Analisis Tingkat Intensitas Penerangan pada Bagian Penyortiran Plastik di CV. Mitra Lestari Plastik

(1)

ANALISIS TINGKAT INTENSITAS PENERANGAN PADA

BAGIAN PENYORTIRAN PLASTIK DI CV. MITRA LESTARI

PLASTIK

DRAFT TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

Fensi

NIM. 070403116

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

ABSTRAK

CV. Mitra Lestari Plastik merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pengolahan biji plastik. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Pelita II No. 22 (Kawasan Industri Medan Star) Medan Tanjung Morawa. Kondisi Pencahayaan dalam ruang penyortiran dapat mempengaruhi kenyamanan dari pekerja yang bekerja. Salah satu faktor permasalahan yang menganggu kenyamanan kerja tenaga kerja dibagian penyortiran perusahaan ialah permasalahan mengenai penerangan/pencahayaan yang kurang. Tingkat pencahayaan yang rendah dapat menyebabkan tenaga kerja sulit untuk melakukan penyortiran.

Rumusan masalah di perusahaan ini adalah adanya kesalahan penyortiran plastik akibat kelelahan mata dari intensitas penerangan yang kurang. Tujuan dari penelitian perancangan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara intensitas penerangan dengan kelelahan mata karyawan untuk mengurangi kemasan plastik yang tidak memenuhi kualifikasi pada bagian penyortiran di CV. Mitra Lestari Plastik. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan mata selama penyortiran. Faktor yang dipilih adalah faktor intensitas penerangan (150, 200, 250 dan 300 lux),faktor interval rotasi kerja (20 dan 30 menit) dan faktor shift kerja (shift 1, 2 dan 3).

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah dari alat Flicker Fusion Frequency Test dan data kemasan plastik yang memenuhi dan tidak memenuhi kualifikasi untuk setiap eksperimen. Data yang digunakan diuji dengan pengujian kenormalan (Kolmogorof-Smirnov), kemudian diuji dengan uji Bartlett untuk keseragaman data. Metode analisa variansi yang digunakan dalam penelitian adalah metode ANAVA dan perancangan penelitian dengan eksperimen faktorial model campuran. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode analisa variansi, didapatkan bahwa ketiga faktor berpengaruh terhadap nilai Flicker Fusion Frequency. Hasil perhitungan korelasi antara nilai Flicker Fusion Frequency dan kemasan plastik yang tidak memenuhi kualifikasi didapatkan nilai koefisien korelasisebesar 0,523.

Nilai ini menunjukkan hubungan yang agak rendah antara nilai Flicker Fusion Frequency dan kemasan plastik yang tidak memenuhi kualifikasi.

Pada intensitas penerangan 250 lux dengan rotasi kerja 20 didapatkan persentase kesalahan sebesar 13,043%, sedangkan intensitas penerangan 150 lux dengan rotasi kerja 30 didapatkan persentase kesalahan sebesar 39,286%. Hal ini berarti dapat meningkatkan produktivitas pada CV. Mitra Lestari Plastik dengan penggunaan intensitas penerangan sebesar 250 lux.

Dari penelitian yang dilaksanakan maka saran yang dapat diberikan adalah perusahaan melakukan perbaikan intensitas penerangan dengan penambahan lampu, memilih rotasi kerja 20 menit dan melakukan penyusunannya jadwal perputaran shift kerja bagi tenaga kerja.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Tingkat Intensitas Penerangan pada Bagian Penyortiran Plastik di CV. Mitra Lestari Plastik”. Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yaitu Ir. Sudjadi Sujitno dan Immelda, saudara kandung penulis, Erika, atas seluruh perhatian dan dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap agar Tugas Sarjana ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Agustus 2011


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini, penulis telah mendapatkan bimbingan dan dukungan yang besar dari berbagai pihak, baik berupa materi, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE . selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT, selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

5. Ibu Esther Virgo, SE selaku pembimbing lapangan selama melakukan penelitian di CV. Mitra Lestari Plastik.

6. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada penulis baik doa, moral maupun materi dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

7. Semua teman angkatan 2006 dan 2007 di Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.


(7)

8. Sahabat penulis, Yessi, Anni, Reni, Eveleen, Liske, Lany, Lisabella, Juliana, Suhartono, William, Endy, Susanto, Anton, Hendro, Yawin, Jose, Tommy, Willy, San ayu, Mega, dan lain-lain.

9. Bang Nurmansyah , Bang Mijo, Kak Dina, Kak Ani, dan Bang Ridho atas bantuan dan tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana ini.

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaian laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua

Medan, Agustus 2011


(8)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKASI EVALUASI DRAF TUGAS SARJANA ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1

1.2. Rumusan Masalah ... I-4 1.3. Tujuan Penelitian... I-4 1.4. Manfaat Penelitian ... I-5

1.5. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-5 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir... I-6


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1

2.3. Lokasi Perusahaan... II-2 2.4. Daerah Pemasaran ... II-2

2.5. Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.5.1. Struktur Organisasi... II-3 2.5.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-4 2.5.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-4 2.5.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-5

2.6. Proses Produksi ... II-6 2.6.1. Bahan Baku ... II-6

2.6.2. Bahan Tambahan... II-7 2.6.3. Bahan Penolong ... II-7 2.7. Uraian Proses Produksi ... II-8 2.7.1. Pembuatan Kemasan Plastik Jenis SIR ... II-8 2.7.2. Pembuatan Kemasan Plastik Jenis SW ... . II-11 2.7.3. Pembuatan Kemasan Plastik Jenis Interlayer... II-14 2.7.4. Pembuatan Kemasan Plastik Jenis Label ... II-17 2.8. Mesin dan Peralatan ... II-20


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 2.8.1. Mesin Produksi ... II-20

2.8.2. Peralatan ... II-21 2.8.3. Utilitas ... II-22

III LANDASAN TEORI

3.1. Teori …………. ... III-1 3.1.1 Pencahayaan ... III-1 3.1.2 Penerangan ... III-1

3.1.3 Ciri-ciri Penerangan yang baik ... III-3 3.1.4 Standar Penerangan di Tempat Kerja ... III-7 3.1.5 Sistem Pendekatan Aplikasi Penerangan di Tempat

Kerja……...…. ... III-8 3.1.6. Perhitungan Jumlah Lampu ... III-10 3.2. Kelelahan…………... III-11 3.3. Mata …………... III-12

3.3.1. Kelelahan Mata... III-13 3.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata ... III-16 3.3.2.1. Faktor Manusia ... III-16 3.3.2.2. Faktor Lingkungan Kerja ... III-16 3.3.2.3. Faktor Pekerjaan ... III-17


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 3.4. Desain Eksperimen Faktorial ... III-19

3.4.1. Prinsip Dasar Desain Eksperimen ... III-19 3.4.2. Desain Eksperimental Faktorial untuk Model ANAVA. III-21 3.4.3. Model Campuran ... III-22 3.4.4. Model Campuran Desain Eksperimen Faktorial

a x b x c ... III-23 3.5. Pengujian Asumsi-Asumsi ANAVA ... III-25 3.5.1. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogrov-Smirnov... III-26 3.5.2. Uji Homogenitas... III-28 3.6. Korelasi ... III-30

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian ... IV-1 4.2. Lokasi Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Kerangka Berpikir ... IV-1

4.5. Pengumpulan Data ... IV-2 4.6. Instrumen Pengumpulan Data ... IV-3 4.7. Prosedur Pengamatan ... IV-4


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.9. Metodologi Penelitian ... IV-5 4.10. Metode Pengolahan Data ... IV-7

4.11. Analisis Pemecahan Masalah... IV-7 4.12. Kesimpulan dan Saran ... IV-8

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Kondisi Tempat Penelitian ... V-1

5.1.2. Data Operator ... V-2 5.1.3. Data Fliker Fusion Frequency Untuk Tiga Shift Kerja . V-3

5.2. Pengolahan Data... V-9 5.2.1. Pengujian Kenormalan Data dengan Kolmogorov-

Smirnov Test... V-9 5.2.2. Pengujian Homogenitas Varians ... V-13

5.2.2.1. Untuk Taraf Faktor Intensitas Penerangan ... V-14 5.2.2.2. Untuk Taraf Faktor Rotasi Kerja ... V-16 5.2.2.3. Untuk Taraf Faktor Shift Kerja ... V-18 5.2.3. Untuk Perhitungan Analisis Varian (ANAVA)... V-21

5.2.4. Perhitungan Persentase Kemasan Plastik yang Tidak


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 5.2.5. Perhitungan Koefisien Korelasi... V-35

VI ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis …... VI-1 6.1.1. Analisis Intensitas Penerangan ... VI-1

6.1.2. Analisis Rotasi Kerja ... VI-5 6.1.3. Analisis Shift Kerja ... VI-7 6.1.4. Analisis Koefisien Korelasi ... VI-7

6.2. Pemecahan Masalah ... VI-8

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan... VII-1 7.2. Saran... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN 2.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-4

2.2. Mesin-Mesin ... II-21 3.1. Intensitas Cahaya di Ruang Kerja... III-7 3.2. Reflektan sebagai Persentase Cahaya ... III-9 3.3. Efek Psikologis Warna... III-17 3.4. Standar Internasional Bagi Pekerja Malam... III-18 3.5. Rasio F untuk Eksperimen Faktorial a x b x c Model III

( Dua Faktor Tetap, Satu Faktor Acak)... III-23 3.6. Rasio F untuk Eksperimen Faktorial a x b x c Model III

(Satu Faktor Tetap, Dua Faktor Acak)... III-25 3.7. Rancangan Eksperimen Faktorial ... III-25 3.8. Daftar Harga-Harga Yang Perlu Untuk Uji Barlett ... III-29 3.9. Interpretasi Nilai r ... III-31 5.1. Data Operator... V-3 5.2. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Intensitas Penerangan

Sebesar 150 Lux Dengan Rotasi Kerja 20 Menit ……….……… V-3 5.3. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Intensitas Penerangan

Sebesar 200 Lux Dengan Rotasi Kerja 20 Menit... V-4 5.4. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Intensitas Penerangan


(15)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN 5.5. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Intensitas Penerangan

Sebesar 300 Lux Dengan Rotasi Kerja 20 Menit... V-5 5.6. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Intensitas Penerangan

Sebesar 150 Lux Dengan Rotasi Kerja 30 Menit... V-5 5.7. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Intensitas Penerangan

Sebesar 200 Lux Dengan Rotasi Kerja 30 Menit... V-6 5.8. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Intensitas Penerangan

Sebesar 250 Lux Dengan Rotasi Kerja 30 Menit... V-6 5.9. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Intensitas Penerangan

Sebesar 300 Lux Dengan Rotasi Kerja 30 Menit... V-7 5.10. Rekapitulasi Data Flicker Fusion Frequency untuk Rotasi

kerja 20 menit… ... V-7 5.11. Rekapitulasi Data Flicker Fusion Frequency untuk Rotasi

kerja 30 menit… ... V-8 5.12. Rekapitulasi Produk Hasil Penyortiran ... V-8 5.13. Data Perhitungan Flicker Fusion Frequency... V-9 5.14. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Faktor Intensitas

Penerangan ... V-14 5.15. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Faktor Rotasi Kerja... V-16


(16)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN 5.16. Data Flicker Fusion Frequency Untuk Faktor Shift Kerja ... V-18

5.17. Karakteristik Eksperimen... V-21 5.18. Data untuk Eksperimen Faktorial 4x2x3 ... V-22 5.19. Faktorial a x b x c... V-23 5.20. Faktorial a x b ... V-24 5.21. Faktorial a x c... V-24 5.22. Faktorial b x c ... V-24 5.23. Daftar Eksperimen Faktorial 4 x 2 x 3 ... V-29 5.24. Daftar ANAVA dengan F Tabel ... V-30 5.25. Perhitungan Persentase Kemasan Plastik yang Tidak Tersortir... V-34 5.29. Data Perhitungan Koefisien Korelasi Flicker Fusion Frequency

Dengan Persentase Produk yang tidak Memenuhi Kualifikasi... V-35 6.1. Jumlah Kebutuhan Lampu Untuk Ruang Penyortiran ... VI-8 6.2. Pola Metropolitan... VI-1


(17)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN 2.1. Struktur Organisasi CV. Mitra Lestari Plastik ... II-3

2.2. Biji Plastik ... II-6 2.3. Kemasan Jenis SIR ... II-11 2.4. Kemasan Plastik SW ... II-14 2.5. Kemasan Plastik Interlayer... II-17 2.6. Kemasan Jenis Label ... II-20 3.1. Perbedaan Latar Belakang yang Mempengaruhi Kontras ... III-5 3.2. Arah Cahaya……….………...………....III-10 4.1. Kerangka Berpikir ………...………... IV-2 4.2. Desain Penelitian ………... IV-6 5.1. Sketsa Tempat Kerja ... V-2 6.1. Sketsa Tempat Kerja... VI-2 6.2. Posisi Aktual pada Percobaan Operator 1 ... VI-3 6.3. Posisi Aktual pada Percobaan Operator 2 ... VI-3 6.4. Posisi Aktual pada Percobaan Operator 3 ... VI-4 6.5. Sketsa Lingkungan Kerja yang Disarankan ... VI-9 6.6. Usulan Penambahan Lampu ... VI-9 6.7. Plat Penghalang ... VI-10


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Uraian Tugas dan Tanggung CV. Mitra Lestari Plastik ... L-1 2. Tabel Nilai Kritis Uji Kolmogorov-Smirnov... L-6 3. Tabel Nilai Kritis Uji Barlett ... L-7 4. Tabel Nilai Sebaran F untuk Uji ANAVA ... L-8


(19)

ABSTRAK

CV. Mitra Lestari Plastik merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pengolahan biji plastik. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Pelita II No. 22 (Kawasan Industri Medan Star) Medan Tanjung Morawa. Kondisi Pencahayaan dalam ruang penyortiran dapat mempengaruhi kenyamanan dari pekerja yang bekerja. Salah satu faktor permasalahan yang menganggu kenyamanan kerja tenaga kerja dibagian penyortiran perusahaan ialah permasalahan mengenai penerangan/pencahayaan yang kurang. Tingkat pencahayaan yang rendah dapat menyebabkan tenaga kerja sulit untuk melakukan penyortiran.

Rumusan masalah di perusahaan ini adalah adanya kesalahan penyortiran plastik akibat kelelahan mata dari intensitas penerangan yang kurang. Tujuan dari penelitian perancangan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara intensitas penerangan dengan kelelahan mata karyawan untuk mengurangi kemasan plastik yang tidak memenuhi kualifikasi pada bagian penyortiran di CV. Mitra Lestari Plastik. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan mata selama penyortiran. Faktor yang dipilih adalah faktor intensitas penerangan (150, 200, 250 dan 300 lux),faktor interval rotasi kerja (20 dan 30 menit) dan faktor shift kerja (shift 1, 2 dan 3).

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah dari alat Flicker Fusion Frequency Test dan data kemasan plastik yang memenuhi dan tidak memenuhi kualifikasi untuk setiap eksperimen. Data yang digunakan diuji dengan pengujian kenormalan (Kolmogorof-Smirnov), kemudian diuji dengan uji Bartlett untuk keseragaman data. Metode analisa variansi yang digunakan dalam penelitian adalah metode ANAVA dan perancangan penelitian dengan eksperimen faktorial model campuran. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode analisa variansi, didapatkan bahwa ketiga faktor berpengaruh terhadap nilai Flicker Fusion Frequency. Hasil perhitungan korelasi antara nilai Flicker Fusion Frequency dan kemasan plastik yang tidak memenuhi kualifikasi didapatkan nilai koefisien korelasisebesar 0,523.

Nilai ini menunjukkan hubungan yang agak rendah antara nilai Flicker Fusion Frequency dan kemasan plastik yang tidak memenuhi kualifikasi.

Pada intensitas penerangan 250 lux dengan rotasi kerja 20 didapatkan persentase kesalahan sebesar 13,043%, sedangkan intensitas penerangan 150 lux dengan rotasi kerja 30 didapatkan persentase kesalahan sebesar 39,286%. Hal ini berarti dapat meningkatkan produktivitas pada CV. Mitra Lestari Plastik dengan penggunaan intensitas penerangan sebesar 250 lux.

Dari penelitian yang dilaksanakan maka saran yang dapat diberikan adalah perusahaan melakukan perbaikan intensitas penerangan dengan penambahan lampu, memilih rotasi kerja 20 menit dan melakukan penyusunannya jadwal perputaran shift kerja bagi tenaga kerja.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik dan mencapai hasil yang optimal apabila lingkungan kerja mendukung. Kondisi kualitas lingkungan yang baik akan memberikan rasa nyaman dan sehat yang mendukung kinerja dan produktivitas manusia. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja akan dapat mempengaruhi produktivitas dan dapat terlihat akibatnya dalam jangka waktu tertentu (Sutalaksana, 1979).

Tenaga Kerja harus dapat dibina dan diarahkan menjadi sumber daya yang penting. Oleh karena itu perlu diketahui dan dilakukan usaha-usaha pengendalian dan pemantauan lingkungan kerja agar tidak membawa dampak atau akibat buruk kepada tenaga kerja yang berupa penyakit/ gangguan kesehatan ataupun penurunan kemampuan atau produktivitas kerja. Salah satu faktor permasalahan yang menganggu kenyamanan kerja tenaga kerja ialah permasalahan mengenai penerangan/pencahayaan yang kurang atau pencahayaan yang berlebih.

Faktor penerangan adalah faktor lingkungan kerja yang termasuk kelompok faktor resiko, apabila intensitas pencahayaan tidak memadai maka dapat menyebabkan produktivitas tenaga kerja menurun. Pencahayaan berpengaruh terhadap kesehatan mata dan secara tidak langsung mempengaruhi tingkat konsentrasi terhadap pekerjaan. Kondisi pencahayaan tempat kerja yang kurang baik umumnya menyebabkan tenaga kerja berupaya untuk dapat melihat


(21)

pekerjaan dengan sebaik-baiknya dengan cara berakomodasi secara terus menerus, sehingga dapat terjadi ketegangan mata (eye strain) dan terjadi ketegangan otot dan saraf sehingga menimbulkan kelelahan mata, otot saraf dan kelelahan mental, sakit kepala, konsentrasi dan kecepatan berpikir menurun, demikian juga kemampuan intelektualnya juga mengalami penurunan. Pekerjaan yang dilakukan cenderung sama dan berulang biasanya mengalami kejenuhan dan dalam jangka waktu tertentu mengakibatkan keluhan. Keluhan yang sering diungkapkan oleh pekerja penyortiran adalah:

1. kelelahan yang berasal dari mata 2. Pandangan menjadi kabur

3. Merasa capek di sertai pening bagian kepala

Keluhan ini dapat menyebabkan menurunnya konsentrasi dan produktivitas kerja dan dapat mengakibatkan kesalahan dalam bekerja. CV. Mitra Lestari Plastik merupakan perusahaan yang bergerak dalam produksi kemasan plastik. CV. Mitra Lestari Plastik memproduksi empat jenis kemasan plastik yaitu; kemasan jenis SW (Shrink Wrap), SIR (Standar Indonesia Rubber), Interlayer dan kemasan jenis label. Pada penelitian ini yang akan diamati adalah kemasan plastik jenis SIR. Menurut hasil wawancara dengan kepala bagian produksi untuk keempat jenis kemasan plastik, ternyata kemasan plastik jenis SIR yang memiliki persentase kesalahan penyortiran terbesar dengan persentase 40%.

Berdasarkan hasil pengamatan pendahuluan pada bagian penyortiran, terlihat bahwa aktivitasnya meliputi: penyortiran kemasan plastik, menghitung lembaran plastik, melipat lembaran plastik, menimbang berat dari kemasan


(22)

plastik, membungkus kemasan plastik dengan kertas pembungkus dan mengikatnya dengan menggunakan tali. Dari keenam kegiatan tersebut, kegiatan penyortiran dan penghitungan kemasan plastik merupakan kegiatan yang sering menimbulkan kesalahan. Distribusi pencahayaan yang tidak baik pada bagian penyortiran dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Tingkat pencahayaan yang rendah dapat menyebabkan tenaga kerja sulit untuk melakukan penyortiran. Oleh karena itu untuk dapat memenuhi kebutuhan penerangan, CV. Mitra Lestari Plastik menggunakan penerangan buatan (lampu yang dapat diatur intensitas peneranganya).

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405 tahun 2002, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, untuk jenis kegiatan pekerjaan rutin seperti: pekerjaan kasar dan terus-menerus tingkat pencahayaan minimalnya adalah sebesar 200 Lux. Hasil pengukuran menunjukkan, intensitas penerangan pada bagian penyortiran plastik kurang mencukupi dari standar yang ada yaitu hanya sebesar 150 Lux, sehingga kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan mata pada tenaga kerja bagian penyortiran.

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Sterk (2005) memberikan hasil bahwa 83 % karyawan sangat mengharapkan adanya intensitas penerangan yang tepat, area kerja yang sesuai serta temperatur udara yang nyaman sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Penelitian yang dilakukan Riski Cahya Aryanti, (2006) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penerangan dengan kelelahan mata dimana intensitas cahaya yang kurang menyebabkan mata


(23)

berakomodasi maksimum. Berdasarkan beberapa kondisi di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang analisis tingkat intensitas penerangan pada bagian penyortiran plastik di CV. Mitra Lestari Plastik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Intensitas penerangan pada bagian penyortiran plastik di CV. Mitra Lestari Plastik tidak memenuhi standar dari menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405 tahun 2002 sebesar 200 lux.

2. Tenaga kerja pada bagian penyortiran SIR yang banyak menggunakan indera penglihatan untuk melakukan pekerjaan penyortiran.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Intensitas penerangan yang kurang pada bagian penyortiran plastik membuat terjadinya kelelahan mata serta tingginya persentase kemasan plastik yang tidak memenuhi kualifikasi pada bagian penyortiran di CV. Mitra Lestari Plastik.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan antara intensitas penerangan dengan kelelahan mata karyawan pada bagian penyortiran di CV. Mitra Lestari Plastik.

2. Untuk mengetahui hubungan antara persentase kemasan plastik yang yang tidak memenuhi kualifikasi dengan intensitas penerangan melalui beberapa


(24)

perlakuan pada bagian penyortiran di CV. Mitra Lestari Plastik yang bertujuan agar kemasan plastik yang tidak memenuhi kualifikasi dapat dikurangi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi perusahaan untuk memperbaiki intensitas penerangan bagian penyortiran.

2. Menjadi sarana bagi penulis untuk memperoleh pengalaman, sehingga ilmu yang diperoleh dari perkuliahan dapat diterapkan dan dikembangkan yang kemudian akan dibandingkan terhadap permasalahan yang ada pada perusahaan.

3. Menjalin hubungan kerja sama antara perusahaan dan Universitas, Fakultas Teknik, khususnya Teknik Industri, yang menjadikan perusahaan menjadi wadah penerapan ilmu yang didapat dari perkuliahan.

1.5. Batasan dan Asumsi Permasalahan

Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian hanya menganalisis tingkat intensitas penerangan pada bagian

penyortiran plastik di CV. Mitra Lestari Plastik.

2. Penelitian dilakukan pada bagian penyortiran kemasan plastik untuk jenis SIR POS I.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Karyawan bagian penyortiran bekerja secara normal.


(25)

2. Semua peralatan yang digunakan berada dalam kondisi yang baik. 3. Kondisi lingkungan kerja selama pelaksanaan eksperimen konsisten. 4. Pembacaan alat ukur selama pengambilan data diasumsikan valid

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Dalam Bab I : Pendahuluan, diuraikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan dan asumsi penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.

Pada Bab II : Gambaran Umum Perusahaan, dijelaskan tentang sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen serta proses produksi yang berlangsung.

Dalam Bab III : Landasan Teori, dijelaskan mengenai teori-teori yang di perlukan dalam penelitian untuk digunakan menganalisis pemecahan masalah. Teori-teori dalam penelitian ini antara lain definisi dari pencahayaan, penerangan, ciri-ciri penerangan yang baik, kelelahan mata, faktor-faktor yang menyebabkan kelelahan mata.

Dalam Bab IV : Metodologi Penelitian, diuraikan langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis hubungan antara intensitas penerangan dengan kelelahan mata serta persentase kemasan plastik yang tidak memenuhi kualifikasi, dari awal tahap identifikasi permasalahan sampai dengan penarikan kesimpulan dan saran.


(26)

Dalam Bab V : Pengumpulan dan Pengolahan Data, berisi data-data yang dibutuhkan peneliti. Data primer yang diambil seperti: data jam kerja, umur dan jenis kelamin pekerja, intensitas penerangan di tempat kerja, jumlah kemasan plastik SIR yang tidak memenuhi kualifikasi dan data frekuensi kecepatan melihat kedipan cahaya. Sedangkan data sekunder antara lain gambaran umum perusahaan.

Dalam Bab VI : Analisis Pemecahan Masalah, berisi analisis yang dilakukan terhadap hasil pengolahan data dan melakukan pencarian solusi permasalahan.

Dalam Bab VII : Kesimpulan dan Saran, diuraikan kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah serta saran-saran yang yang diberikan kepada pihak perusahaan.


(27)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

CV. Mitra Lestari Plastik merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan biji plastik menjadi kemasan plastik. Perusahaan ini diprakarsai oleh beberapa orang yakni Bapak Arligo, Bapak Husin Gomulia, Bapak Amir Bachtiar dan Bapak Gonawan. Perusahaan ini awalnya berdiri pada tanggal 14 juli 2000 dengan status Usaha Dagang (UD), namun seiring dengan berjalannya waktu, pada tanggal 30 Mei 2003 perusahaan ini berganti status dari usaha dagang menjadi CV. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Medan Tanjung Morawa kawasan Industri Medan Star, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

Perusahaan bergerak dalam proses manufaktur, yaitu pengolahan biji plastik sebagai bahan baku utama menjadi produk kemasan plastik. Pada awalnya CV. Mitra Lestari Plastik hanya memproduksi kemasan plastik jenis SIR (Standar Indonesia Rubber) dan SW (Shrink Wrap). Dengan bergulirnya waktu dan semakin mantapnya kondisi perusahaan, maka semakin banyak perusahaan-perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan ini untuk memesan produk kemasan plastik seperti interlayer dan kemasan jenis label.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Produk yang dihasilkan oleh CV. Mitra Lestari Plastik adalah kemasan plastik. Bahan baku utama berupa biji plastik dan pewarna yang berbeda sesuai


(28)

dengan jenis kemasan plastik yang dihasilkan. Jenis-jenis produk yang dihasilkan oleh CV. Mitra Lestari Plastik adalah sebagai berikut:

1. Kemasan plastik jenis SIR (Standar Indonesia Rubber) dengan ukuran (97 x 64 x 0,35 cm)

2. SW (Shrink Wrap) dengan ukuran (275 x 78 x 0,25 cm) 3. Interlayer dengan ukuran (105 x 105 x 0,1 cm)

4. Kemasan jenis label dengan ukuran (45 x 45 x 0,45 cm)

Bahan baku pembuatan keempat produk berasal dari biji plastik yang sama, tetapi untuk kemasan jenis plastik SW, Interlayer dan kemasan jenis label terdapat penambahan komposisi bahan lainnya. Produk dipasarkan dalam bentuk lembaran. CV. Mitra Letari Plastik berproduksi dengan sistem make to order

dimana produk dihasilkan berdasarkan pesanan dan kebutuhan dari pelanggan. Untuk pelanggan tetap maka perusahaan akan membuat stok.

2.3. Lokasi Perusahaan

Pabrik CV. Mitra Lestari Plastik terletak di Jln, Pelita II No.22 (kawasan Industri Medan Star) Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara.

2.4. Daerah Pemasaran

Hasil Produksi CV. Mitra Lestari Plastik dipasarkan ke beberapa Pabrik dan perusahaan manufaktur lokal lainnya. Daerah pemasaran produk kemasan plastik dari CV. Mitra Lestari Plastik dipasarkan ke beberapa wilayah Sumatera seperti Medan, Jambi, Palembang dan Pekan baru. Beberapa pelanggan tetap


(29)

lokal adalah PT. Nusira yang memproduksi Crumb Rubber, PT. Hervenia Kampar Lestari dan Sri Tang Lingga Indonesia. Selain itu, perusahaan ini juga menerima pesanan atau permintaan jenis kemasan plastik lainnya sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

2.5. Organisasi dan Manajemen 2.5.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi yang digunakan CV. Mitra Lestari Plastik adalah struktur organisasi fungsional. Dikatakan fungsional karena terlihat dari pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab berdasarkan fungsi-fungsi tertentu. Struktur organisasi CV. Mitra Lestari Plastik dapat dilihat dibawah.

Sumber : Bagian Personalia CV. Mitra Lestari Plastik


(30)

2.5.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas dan tanggung jawab CV. Mitra Lestari Plastik dibagi menurut masing-masing jabatan yang telah ditetapkan. Adapun tugas dan tanggung jawab setiap bagian dalam perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.5.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja

CV. Mitra Lestari Plastik memiliki dua jenis tenaga kerja yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja harian. Tenaga kerja tetap terdiri dari staff dan kepala seksi, sedangkan tenaga kerja harian pada umumnya adalah karyawan yang bekerja pada bagian produksi atau buruh pabrik. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki CV. Mitra Lestari Plastik sebanyak 70 orang yang dibagi menjadi 40 orang karyawan tetap dan 30 orang karyawan tidak tetap.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga kerja

No Jabatan Jumlah (orang)

1 Komisaris 1

2 Direktur 1

3 Wakil Direktur 1

4 Manager 1

5 Kepala Bagian Personalia 1

6 Kepala Bagian Gudang 1

7 Kepala Bagian Keuangan 1

8 Kepala Bagian Pemasaran 1

9 Kepala Bagian Produksi 1

10 Kepala Bagian Teknik 1

11 Seksi Persediaan 1

12 Staf Akunting 1

13 Staf Humas 1

14 Kasir 1

15 Adm Penjualan 2

16 Adm Pembelian 2

17 Seksi Proses 2


(31)

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga kerja (Lanjutan)

No Jabatan Jumlah (orang)

19 Seksi Perawatan 2

20 Satpam 3

21 Supir 1

22 Office boy/girl 2

23 Karyawan 40

Total 70

Sumber : Bagian Personalia CV. Mitra Lestari Plastik

CV. Mitra Lestari Plastik mengatur jam kerja berdasarkan ketentuan Departemen Tenaga Kerja, bahwa jam kerja seorang karyawan adalah 40 jam/minggu, untuk selebihnya diperkirakan sebagai lembur. Pembagian jam kerja karyawan dapat di kelompokkan menjadi 3 shift sebagai berikut :

1. Waktu Kerja Shift I : Pukul 08.00-16.00 WIB 2. Waktu Kerja Shift II : Pukul 16.00-24.00 WIB 3. Waktu Kerja Shift III : Pukul 24.00-08.00 WIB

Sumber : Bagian Personalia CV. Mitra Lestari Plastik

2.5.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Pembayaran upah di CV. Mitra Lestari Plastik dilakukan per bulan/setiap bulanan. Disamping upah pokok yang diterima oleh karyawan, perusahaan memberikan jaminan sosial dan tunjangan kepada karyawan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. Adapun fasilitas-fasilitas yang diberikan antara lain:

1. Pemberian tunjangan hari raya, bonus tahunan, dan tunjangan uang makan. 2. Tersedianya sarana transportasi bagi staff perusahaan.


(32)

3. Memberikan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). 4. Memberikan cuti kepada karyawan

2.6. Proses Produksi 2.6.1. Bahan Baku

CV. Mitra Lestari Plastik menggunakan bahan baku berupa biji plasik yang diperoleh dari perusahaan–perusahaan lain sesuai dengan mutu yang diharapkan. Bahan baku berupa biji plastik didatangkan dari negara Malaysia, Singapura dan Arab Saudi dengan jangka waktu pengiriman antara 2-4 minggu sejak bahan baku dipesan. Adapun bahan baku untuk kemasan plastik yang digunakan di CV. Mitra Lestari Plastik yaitu:

1. Untuk kemasan plastik jenis SIR (Standar Indonesia Rubber) menggunakan LDPE (Low density Polyethylene).

2. Untuk kemasan plastik SW (Shrink Wrap), Interlayer, dan kemasan plastik jenis label menggunakan LLDPE (Linear low density polyethylene).


(33)

2.6.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam proses produksi sehingga dapat meningkatkan mutu poduk menjadi lebih baik. Adapun bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan produk ini adalah sebagai berikut:

1. Pewarna, digunakan dalam pembuatan produk kemasan plastik jenis SW (Shrink Wrap), Interlayer, jenis label dan untuk menyablon kemasan SIR. 2. Kertas pengemasan, digunakan untuk melindungi produk dari goresan pada

saat pengiriman produk kepada pelanggan.

3. Tali plastik, digunakan untuk mengikat kemasan plastik yang telah terbungkus dengan kertas pengemasan agar tidak berserakan.

4. Kemasan plastik label diproduksi oleh CV. Mitra Lestari Plastik. Kemasan plastik label ini berfungsi untuk menunjukkan spesifikasi produk yang dipesan.

2.6.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan selama proses produksi dengan tujuan untuk membantu memperlancar proses produksi. Bahan tersebut tidak ikut menjadi produk. Bahan penolong yang digunakan oleh CV. Mitra Lestari Plastik adalah air, digunakan untuk menghasilkan uap air untuk menggerakkan mesin pemanas.


(34)

2.7. Uraian Proses Produksi

2.7.1. Pembuatan kemasan Plastik Jenis SIR

Pada proses pembuatan kemasan plastik jenis SIR, bahan baku untuk pembuatannya adalah biji plastik jenis LDPE (Low density Polyethylene). Biji plastik ini dialirkan ke dalam mesin pembuatan kemasan plastik. Proses Pengolahan yang terjadi sebagai berikut:

1. Pemanasan

Bahan baku berupa biji plastik yang diperoleh dari gudang bahan baku kemudian dipanaskan dengan suhu 120°C dengan tujuan untuk memperkuat sifat bahantersebut.

2. Peleburan

Bahan yang sudah dipanaskan selanjutnya dilebur dengan suhu berkisar 150°C.

3. Proses Polisher

Bahan yang telah dilebur, lalu dimasukkan ke bagian polisher untuk dibentuk menjadi kemasan plastik SIR dengan ukuran dan tebal sesuai dengan spesifikasi SIR yang diinginkan.

4. Pencetakan

Bahan yang telah berbentuk sheet dari proses polisher kemudian dialirkan ke proses Thermoforming yang dipanaskan dengan 2 macam pemanasan yaitu

heater upper dan heater lower sebesar 160°C. Pemanasan dengan 2 jenis pemanasan ini ditujukan agar sheet dari kemasan tidak mengalami stretching


(35)

5. Penyusunan

Lembaran/sheet kemasan plastik SIR yang berasal dari proses pencetakan disusun berbentuk gulungan.

6. Pemeriksaan

Gulungan yang telah terbentuk, lalu diturunkan dari mesin gulungan dan diletakkan pada lantai. Para operator mulai melakukan pemeriksaan terhadap gulungan dan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang dinginkan maka gulungan tersebut diletakkan pada bagian produk cacat. Untuk gulungan yang sesuai dengan ukuran standar maka dilakukan proses penyablonan.

7. Penyablonan

Gulungan SIR dibawa ke bagian penyablonan dan disablon sesuai dengan jenis kemasan SIR yang diinginkan oleh konsumen.

8. Laminasi

Lembaran sheet SIR yang akan digunakan sebagai bahan kemasan, dilekatkan dengan jalan laminasi. Ujung dari lembaran sheet disatukan dengan bagian lainnya lalu dilaminasi melalui proses heat sealable.

9. Pemotongan

Lembaran sheet akan dibawa ke bagian pemotongan dan dipotong sesuai dengan spesifikasi kemasan SIR yang di inginkan.

10.Pemeriksaan

Para operator mulai melakukan pemeriksaan terhadap lembaran sheet yang telah terpotong dan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang dinginkan maka lembaran sheet yang cacat tersebut diletakkan pada bagian produk


(36)

cacat. Untuk lembaran sheet yang sesuai dengan ukuran standar maka dilakukan proses penghitungan.

11.Penghitungan

Para operator mulai melakukan penghitungan terhadap lembaran sheet yang telah diperiksa dan disusun berdasarkan lembaran per bal, sesuai dengan permintaan dari konsumennya.

12.Penimbangan

Para operator melakukan penimbangan terhadap lembaran sheet yang telah dihitung, berdasarkan lembaran per balnya.

13.Pengemasan

Pada waktu pengemasan lembaran sheet dibungkus dengan kertas pengemasan dan diikat dengan tali plastik yang berfungsi untuk mengindari lembaran plastik jatuh dari kertas pengemasan.

14.Penyimpanan

Pada proses penyimpanan, lembaran sheet diangkut dari bagian penumpukan sementara dan disimpan dalam gudang penyimpanan dengan menggunakan


(37)

Gambar 2.3. Kemasan Jenis SIR 2.7.2. Pembuatan kemasan Plastik Jenis SW

Pada proses pembuatan kemasan plastik jenis SW, bahan bakunya adalah biji plastik jenis LLDPE (Linear low density polyethylene). Bahan baku berupa biji plastik dan pewarna ini dialirkan ke dalam mesin pembuatan kemasan plastik. Proses pengolahan yang terjadi sebagai berikut:

1. Pencampuran

Bahan baku berupa biji plastik dan pewarna dimasukkan ke mesin campur dengan perbandingan 90 : 10. Untuk sekali proses pengolahan digunakan 90 persen biji plastik original dan 10 persen pewarna.

2. Pemanasan

Bahan baku berupa biji plastik dan pewarna tercampur, bahan tersebut kemudian dipanaskan dengan suhu 140°C dengan tujuan untuk memperkuat sifat bahantersebut.


(38)

3. Peleburan

Bahan yang sudah dipanaskan selanjutnya mengalami peleburan dengan suhu berkisar 190°C.

4. Proses Polisher

Bahan yang telah dilebur, lalu dimasukkan ke bagian proses polisher untuk dibentuk menjadi kemasan plastik SW dengan ukuran dan tebal sesuai dengan spesifikasi kemasan SW yang diinginkan.

5. Pencetakan

Bahan yang telah berbentuk sheet dari proses polisher kemudian dialirkan ke proses Thermoforming yang dipanaskan dengan 2 macam pemanasan yaitu

heater upper dan heater lower sebesar 160°C. Pemanasan dengan 2 jenis pemanasan ini ditujukan agar sheet dari kemasan tidak mengalami stretching

pada saat udara diinjeksi masuk kedalam cetakan. 6. Penyusunan

Lembaran/sheet kemasan plastik SW yang berasal dari proses pencetakan disusun berbentuk gulungan.

7. Proses pemeriksaan

Gulungan yang telah terbentuk, lalu diturunkan dari mesin dan diletakkan pada lantai. Para operator mulai melakukan pemeriksaan terhadap gulungan dan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang dinginkan maka gulungan tersebut diletakkan pada bagian produk cacat. Untuk gulungan yang sesuai dengan ukuran standar maka dilakukan proses laminasi.


(39)

8. Laminasi

Lembaran/sheet SW yang akan digunakan sebagai bahan kemasan, dilekatkan dengan cara laminasi. Ujung dari lembaran sheet disatukan dengan bagian lainnya lalu dilaminasi dengan menggunakan proses heat sealable.

9. Pemotongan

Lembaran sheet akan dipotong sesuai dengan spesifikasi kemasan SW yang diinginkan.

10.Pemeriksaan

Para operator mulai melakukan pemeriksaan terhadap lembaran sheet yang telah terpotong dan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang dinginkan maka lembaran sheet yang tidak memenuhi kualifikasi tersebut diletakkan pada bagian produk cacat. Untuk lembaran sheet yang sesuai dengan ukuran standar maka dilakukan proses penghitungan.

11.Penghitungan

Para operator mulai melakukan penghitungan terhadap lembaran sheet yang telah diperiksa dan disusun berdasarkan lembaran per bal, sesuai dengan permintaan dari konsumennya.

12.Penimbangan

Para operator melakukan penimbangan terhadap lembaran sheet yang telah dihitung, berdasarkan lembaran per balnya.

13.Pengemasan


(40)

kertas pengemasan dan diikat dengan tali plastik yang berfungsi untuk menghindari lembaran plastik jatuh dari kertas pengemasan. 14.Penyimpanan

Pada proses penyimpanan, lembaran sheet diangkut dari bagian penumpukan sementara dan disimpan dalam gudang penyimpanan dengan menggunakan

forklift. Contoh produk ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Kemasan Plastik SW 2.7.3. Pembuatan kemasan Plastik Jenis Interlayer

Pada proses pembuatan kemasan plastik jenis interlayer, bahan baku untuk pembuatannya adalah biji plastik jenis LLDPE (Linear low density polyethylene).

Bahan baku berupa biji plastik dan pewarna (Metril Chilly) ini dialirkan ke dalam mesin pembuatan kemasan plastik. Proses pengolahan yang terjadi sebagai berikut:

1. Pencampuran

Bahan baku berupa biji plastik dan pewarna dimasukkan ke mesin pencampuran dengan perbandingan 80 : 20. Untuk sekali proses pengolahan


(41)

digunakan 80 persen biji plastik original dan 20 persen pewarna. 2. Pemanasan

Bahan baku berupa biji plastik dan pewarna tercampur, bahan tersebut kemudian dipanaskan dengan suhu 130°C dengan tujuan untuk memperkuat sifat bahantersebut.

3. Peleburan

Bahan yang sudah dipanaskan selanjutnya dilebur dengan suhu berkisar 190°C.

4. Proses Polisher

Bahan yang telah dileburkan, lalu dimasukkan ke proses polisher untuk dibentuk menjadi kemasan plastik interlayer dengan ukuran dan tebal sesuai dengan spesifikasi kemasan interlayer yang diinginkan.

5. Pencetakan

Bahan yang telah berbentuk sheet dari proses polisher kemudian dialirkan ke proses Thermoforming yang dipanaskan dengan 2 macam pemanasan yaitu

heater upper dan heater lower sebesar 160°C. Pemanasan dengan 2 jenis pemanasan ini ditujukan agar sheet dari kemasan tidak mengalami stretching

pada saat udara diinjeksikan masuk kedalam cetakan. 6. Penyusunan

Lembaran/sheet kemasan plastik interlayer yang berasal dari proses pencetakan disusun berbentuk gulungan.


(42)

7. Pemeriksaan

Gulungan yang telah terbentuk, lalu diturunkan dari mesin dan diletakkan pada lantai. Para operator mulai melakukan pemeriksaan terhadap gulungan dan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang dinginkan maka gulungan tersebut diletakkan pada bagian produk cacat. Untuk gulungan yang sesuai dengan ukuran standar maka dilakukan proses laminasi.

8. Laminasi

Lembaran/sheet interlayer yang akan digunakan sebagai bahan kemasan, dilekatkan dengan cara laminasi. Ujung dari lembaran sheet disatukan dengan bagian lainnya lalu dilaminasi dengan menggunakan proses heat sealable. 9. Pemotongan

Lembaran sheet dipotong sesuai dengan spesifikasi kemasan interlayer yang diinginkan.

10.Pemeriksaan

Para operator mulai melakukan pemeriksaan terhadap lembaran sheet yang telah terpotong dan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang dinginkan maka lembaran sheet yang cacat tersebut diletakkan pada bagian produk cacat. Untuk lembaran sheet yang sesuai dengan ukuran standar maka dilakukan proses penghitungan.

11.Penghitungan

Para operator mulai melakukan perhitungan terhadap lembaran sheet yang telah diperiksa dan disusun berdasarkan lembaran per bal, sesuai dengan permintaan dari konsumen.


(43)

12.Penimbangan

Para operator mulai melakukan penimbangan terhadap lembaran sheet yang telah dihitung, berdasarkan lembaran per balnya.

13.Pengemasan

Pada waktu melakukan pengemasan lembaran sheet akan dibungkus dengan menggunakan kertas pengemasan dan diikat dengan menggunakan tali plastik yang berfungsi untuk menghindari lembaran plastik jatuh dari kertas pengemasannya.

14.Penyimpanan

Pada proses penyimpanan, lembaran sheet diangkut dari bagian penumpukan sementara dan disimpan dalam gudang penyimpanan dengan menggunakan

forklift. Contoh produk ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Kemasan Plastik Intelayer 2.7.4. Pembuatan kemasan Plastik Jenis Label

Pada proses pembuatan kemasan plastik jenis label, bahan bakunya adalah LLDPE (Linear low density polyethylene). Bahan baku berupa biji plastik dan pewarna (Inter-white) ini dialirkan kedalam mesin pembuatan kemasan plastik. Proses pengolahan yang terjadi sebagai berikut:


(44)

1. Pencampuran

Bahan baku berupa biji plastik dan pewarna dimasukkan ke mesin pencampuran dengan perbandingan 75 : 25. Untuk sekali proses pengolahan digunakan 75 persen biji plastik original dan 25 persen pewarna.

2. Pemanasan

Setelah bahan baku berupa biji plastik dan pewarna tercampur, bahan tersebut kemudian dipanaskan dengan suhu 180°C dengan tujuan untuk memperkuat sifat bahantersebut.

3. Peleburan

Bahan yang sudah dipanaskan selanjutnya dileburkan dengan suhu berkisar 210°C.

4. Proses Polisher

Bahan yang telah dileburkan, lalu dimasukkan ke proses polisher untuk dibentuk menjadi kemasan plastik label dengan ukuran dan tebal sesuai dengan spesifikasi kemasan label yang diinginkan.

5. Pencetakan

Bahan yang telah berbentuk sheet dari proses polisher kemudian dialirkan ke proses Thermoforming yang dipanaskan dengan 2 macam pemanasan yaitu

heater upper dan heater lower sebesar 160°C. Kedua jenis pemanasan ini ditujukan agar sheet dari kemasan tidak mengalami stretching pada saat udara diinjeksi masuk kedalam cetakan.


(45)

6. Penyusunan

Lembaran/sheet kemasan plastik label yang berasal dari proses pencetakan disusun berbentuk gulungan.

7. Pemeriksaan

Gulungan yang telah terbentuk, lalu diturunkan dari mesin gulungan dan diletakkan pada lantai. Para operator mulai melakukan pemeriksaan terhadap gulungan dan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang dinginkan maka gulungan tersebut diletakkan pada bagian produk cacat. Untuk gulungan yang sesuai dengan ukuran standar maka dilakukan proses pemotongan.

8. Pemotongan

Lembaran sheet dipotong sesuai dengan spesifikasi kemasan label yang diinginkan.

9. Pemeriksaan

Para operator mulai melakukan pemeriksaan terhadap lembaran sheet yang telah terpotong dan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang dinginkan maka lembaran sheet yang cacat tersebut diletakkan pada bagian produk cacat. Untuk lembaran sheet yang sesuai dengan ukuran standar maka dilakukan proses penghitungan.

10.Penghitungan

Para operator mulai melakukan penghitungan terhadap lembaran sheet yang telah diperiksa dan disusun berdasarkan lembaran per bal, sesuai dengan permintaan dari konsumennya.


(46)

11.Penimbangan

Para operator mulai melakukan penimbangan terhadap lembaran sheet yang telah dihitung, kemudian ditimbang berdasarkan lembaran per balnya.

12.Pengemasan

Pada waktu melakukan pengemasan lembaran/sheet akan dibungkus dengan menggunakan kertas pengemasan dan diikat dengan menggunakan tali plastik yang berfungsi untuk menghindari lembaran plastik jatuh dari kertas pengemasannya.

13.Penyimpanan

Pada proses penyimpanan, lembaran/sheet diangkut dari bagian penumpukan sementara dan disimpan dalam gudang penyimpanan dengan menggunakan

forklift. Contoh produk dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Kemasan Jenis Label 2.8. Mesin dan Peralatan

2.8.1. Mesin Produksi

Mesin-mesin produksi yang digunakan di CV. Mitra Lestari Plastik dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(47)

Tabel 2.2. Mesin-Mesin Produksi

No Nama Fungsi Jumlah Merek/

Buatan

Serial Daya Frekuensi

1 Mesin

Potong Memotong Kemasan Plastik 6 Feininger / China - 1,5 kWh 50 Hz 2 Mesin Extrude Membuat kemasan Plastik

jenis SIR, SW, Interlayer dan

label

12 China

ZJBK-88

- 50 Hz

3 Mesin Laminasi

Memanaskan biji plastik

4 China

FM-1300 15 kWh 50 Hz 4 Mesin Penghancur Mencacah kemasan plastik yang kurang memenuhi standar 1 Dongfen g /China

15 PK 1,5 kWh 50 Hz 5 Mesin Pencampur Melakukan pencampuran bahan 2 Kica/ China K2005 0580 105 kW 50 Hz 6 Mesin Menyablon Melakukan penyablonan kemasan plastik jenis SIR

2 China - 1,5 kWh

50 Hz

2.8.2. Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan oleh CV. Mitra Lestari Plastik untuk melakukan proses produksi adalah sebagai berikut :

1. Spidol

Spidol digunakan sebagai alat untuk menulis jumlah produk, kode produksi dan tanggal produksi pada kertas label.

2. Timbangan


(48)

3. Gunting,

Gunting digunakan untuk memotong tali plastik yang berfungsi sebagai pengikat produk.

2.8.3. Utilitas

Utilitas merupakan fasilitas pendukung yang digunakan untuk kelancaran proses produksi. Adapun fasilitas pendukung yang digunakan pada CV. Mitra Lestari Plastik adalah air dan arus listrik. Air yang digunakan CV. Mitra Lestari Plastik berasal dari dalam tanah dan ditampung ke dalam bak penampung yang disediakan oleh perusahaan, sedangkan arus listrik yang digunakan bersumber dari PLN dan generator pembangkit listrik tenaga diesel.

Sumber arus listrik PLN merupakan sumber utama yang digunakan dalam kegiatan proses produksi, penerangan area kerja dan kantor dengan daya 400 KVA. Sedangkan arus listrik yang dibangkitkan oleh generator berfungsi untuk cadangan jika listrik dari PLN mengalami gangguan. Mesin generator yang dimiliki perusahaan adalah merk Mercedes Bens dengan tipe DSG52L2-4 dan mempunyai daya 500 KW.


(49)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Teori

3.1.1. Pencahayaan1

Pencahayaan adalah faktor yang penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik. Lingkungan kerja yang baik akan dapat memberikan kenyamanan dan meningkatkan produktivitas pekerja. Efisiensi kerja seorang operator ditentukan pada ketepatan dan kecermatan melihat saat bekerja, sehingga dapat meningkatkan efektifitas kerja, serta keamanan kerja yang lebih besar.

Pencahayaan (iluminasi) adalah banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu permukaan. Pencahayaan adalah segala hal yang berhubungan dengan cahaya dalam kaitannya dengan fungsi penglihatan dalam pekerjaan, meliputi kualitas dan kuantitasnya.

Pencahayaan secara umum dibagi menjadi 2 yaitu pencahayaan langsung dimana pencahayaan dengan mengarahkan sinar langsung ke bidang objek, dan pencahayaan tidak langsung yaitu pencahayaan yang memantulkan sinar terlebih dahulu sehingga tidak menimbulkan kesilauan.

3.1.2. Penerangan

Sumber penerangan dibagi menjadi tiga, pertama penerangan alami yaitu penerangan yang berasal dari cahaya matahari sebagai sumber cahaya. Kebaikan

1


(50)

dari penggunaan cahaya alami, sering disebut juga sebagai cahaya siang (daylight) adalah memiliki kemampuan membantu membedakan warna-warna pada permukaan. Kedua, penerangan buatan (Artificial Light) yaitu penerangan yang dapat di atur sesuai kebutuhan, sesuai dengan kegunaan kegiatan, sesuai dengan fungsi ruang. Salah satu sumber pencahayaan buatan dapat berasal dari lampu. Ketiga, penerangan alami dan buatan yaitu penggabungan antara penerangan alami dari sinar matahari dengan lampu/penerangan buatan. Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek secara jelas, cepat, tanpa menimbulkan kesalahan. Kebutuhan akan pencahayaan yang baik, akan diperlukan apabila mengerjakan suatu pekerjaan yang memerlukan ketelitian penglihatan.

Menurut Granjean (1993) penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama bekerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan dampak yaitu:

1. Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja. 2. Kelelehan mental.

3. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata. 4. Kerusakan indra mata.

Selanjutnya pengaruh kelelahan mata tersebut akan bermuara kepada penurunan performansi kerja, sebagai berikut:

1. Kehilangan Produktivitas 2. Kualitas Kerja rendah


(51)

3. Banyak terjadi kesalahan 4. Kecelakaan kerja meningkat

3.1.3. Ciri – ciri Penerangan yang baik2

Penerangan akan mempengaruhi seorang pekerja untuk dapat melihat dengan baik. Untuk dapat melihat dengan baik maka dibutuhkan suatu penerangan yang baik pula. Ciri-ciri penerangan yang baik tersebut adalah:

1. Sinar/cahaya yang cukup.

Sinar cahaya yang cukup akan mempengaruhi dan menentukan kemampuan melihat secara tepat. Selain cahaya yang cukup, variabel untuk dapat melihat secara tepat adalah ukuran objek yang dilihat, jarak mata ke objek, kecepatan objek dan lamanya waktu penerangan. Untuk dapat melihat barang-barang (objek) yang kecil diperlukan tambahan penerangan yang cukup dan waktu yang agak lama. Peranan waktu yang dibutuhkan dalam melihat ini akan bertambah penting bila objek yang dilihat dalam keadaan bergerak.

2. Sinar/cahaya yang menyilaukan/(glare).

Cahaya yang menyilaukan terjadi apabila pantulan cahaya yang berlebihan mengenai mata, sehingga menyebabkan rasa ketidaknyamanan, gangguan kelelahan mata dan penglihatan. Pantulan cahaya ini berasal dari permukaan benda yang mengkilap yang dapat dilihat oleh penglihatan, seperti: langit-langit, dinding, meja kerja dan mesin. Adapun sumber-sumber glare lainnya berasal dari:

2

E. Nurmianto, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Penerbit:Guna Widya, 2004), hlm.229-232


(52)

a. Lampu yang dipasang terlalu rendah tanpa pelindung.

b. Jendela atau ventilasi cahaya yang langsung berhadapan dengan mata.

c. Cahaya dengan terang yang berlebihan.

d. Pantulan dari permukaan terang.

Ada dua kategori cahaya yang menyilaukan (glare):

1. Discomfort glare yaitu cahaya yang tidak menyenangkan tetapi tidak begitu mengganggu kegiatan visual. Efeknya: Sakit kepala dan dapat meningkatkan kelelahan.

2. Disability glare yaitu cahaya yang sangat mengganggu karena mata langsung menerima silau cahaya yang dipancarkan. Contoh: menatap matahari. Efeknya dapat merusak mata, bahkan mungkin dapat mengakibatkan kebutaan.

Dilihat dari objeknya glare digolongkan kedalam dua macam: direct dan

indirect glare zone. Objek yang dilihat harus terbebas dari cahaya yang menyilaukan. Cahaya yang menyilaukan dapat langsung datang dari sumber cahaya (direct-glare zone) ataupun dari pemantulan/pengembalian cahaya

(indirect-glare zone). Benda yang mengkilap, licin, halus dan berkilau akan mengganggu pekerja saat melihat objek. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan menempatkan kembali suatu pekerjaan dan sumber-sumber penerangan, untuk mengurangi cahaya pantulan yang menuju pada objek yang sedang dikerjakan. Standard Australia AS 1680 memberikan tingkat-tingkat maksimum luminansi untuk berbagai sudut yang berbeda dari garis vertikal yang rapat dibawah the luminance.


(53)

Untuk menghindari glare dapat dipasang penyerap cahaya atau warna yang dapat menyerap cahaya, memasang pelindung pada sumber cahaya dan menghindari atau menjauhkan sumber cahaya yang berlebihan.

3. Kontras yang tepat.

Untuk dapat melihat objek dengan jelas maka perlu kekontrasan. Kontras yang kurang berakibat kesulitan untuk melihat benda tersebut, kontras yang berlebihan pun akan mengakibatkan kesalahan dan kesulitan untuk melihat objek. Background yang kacau sebaiknya dihindari. Untuk meningkatkan kekontrasan dapat dilakukan dengan menambah tingkat terangnya cahaya yang dibutuhkan dan juga pemilihan warna yang tepat.

Peningkatan kontras mungkin salah satu cara yang lebih efektif dalam upaya meningkatkan kemampuan daya lihat. Latar belakang daerah kerja dibuat sesederhana mungkin. Background yang kacau, yang mempunyai banyak perpindahan seharusnya dihindari dengan menggunakan sekat-sekat. Seperti diilustrasikan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Perbedaan Latar Belakang yang Mempengaruhi Kontras.

4. Kualitas Pencahayaan (Brightness) yang tepat.

Kualitas dari pencahayaan dapat menunjukkan jangkauan dari luminansi dalam daerah penglihatan. Perbandingan terang cahaya dalam daerah kerja utama,


(54)

difokuskan sebaiknya tidak lebih dari 3 sampai 1. Brightness yang tepat akan memberikan efek produktivitas yang tinggi pada pekerja. Terangnya cahaya yang diperlukan oleh suatu objek tergantung pada banyaknya cahaya yang dipantulkan dari objek tersebut.

Penglihatan ke suatu bagian sering tergantung dari perbedaan cahaya diantara bagian tersebut dengan latar belakangnya. Perbedaan terangnya cahaya dapat dinyatakan sebagai ratio atau perbandingan terangnya cahaya. Makin besar perbedaan ratio makin cepat tugas dilaksanakan. Untuk efisien dan mudahnya melihat maka penerangan hendaknya mempunyai cahaya terang yang relatif.

Bayangan/shadow harus memiliki distribusi cahaya yang baik. Bayang-bayang yang tajam adalah akibat dari sumber cahaya buatan yang kecil atau cahaya matahari. Secara umum shadow digunakan saat inspeksi untuk menunjukkan cacat pada permukaan suatu barang. Dengan distribusi cahaya yang baik maka akan dapat mengurangi kelelahan pada mata karena harus selalu fokus kepada objek yang dilihat. Penerangan yang buruk, adanya bagian-bagian yang gelap dan bagian-bagian yang terang, adalah kurang baik.

5. Pemilihan Warna yang tepat.

Pengaruh adanya warna akan dapat dirasakan dalam kemudahan melihat. Warna dapat meminimalisir kelelahan pada mata. Warna juga membawa efek psikologis suatu ruangan, contoh ruangan dengan warna cerah akan menimbulkan kesan yang lebih luas dibandingkan dengan warna-warna gelap. Pengaruh adanya warna akan jelas, dalam keselamatan dan kemudahan dalam melihat. Jika diadakan pengkoordnasian penerangan dengan baik, pemilihan


(55)

warna yang baik maka akan menimbulkan keadaan penglihatan yang cukup baik, yaitu akan mengurangi sinar silau, mengawasi kontras yang tajam dan meminimalisir kelelahan mata.

3.1.4. Standar Penerangan di Tempat Kerja3

Intensitas penerangan yang dibutuhkan di masing-masing tempat kerja ditentukan oleh jenis sifat pekerjaan yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat ketelitian suatu pekerjaan, maka akan semakin besar kebutuhan intensitas penerangan yang diperlukan, demikian pula sebaliknya. Standar penerangan di Indonesia telah ditetapkan seperti dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1994, tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan dan penerangan di tempat kerja. Standar penerangan yang ditetapkan untuk di Indonesia tersebut secara garis besar hampir sama dengan standar internasional. Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 405/Menkes/SK/XI/2002, intensitas cahaya di ruang kerja dapat dilihat pada Tabel 3.1. dibawah ini.

Tabel 3.1. Intensitas Cahaya di Ruang Kerja Jenis Kegiatan Tingkat

Pencahayaan Minimal

(lux)

Keterangan

Pekerjaan kasar dan tidak terus-menerus

100 Ruang penyimpanan dan peralatan atau instalasi yang memerlukan pekerjaan kontinyu Pekerjaan Kasar dan

terus-menerus

200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan

mesin dan perakitan

3

Tarwaka, dkk, Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas, (Surakarta: UNIBA,2004), hlm 44-48.


(56)

Tabel 3.1. Intensitas Cahaya di Ruang Kerja (Lanjutan) Jenis Kegiatan Tingkat

Pencahayaan Minimal (lux)

Keterangan Pekerjaan agak

halus

500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pemeriksaan atau pekerjaan dengan

mesin Pekerjaan sangat

halus

1500 tidak menimbulkan

bayangan

Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin, dan perakitan yang sangat

halus Pekerjaan terinci 3000 tidak

menimbulkan bayangan

Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus dan perakitan halus

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 405/Menkes/SK/XI/2002

3.1.5. Sistem Pendekatan Aplikasi Penerangan di Tempat Kerja

Dalam mempertimbangkan aplikasi penerangan di tempat kerja, secara umum dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu:

1. Desain tempat kerja untuk menghindari masalah penerangan

Kebutuhan intensitas penerangan bagi pekerja harus selalu dipertimbangkan pada waktu mendesain bangunan, pemasangan mesin-mesin, alat dan sarana kerja. Desain instalasi penerangan harus mampu mengontrol cahaya kesilauan pantulan dan bayangan serta untuk tujuan kesehatan dan keselamatan kerja. 2. Identifikasi dan penilaian masalah dan kesulitan penerangan

Agar masalah penerangan yang muncul dapat ditangani dengan baik, faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah; sumber penerangan, pekerja dalam melakukan pekerjaan, jenis pekerjaan yang dilakukan dan lingkungan kerja secara keseluruhan. Selanjutnya teknik dan metode yang dapat digunakan


(57)

meliputi:

a. Situasi atau wawancara dengan pekerja di tempat kerja

b. Mempelajari laporan kecelakaan kerja sebagai bahan investigasi

c. Mengukur intensitas penerangan, kesilauan, pantulan dan bayang-bayang yang ada di tempat kerja.

d. Mempertimbangkan faktor lain seperti: sikap kerja, lama kerja, warna dan umur pekerja.

3. Pengembangan dan evaluasi pengendalian resiko akibat penerangan.

Setelah penerangan dan pengaruhnya telah diidentifikasi dan dinilai, langkah selanjutnya adalah mengendalikan resiko yang potensial menyebabkan gangguan kerja.

Sebagai tambahan pertimbangan dalam upaya mengatasi masalah penerangan di tempat kerja, Sanders & McCormick (1987) dan Granjean (1993) memberikan pedoman untuk desain sistem penerangan yang tepat di tempat kerja.

Tabel 3.2. Reflektan sebagai Persentase Cahaya

Bahan Warna Reflektan (%)

1. Putih 100

2. Aluminium, Kertas Putih 80-85

3. Warna gading, Kuning lemon, kuning dalam, hijau muda, biru pastel, pink pale , krim

60-65 4. Hijau lime, abu-abu pale, pink, orange dalam,

bluegrey

30-35

5. Biru langit, kayu pale 40-45

6. Pale oakwood, semen kering 30-35

7. Merah dalam, hijau rumput, kayu, hijau daun, coklat

20-25 8. Biru gelap, merah purple, coklat tua 10-15

9. Hitam 0


(58)

Berikut ini merupakan gambar arah cahaya pada pencahayaan langsung dan pencahayaan tidak langsung ditunjukkan oleh Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Arah Cahaya

3.1.6. Perhitungan Jumlah Lampu4

Untuk mengetahui jumlah lampu yang diperlukan dalam suatu ruangan maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengukur panjang ruangan (P), lebar (L), dan tinggi ruangan antara plafon


(59)

dan meja (Hc).

2. Menentukan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang didapatkan dari hasil eksperimen.

3. Menghitung jumlah cahaya (flux) yang diperlukan dengan rumus: F=

Dimana:

A = Luas ruangan/bidang kerja (m2) UF= Utilization Factor

LLF= Light Loss Factor

4. Menghitung jumlah lampu dengan rumus: N= 

Dimana:

F= nominal luminous flux yang dibutuhkan FI=nominal luminous flux lampu

3.2. Kelelahan5

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot

5

Tarwaka, dkk, Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas, (Surakarta: UNIBA, 2004), hlm107-108.


(60)

atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh memonotori, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan gizi.

Terdapat dua teori kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat terjadinya kelelahan. Teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensorik yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan ini menghambat pusat otak dalam mengendalikan gerakan, sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot, sehingga gerakan atas perintah menjadi lambat. Semakin lambat gerakan seseorang menunjukkan semakin lelah kondisi ototnya.

3.3. Mata

Sebagai indera penglihatan, mata mempunyai fungsi penting dalam mengidentifikasi segala bentuk rangsangan visual yang kemudian diteruskan ke otak untuk diterjemahkan dalam bentuk respon. Dalam hal ini, mata berfungsi sebagai pengirim pesan. Mata terdiri atas 6 bagian, yaitu:


(61)

trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mata juga berperan dalam mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk lapisan airmata didepan kornea.

2. Sistem sekresi air mata (sistem Lacrimal) untuk menjaga agar kornea tetap bersih, lembab, dan bebas kuman.

3. Conjungtiva, yaitu lembaran yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian belakang.

4. Bola mata yang terdiri dari atas 3 lapis jaringan yaitu:

a. Sclera yang merupakan jaringan terluar yang melindungi bola mata. Bagian terluar sclera disebut kornea yang bersifat trasparan untuk memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.

b. Uvea yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Pada iris terdapat pupil yang berfungsi untuk mengatur jumlah sinar yang masuk ke dalam bola mata.

c. Retina yang berfungsi mengubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik yang diteruskan ke otak.

5. Rongga orbita yaitu rongga tempat bola mata.

6. Otot penggerak mata yang berfungsi untuk menggerakkan mata.

3.3.1. Kelelahan Mata6

Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau astenophia yaitu kelelahan okular atau ketegangan/gangguan pada mata dan sakit kepala

6

Ilyas, S, Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Jakarta, (Penerbit: Kedokteran Universitas Indonesia,2003), hlm 30-35.


(62)

sehubungan dengan penggunaan mata secara intensif. Keletihan penglihatan menggambarkan seluruh gejala-gejala yang terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata, diantaranya adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi sewaktu memandang objek yang sangat kecil dalam jarak yang sangat dekat.

Pada keadaan normal, cahaya akan datang dari jarak tidak terhingga sehingga terfokus pada retina. Daya akomodasi mata akan terjadi apabila benda didekatkan, maka bayangan benda dapat difokuskan pada retina. Mata akan berakomodasi untuk melihat jelas benda pada jarak yang berbeda-beda sehingga bayangan benda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliaris. Saat seseorang bekerja terus-menerus dalam jangka waktu tertentu menyebabkan mata harus berakomodasi dalam waktu yang panjang dan dapat mempercepat terjadinya kelelahan mata. Terdapat beberapa kelelahan mata yaitu:

a. Gejala okular, merupakan gejala seperti mata merasa tidak nyaman, panas, sakit, cepat lelah, merah dan berair.

b. Gejala visual, terjadi karena mata mengalami gangguan untuk memfokuskan bayangan pada retina. Kelelahan ini akan menyebabkan penglihatan ganda atau kabur. Penglihatan kabur disebabkan otot siliaris gagal untuk memfokuskan atau mengalami kejang dan kelelahan.

c. Gejala umum lainnya yaitu akibat kelelahan mata adalah sakit kepala, sakit punggung, pinggang.


(63)

Kelelahan mata juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan atas faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor-faktor tersebut yaitu:

a. Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari tubuh yang terdiri atas: 1. Faktor Okular, yaitu kelainan mata yang berupa Ametropia dan

Heteroforia. Ametropia adalah kelainan refraksi pada mata kiri dan kanan tetapi tidak dikoreksi. Heteroforia merupakan kelainan dimana sumbu penglihatan dua mata tidak sejajar sehingga kontraksi otot mata untuk menerima banyangan lebih sulit.

2. Faktor Konstitusi adalah faktor yang disebabkan oleh keadaan umum seperti tidak sehat atau kurang tidur.

b. Faktor Ekstrinsik yang terdiri atas:

1. Kuantitas iluminasi yaitu cahaya yang berlebihan dapat menimbulkan silau, pandangan terganggu dan menurunnya sensitivitas retina.

2. Kualitas iluminasi yaitu kontras, sifat cahaya(fliker) dan warna.

3. Ukuran objek yang dilihat yaitu objek yang berukuran kecil memerlukan penglihatan dekat, sehingga membutuhkan kemampuan akomodasi yang lebih besar. Jika hal ini terjadi terus-menerus maka mata menjadi cepat lelah.

4. Waktu Kerja yaitu lamanya waktu melihat secara terus-menerus pada suatu objek, hingga menimbulkan kelelahan mata.

Terjadinya kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata secara umum tejadi akibat tegangan yang terus menerus pada mata, walaupun tidak


(64)

menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah beban kerja, mempercepat kelelahan, sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja dari masing-masing karyawan.

3.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata 3.3.2.1. Faktor Manusia

Seseorang dengan bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya, dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh.

3.3.2.2. Faktor Lingkungan Kerja7

a. Faktor di dalam lingkungan kerja yaitu faktor penerangan. Luminansi adalah banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kepekaan mata terhadap warna tertentu. Tingkat luminansi juga akan mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan intensitas penerangan lebih besar untuk melihat objek gambar. Semakin besar luminansi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh mata juga akan semakin bertambah.

7


(65)

b. Faktor Warna, digunakan untuk penciptaan kontras, sehingga kontras warna tidak berlebihan dalam tangkapan mata, serta menciptakan lingkungan kerja yang berpengaruh pada psikologi pekerja. Semakin kecil kontras warna maka akan menciptakan kondisi kerja yang nyaman, sebaiknya kontras warna yang besar akan mempercepat timbulnya kelelahan. Dengan penggunaan warna kerapian dan keteraturan pada lingkungan kerja dapat tercapai dan meningkatkan pencahayaan di tempat kerja. Seseorang dapat bekerja secara efisien dan produktif apabila memiliki keadaan lingkungan kerja yang nyaman sehingga dapat bekerja secara optimal.

Tabel 3.3. Efek Psikologis Warna Efek

No Warna

Jarak Suhu Pisikis

1 Biru Jauh Sejuk Menyejukkan

2 Hijau Jauh Sangat Sejuk Menyegarkan

3 Merah Dekat Hangat Sangat mengganggu

4 Orange Sangat Dekat Sangat hangat Merangsang

5 Kuning Dekat Sangat hangat Merangsang

6 Sawo matang Sangat dekat Netral Merangsang

7 Ungu Sangat dekat Sejuk Agresif

Sumber : Suma’mur PK (1998:96)

3.3.2.3. Faktor Pekerjaan

a. Faktor Lama Waktu Kerja, shift kerja ternyata berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja terutama shift kerja siang dan malam. Shift kerja ini nyata lebih menimbulkan kelelahan dibandingkan dengan shift pagi, karena menyebabkan gangguan circadian rhythm/gangguan tidur.

b. Beban Kerja yang ditunjukkan dengan (shift), merupakan pekerjaan yang dibebankan kepada seseorang baik secara fisik maupun mental. Secara umum


(66)

beban kerja dibedakan menjadi dua kelompok yaitu External Load (stressor) adalah beban kerja yang berasal dari pekerjaan yang sedang dilakukan.

External Load meliputi pekerjaan, organisasi dan lingkungan. Dan Internal Load (strain) adalah reaksi tubuh seseorang terhadap suatu external load yang diberikan kepada orang tersebut. Menurut Josling(1998) dalam artikelnya yang berjudul Shift work and health menyebutkan hasil penelitiannya dilakukan oleh

The Circadian Learning Centre di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa para pekerja shift, terutama yang bekerja dimalam hari dapat terkena beberapa permasalahan kesehatan. Permasalahan kesehatan ini antara lain: gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan pencernaan. Pada tanggal 26 juni 1990 dibahas mengenai standar internasional bagi pekerja malam. Standar yang dimaksud adalah The Night Work Convention and Recommendation yang membahas mengenai kesehatan dan keselamatan, transfer kerja, perlindungan bagi kaum wanita, kompensasi dan pelayanan sosial.

Tabel 3.4. Standar Internasional bagi Pekerja Malam

No Bidang Ukuran

1 Jam kerja normal Tidak lebih dari 8 jam per hari 2 Overtime Tidak ada shift kerja yang berurutan 3 Jam kerja istirahat Istirahat untuk makan 4 Ibu/calon ibu Penugasan disiang hari

(sebelum/sesudah kehamilan) 5 Waktu istirahat Sekurang-kurangnya 11 jam antar

shift

6 Pelayanan sosial Biaya dan perbaikan keselamatan 7 Situasi khusus Toleransi pada pekerja yang lamban

dan tua


(67)

Tabel 3.4. Standar Internasional bagi Pekerja Malam (Lanjutan)

No Bidang Ukuran

9 Transfer Pemikiran khusus untuk ditugaskan siang/ pagi hari (setelah

bertahun-tahun bekerja pada malam hari) 10 Pensiun Pemikiran khusus bagi pekerja yang

pensium sebelum waktunya Sumber: Granjean,(1986)

Shift kerja juga dapat dirancang dengan pembuatan jadwal shift kerja dengan mengikuti rekomendasi perputaran pola shift kerja. Pola perputaran shift kerja ada dua yaitu pola 2-2-2 (metropolitan pola) dan 2-2-3(Continental pola). Pola perputaran shift kerja 2-2-2 berarti setiap karyawan memiliki duarasi kerja dan memiliki waktu istirahat kerja yang sama. Pola perputaran shift kerja 2-2-3 berarti setiap karyawan tidak memiliki waktu kerja yang sama dan memiliki waktu istirahat kerja yang berbeda.

3.4. Desain Eksperimen Faktorial8

Desain suatu eksperimen bertujuan untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dan berguna dalam melakukan penelitian persoalan. Meskipun demikian, dalam rangka usaha mendapatkan semua informasi yang berguna itu, hendaknya dibuat sesederhana mungkin. Penelitiannya juga hendaknya dilakukan seefisien mungkin mengingat waktu, biaya, tenaga dan bahan yang harus digunakan. Hal ini juga penting mengingat pada kenyataan bahwa desain yang sederhana akan mudah dilaksanakan, dan data yang diperoleh berdasarkan desain demikian akan dapat cepat dianalisis disamping juga akan bersifat ekonomis. Jadi jelas hendaknya,

8


(68)

desain eksperimen berusaha untuk memperoleh informasi yang maksimum dengan menggunakan biaya yang minimum.

3.4.1. Prinsip Dasar Desain Eksperimen

Adapun prinsip dasar desain eksperimen yang lazim digunakan dan dikenal antara lain:

1. Replikasi

Yang dimaksud dengan replikasi adalah pengulangan eksperimen dasar. Dalam kenyataannya replikasi ini diperlukan karena:

a. Memberikan taksiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk menentukan panjang interval yang digunakan sebagai satuan dasar pengukuran untuk signifikasi dari pada perbedaan-perbedaan yang diamati. b. Menghasilkan taksiran yang lebih akuran untuk kekeliruan eksperimen.

c. Memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai efek rata-rata suatu faktor.

2. Pengacakan (Randomness)

Pengacakan memungkinkan untuk melanjutkan langkah-langkah berikutnya dengan anggapan soal independen sebagai suatu kenyataan. Pengacakan tidak menjamin terjadinya independen melainkan hanya memperkecil adanya korelasi antar pengamatan (dapat juga antar kekeliruan). Pengacakan merupakan suatu cara untuk menghilangkan bias.


(69)

3. Kontrol lokal

Kontrol lokal merupakan sebagian dari keseluruhan prinsip desain yang harus dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah yang berbentuk penyeimbangan, pemblokan, dan pengelompokkan unit-unit eksperimen yang digunakan dalam desain.

3.4.2. Desain Eksperimental Faktorial untuk Model ANAVA9

Percobaan faktorial adalah menyelidiki apakah terdapat perbedaan yang berarti mengenai rata-rata efek dari tiap taraf atau tidak. Akan tetapi, apabila kita ingin menyelidiki secara bersamaan efek dari beberapa faktor yang berlainan, misalnya faktor rotasi kerja, intensitas penerangan dan shift kerja. Dalam hal ini tiap perlakuan merupakan kombinasi antar taraf setiap faktor kita perhatikan, maka eksperimen yang terjadi karenanya dinamakan eksperimen faktorial. Rumus model ANAVA yang digunakan untuk pengujian data eksperimen dengan replikasi tiap sel sebagai berikut:

Yijkm = α + Ai + Bj + ABij + Ck + ACik + BCjk + ABCijk + €m(ijk)

Dimana:

i = 1,2,…..a j = 1,2,… b k = 1,2,….c

m = 1,2,… r (sampel x replikasi)

9


(70)

Yijkm = Variabel respin observasi ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama

faktor A level ke-i, faktor B level ke-j, dan faktor C level ke-k. α = Efek rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan) Ai = Efek sebenarnya dari level ke-i faktor A

Bj = Efek sebenarnya dari level ke-j faktor B

Ck = Efek sebenarnya dari level ke-k faktor C

ABij = Efek sebenarnya dari interaksi level ke-i faktor A dengan level ke-j faktor

B.

ACik = Efek sebenarnya dari interaksi level ke-i faktor A dengan level ke-k

faktor C.

BCjk = Efek sebenarnya dari interaksi level ke-j faktor B dengan level ke-k

faktor C.

ABCijk = Efek sebenarnya dari interaksi level ke-i faktor A, level ke-j faktor B

dan level ke-k faktor C.

€m(ijk) = Efek Sebenarnya dari unit experiment ke-k dalam kombinasi perlakuan

(ijk).

3.4.3. Model Campuran

Model campuran dalam eksperimen hanya terdapat a buah taraf faktor A, hanya terdapat b buah taraf faktor B, dan sebanyak c buah taraf faktor C. Taraf faktor diambil secara acak dari sebuah populasi yang terdiri atas semua taraf faktor C, yang akan memberikan model campuran a dan b tetap sedangkan c acak. Asumsi yang berlaku untuk hal ini adalah :


(71)

Untuk menguji hipotesis tidak terdapat efek setiap faktor dan tidak terdapat efek interaksi antar faktor, harga-harga F yang harus dihitung untuk tiap perlakuan dicantumkan dalam Tabel 3.6. Daftar tersebut juga berisikan harga-harga F untuk model III lainnya, ialah dengan:

a. (a dan c tetap, b acak), b. (b dan c tetap, a acak) dan c. (a dan b tetap, a acak)

Asumsi untuk masing-masing kedua model terakhir ini bisa diperoleh dari asumsi di atas dengan jalan mempertukarkan huruf-huruf faktor yang diperlukan.

Tabel 3.5. Rasio F untuk Eksperimen Faktorial a x b x c Model III (Dua Faktor Tetap, Satu Faktor Acak)

Rasio F untuk Sumber

Variasi a dan b tetap c acak

a dan c tetap b acak

b dan c tetap a acak

Rata-rata - - -

Perlakuan - - -

A A/AC A/AB A/E

B B/BC B/E B/AB

C C/E C/BC C/AC

AB AB/ABC AB/E AB/E

AC AC/E AC/ABC AC/E

BC BC/E BC/E BC/ABC

ABC ABC/E ABC/E ABC/E


(72)

3.4.4. Model Campuran Desain Eksperimen Faktorial a x b x c

Model ini akan terjadi apabila di dalam eksperimen yang dilakukan, si peneliti terlibat dengan:

1. Hanya sebuah a buah taraf faktor A.

2. Sebanyak b buah taraf faktor B yang telah diambil secara acak dari sebuah populasi terdiri atas semua taraf faktor B, dan

3. Sebanyak c buah taraf faktor C yang merupakan sebuah sampel acak dari sebuah populasi yang terdiri atas semua taraf faktor C. Secara matematik, asumsi di atas dapat dituliskan sebagai berikut:

, tidak dimisalkan dengan nol. Bj-DNI (0, )

Ck-DNI (0, )

dan BCjk – DNI (0, ); Sedangkan untuk;  

, tidak dimisalkan dengan nol. Dengan jalan mempertukarkan huruf-huruf faktor yang diperlukan, maka didapat dua buah lagi model campuran lainnya, ialah apabila:

1. b tetap, a dan c acak 2. c tetap, a dan b acak

Rasio F untuk masing-masing model yang bisa digunakan untuk pengujian hipotesis tidak ada efek tiap faktor dan tidak ada efek interaksi antar faktor, dicantumkan selengkapnya dalam tabel di bawah ini.


(73)

Tabel 3.6. Rasio F untuk Eksperimen Faktorial a x b x c Model III (Satu Faktor Tetap, Dua Faktor Acak)

Rasio F untuk Sumber

Variasi a tetap b dan c acak

b tetap a dan c acak

c tetap a dan b acak

Rata-rata - - -

Perlakuan

A Tak ada uji eksak A/AC A/AB

B B/BC Tidak ada uji eksak B/AB

C C/BC C/AC Tidak ada uji eksak

AB AB/ABC AB/ABC AB/E

AC AC/ABC AC/E AC/ABC

BC BC/E BC/ABC BC/ABC

ABC ABC/E ABC/E ABC/E

Kekeliruan - - -

Desain eksperimen unuk penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.7. Tabel 3.7. Rancangan Eksperimen Faktorial

Faktor Shift kerja (C)

Perlakuan Shift I

(C1)

Shift II (C2)

Shift III (C3) b1 (20 menit)

a1(150 lux)

b2 (30 menit) b1 (20 menit) a2(200 lux)

b2 (30 menit) b1 (20 menit) a3(250 lux)

b2 (30 menit) b1 (20 menit)

In te n si ta s P en er an gan (A ) a4(300 lux) R otas i K er ja (B)

b2 (30 menit) 3.5. Pengujian Asumsi-Asumsi ANAVA

Apabila menggunakan pengujian analisis variansi sebagai alat analisa data eksperimen, maka sebelum data diolah, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi-asumsi berupa uji kenormalan, homogenitas variansi terhadap data hasil eksperimen.


(74)

3.5.1. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov10

Uji Kolmogorov-Smirnov (Chakravart, Laha, dan Roy, 1967) biasa digunakan untuk memutuskan jika sampel berasal dari populasi dengan distribusi spesifik/tertentu. Uji Kolmogorov- Smirnov digunakan untuk menguji goodness of fit antar distribusi sampel dan distribusi lainnya, uji ini membandingkan serangkaian data pada sampel terhadap distribusi normal serangkaian nilai dengan standar deviasi yang sama. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kenormalan distribusi beberapa data. Uji Kolmogorov-Smirnov merupakan uji yang lebih kuat dari pada uji Chi-Square. Keunggulan uji Kolmogorov-Smirnov dibandingkan dengan uji Chi-Square, yaitu:

1. Chi-Square memerlukan data yang terkelompok, sedangkan Kolmogorov- Smirnov tidak memerlukan.

2. Kolmogorov- Smirnov bisa untuk sampel kecil, sedangkan Chi-Square tidak bisa.

3. Data dari Chi-Square bersifat kategorik, maka akan ada data yang terbuang. Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditrasformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Jadi sebenarnya uji Kolmogorov- Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi dibawah 0,05 berarti terdapat perbedaan yang signifikasi, dan jika signifikasi diatas 0,05 maka tidak terjadi


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)