mendapatkan warisan, jika dalam suatu keluarga itu terdapat anak laki-laki dan apabila suaminya meninggal dunia maka secara otomatis ia menjadi isteri
dari saudara laki-lakinya, kecuali jika saudara laki-lakinya itu membebaskannya atau tidak menikahinya.
15
Sementara itu, lain halnya lagi dengan kondisi wanita yang terjadi pada masyarakat Arab Pra-Islam. Bayi perempuan yang dilahirkan dianggap
sebagai bentuk kesedihan, malapetaka dan keburukan sehingga mereka wajib dibunuh bahkan mereka saling mewariskan wanita laksana harta dan barang
dagangan.
16
Semua ilustrasi di atas merupakan contoh yang menggambarkan bagaimana kondisi wanita di wilayah-wilayah yang tidak di atur oleh hukum
Islam dan sebelum Islam datang dimana mereka tidak mempunyai kebebasan untuk menjalani kehidupannya sebagai seorang manusia.
2. Kedudukan Perempuan Dalam Islam
Pada saat kaum wanita berada dalam penderitaan, cahaya Islam datang bagaikan fajar yang bersinar terang untuk membebaskan hak-hak wanita dari
penindasan kaum laki-laki. Islam mengangkat derajat seorang wanita dan memberinya kebebasan, kehormatan serta kepribadian yang independen. Islam
juga mengajarkan prinsip kesetaraan antara hak dan kewajiban terhadap laki- laki dan perempuan.
17
Hal ini diperkuat dengan firman Allah dalam surat an- Nisaa ayat 32:
☺
☺
⌧ ☺
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. karena bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada
apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita pun ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada
15
Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Fiqh Wanita h. 8.
16
Fada Abdur Razak al-Qashir, Wanita Muslimah, h. 23-25.
17
Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Fiqh Wanita, h. 11.
Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
QS. An-Nisaa [4]: 32. Penghargaan tertinggi Islam terhadap kaum wanita adalah karena
untuk pertama kalinya Islam mengangkat derajat wanita dari kutukan “Kesalahan Abadi” setelah dianggap telah menjerumuskan Adam as. untuk
memakan buah terlarang.
18
Namun, secara perlahan tetapi pasti kehadiran Islam mengubah pandangan masyarakat terhadap kaum perempuan.
Perempuan yang sebelumnya hanya ditempatkan dalam posisi sebagai “obyek” yang hampir-hampir tidak memiliki hak dan peran sosial, kemudian
ditempatkan kembali ke posisi yang selayaknya.
19
Perempuan dalam pandangan Islam adalah makhluk yang dihormati, dijaga oleh risalah Islam dan dimuliakan oleh syari’atnya yang suci.
Sesungguhnya perempuan berada dalam kedudukan yang terhormat, ia memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam setiap peran yang
dijalaninya. baik selaku ibu, anak perempuan remaja atau gadis, isteri, ataupun golongan lainnya dalam masyarakat.
20
Salah satu bukti sejarah paling awal dari upaya Islam untuk menjaga hak-hak wanita adalah larangan praktik mengubur anak perempuan yang biasa
dilakukan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada masa itu, memiliki anak perempuan merupakan sebuah aib yang sangat terhina. Akan tetapi, kemudian
Islam datang dengan mengajarkan prinsip bahwa tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan, karena hanya ketakwaanlah yang membedakan
keduanya di hadapan Allah.
Bukti lain dapat dilihat dari bagaimana al-Qur’an memposisikan wanita. Dalam ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berbakti kepada
kedua orang tua, hanya ibu yang disebutkan secara khusus. Misalnya dalam surat Luqman [31] ayat 14 yang dengan jelas menyebut kewajiban berbuat
baik kepada kedua orang tua terutama ibu. Hal ini dinyatakan Allah dalam al- Qur’an secara khusus karena ibulah yang mengambil peran sangat penting
yang tidak terlihat dalam kehidupan seorang anak, sejak masa kehamilan dan proses bersalin, merawat dan membesarkannya hingga anaknya itu dewasa.
Itulah alasan mengapa al-Qur’an menyebutkan ibu lebih banyak daripada ayah.
21
Dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah disebutkan sebagai berikut:“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw, dan
bertanya, ”Siapakah yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?”, Rasulullah menjawab, “ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “kemudian
siapa?”, Rasulullah menjawab, “ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Lalu siapa?”, Rasulullah menjawab, “ ibumu.” Dan ketika laki-laki itu
kembali menanyakan hal yang sama, Rasulullah menjawab, “lalu ayahmu.”
HR. Bukhari dan Muslim.
18
Fada Abdur Razak al-Qashir, Wanita Muslimah, h. 27.
19
Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan Dalam Islam, Jakarta: LKAJ, 1999, h. 15.
20
Abdullah bin Wakil Asy-Syaikh, Wanita dan Tipu Daya Musuh, Penerjemah: Amir Hamzah Fachruddin, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996, h. 11.
21
Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Fiqh Wanita, h. 9-13.
Penyebutan tiga kali nama ibu dalam Hadis di atas, merupakan penegasan bahwa proses reproduksi, yang oleh al-Qur’an dianggap sesuatu
yang menyusahkan wahnan ‘ala wahnin dan melelahkan kurhan ‘ala kurhin
, harus dihormati, diberi perhatian, dan yang lebih penting, diimbangi dengan perlakuan yang baik terhadap mereka.
22
Akhirnya dengan bukti-bukti yang ada tersebut, kita dapat melihat bagaimana Islam meletakkan posisi seorang ibu menjadi sangat terhormat. Hal
ini diperkuat dengan sabda Nabi yang artinya adalah,“Surga itu berada di bawah telapak kaki ibu.”
HR. Abu Daud.
B. Perlindungan Terhadap Perempuan Dalam Islam