Jenis Penelitian Definisi Operasional Variabel Penelitian Cara Pengambilan Data

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan inklinasi insisivus antara pola pernafasan normal dan pernafasan melalui mulut pada pasien maloklusi Klas I dan Klas II skeletal di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga Maret 2015. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi penelitian Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang datang ke Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU pada tahun 2009-2013.

3.3.2 Sampel penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah roentgen foto sefalometri lateral pasien dengan pola pernafasan normal hidung dan pernafasan melalui mulut. Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut : n ≥ Z 0,5- α2 + Z 0,5- β Sd 2 d n ≥ 1,96 + 1,282 2,144 2 1,5 n ≥ 21,5 dua kelompok, masing-masing kelompok dua puluh dua sehingga jumlah sampel empat puluh empat orang. Keterangan : n = besar sampel Z 0,5- α2 = nilai distribusi normal baku alpha. Untuk α = 0,05 1,96 Z 0,5- β = nilai distribusi normal baku betha. Untuk β = 0,10 1,282 Sd = standard deviasi = 2,144 d = selisih rata-rata yang bermakna, ditetapkan sebesar 1,5

3.4 Kriteria Sampel

3.4.1 Kriteria Inklusi

• Roentgen foto sefalometri lateral pasien maloklusi Klas I dan Klas II skeletal yang berusia 8-12 tahun • Pasien dengan pernafasan normal hidung dan pernafasan melalui mulut • Pasien belum pernah mendapat perawatan ortodonti • Pasien yang datang ke RSGMP FKG USU dari tahun 2009-2013 • Kesehatan umum yang baik

3.4.2 Kriteria Eksklusi

• Pasien yang sudah pernah dirawat ortodonti • Kesehatan umum yang kurang baik nutrisi, penyakit metabolisme • Roentgen foto sefalometri lateral yang rusak 3.5 Identifikasi Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas • Pernafasan normal hidung • Pernafasan melalui mulut

3.5.2 Variabel Tergantung

• Inklinasi gigi insisivus maksila • Inklinasi gigi insisivus mandibula • Sudut interinsisal

3.5.3 Variabel Terkendali

• Roentgen foto sefalometri lateral pasien berusia 8-12 tahun • Belum pernah dilakukan perawatan ortodonti • Kesehatan umum yang baik

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali

• Alat dan teknik pengambilan sefalometri lateral • Ras • Faktor keturunan • Pola pertumbuhan • Kebiasaan buruk : tongue thrusting, thumb sucking • Maloklusi Klas II divisi 1 dan divisi 2

3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Pernafasan normal dan pernafasan melalui mulut diketahui dari status pasien dan roentgen foto sefalometri lateral menurut analisis McNamara dimana lebar saluran udara pharynx atas pada fase gigi bercampur rata-rata 12 mm. 2. Lebar saluran udara pharynx atas adalah panjang garis dari titik paling posterior pada palatum lunak ke dinding terdekat posterior pharynx dimana garis tersebut sejajar garis gonion Go dengan supramental B. 3. Maloklusi Klas I skeletal adalah relasi rahang maksila dan mandibula yang normal ANB = 0 ˚-4˚. 4. Maloklusi Klas II skeletal adalah nilai maksila yang lebih besar dari mandibula ANB 4 ˚. Maloklusi Klas II skeletal dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu maksila yang prognati, mandibula yang retrognati, dan kombinasi keduanya. 5. Inklinasi gigi insisivus maksila adalah garis yang ditarik dari gigi insisivus maksila terhadap garis N-A, diukur dalam derajat I.NA untuk menentukan hubungan angular gigi insisivus maksila dan diukur dalam linear, milimeter, mm I-NA untuk menentukan posisi gigi insisivus. 6. Inklinasi gigi insisivus mandibula adalah garis yang ditarik dari gigi insisivus mandibula terhadap garis N-B, diukur dalam derajat I.NB untuk menentukan hubungan angular gigi insisivus mandibula dan diukur dalam linear, milimeter, mm I-NB untuk menentukan posisi gigi insisivus. 7. Sudut interinsisal merupakan perpanjangan garis dari tepi insisal dan apeks akar gigi insisivus maksila dan insisivus mandibula, diukur dalam derajat I.I untuk mengetahui inklinasi gigi insisivus dan relasi gigi insisivus atas dan bawah.

3.7 Alat dan Bahan

3.7.1 Alat

1. Pensil 4H merek Faber Castel

2. Penghapus merek Faber Castel 3. Penggaris merek Micro

4. Cephalometric protractor merek Ortho Organizer

3.7.2 Bahan

1. Roentgen foto sefalometri lateral 2. Tracing box 3. Kertas asetat tracing tebal 0.003 inchi merek Ortho Organizer Gambar 8. Alat dan bahan penelitian : A Roentgen foto sefalometri lateral B Tracing box, kertas asetat tracing C Pensil, penghapus, penggaris D Cephalometric protractor C D A B

3.8 Cara Pengambilan Data

Penelitian ini dilakukan dengan cara berikut : 1. Data diambil dari roentgen foto sefalometri lateral pasien yang datang ke Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU tahun 2009-2013. 2. Sampel dikelompokkan berdasarkan pola pernafasan normal hidung dan pernafasan melalui mulut berdasarkan hasil diagosa dan pengukuran lebar saluran udara pharynx atas dari roentgen foto sefalometri lateral berdasarkan analisis McNamara dengan nilai normal rata-rata 12 mm pada fase gigi bercampur. 3. Lebar saluran udara pharynx atas adalah panjang garis dari titik paling posterior pada palatum lunak ke dinding terdekat posterior pharynx dimana garis tersebut sejajar garis gonion Go dengan supramental B. Gambar 9. Analisis McNamara : A Ukuran lebar saluran udara pharynx atas, B Ukuran lebar saluran udarapharynx bawah 25 4. Penapakan foto sefalometri lateral. Pada sefalometri dilakukan penapakan dengan kertas asetat dan pensil di atas tracing box untuk menentukan titik-titik referensi yaitu, sella S, nasion N,subspinal A dan supramental B. 5. Maloklusi Klas I skeletal dapat dilihat pada besar sudut ANB normal yaitu 2 ˚±2˚ 0˚-4˚, dimana sudut ANB dapat diperoleh melalui pengukuran dan juga pengurangan antara sudut SNA dan SNB . 6. Maloklusi Klas II skeletal dapat dilihat pada besar sudut ANB yang lebih besar dari nilai normal ANB 4 ˚, dimana sudut ANB dapat diperoleh melalui pengukuran dan juga pengurangan antara sudut SNA dan SNB . 7. Pengukuran inklinasi gigi insivus maksila dengan metode Steiner dimana titik referensinya dari nasion N ditarik ke subspinalA. Letak dan inklinasi aksial gigi insisivus maksila ditentukan dengan menghubungkan gigi insisivus maksila ke garis N-A. Gigi insisivus maksila terhadap garis N-A diukur dalam derajat dengan menggunakan cephalometric protractor untuk menentukan hubungan angular gigi- gigi insisivus maksila, sedangkan apabila diukur dalam linear milimeter, mm dengan menggunakan penggaris, memberikan informasi posisi gigi insisivus lebih di depanbelakang dari garis N-A. 8. Pengukuran inklinasi gigi insivus mandibula dengan metode Steiner dimana titik referensinya dari nasion N ditarik ke supramental B. Letak dan inklinasi aksial gigi insisivus mandibula ditentukan dengan menghubungkan gigi insisivus mandibula ke garis N-B. Gigi insisivus mandibula terhadap garis N-B diukur dalam derajat dengan menggunakan cephalometric protractor untuk menentukan hubungan angular gigi-gigi insisivus mandibula, sedangkan apabila diukur dalam linear milimeter, mm menggunakan penggaris menunjukkan posisi gigi di depan belakang garis N-B. 9. Pengukuran sudut interinsisal I.I dengan metode Steiner adalah perpanjangan garis dari tepi insisal dan apeks akar gigi insisivus maksila dan mandibula diukur dalam derajat dengan menggunakan cephalometric protractor. 10. Penapakan dan pengukuran dilakukan secara inter operator, dimana peneliti melakukan penapakan dan pengukuran sekali dan operator yang kedua melakukan pengukuran sekali. Kemudian, kedua nilai hasil pengukuran dijumlahkan dan dihitung rerata dan dilakukan analisis data dengan menggunakan uji-t Independen. Gambar 10. Titik-titik referensi yang digunakan dalam penelitian menggunakan analisis Steiner : SNA, SNB, ANB, 1 I.NA ˚, 2 I-NA mm, 3 I.NB ˚, 4 I-NB mm, 5 I.I ˚. 25

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

Dokumen yang terkait

Perbedaan Nilai Skeletal Dalam Arah Vertikal Antara Pola Pernafasan Normal Dan Pernafasan Melalui Mulut Pada Pasien Di Klinik Ortodonti Rsgmp Fkg Usu Tahun 2009-2013

1 61 60

Pengaruh Pola Pernafasan Normal Dan Pernafasan Melalui Mulut Pada Maloklusi Klas II Divisi 1

1 54 55

Perbedaan Lebar Saluran Udara Pharynx Atas Dan Bawah Pada Maloklusi Klas I Dan Klas II Dengan Pola Pertumbuhan Normal Dan Vertikal Ditinjau Dari Radiografi Sefalometri Lateral

0 33 62

Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas II Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal

5 65 61

Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pernafasan - Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

0 0 12

Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan - Pengaruh Pola Pernafasan Normal Dan Pernafasan Melalui Mulut Pada Maloklusi Klas II Divisi 1

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernafasan Normal - Perbedaan Nilai Skeletal Dalam Arah Vertikal Antara Pola Pernafasan Normal Dan Pernafasan Melalui Mulut Pada Pasien Di Klinik Ortodonti Rsgmp Fkg Usu Tahun 2009-2013

0 0 13

PERBEDAAN NILAI SKELETAL DALAM ARAH VERTIKAL ANTARA POLA PERNAFASAN NORMAL DAN PERNAFASAN MELALUI MULUT PADA PASIEN DI KLINIK ORTODONTI RSGMP FKG USU TAHUN 2009-2013

0 0 12