua sampel yang


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Pidie

Kabupaten Pidie merupakan salah satu kabupaten dalam provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang mempunyai luas wilayah 41.605.5 Km . Daerah kabupaten Pidie meliputi dataran rendah, pesisir, dan dataran tinggi. Secara geografis Kabupaten Pidie terletak pada 4,30 - 4,600 LU dan 95,75 - 96,20 BT. Kabupaten Pidie mempunyai 23 kecamatan, 127 pemukiman, 948 desa, 6 desa swakarsa, 210 desa swadaya dan 732 desa swasembada. Jumlah desa tertinggal meliputi 50 % dari jumlah seluruh desa.

2

0 0 0

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie tahun 2008, jumlah penduduk Kabupaten Pidie sebanyak 511.245 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 247.440 dan perempuan 263.805 perempuan. Sementara jumlah sekolah dasar 385 buah dan jumlah guru SD sebanyak 2.872 orang (Bappeda Pidie, 2001).

Sebagian besar (87,9%) penduduk hidup disektor pertanian dengan luas lahan 36.584 Ha. Dari luas tersebut 68% meliputi areal persawahan, 17.3% petani tambak dan nelayan, serta 14,7% perkebunan rakyat yang terdapat di daerah Tangse dan Gempang. Sebagian kecil penduduk hidup dari berdagang, PNS pensiunan dan TNI Polri yaitu sekitar 3.8% (BPS Pidie 2008).

Kecamatan Peukan Baro merupakan salah satu kecamatan dalam Kabupaten Pidie yang terbagi dalam 48 desa dan dibagi dalam 4 mukim dengan jumlah


(63)

penduduk 20.535 orang. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari umumnya bekerja sebagai petani palawija seperti padi dan kacang-kacangan karena sebagian besar wilayah Peukan Baro adalah persawahan.

Sarana pelayanan kesehatan terdiri dari 1 Puskesmas induk dan 5 Puskesmas pembantu serta dibantu oleh 27 bidan desa. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dilayani oleh 1 orang dokter, 13 perawat, dan 8 orang non medis.

Kecamatan Peukan Baro terdapat Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah sebanyak 17 buah yang tersebar dalam 48 desa dengan jumlah murid sebanyak 3.085 orang dan jumlah guru sebanyak 131 orang. Dalam penelitian ini SD yang dijadikan subjek adalah SD Negeri No 1 Dayah Bubue dan MIN Cempala Kuneng

4.1.1. Gambaran Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie pada 2 sekolah, yaitu Sekolah Dasar Negeri No 1 Dayah Bubue dan MIN dari 17 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidayah yang ada di kecamatan Peukan Baro yaitu SD Negeri No 1 Dayah Bubue Peukan Baro dan MIN Cempala Kuneng. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anak murid kelas V dan VI dan jumlah murid dapat dilihat dalam Tabel 4.1. berikut ini :

Tabel 4.1. Nama Sekolah dan Jumlah Murid Lokasi Penelitian

Kelas No

Nama Sekolah V VI Total

1 SD Negeri No. 1 Dayah Bubue 16 16 32

2 MIN Cempala Kuneng 16 16 32


(1)

Case Processing Summary

32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

skor protein sebelum dilakukan intervensi pada kelompok kontrol

skor protein setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol

skor protein akhir setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total


(2)

Descriptives 53.781 .9373 51.870 55.693 53.757 53.500 28.112 5.3021 46 62 16.0 9.0 .065 .414 -1.412 .809 53.969 .9130 52.107 55.831 53.986 53.500 26.676 5.1649 46 62 16.0 11.0 .004 .414 -1.599 .809 53.656 .8586 51.905 55.407 53.597 53.500 23.588 4.8567 46 62 16.0 9.0 .117 .414 -1.328 .809 Mean Lower Bound Upper Bound 95% Confidence

Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Mean Lower Bound Upper Bound 95% Confidence

Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Mean Lower Bound Upper Bound 95% Confidence

Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis skor protein sebelum

dilakukan intervensi pada kelompok kontrol

skor protein setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol

skor protein akhir setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol


(3)

Case Processing Summary

32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

skor fe sebelum dilakukan suplementasi fe pada kelompok perlakuan

skor fe setelah dilakukan suplementasi fe pada kelompok perlakuan skor fe akhir setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total


(4)

Descriptives 4.963 .1171 4.724 5.201 4.929 4.850 .439 .6622 4 7 3.2 .8 .843 .414 1.171 .809 4.934 .1120 4.706 5.163 4.898 4.850 .402 .6338 4 7 3.2 .8 .949 .414 1.944 .809 4.934 .1144 4.701 5.168 4.918 4.850 .418 .6469 4 7 3.2 .9 .402 .414 .820 .809 Mean Lower Bound Upper Bound 95% Confidence

Interval for Mean

5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Mean Lower Bound Upper Bound 95% Confidence

Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Mean Lower Bound Upper Bound 95% Confidence

Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis skor fe sebelum

dilakukan suplementasi fe pada kelompok perlakuan

skor fe setelah dilakukan suplementasi fe pada kelompok perlakuan

skor fe akhir setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol


(5)

Descriptives 4.963 .1171 4.724 5.201 4.929 4.850 .439 .6622 4 7 3.2 .8 .843 .414 1.171 .809 4.934 .1120 4.706 5.163 4.898 4.850 .402 .6338 4 7 3.2 .8 .949 .414 1.944 .809 4.934 .1144 4.701 5.168 4.918 4.850 .418 .6469 4 7 3.2 .9 .402 .414 .820 .809 Mean Lower Bound Upper Bound 95% Confidence

Interval for Mean

5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Mean Lower Bound Upper Bound 95% Confidence

Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Mean Lower Bound Upper Bound 95% Confidence

Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis skor fe sebelum

dilakukan suplementasi fe pada kelompok perlakuan

skor fe setelah dilakukan suplementasi fe pada kelompok perlakuan

skor fe akhir setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol


(6)

Explore group perlakuan dan control

kategori group Statistic Std. Error

1 Mean 3.497 .4465

Lower Bound 2.585

95% Confidence

Interval for Mean Upper Bound 4.409

5% Trimmed Mean 3.075

Median 3.000

Variance 6.180

Std. Deviation 2.4860

Minimum 2

Maximum 14

Range 12.0

Interquartile Range 1.9

Skewness 3.241 .421

Kurtosis 11.628 .821

group min Mean 3.561 .2353

Lower Bound 3.093

95% Confidence

Interval for Mean Upper Bound

4.029

5% Trimmed Mean 3.226

Median 3.000

Variance 4.595

Std. Deviation 2.1435

Minimum 2

Maximum 14

Range 12.0

Interquartile Range 2.0

Skewness 2.759 .264

nilai skor fe

Kurtosis 8.917 .523

a There are no valid cases for nilai skor fe when kategori group = .000. Statistics cannot be computed for this level.