Penanganan bahan dan produk kering atau tablet menimbulkan masalah pengendalian debu dan pencemaran silang, sehingga perlu dilengkapi dengan
pengendali debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindari campur aduk antara produk. Tiap mesin hendaknya ditempatkan
dalam ruangan terpisah. Terjadinya kesalahan dalam pengemasan dapat diperkecil dengan
pemakaian label gulungan, pemberian kode bets langsung pada jalur pemasangan label, penggunaan alat pembacaan label dan penghitung label elektronik. Label
dan barang cetak yang lain dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki tanda yang berbeda jelas terhadap produk yang berlainan. Disamping pemeriksaan
visual selama pengemasan berlangsung juga dilakukan pemeriksaan secara terpisah oleh bagian pengawasan mutu setelah pengemasan. Produk yang bentuk
dan warnanya sama atau hampir sama tidak boleh dikemas pada jalur yang berdampingan, kecuali ada pemisah secara fisik. Pada setiap jalur pengemasan,
nama dan nomor bets produk yang sedang dikemas hendaknya dapat terlihat jelas. Produk antara atau produk ruahan dapat diolah ulang asalkan bahan
tersebut layak untuk diolah ulang dengan prosedur tertentu yang disahkan, serta hasilnya masih memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan.
Produk antara, produk ruahan dan obat jadi hendaknya dikarantina sambil menunggu hasil pemeriksaan dan keputusan dari bagian pengawasan mutu.
2.6 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisa yang ada di laboratorium,
termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Disamping itu juga dilakukan program uji
stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, validasi, dokumentasi suatu bets, program penyimpanan contoh dan penyusunan serta sertifikasi yang berlaku dari
tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya.
Bagian pengawasan mutu hendaknya memberikan bantuan yang diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh
bagian lain, khususnya bagian produksi untuk menjamin bahwa tiap produk yang dihasilkan selalu memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
2.7 Inspeksi Diri
Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Program inspeksi diri
dirancang untuk mencari kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikannya. Inspeksi diri harus dilakukan secara teratur
dan dibuat prosedur serta pencatatannya. Tindakan perbaikan yang disarankan sebaiknya dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri ditunjuk tim yang
mampu menilai secara objektif pelaksanaan CPOB. Hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan, bangunan termasuk fasilitas
untuk karyawan, penyimpanan bahan awal dan obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, serta pemeliharaan gedung dan peralatan.
Inspeksi diri dapat dilakukan bagian demi bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik yang bersangkutan. Inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan
sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
2.8 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian
2.8.1 Keluhan dan Laporan
Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan dan masalah medis lainnya. Keluhan dan laporan ditangani secara:
1. Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan laporan
yang diterima. 2.
Keluhan dan laporan hendaklah ditangani oleh bagian yang bersangkutan sesuai dengan jenis keluhan dan laporan yang diterima.
3. Terhadap tiap keluhan dan laporan dilakukan penelitian dan evaluasi
secara seksama, termasuk meninjau seluruh informasi yang masuk tentang pemeriksaan atau pengujian terhadap contoh yang diterima. Bila perlu
dilakukan pemeriksaan terhadap contoh pertinggal bets yang bersangkutan dan meneliti kembali semua data serta dokumentasi yang berkaitan.
Tindak lanjut terhadap keluhan dan laporan: 1.
Tindakan perbaikan yang diperlukan termasuk penarikan kembali bets obat jadi atau seluruh obat jadi yang bersangkutan dan tindak lanjut
lainnya yang sesuai. 2.
Hasil pelaksanaan penanganan keluhan dan laporan termasuk evaluasi penelitian dan tindak lanjut yang diambil hendaklah dicatat dan dilaporkan
kepada bagian yang bersangkutan dan kepada pejabat pemerintah yang berwenang.
2.8.2 Penarikan Kembali Obat Jadi
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.
Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping
yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali dapat dilakukan atas prakarsa produsen sendiri atau
instruksi instansi pemerintah yang berwenang. Keputusan untuk melakukan penarikan kembali obat jadi adalah tanggung jawab apoteker penanggung jawab
pabrik dan pimpinan perusahaan. Penarikan kembali obat jadi dapat pula sekaligus merupakan penghentian pembuatan obat jadi yang bersangkutan.
Pelaksanaan penarikan kembali obat jadi: 1.
Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui adanya obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan atau mempunyai efek samping
yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan membahayakan kesehatan. 2.
Obat jadi yang mempunyai resiko besar terhadap kesehatan selain tindakan penarikan hendaklah segera diambil tindakan khusus agar obat yang
bersangkutan dikenakan embargo untuk tidak digunakan. Dalam hal ini penarikan dilakukan sampai ke tingkat konsumen.
Sistem dokumentasi pabrik dapat mendukung pelaksanaan penarikan kembali dan embargo secara efektif, cepat dan tuntas.
2.8.3 Obat Kembalian
Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar dan kemudian dikembalikan ke produsen karena adanya keluhan kadaluarsa, masalah keabsahan,
atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, kualitas dan kuantitas obat jadi
yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki dan
menganalisa obat yang dikembalikan, serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan. Terhadap obat kembalian
dilakukan evaluasi yang seksama untuk menentukan apakah obat jadi yang bersangkutan dapat diolah kembali atau dimusnahkan.
Obat kembalian digolongkan sebagai berikut: 1.
Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan masih dapat digunakan.
2. Obat kembalian yang masih dapat diolah ulang.
3. Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang.
Prosedur penanganan obat kembalian dibuat dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Jumlah dan identifikasi obat kembalian harus dicatat.
2. Obat kembalian yang diterima hendaklah dikarantina.
3. Terhadap obat kembalian dilakukan penelitian dan pemeriksaan oleh
bagian pengawasan mutu untuk menentukan tindak lanjut. 4.
Keputusan untuk melakukan pengolahan obat kembalian hendaklah dilakukan oleh pimpinan perusahaan atas dasar pertimbangan yang
seksama dan proses pengolahan harus diawasi secara ketat. Obat kembalian tidak dapat diolah ulang harus dimusnahkan. Hendaklah
dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang mencakup
pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke tangan orang yang tidak berwenang.
2.9 Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan dan laporan,
serta jenis laporan lain yang ditentukan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi seluruh rangkaian pembuatan obat.
Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara terinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus
dilaksanakannya, sehingga memperkecil resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot, sehingga memungkinkan penyelidikan atau penelusuran terhadap
bets atau lot bersangkutan. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia.
BAB III TINJAUAN PT. SINABUNG INDUSTRI FARMASI MEDAN
3.1 Sejarah
PT. Sinabung Industri Farmasi merupakan badan swasta nasional yang didirikan oleh Kunnadi, Eliana Estelita Siagian, Wahi Katono pada tanggal 29
Oktober 1967 dengan nama CV. Sinabung dan pengoperasiannya dimulai tanggal 31 Oktober 1970.
PT. Sinabung Industri Farmasi mengalami tiga periode perkembangan, yaitu :
Periode I
Periode I dimulai pada tanggal 29 Oktober 1967 sampai 9 November 1971. Pada Periode ini CV. Sinabung didirikan oleh Kunnadi sebagai Presiden Direktur,
Eliana Estelita Siagian sebagai Presiden Komisaris dan Wahi Katono sebagai Komisaris.
Periode II Periode ini dimulai tanggal 9 November 1971 sampai 11 Februari 1995. Pada
periode ini CV. Sinabung berubah jadi PT. Sinabung Industri Farmasi yang dipimpin oleh Kunnadi sebagai Presiden Direktur, Fadjar Gosal sebagai Presiden
Komisaris, Wahi Katono dan Dewi Suki sebagai Komisaris.
Periode III
Periode III ini dimulai 11 Februari 1995 sampai saat ini. Pada periode ini kepemilikan PT. Sinabung Industri Farmasi menjadi kepemilikan tunggal yang
dipegang oleh Anwar Susanto, sesuai dengan SK. Menkeh RI. No. Y. A. 57716. Kegiatan PT. Sinabung Industri Farmasi meliputi pengadaan, penyediaan,
penyaluran dan pengembangan obat yang dibutuhkan oleh masyarakat. Perusahaan ini juga ikut menjalankan program pemerintah yang meliputi upaya
peningkatan pengadaan obat yang bermanfaat. Bentuk sediaan yang telah diproduksi sampai saat ini terdiri dari 5 jenis
bentuk sediaan, yaitu :
25