Sejarah Kota Sibolga GAMBARAN UMUM PARIWISATA DI KOTA SIBOLGA

keindahan alam Kota Sibolga juga cocok untuk dikembangkan menjadi wisata alam bagi yang menyukai petualangan. Lokasi wisata yang menjadi tujuan para wisatawan adalah Tor Simarbarimbing, Puncak Gunung Santeong dan Puncak Pemancar TVRI. Potensi wisata lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah wisata sejarah dan budaya. Kota Sibolga banyak meninggalkan catatan sejarah masa lampau yang penuh romantika perjuangan. Dan sejumlah peninggalan sejarah masa lalu, yang paling banyak adalah peninggalan masa penjajahan Jepang berupa benteng dan gua-gua buatan. Objek wisata peninggalan sejarah diantaranya adalah Gua Sikaje-Kaje, Gua Tangga Seratus, Benteng Sihopo-hopo, Benteng di Simaremare, Benteng di Bukit Ketapang dan Pulau Poncan Gadang yang menjadi basis tentara Jepang.

3.2 Sejarah Kota Sibolga

Pantai Barat Sumatera, mempunyai kaitan panjang dalam lintasan sejarah. Sejak dulu daerah ini telah dikunjungi para pelaut yang datang dari dalam dan luar negeri dengan tujuan berdagang. Masyarakat pedalaman di dataran sumatera bagian barat sangat membutuhkan hasil laut dan garam yang diproduksi di sekitara pantai barat Sumatera, sebaliknya masyarakat pesisir pantai memerlukan hasil pertanian dan hasil hutan. Pada waktu itu orang-orang Batak Toba membeli garam dari penduduk yang mengolah garam di Pulau Mursala, namun ada juga sebagian yang pergi ke Pantai Timur Sumatera. Rute perjalanan dari Batak Toba ke Pantai Barat yaitu: Silindung, Aek Raisan, Bonan Dolok, Simaninggir, Mela, Pulau Mursala Pulau di depan daratan Sibolga. Pengangkutan dilakukan oleh orang-orag yang memikul garam. Peristiwa ini berjalan lancar dalam waktu yang cukup lama. Sebelum sibolga berdiri, pemukiman penduduk berada di sekitar Tapian Nauli, Pergadungan dan Poriaha. Sedangkan wilayah Sibolga pada Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara saat itu masih kosongbelum berpenghuni. Menurut Tom Fires dalam bukunya SUMA ORIENTAL, sekitar tahun 1515 telah berdiri kerajaan yang dipimpin oleh Raja-raja Pantai Barat Sumatera. Tahun 1523 terjadi pertikaian antara orang Batak Timur dengan Aceh. Orang Batak meminta perolongan kepada Portugis di Malaka, namun mereka tetap kalah. Menghadapi kekalahan dan untuk menghadapi pertikaian yang baru, orang-orang Batak melakukan perjalanan ke Pantai Barat. Ini megakibatkan rute perjalanan semakin ramai. Melihat kondisi alam Teluk Tapian Nauli yang Sangat strategis untuk berlabuh, didukung oleh keindahan alam dan laut yang tenang menjadikan hubungan antara masyarakat pesisir dan pedalaman tetap terjalin. Belanda yang juga melihat kelebihan daerah Teluk Tapian Nauli yang saat itu telah mulai lintasan perdagangan. Juga diramaikan oleh para pedagang dari Eropa, Arab, India dan Cina. Saat perdagangan semakin ramai, VOC mulai ikut berperan dan berusaha merebut jalur perdagangan yang ada dengan cara penyediaan pengawalan perdagangan oleh kapal perang, persaingan pun tidak dapat dihindari. Belanda yang kontra dengan Ingris memicu pertikaian yang menjurus pada peperangan. Pada saat ini Ompu Datu Hurinjom Hutagalung yang berasal dari Silindung, membuat pemukiman di Simaninggir, sebuah kawasan yang dekat dengan Bonan Dolok, 10 km sebelah utara Sibolga. Tempat tersebut berada dalam ketinggian dan dapat langsung memantau ke Teluk Tapian Nauli. Akirnya melakukan perjalanan dari Silindung Batak Toba ke daerah pantai untuk melakukan perdagangan. Perawakan Ompu Datu Hurinjom yang tinggi besar, dalam bahasa batak disebut BALGA. Para pedagang pribumi sering berkata “Beta Singga tu inganan si Balga i”, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara karena tabu bagi orang batak menyebut nama orang yang disegani, nama julukan itu tetap disebut orang sampai kepada cucunya. Ketika Ompu Datu Hurinjom Hutagalung menetap di Simaningir. Situasi di Teluk Tapian Nauli masih tenang, akan tetapi dengan masuknya orang-orang Eropa ke daerah teluk untuk melakukan perdagangan, mengakibatkan keadaan menjadi kacau. Melihat kondisi ini, Datu Hurinjom melakukan konsolidasi dengan penduduk pribumi untuk mencari cara menghadapi Si Bottar Mata julukan pada orang Eropa Si Putih Mata. Kemudian Datu Hurinjom mulai memindahkan tempat tinggal ke daerah pantai yakni Mela Dolok. Kemudian berpindah lagi ke Simare-mare bukit kecil dekat RRI sekarang. Perpindahan ini dilanjutkan oleh anaknya Ompu Datu Timbo dan keturunannya bernama Raja Luka. Belanda mulai mendapat perlawanan dari penduduk pribumi. Namun penduduk pribumi sangat lemah tanpa perlengkapan apapun mengadapi tekanan orang Eropa yang telah berpengalaman dalam berperang. Untuk itu, saat melakukan koordinasi dengan para penduduk, Datu Hurinjom menawarkan siasat menghadapi musuh dengan filosofi lunak, yaitu: “Pergunakan tenaga musuh untuk memenangkan cita-citamu”. Siasat ini berhasil hampir satu dekade 1681-1690. Perang bergejolak dengan sistem gerilya di Tapian Nauli, Sorkam, dan Barus. Salah satu keturunan Datu Hurinjom yang bernama Raja Luka, menilai kondisi semakin kacau dan merasa perlu memindahkan pemukiman masyarakat dari daerah Simare- mare ke daerah pantaisaat ini adalah Daerah antara Gedung Nasional Kota Sibolga hingga sekitar Kantor Pos. Karena jasanya dalam mendorong perpindahan masyarakat mendekati pantai walau kondisi sarat dengan konflik, Raja Luka Hutagalung digelari Tuanku Dorong. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Tuanku Dorong memulai penataan pemukiman sejak tanggal 2 April 1700 kemudian melengkapi pemukiman Raja dan penduduk tersebut sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana orang Batak saat mendirikan pemukiman, dengan kelengkapan antara lain sebagai berikut: a Raja b Panglima c Datu Nama pemukiman tersebut memakai gelar pendahulunya: Suta ni Si Balga Kampung si Balga. Dalam pemakaiannya terjadi sedikit perbedaan ucapan karena faktor dialek bahasa. Seperti dalam dialek batak: Si-Balga, Si Bolga, Sibolga; dialek pesisir, Sibolga dibaca menjadi Siboga; dialek Belanda dan Inggris, Sibougah; dalam dialek jepang Sibaruga karena sulit mengucapkan L. Setelah Sibolga didirikan, terjadilah pemberontakan besar terhadap Belanda. Awal pemberontakan terjadi di Sorkam, kemudian disusul daerah Kolang, Sibolga dan Barus. Dengan bantuan anak yang Dipertuan Pagaruyung 1734 penduduk melakukan penyerangan. Belanda yang panik melakukan pembakaran terhadap 200 rumah penduduk di Tapian Nauli dan menghancurkan tempat pembuatan garam di Pulan Poncan Ketek. Huru-hara yang terjadi di lautan menyebabkan kepindahan para penduduk Pulau Poncan menuju daratan Sibolga. Kondisi ini juga menyebabkan Residen Inggris pemegang kekuasaan Jhon Prince menyetujui kebijaksanaan bersama Raja-raja di Teluk Tapian Nauli dalam bentuk Perjanjian Batigo Badusanak Perjanjian tiga bersaudara dengan pengertian Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara jika terdapat perselisihan antara dua raja, maka penyelesaian konflik akan diselesaikan pihak ketiga. Jika tidak dapat terselaikan maka akan dialihkan pada Residen Tapanuli. Sesuai dengan Traktat London pada tahun 1824, pada tahun selanjutnya, 1825 pihak Inggis menyerahkan kekuasaan atas Pantai Barat Sumatera termasuk Pulau Poncan Ketek pada Belanda di bawah kekuasaan Gubernur Van Soematera’s Westkust. Situasi di Pulau Poncan bertambah kacau karena pada tanggal 14 Desember 1829, panglima Marah Sidi melakukan penyergapan ke Pulau Poncan dan berhasil menghancurkan pertahanan dan persenjataan Belanda. Penduduk mulai mengosongkan pulau dan pindah untuk mencari perlindungan kepada Raja Sibolga. Kepindahan ini menyebabkan pertambahan penduduk dan corak ragam budaya di Sibolga. Pada tahun 1824, oleh Gubernur Jendral Sibolga ditetapkan sebagai ibukota Residen Tapanuli. Karena lahan pemukiman yang semakin sempit maka pemerintah mulai mengadakan penataan pemukiman melalui penimbunan daerah rawa-rawa ke sebelah timur dan selatan daratan Sibolga. Untuk menjaga kerukunan antara masyarakat pribumi dan pendatang, maka dilakukan penetapan adat yang berlaku di Sibolga dan sekitarnya oleh Raja Sibolga di hadapan Residen Tapanuli Comperus Belanda. Peraturan ini ditetapkan pada tanggal 1 Maret 1851, ini menjadi cikal bakal kerukunan Umat di Negeri Berbilang Kaum dan menjadi patokan anak negeri yang bermukim di Sibolga. Berikut Jabatan yang ada di Sibolga beserta rincian tugasnya: 1. Raja : penguasa wilayah dengan sistem pemerintahan tradisional. 2. Kuria : sebutan untuk Istilah Raja oleh Belanda dan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara membawahi kepala kampung. 3. Koeriahoofd : kepala kuria 4. Demang : membawahi kepala kuria. 5. Controller : mengatur onderaafdeeling dalam kurung kecamatan. 6. Asisistent Resident : wakil residen untuk urusan afdeeling. 7. Resident : kepala pemerintahan dibawah kuria. 8. Kepala Kampung : mewakili pemerintahan di bawah kuria. 9. Datuk : menangani urusan pasar dan pungutan pajakblasting dan urusan etnis dan suku. 10. Bunsyu : Bahasa Jepang memimpin afdeeling. 11. Sityotyo : Bahasa Jepang pemerintah kota.

3.3 Letak Geografis Kota Sibolga