al-Baqarah ayat 178 dan 179. Sedangkan dasar hukum atas pelaku pembunuhan tidak sengaja dan semi sengaja adalah surat an-Nisaa ayat 92.
2. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual
Dalam al-Qur’an, pelecehan seksual tidak semata-mata berarti menggoda, berkata jorok, berbuat tidak senonoh, atau melakukan perkosaan
terhadap perempuan. Lebih dari itu, pelecehan seksual juga berarti pelanggaran terhadap nilai-nilai seksualitas yang luhur. Adanya unsur keji dan
buruk dalam suatu perbuatan telah menjadi alasan mengapa perzinaan termasuk dalam pelecehan seksual.
117
Perzinaan yang dilakukan secara suka rela, dalam Islam hukumnya adalah haram, dan merupakan salah satu dosa besar bagi kedua belah pihak.
Lalu, bagaimanakah perzinaan yang dilakukan oleh seseorang dalam situasi terpaksa? Sebagai sebuah perbuatan yang bertentangan dengan hukum agama,
orang yang melakukan hal tersebut bisa jadi dihukumi dosa. Akan tetapi, harus dipahami terlebih dahulu bagaimana kondisi dan situasi yang dialami
oleh orang tersebut. Apakah ia melakukan perzinaan tersebut karena paksaan orang lain? Atau apakah memang ia melakukannya berdasarkan kehendaknya
sendiri suka sama suka? Sebagai contoh dalam hal ini seperti apa yang dialami oleh seorang gadis
bernama Maya 18 tahun yang ditawari oleh seseorang dari kampungnya di Garut untuk bekerja di Bandung sebagai pekerja restoran pada sebuah losmen.
Namun, setelah dua minggu bekerja, dia diminta untuk melayani tamu. Mula- mula ia menemani tamu minum dan lama-lama dipaksa untuk melayani
117
Abdul Moqsith Ghazali, dkk., Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan, h. 119.
kebutuhan seks para lelaki hidung belang itu. Dalam kasus yang menimpa Maya ini, apakah selayaknya kita memandang Maya sebagai pelaku dosa?
Yang jelas, tindakan yang memaksa Maya menjadi pelacur adalah suatu kejahatan. Akibat tindakan ini, seorang perempuan telah terjebak pada tiga
hal, yaitu perzinaan, pemaksaan dan pencucian otak, sehingga ia tidak punya pilihan untuk menolak atau menghindarinya. Pelaku yang memaksa Maya
dikenakan dosa yang berlipat-lipat. Seluruh rangkaian tindakan sebagaiamana tergambar dalam kasus di atas, dapat dikategorikan sebagai kejahatan
perdagangan orang, karena telah memenuhi unsur-unsur proses perpindahan dari Garut ke Bandung, dilakukan dengan cara penipuan dari bekerja
sebagai pelayan restoran menjadi pekerjaan lain, dan untuk tujuan dijadikan pelacur.
118
Pada masa Jahiliyah, sebelum Islam datang, tindakan memaksa orang untuk melacurkan diri dilakukan kepada para budak. Sampai pada masa Nabi
pun, tindakan itu masih terjadi. Namun, kemudian hal tersebut mendapat kecaman kers dari Allah, dengan diturunkannya surat an-Nuur ayat 33, yang
artinya: “dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, padahal mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu
henkda mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang terhadap mereka yang dipaksa sesudah mereka dipaksa itu.”
119
Tindakan pemaksaan atau menjerumuskan seseorang pada praktik pelacuran adalah suatu tindakan yang menistakan harkat kemanusiaan
118
Kodir, Fiqh Anti Trafiking, h. 189-190.
119
Ibid, h. 191.
seseorang. Padahal Allah sendiri sangat memuliakan hamba-hambaNya. Sebagaimana firmanNya dalam surat al-Israa ayat 70, yang artinya: “Sungguh
telah Kami muliakan seluruh umat manusia.” Berdasarkan kedua ayat dia
atas, maka jelaslah bahwa hukum memaksakan kehendak pada orang lain untuk melacurkan diri adalah haram hukumnya.
120
Maka dalam kasus yang menimpa Maya tersebut, menurut penulis ia tidak dapat dianggap sebagai pelaku perzinaan melainkan dianggap sebagai
korban dari suatu tindak perkosaan, sehingga ia tidak dianggap berdosa. Karena Maya dalam hal ini tidak berdaya dan ia melakukan hubungan tersebut
dengan tidak disengaja. Oleh karena itu, dalam hal ini Maya tidak dapat dikenakan hukuman had zina yaitu dera seratus kali.
B. Analisis Hukum Islam Mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Perdagangan Trafiking dalam Undang-undang No.
21 Tahun 2007 1.
Analisis Terhadap Perlindungan Korban dari Ancaman
Pada bab III terdahulu, penulis telah menguraikan dengan jelas mengenai perlindungan terhadap korban dari ancaman. Dalam bab tersebut dijelaskan
bahwa korban dari suatu tindak kejahatan –dalam hal ini perdagangan orang- khususnya perempuan mendapatkan perlindungan dari aparat penegak hukum
terhadap ancaman yang ditujukan pada dirinya. Adapun bentuk perlindungan korban dari ancaman yang tercantum
dalam Undang-undang Anti Trafiking yaitu dengan merahasiakan identitas
120
Ibid,h. 193.
korban dan keluarganya serta dengan menyediakan sebuah ruangan khusus bagi korban dalam setiap pemeriksaan di kepolisian setempat sehingga korban
dalam memberikan keteranganinformasi merasa aman dan nyaman. Sebagaimana diketahui bersama bahwa syari’at Islam itu datang dengan
membawa rahmat bagi seluruh alam, tidak terkecuali manusia. Firman Allah dalam surat al-Anbiyaa ayat 107, yang artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus
kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” Secara umum, tujuan disyari’atkannya hukum Islam adalah untuk
merealisasikan kemaslahatan dan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
121
Dalam bidang hukum umpamanya, Islam telah menggariskan bahwa manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, tidak
membeda-bedakan antara si kaya dan si miskin dan Islam juga tidak memberikan hak istimewa kepada golongan atau kelompok tertentu. Untuk
mewujudkan keadilan dan kemaslahatan umat manusia, Islam mengharuskan agar menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Karena itu, Islam melarang
tindakan penipuan, penyiksaan, bahkan pembunuhan, atau segala bentuk tindakan yang dapat mengganggu dan merusak harkat dan martabat diri, jiwa,
darah dan harta seseorang, apalagi jika tindakan tersebut dapat menimbulkan korban. Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 58 yang berbunyi sebagai
berikut:
☺ ☺
121
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Terjemahan, Bandung: Ar-Risalah, 1992, Cet. Ke-1, h. 542.
☺ ☺
Artinya: ”Orang-orang yang menyakiti orang mukmin laki-laki dan
perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka memikul kebohongan dan dosa yang
nyata.”
QS. Al-Ahzab [33]: 58 Dari ayat di atas, dapat dilihat betapa Islam sangat menghargai jiwa
dan kehormatan seorang manusia, sehingga apapun bentuk tindakan yang dapat menimbulkan korban adalah haram hukumnya.
Secara tegas Islam telah memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana. Perlindungan ini diberikan agar apa yang menjadi hak-hak
korban dapat terlaksana secara baik dan sempurna. Sebagai bukti bahwa Islam telah memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana adalah
terdapatnya berbagai macam ketentuan yang mengatur tentang masalah tersebut.
Dalam hal perlindungan terhadap korban dari ancaman atas dirinya, maka Islam berpandangan bahwa dalam memberikan suatu
informasiketerangan korban hendaknya mendapatkan perlindungan dan pendampingan. Misalnya korban dari tindak perkosaan. Biasanya korban
perkosaan takut untuk melaporkan peristiwa yang dialaminya dan ia juga mengalami kesulitan untuk bergaul dan interaksi sosial dengan baik akibat
trauma yang ditimbulkan dari tindak kejahatan yang menimpanya tersebut baik yang terjadi pada saat perkosaan itu terjadi maupun paska-peristiwa
tersebut. Dengan demikian, maka korban tersebut sangat memerlukan perlindungan dari aparat penegak hukum yang dilakukan dengan cara
mendampinginya dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu, fiqh dalam upayanya selain memberikan perlindungan kepada korban juga haruslah berorientasi kepada pembelaan terhadap korban,
yang dalam hal ini adalah perempuan. Orientasi tersebut setidaknya meliputi dua hal. Pertama, fiqh tidak lagi menganggap seksualitas perempuan sebagai
penyebab terjadinya tindak perkosaan, sehingga kasus perkosaan tidak menjadi berbalik menyudutkan perempuan. Kedua, fiqh diharapkan bisa
memberikan perlindungan, pelayanan, dan tanggung jawab terhadap korban bukan sekadar melarang tanpa memberikan pendampingan dan jalan keluar.
Dengan demikian, diharapkan trauma kejiwaan berkepanjangan yang dialami korban perkosaan bisa sedikit diminimalisir. Karena dalam Islam dikatakan
bahwa pendampingan terhadap korban adalah salah satu bentuk usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah taqarrub ila Allah. Sebagaimana dikatakan
dalam suatu Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang artinya: “Allah akan mendampingi orang yang selalu memberikan
pendampinganpertolongan kepada saudara-saudaranya. ”
122
Menurut penulis, dalam hal ini Islam memang tidak secara rinci menjelaskan bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap korban dari
ancaman atas dirinya. Hal ini dikarenakan masalah tindak trafiking ini masuk dalam kategori ta’zir, yaitu ketentuan hukum yang tidak tercantum dalam al-
Qur’an dan Hadis, sehingga dalam pelaksanaannya semua diserahkan pada ulil amri
atau pemerintah yang memegang kekuasaan pada negara yang bersangkutan. Namun, berdasarkan Hadis di atas, tersirat bahwa korban
sebagai pihak yang paling merugi harus mendapatkan perlindungan dan
122
Kodir, Fiqh Anti Trafiking, h. 265-266.
pelayanan yang sebaik-baiknya agar dirnya dan keluarganya merasa aman dan nyaman.
2. Analisis Terhadap Restitusi