BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pernafasan atau respirasi adalah proses masuk dan keluarnya udara ke dalam dan keluar paru-paru. Sistem pernafasan berfungsi untuk menyediakan suplai oksigen
O
2
dan mengeluarkan karbon dioksida CO
2
dari dalam tubuh. Pertukaran gas antara oksigen dengan karbon dioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus
berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini berasal dari atmosfer, yang menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak 21 dari seluruh gas
yang ada. Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi pada saat manusia
bernafas. Pernafasan normal adalah pernafasan melalui hidung dimana udara masuk melalui hidung ke faring dan laring dan ke trakea. Trakea membagi kepada dua
cabang, bronkus kanan dan kiri, sebelum memasuki paru-paru.
1
Bernafas melalui mulut adalah suatu keadaan abnormal yang terjadi karena adanya kesulitan dalam bernafas melalui hidung, sehingga kebutuhan pernafasan
tersebut dipenuhi lewat mulut. Kegagalan hidung untuk berfungsi sebagai saluran pernafasan utama, akan menyebabkan tubuh secara otomatis beradaptasi dengan
menggunakan mulut sebagai saluran untuk bernafas.
1-3
Pernafasan melalui mulut terjadi akibat obstruksi nasal dan nasofaring. Obstruksi nasal dapat disebabkan oleh
alergi, hipertrofi dan inflamatori tonsil atau adenoid, deviasi septum nasal dan rinitis. Adanya hambatan atau obstruksi saluran nafas atas mengakibatkan seseorang mencari
alternatif cara bernafas melalui mulut, yang dilakukan secara total atau kombinasi hidung dan mulut.
3-8
Pernafasan melalui mulut dapat menyebabkan efek terhadap perkembangan tulang rangka wajah dan oklusi gigi akibat terjadinya penyimpangan gaya otot lateral,
bukal dan lingual dari keadaan normal.
1
Bernafas melalui mulut dapat mengubah postur kepala, rahang dan lidah.
3,9
Keadaan ini dapat mengubah keseimbangan tekanan pada rahang dan gigi sehingga mempengaruhi pertumbuhan rahang dan
posisi gigi. Pada pasien yang bernafas melalui mulut, posisi lidah rendah dan ke belakang jika perubahan postural ini berlangsung terus menerus akan mengakibatkan
tinggi wajah bertambah, mandibula berotasi ke bawah dan ke belakang, tekanan otot buksinator meningkat sehingga menyebabkan lengkung maksila menjadi sempit.
Selain mengubah postur kepala rahang dan lidah, bernafas melalui mulut diperkirakan dapat mempengaruhi aktivitas otot-otot orofasial seperti otot bibir dan
lidah.Perubahan aktivitas otot-otot tersebut dapat menuntun terjadinya penyimpangan pola pertumbuhan wajah dan postur kepala yang dapat mengakibatkan timbulnya
deformitas dentofasial.
1,3,8-11
Menurut Juliano dkk, gigi insisivus maksila I.NA menunjukkan inklinasi bukal yang lebih besar pada anak yang bernafas melalui mulut dengan nilai rerata
26.3 ˚ ± 6.2˚. Nilai rerata derajat inklinasi gigi insisivus mandibula I.NB ditemukan
tidak ada perbedaan yang signifikan, akan tetapi ukuran linear pada insisivus maksila dan mandibula I-NA dan I-NB menunjukkan inklinasi lebih ke anterior pada anak
yang bernafas melalui mulut. Nilai rerata ukuran linear I-NA adalah 5,3 mm ± 2.3 mm dan nilai rerata ukuran linear I-NB adalah 7.5 mm ± 2.8 mm.
2
Menurut McNamara Jr, Paul dan Nanda, insisivus maksila I.NA pada orang yang bernafas melalui mulut lebih protrusi karena penempatan bibir bawah yang
hipertonus diantara insisivus maksila dan insisivus mandibula yang lama-kelamaan menyebabkan terjadinya protrusi gigi insisivus maksila.
3
Menurut Cabrera dkk, pada pasien dengan maloklusi Klas II divisi 1 Angle, nilai rerata ukuran linear inklinasi
gigi insisivus maksila dan mandibula I-NA dan I-NB lebih besar pada pernafasan melalui mulut dengan perbedaan yang signifikan. Nilai rerata ukuran linear I-NA
adalah 5,56 mm ± 1,69 mm dan nilai rerata ukuran linear I-NB adalah 6,97 mm ± 1,75 mm.
4
Penelitian yang dilakukan oleh Subtelny dan Solow memperoleh hasil yang berbeda, dimana terjadi retroklinasi insisivus maksila terhadap garis Sella ke
Nasion S-N pada pasien yang bernafas melalui mulut.
3
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Faria dkk, yang tidak menemukan perbedaan signifikan pada
tinggi molar maksila dan mandibula, inklinasi insisivus maksila dan mandibula serta pada sudut interinsisal.
3
Karena adanya perbedaan pendapat ini, maka penulis ingin membandingkan inklinasi gigi insisivus maksila, inklinasi gigi insisivus mandibula dan sudut
interinsisal pada pasien maloklusi Klas I dan Klas II skeletal dengan pernafasan normal hidung dan pernafasan melalui mulut dilihat dari sefalometri lateral.
1.2 Rumusan Masalah