C. Masyumi dan Kabinet Burhanuddin Harahap 1955-1956.
Setelah kabinet Ali Sastroamidjojo I dari Partai Nasional Indonesia PNI, kini parta Masyumi tampil dalam menggantikan posisi PNI yang berturut-turut
memegang posisi utama. Partai Masyumi diwakili oleh Burhanuddin Harahap memgang kabinet tahun 1955-1956.
Kabinet Burhanuddin juga menggandeng partai-partai lain untuk menduduki posisi menteri-menteri, seperti Menteri Pertahanan dirangkap oleh
Burhanuddin sendiri, Menter Pertanian oleh M. Sardjan. Sedangkan NU menduduki posisi Menteri Dalam Negeri yang diketuai oleh Mr. Sunardjo dan
Menteri Agama oleh K.H. Ilyas, serta PSII menduduki posisi Wakil Perdana Menteri II yang diserahan kepada Harsono Tjokroaminoto dan Menteri Sosial
oleh Soedibjo.
44
Pada masa inilah Partai Masyumi menunjukkan prestasi yang dapat dibanggakan,
karena pada
masa ini
kabinet Burhanuddin
dapat menyelanggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung. Dengan demikian
kabinet ini dianggap kabinet yang berhasil dari partai Masyumi. Semangat dalam kabinet ini cukup tinggi untuk memulai tugasnya yaitu dalam
mengembalikan kewibawaan moral pemerintah. Kabinet segera mengambil tindakan terhadap mereka yang disangka terlibat korupsi selama kabinet Ali
Sastroamidjojo dengan menahan mereka dan membawanya mereka kepengadilan. Kabinet berhasil menempatkan kedudukan Indonesia pada
44
Dra. Haniah Hanafi, Partai-Partai Islam di Indonesia, Hasil Penelitian FUF-UIN Jakarta, 2005. H. 46
trempast yang lebih menguntungkan dari pada sebelumnya. Beberapa diantara masalah itu menyebabkan kembalinya perpecahan dalam lingkungan Masyumi
serta antara partai-partai Islam lainnya, sehingga permulaan yang menguntungkan bagi mereka pada saat kabinet mulai bekerja tidak dapat
diteruskan. Kelompok Sukiman dan kelompok Natsir memperlihatkan kembali hubungan yang tidak serasi, seperti tercermin dalam berbagai pernyataan.
Pertikaian antara partai Islam terutama antara partai Masyumi dengan partai Islam lain yang bersangkutan dengan soal hubungan dengan negeri Belanda.
Dalam priode kabinet Burhanuddin Presiden Soekarno mulai ikut campur tangan secara mendalam dalam pemerintahan serta partai.
Kabinet Burhauddin adalah kabinet yang bertugas husus, yaitu menyelenggarakan pemilihan umum. Dari ini dapat dialksanakan karena ia
juga masih ingin menyelesaikan masalah antara hubungan dengan negeri Belanda. Oleh sebab itu permulaan tahun 1956, setelah pemilu pertama
diselenggarakan, perhatian kabinet ditujukan tentang cara pemutusannya. Lagi-lagi Masyumi menolak usulan seperti ini karena melihat bahwa usulan
tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah, malah akan menambah persoalan. Masyumi juga bependapat bahwa tiap partai besaryang tiga itu
Masyumi, PNI, dan NU apakah didalam atau diluar kabinet, sehingga mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan harmoni antar partai.
Sementar itu karena pertikaian tentang soal hubungan indonesia dengan negeri Belanda, NU dan PSII pada bulan Januari 1956 menarik diri dari kabinet.
Pemilu berhasil dilaksanakan secara demokratis dengan menghasilkan empat partai besar pemenag suara, yaitu PNI, Partai Masyumi, NU dan PKI.
Pada masa itu NU mulai mengikuti pemilu secara tersendiri, karena telah memisahkan diri dari partai Masyumi sejak tahun 1952. dan dapat meraih
posisi ketiga setelah PNI dan Partai Masyumi. Kabinet Burahnuddin bubar pada tanggal 3 Maret 1956, sesuai dengan
maksudnya yaitu setelah hasil pemilu diresmiakn. Pada tanggal 1 Maret pimpinan partai Masyumi mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa
waktunya telah tiba bagi kabinet untuk mengembalikan mandat kepada kepala negara. Hasil pemilihan umum segera di resmikan, sehingga perimbangan
kekuatan organisasi dan partai politik yang telah terpilih sudah resmi diketahui. Oleh sebab itu, formatir baru dapat ditunjuk oleh Presiden
berdasarkan komposisi baru dalam parlemen.
D. Masyumi dan Kabinet Ali Sastroamidojo II 1956-1957